Anda di halaman 1dari 8

GANGGUAN BELAJAR

Gangguan belajar adalah defisit pada anak dan remaja di dalam mencapai
keterampilan membaca, menulis, berbicara, penggunaan pendengaran,
memberikan alasan, atau matematika yang diharapkan, dibandingkan dengan
anak lain berusia sama dan dengan kapasitas intelektual yang sama.

GANGGUAN MEMBACA
Di dalam DSM-IV-TR, gangguan membaca (dahulu disebut disleksia) didefinisikan
sebagai pencapaian di bawah tingkat yang diharapkan untuk usia, pendidikan
dan intelegensia anak. Hendaya ini secara signifikan mengganggu keberhasialan
akademik atau aktivitas harian yang melibatkan membaca.

Epidemiologi
Suatu perkiraan sebesar 4 persen anak usia sekolah di Amerika Serikat memiliki
gangguan membaca. Studi prevalensi menemukan angka yang berkisar antara 2
dan 8 persen. Anak laki-laki tiga hingga empat kali lebih banyak dibandingkan
anak perempuan.

Komorbiditas
Anak dengan gangguan membaca memiliki resiko yang lebih tinggi dari rata-rata
untuk mengalami juga masalah perhatian, gangguan perilaku yang mengganggu
(cth. gangguan tingkah laku), dan gangguan depresif. Data mengesankan bahwa
hingga 25 persen anak dengan gangguan membaca juga memiliki ADHD. Studi
keluarga menunjukkan bahwa mungkin terdapat beberapa faktor genetik sama
yang menyebabkan gangguan membaca dan sindrom yang terkait dengan
perhatian.

Etiologi
Tidak ada satu etiologi tunggal pun yang didefinisikan sebagai penyebab
gangguan membaca : faktor genetik, faktor perkembangan, dan faktor
lingkungan dapat turut berperan terhadap defisit inti gangguan membaca. Riset
menemkan bahwa defisit utama pada anak dengan gangguan membaca terletak
di dalam domain penggunaan bahasa.
Beberapa studi terkini mengesankan bahwa pemahaman fonologis (yi.,
kemampuan memahami bunyi dan mengeluarkan kata-kata) terkait dengan
kromsom 6. Lebih jauh lagi, kemampuan identifikasi kata tunggal terkait dengan
kromosom 15.
Insiden gangguan membaca yang lebih tinggi dari rata-rata terdapat pada anak
dengan intelegensia normal yang mengalami palsi serebral. Insiden gangguan
membaca yang sedikit meningkat terdapat di antara anak-anak yang mengalami
epilepsi. Komplikasi selama kehamilan; kesulitan pranatal dan perinatal termasuk
prematuritas; dan berat lahir rendah lazim ada di dalam riwayat anak dengan

gangguan membaca. Anak dengan lesi otak pasca llahir di lobus oksipital kiri,
yang menimbulkan kebutaan lapang pandang, dapat memiliki gangguan
membaca sekunder, demikian juga anak dengan lesi di splenium korpus kolasum
yang menyekat transmisi informasi visual dari hemisfer kanan yang intak ke area
di hemisfer kiri.

Diagnosis
Gangguan membaca didiagnosis jika pencapaian membaca seorang anak secara
signifikan di bawah tingkat yang diharapkan pada anak dengan usia dan kapasita
intelektual yang sama. Ciri diagnosis yang khas mencakup kesulitan mengingat
kembali, membangkitkan, dan merangkai huruf
dan kata yang tercetak,
memroses konstruksi gramatis yang canggih dan membuat kesimpulan.

Gambaran klinis
Anak yang mengalami gangguan membaca biasanya dapat diidentifikasi pada
usia 7 tahun (kelas 2). Kesulitan membaca dapat tampak jelas pada anak di
dalam kelas saat keterampilan membaca diharapkan dapat diperoleh pada kelas
satu. Anak kadang-kadang dapat mengkompensasi gangguan membaca pada
tingkat dasar awal dengan menggunakan memori dan kesimpulan, terutama
ketika gangguan ini disertai dengan intelegensi yang tinggi. Pada keadaan
seperti ini, ganguan bisa tidak terlihat nyata sampai usia 9 tahun (kelas 4) atau
lebih.

Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Tidak ada tanda fisik atau ukuran laboratorium spesifik yang membantu di dalam
menegakkan diagnosis gangguan membaca. Diagnosis gangguan membaca
ditegakkan setelah mengumpulkan data dari tes intelegensi standar dan
penilaian pencapaian pendidikan. Rangkaian diagnostik umumnya mencakup tes
mengeja standar, komposisi tulisan, memroses dan menggunakan bahasa oral,
serta membuat salinan.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Banyak anak dengan gangguan membaca mendapatkan pengetahuan dari
bahasa yang dicetak pada masa 2 tahun peertama sekolah dasar, bahkan tanpa
bantuan untuk memperbaikinya. Jika diberikan dini, pada kasus yang lebih
ringan, tidak diperlukan lagi terapi perbaikan di akhir kelas satu atau dua. Pada
kasus yang berat dan bergantung pada pola defisit dan kekuatan, terapi
remedial dapat dilanjutkan hingga sekolah menengah atau tingkat SMU.

Diagnosis Banding
Gangguan membaca serin disertai gangguan lain seperti gangguan bahasa
ekspresif, gangguan ekspresi tulisan, da ADHD. Sttudi terkini menunjukkan
bahwa anak dengan gangguan membaca secara terus-menerus menunjukkan
kesulitan dengan kemampuan bahasa, sedangkan anak dengan ADHD tidak
demikian. Defisit di dalam bahasa ekspresif dan diskriminasi bicara yang

terdapat di dalam gangguan membaca dapat cukup berat sehingga memerlukan


diagnosis tamahan gangguan bahasa ekspresif atau gangguuan bahasa
campuan reseptif-ekspresif. Gangguan membaca harus dibedakan dengan
sindroom retardasi mental yaitu membaca dan juga keterampilan lain, berada
dibawah tingkat pencapaian yang diharapkan untuk usia kronologis seorang
anak. Tes intelektual membantu membedakan defisit global dengan kesulitan
membaca yang lebih spesifik. Gangguan mendengar dan melihat harus
disingkirkan menggunakan uji penapisan.

Terapi
Banyak program terapi remedialyang efektif dimulai dengan mengajari anak
tersebut untuk membuat hubungan yang akurat antara huruf dan bunyi. Setelah
keterampilan itu dikuasai, terapi remedial dapat menargetkan komponen
membaca yang lebih besar, seperti suku kata dan kata. Fokus pasti dari setiap
program membaca hanya dapat ditentukan setelah dilakukan penilaian akurat
mengenai defisit spesifik seorang anak serta kelemahannya. Strategi koping
yang positif mencakup kelompok membaca kecil dan terstruktur yang
memberikan perhatian individual sehingga membuat anak tersebut lebih mudah
untuk meminta bantuan.
Program instruksi membaca dimulai dengan memusatkan pada setiap huruf dan
bunyi, kemudian meningkatkan penguasaan inti fonetik sederhana, diikutin
dengan menyatukan uni-unit ini menjadi kata dan kalimat. Progam terapi
remedial membaca lainnya, seperti program Merrill dan SRA Basic Reading
Program, dimulai dengan memperkenalkan kata terlebih dahulu, kemudian
mengajari anak bagaimana memecahnya dan mengenali bunyi suku kata serta
setiap huruf di dalam kata tersebut. Penddekatan lain, seperti Bridge Reading
Program, mengajari anak dengan gangguan membaca untuk mengenali
keseluhan keseluruhan kata melalui penggunaan bantuan visualdan meminta
proses membunyikannya. Metode Ferald menggunakan pendekatan
multisensorik yang mengkombinasikan
antara mengajari keseluruhan kata
dengan teknik melacak sehingga anak tersebut memiliki stimulasi kinestetik
sambil belajar membaca kata-kata.

GANGGUAN MATEMATIKA
Anak dengan gangguan matematika memiliki kesulitan mempelajari dan
mengingat angka, dan lambat serta tidak akurat di dalam menghitung.
Pencapaian yang buruk di dalam empat kelompok keterampilan telah
diidentifikasi di dalam gangguan matematika: keterampilan linguistik (yang
terkait dengan pemahaman istilah matematis dan mengubah soal tertulis
menjadi simbol matematika), keterampilan persepsi (kemampuan mengenali dan
memahami simbol dan mengurutkan serangkaian angka), keterampilan
matematis (penambahan, pengurangan, pengalian, pembagian dasar, dan
serangkaian operasi matematika dasar), serta keterampilan atensional (menyalin
angka dengan tepat serta mengamati simbol-simbol operasional dengan benar).

Epidemiologi
Prevalensi gangguan matematika sendiri diperkirakan terjadi dalam kira-kira 1
persen anak-anak usia sekolah, yaitu kira-kira satu dari lima anak dengan
gangguan belajar. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa hingga 6 persen anakanak usia sekolah memiliki kesulitan dalam matematika. Gangguan matematika
dapat terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi pada anak perempuan.

Komorbiditas
Gangguan matematika lazim ditemukan bersamaan dengan gangguan membaca
dan gangguan ekspresi tertulis. Anak dengan dangguan matematika juga dapat
memiliki risiko tinggi mengalami gangguan bahasa ekspresif, gangguan
campuran bahasa reseptif-ekspresif, serta gangguan koordinasi perkembangan.

Etiologi
Timbulnya gangguan matematika, serupa dengan gangguan belajar lain,
cenderung disebabkan setidaknya sebagian oleh faktor genetik. Suatu teori awal
mengajukan defisit neurologis hemisfer serebri kanan, terutama pada area lobus
oksipitalis. Regio ini bertanggung jawab untuk memroses stimulus visuospasial
yang selanjutnya bertanggung jawab untuk keterampilan matematis.
Saat ini, penyebabnya dianggap multifaktor, sehingga faktor kematangan,
kognitif, emosional, pendidikan, dan sosioekonomik turut berperan di dalam
berbagai derajat dan kombinasi untuk gangguan matematika.

Diagnosis
Diagnosis gangguan matematika ditegakkan ketika keterampilan matematika
seorang anak jatuh secara signifikan di bawah tingkat yang diharapkan untuk
usia anak, kemampuan intelektual, dan pendidikannya. Diagnosis pasti dapat
ditegakkan hanya setelah anak tersebut menjalani tes aritmatika standar yang
diberikan secara individual serta nilainya secara nyata berada di bawah tingkat
yang diharapkan, dalam hal kapasitas intelektual dan sekolah anak seperti yang
diukur melalui tes intelegensi standar. Gangguan perkembangan pervasif dan
retardasi mental juga harus disingkirkan sebelum meyakinkan diagnosis
gangguan matematika.

Gambaran Klinis
Gambaran gangguan matematika yang lazim ditemukan mencakup kesulitan
dengan berbagai komponen matematika, seperti mempelajari nama angka,
mengingat tanda untuk penambahan dan pengurangan, mempelajari tabel
perkalian, menerjemahkan soal dalam kata menjadi perhitungan, dan melakukan
perhitungan dengan kecepatan yang diharapkan.
Gangguan matematika sering terdapat bersamaan dengan gangguan bahasa lain
dalam hal membaca, tulisan ekspresif, koordinasi, dan bahasa ekspresif serta
reseptif. Masalah dalam mengeja, defisit atensi atau emmori, serta masalah

emosional dan perilaku dapat ditemukan. Anak kelas awal pertama sering kali
menunjukkan ganggua belajar lain dan harus diperiksa adanya gangguan
matematika. Anak dengan palsi serebral dapat mengalami gangguan
matematika dengan intelegensi keseluruhan yang normal.

Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Tidak ada tanda atau gejala fisik yang menunjukkan gangguan matematika,
tetapi uji edukasional dan ukuran fungsi intelektual stadar diperlukan untuk
menegakkan diagnosis ini. Keymath Diagnostic Arithmetic Test mengukur
beberapa area matematika termasuk pengetahuan akan kandungan, fungsi, dan
perhitungan matematis. Tes ini digunakan untuk menilai kemampuan
matematika pada anak kelas 1 sampai 6.

Diagnosis Banding
Gangguan matematika harus dibedakan dengan penyebab global gangguan
fungsi seperti sindrom retardasi mental. Kesulitan aritmatika di dalam retardasi
mental disertai dengn hendaya menyeluruh di dalam keseluruhan fungsi
intelektual. Pada kasus retardasi mental ringan yang tidak biasa, keterampilan
aritmatika dapat secara signifikan berada dibawah tingkat yang diharapkan,
berdasarkan derajat pendidikan dan tingkat retardasi mental orang tersebut.
Pada kasus seperti itu, diagnosis tambahan gangguan matematika harus
ditegakkan : terapi kesulitan aritmatika terutama dapat membantu bagi
kesempatan anak dipekerjakan di masa dewasanya. Sekolah yang tidak adekuat
sering dapat mempengaruhi kinerja arimatika yang buruk pada uji arittmatika
standar. Gangguan tingkah lakuu atau DHD dapat terjadi bersama dengan
gangguan matematika : dan pada kasus ini, kedua diagnosis harus ditegakkan.

Terapi
Saat ini, terapi yang paling efektif untuk gangguan matematika menggabungkan
antara mengajarkan konsep matematika dengan praktik terus-menerus di dalam
menyelesaikan soal matematika. Difisit keterampilan sosial dapat turut berperan
di dalam keengganan anak untuk meminta bantuan sehingga anak yan
diidentifikasidengan gangguan matematika bisa mendapatan keuntungan dari
mendapatkan keterampila menyelesaikan masalah di dalam lingkungansosial
juga di dalam matematika

GANGGUAN EKPRESI TERTULIS


Gangguan ekspresi tulisan ditandai dengan keterampilan menulis yan secara
signifikan di nawah tingkat yang diharapkan untuk asia dan kapasitas intektual
anak. Kesulitan ini menganggu kinerja akademik dan tuntutan untuk menulis
dalam kehidupan sehari-hari. Banyak komponen gangguan ekspresi tertulis
mencakup meneja yang buruk. Kesalahan tatabahasa dan tanda baca, seta
tulisan gangan yang buruk.

Epidemiologi

Prevalensi gangguan ekspresi tertulis saja belum dipelajari, tetapi seperti


gangguan membaca, diperkirakan terjadi pada kira-kira 4 persen anak usia
sekolah. Diperkirakan bahwa rasio gender pada gangguan ekspresi tertulis
serupa dengan gangguan membaca, terjadi sekitar tiga kali lebih banyak pada
laki-laki. Gamggua ekspresi tertulis sering terjadi bersama dengan gangguan
membaca, tetapi tidak selalu.

Komorbiditas
Anak dengan gangguan ekspresi tertulis memiliki resiko lebih tinggi untuk
mengalami berbagai gangguan belajar, dan bahasa lainnya termasuk gangguan
membaca, gangua matematika, dan gangguan baca ekspreif erta reseptif. ADHD
terjadi dalamm prekuensi yan lebih tinggi pada anak dengan ganggual ekspresi
tertulis dibandingkan populasi umum. Akhinya anak dengan gangguan ekspresi
tertulis diyakini memiliki resiko tinggi untuk mengalami kesulitan keterampilan
sosial, dan beberapa diantaranya harus memiliki kepercayaan diri yan uruk serta
mengalami gejala defresi.

Etiologi
Penyebab gangguan ekspresi tertulis diyakini serupa dengan gangguan mmbaca
yaitu defisit di ddalam penggunaan komponen bahasa yang terkait dengan bunyi
huruf. Tampaknya, faktor genetik mempermainkan peranan didalam timbulnya
gangguan ekspresi tertulis. Predisposisi herediter terhadap gangguan ini
disokong dengan temuan bahwa sebagian besar anak dengan gangguan ekspresi
ertulis memiliki kerabat derajat pertama dengan gangguan ini. Anak dengan
rentang perhatian yang terbatas dan sangat mudah teraih perhatiannya dapat
mersakan bahwa menulis merupakan tugas yang melelahkan.

Diagnosis
Diagnosis gangguan ekspresi tertuls didasari pada kinerja anak yang buruk
dalam menyusun teks tertulis, termasuk tulisan tangan dan gangguan
kemampuan untuk
mengeja serta meletakkan kata-kata berurutan dalam
kalimatyang koheren, dibandinkan dengan sebagian besar anak yang berusia
dengan kemampuan intelektual yang sama.

Gambaran klinis
Anak dengan gangguan ekspresi tertulis memiliki kesulitan diawal seklahnya di
dalam mengeja kata-kata dan di dalam mengekspresikan pikirannya sesuai
dengan norma tata bahasa sesuai usia. Gambaran lazim gangguan ekspresi
tertulis ini mencakup kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca, penyusunan
paragraf yang buruk, dan tulisan tangan yang buruk. Gambaran lain yang terkait
gangguan ini mencakup penolakan atau keengganan untuk pergi ke sekolah dan
melakukan pekerjaan rumah tertulis yang ditugaskan, kinerja akademik yang
buruk di area lain (cth., matematika), penghindaran umum terhadap pekerjaan
sekolah, bolos, defisit atensi, dan gangguan tingkah laku.

Banyak anak dengan gangguan ekspresi tertulis menjadi frustasi dan marah
karena perasaan kekurangan dan kegagalan kinerja akademik. Pada kasus yang
berat, gangguan depresif dapat timbul akibat semakin tumbuhnya rasa isolasi,
asing, dan putus asa.

Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Meskipun tidak ada stigmata fisik pada gangguan menulis, tes pendidikan
digunakan di dalam menegakkan diagnosis gangguan ekspresi tertulis. Tes
bahasa yang sekarang tersedia mencakup TOWL, DEWS, dan Test of Early
Written Language (TEWL). Seorang anak yang dicurigai memiliki gangguan
ekspresi tertulis pertama kali harus diberikan tes intelektual standar, seperti
WISC-III atau Wechsler Adult Intelligence Scale yang telah direvisi (WAIS-R) untuk
menentukan kapasitas intelektual keseluruhan seorang anak.

Perjalanan Gangguan dan Prognosis


Pada kasus yang berat, gangguan ekspresi tertulis tampak nyata pada usia 7
tahun (kelas dua); pada kasus yang lebih ringan, gangguan ini bisa tidak terlihat
jelas hingga usia 10 tahun (kelas lima) atau lebih. Sebagian besar orang dengan
gangguan ekspresi tertulis ringan atau sedang cukup baik jika mereka
mendapatkan edukasi remedial pada waktu yang tepat di awal masa sekolah
dasarnya. Gangguan ekspresi tertulis yang berat memerlukan terapi remedial
yang ekstensif dan berkelanjutan sepanjang bagian akhir masa SMU dan bahkan
hingga akademi.
Prognosis bergantung pada keparahan gangguan, usia atau kelas ketika
intervensi remedial dimulai, lama dan keberlanjutan terapi, dan ada atau tidak
adanya masalah perilaku atau emosional sekunder atau terkait.

Diagnosis Banding
Seseorang harus menentukan apakah gangguan lain seperti ADHD atau
gangguan depresif membuat anak tidak dapat berkonsentrasi pada tugas
tertulis, tanpa adanya gangguan ekspresi tertulis itu sendiri. Jika keadaanny
seperti ini, terapi untk gangguan di atas seharusnya memperbaiki kinerja
menulis seorang anak. Gangguan ekspresi tertulis juga dapat terjadi bersama
dengan berbagai gangguan belajar serta bahasa lainnya. Gangguan terkait yang
lazim lainnya adalah gangguan membaca, gangguan campuran bahasa reseptifekspresif, gangguan bahasa ekspresif, gangguan matematika, gangguan
koordinasi perkembangan, dan perilaku mengganggu serta gangguan defisit
atensi (attention-deficit disorder).

Terapi
Terapi remedial untuk gangguan ekspresi tertulis mencakup praktik langsung
mengeja dan menulis kalimat, serta mengkaji ulang aturan tata bahasa.
Pemberian terapi menulis kreatif dan ekspresif yang intensif, berkelanjutan dan
dirancang khusus secara individual dan satu-satu tampak memberi hasil yang
baik.

GANGGUAN
BELAJAR
TERGOLONGKAN

YANG

TIDAK

Gangguan belajar yang tidak tergolongkan adalah kategori baru di dalam DSM-IVTR untuk gangguan yang tidak memenuhi kriteria gangguan belajar spesifik,
tetapi menimbulkan hendaya dan mencerminkan kemampuan belajar di bawah
tingkat yang diharapkan untuk intelegensi, pendidikan, dan usia seseorang.
Suatu contoh hendaya yang dapat ditempatkan pada kategori ini adalah defisit
keterampilan mengeja.

Anda mungkin juga menyukai