Semua nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia tidak lain hanya untuk
membantu mereka dalam mewujudkan tugas dan tujuan yang mulia ini.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam kitab Al Qaulul Mufid
(1/27) mengatakan: Dengan hikmah inilah manusia diberikan akal dan diutus
kepada mereka para rasul dan diturunkan kepada mereka kitab-kitab, dan jika
tujuan diciptakannya manusia adalah seperti tujuan diciptakannya binatang,
niscaya akan hilang hikmah diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab
karena yang demikian itu akan berakhir bagaikan pohon yang tumbuh lalu
berkembang dan setelah itu mati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Majmu Fatawa (1/4) mengatakan:
Maka sesungguhnya Allah menciptakan manusia untuk menyembah-Nya
sebagaimana firman Allah Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka menyembah-Ku. Ibadah kepada Allah hanya dilakukan
dengan cara mentaati Allah dan Rasul-Nya dan tidak dikatakan ibadah kecuali apa
yang menurut syariat Allah adalah sesuatu yang wajib atau sunnah.
Makna Ibadah
Ibadah secara bahasa artinya menghinakan diri. Sedangkan menurut syariat, Ibnu
Taimiyyah mengatakan: Nama dari segala yang dicintai oleh Allah dan diridhaiNya (yang terdiri) dari segala bentuk perbuatan dan ucapan baik yang nampak
ataupun yang tidak nampak. (Al Ubudiyyah, 38)
Macam Ibadah
Dari definisi Ibnu Taimiyah di atas kita mendapatkan faidah bahwa ibadah itu ada
dua bentuk yaitu ibadah yang nampak dan tidak nampak. Atau dengan istilah lain
ibadah dzahiriyyah dan ibadah bathiniyyah; atau dengan istilah lain lagi ibadah
badaniyyah dan ibadah qalbiyyah.
Ibadah badaniyyah atau dzahiriyyah adalah segala praktek ibadah yang dapat
dilihat melalui gerakan anggota badan yang diridhai Allah dan yang dicintai-Nya
seperti shalat, zakat, puasa, berhaji, berdzikir, berinfak, menyembelih, bernadzar,
menolong orang yang membutuhkan dan sebagainya. Adapun ibadah bathiniyyah
atau ibadah qalbiyyah adalah ibadah yang terkait dengan hati dan tidak nampak
seperti takut, tawakkal, berharap, khusyu, cinta, dan sebagainya.
Dari kedua jenis ibadah ini, yang paling banyak kaum muslimin terjebak padanya
adalah yang berkaitan dengan ibadah bathiniyyah atau ibadah hati dikarenakan
sedikit dari kaum muslimin yang mengetahuinya.
Telah berbicara para ulama tentang tingkatan ubudiyah ini berdasarkan apa yang
telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Quran.
Ubudiyyah ini bisa dilakukan oleh setiap makhluk Allah yang muslim atau yang
kafir. Inilah yang diistilahkan dengan ketundukan terhadap takdir dan sunnatullah.
Allah berfirman:
Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan
yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. (Maryam: 93).
Ini merupakan ubudiyyahnya para rasul yang tidak ada seorangpun akan bisa
mencapainya. (Al Qaulul Mufid, 1/36)
Kedua syarat ini merupakan makna dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah
dan Muhammadur Rasulullah. Kesepakatan Ahlus Sunnah dengan kedua syarat
ini dilandasi Al Quran dan hadits, di antaranya adalah firman Allah:
Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar mereka menyembah Allah
dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya. (Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya amal itu sah dengan niat dan seseorang akan mendapatkan apa
yang dia niatkan. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah bersabda:
Barang siapa yang melakukan suatu amalan dan bukan dari perintahku maka
amalannya tertolak. (HR. Muslim)
Wallahu alam.
Artikel Terkait:
asal kehidupan
Nabi Adam as
Ini
lewat
EmailBlogThis!Berbagi
FacebookBagikan ke Pinterest
ke
TwitterBerbagi
ke
Poskan Komentar
Allah SWT
Read
more:
http://nuurislami.blogspot.com/2010/12/tujuan-diciptakannya-
manusia.html#ixzz3DADogXMD