LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis kelamin
Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal MRS
: Tn. A
: 70 tahun
: Laki-laki
: Indonesia
: Islam
: SMA
: Tidak bekerja
: Duren Sawit
: September 2015
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluh mata kiri buram sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan tambahan :
Pasien juga mengeluh kedua mata merah, nyeri sekitar mata, terasa berat dan sakit
kepala.
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan mata kiri buram sejak 3 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluh matanya merah, nyeri, terasa berat dan sakit
kepala. Keluhan mata berair, adanya kotoran berlebih dan mengganjal disangkal
oleh pasien. Riwayat trauma sebelum adanya keluhan disangkal.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal pasien. Tidak ada riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus pada pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga serumah yang mengalami keluhan yang sama dengan
pasien.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
1
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Frekuensi nadi
Suhu
Pernafasan
B. Status Oftalmologis
6/12
Visus
6/40
Ortoforia
Ortoforia
segala arah
Edema (-), Hiperemis (-),
segala arah
Palpebra superior
(-)
(-)
Palpebra inferior
(-)
(-)
Konjungtiva Tarsal
Konjungtiva Superior
Konjungtiva Tarsal
Inferior
(-)
Injeksi silier (-), Injeksi
Konjungtiva Bulbi
konjungtiva (-),
konjungtiva (+),
Subkonjungtival bleeding
Subkonjungtival bleeding
Pterigium (-)
Pterigium (-)
Jernih
Kornea
Jernih
Sedang
COA
Dangkal
Iris
Pupil
RCL/RCTL (+)
RCL/RCTL (+)
Jernih
Lensa
Jernih
Tidak dilakukan
Vitreous humor
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Funduskopi
pemeriksaan
21,9
IV.
Tidak dilakukan
pemeriksaan
TIO
30.4
RESUME
Tn. A usia 70 tahun, datang ke RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan mata kiri
buram sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh matanya merah, nyeri, terasa
berat dan sakit kepala. Keluhan mata berair, adanya kotoran berlebih dan
mengganjal disangkal oleh pasien. Riwayat trauma sebelum adanya keluhan
disangkal.
Berdasarkan pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus occuli dextra (OD)
adalah 6/12 dan sinistra (OS) adalah 6/40. Pada konjungtiva bulbi sinistra terdapat
injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan tekanan bola mata didapatkan TIO mata
kanan (21.9) dan mata kiri (30.4)
V.
VI.
DIAGNOSIS
Glaukoma akut OS
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Timolol 0.5% eye drop 2 dd gtt I OS
3
VII.
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
: Ad bonam
: Ad bonam
BAB II
4
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, pasien didiagnosis glaukoma akut pada mata kiri berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Hasil anamnesis yang mendukung
glaukoma akut pada mata kanan dan kiri yaitu :
Nyeri kepala.
Sedangkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada mata kiri didapatkan :
Visus
: OD = 6/12
OS = 6/40
sakit disertai penglihatan yang menurun mendadak sudah dapat dicurigai telah terjadinya
serangan glaucoma akut seperti gejala dan tanda yang ditunjukkan pasien.
Ketika terjadi serangan glaukoma akut primer, terjadi sumbatan sudut kamera anterior
oleh iris perifer. Hal ini menyumbat aliran humor akuos dan tekanan intraokular meningkat
dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan, dan kekaburan penglihatan. Serangan
akut biasanya terjadi pada pasien berusia tua seiring dengan pembesaran lensa kristalina yang
berkaitan dengan penuaan. Pada glaukoma akut, pupil berdilatasi sedang, disertai sumbatan
pupil. Hal ini biasanya terjadi pada malam hari saat tingkat pencahayaan berkurang. Rasa
nyeri hebat pada mata yang menjalar sampai kepala merupakan tanda khas glaukoma akut. Hal
ini terjadi karena meningkatnya tekanan intraokular sehingga menekan simpul-simpul saraf di
daerah kornea yang merupakan cabang dari nervus trigeminus. Sehingga daerah sekitar mata
yang juga dipersarafi oleh nervus trigeminus ikut terasa nyeri. Pada Glaukoma akut, tekanan
okular sangat meningkat, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edem
kornea, hal ini menyebabkan penghilatan pasien sangat kabur secara tiba-tiba dan visus
menjadi menurun.
Glaukoma akut merupakan salah satus kasus kegawatdaruratan pada penyakit mata
sehingga penatalaksanaan harus dilakukan segera di rumah sakit. Tujuan pengobatan pada
glaukoma akut adalah untuk menurunkan tekanan bola mata secepatnya kemudian apabila
tekanan bola mata normal dan mata tenang maka dapat dilakukan pembedahan. Pengobatan
pada glaukoma akut harus segera berupa kombinasi pengobatan sistemik dan topikal.
Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS)
dan Cendo carfin 2x1 tetes (OS) sedangkan untuk pengobatan sistemik diberikan Glaucon
(asetazolamid) tablet 2x1 mg dan aspar-K.
Glaucon mengandung asetazolamid yang termasuk dalam golongan karbonik
anhidrase inhibitor. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan menghambat produksi humor
akuos sehingga sangat berguna untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat. Obat ini
dapat diberikan secara oral dengan dosis 250-1000 mg per hari. Pada pasien dengan glaukoma
akut yang disertai mual muntah dapat diberikan Asetazolamid 500 mg IV, yang disusul dengan
250 mg tablet setiap 4 jam sesudah keluhan mual hilang. Pemberian obat ini memberikan efek
samping hilangnya kalium tubuh, parastesi, anoreksia, diarea, hipokalemia, batu ginjal dan
6
miopia sementara. Untuk mencegah efek samping tersebut, pada pasien ini diberikan
pemberian Aspar-K tablet.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan konsentrasi tertinggi
pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian
topikal. Beta bloker dapat menurunkan tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi
humor aquos. Penggunan beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali
dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS) sudah tepat. Timolol termasuk beta bloker non
selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan asma, PPOK, dan
penyakit jantung. Polynel tetes mata steril ini mengandung Fluoromethasone 1 mg dan
Neomycin Sulfate diberi untuk mengurangi reaksi peradangan yang terjadi akibat proses akut.
BAB III
GLAUKOMA AKUT
I. DEFINISI
7
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer, sehingga menyumbat aliran
humor akueus dan tekanan intraokular meningkat dengan cepat sehingga menimbulkan
nyeri hebat, kemerahan dan kekaburan penglihatan. Glaukoma Akut merupakan
kedaruratan okuler sehingga harus diwaspadai, karena dapat terjadi bilateral dan dapat
menyebabkan kebutaan bila tidak segera ditangani dalam 24 48 jam.
II. EPIDEMIOLOGI
Glaukoma akut terjadi pada 1 dari 1000 orang yang berusia di atas 40 tahun dengan
angka kejadian yang bertambah sesuai usia. Perbandingan wanita dan pria pada penyakit ini
adalah 4:1. Pasien dengan glaukoma sudut tertutup kemungkinan besar rabun dekat karena
mata rabun dekat berukuran kecil dan struktur bilik mata anterior lebih padat.
III. ETIOLOGI
Glaukoma akut terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler secara mendadak yang
dapat disebabkan oleh sumbatan di daerah kamera okuli anterior oleh iris perifer, sehingga
menyumbat aliran humor akueus dan menyebabkan tekanan intra okular meningkat dengan
cepat sehingga menimbulkan nyeri hebat.
IV. PATOFISIOLOGI
Glaukoma sudut tertutup primer terjadi karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan
menghambat humor akueus mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat
karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
8
mengeras karena usia tua. Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan
antara saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf
optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata. Yang pertama
terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Jika tidak
diobati, glaukoma pada akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
dangkal, iris oedem dan berwarna abu abu, pupil sedikit melebar dan tidak bereaksi
terhadap sinar, serta diskus optikus terlihat merah dan bengkak.
Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksa penunjang, diantaranya, pemeriksaan
tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri, melihat sudut COA, menilai CDR,
pemeriksaan lapang pandang, tonografi, serta tes kamar gelap.
VII. KLASIFIKASI
Glaukoma sudut tertutup primer dapat dibagi menjadi :
a. Akut
Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang menyebabkan sumbatan
sudut kamera anterior oleh iris perifer dan akibat pergeseran diafragma lensa-iris ke
anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata.
b. Subakut
Glaukoma dengan gejala klinis nyeri unilateral berulang dan mata tampak
kemerahan.
c. Kronik
Glaukoma dengan gejala klinis terdapat peningkatan tekanan intraokular, sinekia
anterior perifer meluas.
d. Iris plateau
Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai kedalaman kamera anterior
sentral normal tetapi sudut kamera anterior sangat sempit karena insersi iris secara
kongenital terlalu tinggi.
Glaukoma sudut tertutup akut sekunder dapat terjadi akibat pergeseran diafragma
lensa-iris ke anterior disertai perubahan volume di segmen posterior mata. Hal ini dapat
dijumpai pada sumbatan vena retina sentralis, pada skleritis posterior dan setelah tindakan
tindakan terapeutik misalnya fotokoagulasi panretina, krioterapi retina, dan scleral
buckling untuk pelepasan retina. Gambaran klinis biasanya mempermudah diagnosis.
IX. KOMPLIKASI
Apabila terapi tertunda, iris perifer dapat melekat ke jalinan trabekular (sinekia
anterior), sehingga menimbulkan sumbatan ireversibel sudut kamera anterior yang
memerlukan tindakan bedah untuk memperbaikinya. Kerusakan saraf optikus sering
terjadi.
X. PENATALAKSANAAN
Glaukoma hanya bisa diterapi secara efektif jika diagnose ditegakkan sebelum
serabut saraf benar-benar rusak. Tujuannya adalah menurunkan tekanan intraokular, dapat
dilakukan dengan minum larutan gliserin dan air bisa mengurangi tekanan dan
menghentikan serangan glaukoma. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase
(misalnya asetazolamid 500 mg iv dilanjutkan dgn oral 500 mg/1000mg oral). Tetes
mata pilokarpin menyebabkan pupil mengecil sehingga iris tertarik dan membuka saluran
yang tersumbat. Untuk mengontrol tekanan intraokuler bisa diberikan tetes mata beta
bloker (Timolol 0.5% atau betaxolol 0.5%, 2x1 tetes/hari) dan kortikosteroid topikal
dengan atau tanpa antibiotik untuk mengurangi inflamasi dan kerusakan saraf optik.
Setelah suatu serangan, pemberian pilokarpin dan beta bloker serta inhibitor karbonik
anhidrase biasanya terus dilanjutkan. Pada kasus yang berat, untuk mengurangi tekanan
biasanya diberikan manitol intravena (melalui pembuluh darah).
Prinsip dari pengobatan glaukoma akut yaitu untuk mengurangi produksi humor
akueus dan meningkatkan sekresi dari humor akueus sehingga dapat menurunkan tekanan
intra okuler sesegera mungkin. Obat obat yang dapat digunakan, yaitu :
Menghambat pembentukan humor akueus
11
Penghambat beta andrenergik adalah obat yang paling luas digunakan. Dapat
digunakan tersendiri atau dikombinasi dengan obat lain. Preparat yang tersedia antara
lain Timolol maleat 0,25% dan 0,5%, betaksolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol 0,25%
dan 0,5%, dan metipranolol 0,3%. Apraklonidin adalah suatu agonis alfa adrenergik
yang baru yang berfungsi menurunkan produksi humor akueous tanpa efek pada aliran
keluar. epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa. Inhibitor karbonat
anhidrase sistemik asetazolamid digunakan apabila terapi topikal tidak memberi hasil
memuaskan dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokuler sangat tinggi dan
perlu segera dikontrol. Obat ini mampu menekan pembentukan humor akueous sebesar
40-60%.
Fasilitasi aliran keluar humor akueous
Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor akueous dengan
bekerja pada jalinan trabekuler melalui kontraksi otot siliaris. Obat pilihan adalah
pilokarpin, larutan 0,5-6% yang diteteskan beberapa kali sehari atau gel 4% yang
dioleskan sebelum tidur. Semua obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
meredupnya penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak, dan spasme
akomodatif yang mungkin mengganggu bagi pasien muda.
Penurunan volume korpus vitreum
Obat-obat hiperosmotik menyebabkan darah menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari korpus vitreum dan terjadi penciutan korpus vitreum. Penurunan
volume korpus vitreum bermanfaat dalam pengobatan glaukoma akut sudut tertutup.
Gliserin 1ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan sari lemon,
adalah obat yang paling sering digunakan, tetapi pemakaian pada pasien diabetes harus
berhati-hati. Pilihan lain adalah isosorbin oral atau manitol intravena.
Miotik, Midriatik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penalaksanaan glaukoma sudut tertutup akut
primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam penutupan
12
sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior. Apabila penutupan sudut diakibatkan
oleh pergeseran lensa ke anterior, atropine atau siklopentolat bisa digunakan untuk
melemaskan otot siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis.
Bila tidak dapat diobati dengan obat obatan, maka dapat dilakukan tindakan :
XI. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap glaukoma akut dapat dilakukan Pada orang yang telah
berusia 20 tahun sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata berkala secara
teratur setiap 3 tahun, bila terdapat riwayat adanya glaukoma pada keluarga maka
lakukan pemeriksaan setiap tahun. Secara teratur perlu dilakukan pemeriksaan lapang
pandangan dan tekanan mata pada orang yang dicurigai akan timbulnya glaukoma.
Sebaiknya diperiksakan tekanan mata, bila mata menjadi merah dengan sakit kepala
yang berat, serta keluarga yang pernah mengidap glaukoma.
XII. PROGNOSIS
Glaukoma akut merupakan kegawat daruratan mata, yang harus segera ditangani
dalam 24 48 jam. Jika tekanan intraokular tetap terkontrol setelah terapi akut glaukoma
sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan penglihatan progresif.
Tetapi bila terlambat ditangani dapat mengakibatkan buta permanen.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Shock JP, Harper RA, Vaughan D, Eva PR. Lensa, Glaukoma. In: Vaughan DG, Asbury
2.
T, Eva PR, editors. Oftalmologi umum. 14 ed. Jakarta. Widya Medika. 1996
Friedmand NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Ophtalmology. Philadelphia. Elsevier
Saunders. 2002
3. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. Second
4.
5.
6.
7.
14