Anda di halaman 1dari 68

ikPENGARUH AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK TERHADAP PERWUJUDAN

TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS DAN KONSEP VALUE FOR MONEY


(Studi kasus di RSUD Kelas B Kabupaten Subang)

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui akuntansi keuangan sektor
publik, transparansi, akuntabilitas, value for money dan pengaruh akuntansi keuangan
sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money.
Dalam penelitian ini ada empat variabel yang digunakan, yaitu: akuntansi keuangan
sektor publik, transparansi, akuntabilitas dan value for money. Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan jumlah sampel
yang diteliti sebanyak 29 responden.
Data yang diperoleh berskala ordinal, kemudian ditransformasikan menjadi skala
interval dengan menggunakan Method of Successive Interval. Metode analisis data
menggunakan analisis regresi sederhana dan koefisien determinasi, serta pengujian
hipotesis dengan menggunakan uji t.
Dengan menggunakan analisis regresi sederhana diperoleh persamaan: Y1 = 10,804
+ 0,101 X; Y2 = 1,655 + 0,431 X; dan Y 3 = 3,668 + 0,613 X. Berdasarkan hasil uji t mengenai
pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep
value for money menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara akuntansi
keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas dan konsep value for money. Hal ini dapat
dilihat dari hasil pengujian hipotesis dimana H0 ditolak, karena thitung(b) 7,367 > ttabel 2,052; dan
thitung(c) 3,850 > ttabel 2,052. Sedangkan hasil uji t menunjukkan bahwa akuntansi keuangan
sektor publik tidak berpengaruh signifikan terhadap transparansi, karena thitung(a) 1,809 < ttabel
2,052 atau dengan kata lain H0 diterima.
Berdasarkan hasil koefisien determinasi, diketahui pengaruh akuntansi keuangan
sektor publik terhadap transparansi sebesar 10,8%; pengaruh akuntansi keuangan sektor
publik terhadap akuntabilitas sebesar 66,8%; dan pengaruh akuntansi keuangan sektor
publik terhadap value for money sebesar 35,4%.

Kata kunci : Akuntansi Keuangan Sektor Publik, Transparansi, Akuntabilitas,


Value for Money.

Konsep

1. Pendahuluan
1.1

Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi/entitas yang dapat dikategorikan

sebagai sektor publik, sehingga dapat dijadikan satu contoh kecil dari penerapan akuntansi
sektor publik di organisasi sektor publik.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan
akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan
sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis

dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang
mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan
historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi.
Misalnya, dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas
yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan
hak publik.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi: badan-badan pemerintahan
(pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan
daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa,
serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebagai organisasi yang mengelola dana
masyarakat, organisasi sektor publik seyogyanya mampu memberikan pertanggungjawaban
publik melalui laporan keuangannya. Seperti halnya yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan komersial, informasi berupa laporan keuangan tersebut seharusnya merupakan
hasil dari sebuah proses akuntansi. Informasi menjadi sangat penting karena merupakan
sarana komunikasi efektif antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota
masyarakat lainnya atau antara suatu entitas tertentu dengan masyarakat di sekitarnya.
Untuk itu, selain disajikan secara utuh, informasi keuangan juga harus memiliki kualitas yang
baik.
Menurut Ian Ball dalam Harun (2009:v), Chief Executive International Federation of
Accountants, terdapat sejumlah alasan mengapa kualitas informasi keuangan yang akurat
dan tepat waktu dalam pemerintah harus sedemikian baik seperti halnya dalam perusahaan
komersial.
1. Pemerintah di negara mana pun di seluruh dunia mengumpul, mengatur, dan
membelanjakan dana masyarakat ribuan miliar dolar dengan tujuan meningkatkan taraf
hidup masyarakat. Jika institusi pemerintah tidak beroperasi secara efisien dan efektif

atau tidak membelanjakan dana secara bijak, tidak dapat dipungkiri hal tersebut
merupakan suatu kebocoran besar-besaran dalam bidang ekonomi.
2. Pemerintah telah diberi kepercayaan oleh rakyat pemilih untuk mengelola aset dan
kewajiban yang telah diakumulasi selama puluhan tahun yang tentu saja akan
berpengaruh terhadap kesejahteraan warga negara di masa yang akan datang. Dengan
demikian, masyarakat berhak terhadap akses informasi yang menjadi dasar tanggung
jawab pemerintah atas penggunaan sumber-sumber ekonomi publik, termasuk informasi
apakah pendapatan yang diperoleh cukup untuk pembiayaan operasional dan aktivitas
pelayanan publik, dan kemampuan pemerintah memenuhi kewajibannya sekarang, serta
kemampuan menghadapi krisis yang mungkin terjadi.
3. Terkait dengan alasan kedua, bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan warga negara
yang percaya akan kredibilitas politisi dan pejabat serta masyarakat yang peduli
terhadap proses politik. Kepercayaan masyarakat meningkat jika pemerintah secara
konsisten memberikan informasi akuntabilitas keuangan yang transparan dan terpercaya
yang pada akhirnya memperkuat dukungan mereka terhadap pemerintah yang
berkuasa. Dengan demikian, transparansi dan kualitas keuangan pemerintah berperan
vital dalam membangun kualitas demokrasi dan pemerintahan yang efektif.
Beberapa alasan di atas memberikan gambaran akan pentingnya penyajian
informasi keuangan yang berkualitas. Terlebih lagi dengan adanya otonomi daerah pada era
reformasi ini. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan
daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang
merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah. Pendelegasian kewenangan
tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Implikasi langsung
pendelegasian kewenangan dan penyerahan dana tersebut adalah kebutuhan untuk
mengatur hubungan keuangan antara pusat-daerah dan pertanggungjawaban pengelolaan

keuangan oleh pemerintah daerah. Agar dapat merealisasikan pengaturan, pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan inilah, maka pengembangan dan pengaplikasian akuntansi
sektor publik sangat mendesak dilakukan sebagai alat untuk melakukan transparansi dalam
mewujudkan akuntabilitas publik guna mencapai good governance (accounting for
governance).
United
memberikan

Nation

Development

Program

(UNDP)

definisi

governance

sebagai

cara

dalam

Mardiasmo

pengelolaan

negara

(2006:2)
dengan

mempertimbangkan aspek politik yang mengacu pada proses pembuatan kebijakan; aspek
ekonomi yang mengacu pada proses pembuatan keputusan yang berimplikasi pada
masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup; dan aspek
administratif yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Dengan demikian, orientasi pembangunan sektor publik dimaksudkan untuk
mewujudkan good governance. Lebih jauh, UNDP memberikan beberapa karakteristik
pelaksanaan good governance, antara lain transparency, responsiveness, consensus
orientation, equity, efficiency dan effectiveness, serta accountability. Dari karakterikstik
tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik,
yaitu terwujudnya transparansi, akuntabilitas, dan value for money.
Akuntabilitas diartikan sebagai kewajiban para pemegang kekuasaan (pejabat
publik) untuk mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya yang mengatasnamakan publik
(www.jurnalpamel.blogspot.com). Transparansi adalah keterbukaan (opennes) pemerintah
atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Sedangkan value for money (VFM)
merupakan konsep pengelolaan yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu
ekonomi, efisiensi dan efektivitas (Mardiasmo:2006).
Salah satu bagian dari akuntansi sektor publik adalah akuntansi keuangan.
Akuntansi keuangan sektor publik sangat erat kaitannya dengan fungsi akuntansi sebagai
penyedia informasi keuangan untuk pihak eksternal organisasi, salah satunya adalah
masyarakat sebagai pengguna barang/jasa yang dihasilkan organisasi publik.

Sebagai salah satu organisasi sektor publik, rumah sakit pun dituntut untuk
melaporkan segala aktivitasnya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah
dan masyarakat. Tidak hanya itu, sebagaimana organisasi lainnya, rumah sakit pun dituntut
pula untuk mengelola sumber dayanya secara ekonomi, efisien dan efektif, namun tetap
memperhatikan nilai-nilai sosial.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul, Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan
Transparansi, Akuntabilitas dan Konsep Value for Money (Studi Kasus di RSUD Kelas
B Kabupaten Subang).

1.2

Pembatasan Masalah
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuntansi

keuangan sektor publik. Sedangkan variabel dependen yang diteliti meliputi tiga hal, yaitu:
transparansi, akuntabilitas dan value for money. Transparansi difokuskan terhadap
transparansi atas laporan keuangan. Sedangkan variabel akuntabilitas yang diteliti
difokuskan pada dua dimensi saja, yaitu akuntabilitas program dan akuntabilitas finansial.
Untuk variabel value for money diteliti secara keseluruhan yang meliputi tiga elemen
utamanya, yakni: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

1.3

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah berikut.

1. Bagaimanakah penerapan akuntansi keuangan sektor publik di RSUD Kelas B


Kabupaten Subang?
2. Bagaimanakah bentuk transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
3. Bagaimanakah bentuk akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
4. Bagaimanakah konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?

5. Bagaimana pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap perwujudan


transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten
Subang?

1.4

Kerangka Pemikiran
Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki keunikan

tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang
tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. Organisasi sektor publik juga melakukan
transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi, berbeda dengan entitas ekonomi yang
lain, khususnya perusahaan komersial yang mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi
sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba).
Kita dapat menjumpai organisasi sektor publik serta berbagai aktivitasnya dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat mengingat urusan sehari-hari kita yang tidak terlepas
dari peran serta organisasi sektor publik. Organisasi sektor publik ini muncul dalam berbagai
bentuk di masyarakat. Sebagian besar adalah merupakan organisasi pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ada pula yang menjalankan aktivitasnya
dalam berbagai bentuk yayasan, mulai dari yayasan yang menyelenggarakan pendidikan,
yayasan yang bergerak di bidang sosial, sampai dengan yayasan-yayasan yang bidangnya
sangat khusus seperti yayasan beasiswa. Termasuk juga organisasi sektor publik adalah
lembaga-lembaga keagamaan, LSM, partai politik, rumah sakit, dan sekolah.
Organisasi sektor publik menjadi berbeda dan unik karena memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
1. Dijalankan tidak untuk mencari keuntungan finansial.
2. Dimiliki secara kolektif oleh publik.
3. Kepemilikan atas sumber daya tidak digambarkan dalam bentuk saham yang dapat
diperjualbelikan.
4. Keputusan-keputusan yang terkait kebijakan maupun operasi didasarkan pada
konsensus.

Meskipun memiliki keunikan-keunikan seperti tersebut di atas, namun entitas


ekonomi organisasi sektor publik pun memiliki kesamaan dengan entitas bisnis lainnya.
Beberapa kesamaan tersebut antara lain:
1. Keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sebuah sistem perekonomian
nasional yang secara bersama-sama menggunakan sumber daya, baik sumber daya
finansial, modal, maupun manusia. Keduanya saling bertransaksi dan saling
membutuhkan.
2. Kedua-duanya sama-sama menghadapi sumber daya ekonomi yang terbatas untuk
mencapai tujuan-tujuannya.
3. Keduanya mempunyai pola manajemen keuangan yang sama yang dimulai dari
perencanaan sampai pengendalian di mana penggunaan akuntansi menjadi kebutuhan.
4. Dalam beberapa hal, keduanya mempunyai output produk yang sama. Misalnya,
pemerintah menyediakan alat transportasi berupa bus damri sementara ada juga pihak
swasta yang bergerak di sektor transportasi dan menyediakan sarana bus untuk
masyarakat (Deddi Nordiawan, 2006:1).
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini
adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat
maupun daerah. Hal ini dikarenakan organisasi sektor publik dirasakan kurang ekonomis,
kurang efisien, kurang efektif dan kurang transparan. Tuntutan inilah yang menyebabkan
perlunya pengembangan akuntansi sektor publik, khususnya bidang pemerintahan.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003).
Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan
(disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan
(Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999). Mardiasmo (2006:3) menyatakan dimensi akuntabilitas

publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas


program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial.
Governmental Accounting Standards Board (GASB, 1999) dalam Concepts
Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting dalam Mardiasmo (2006:3)
menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan
yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan
atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban
pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan
pula bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam
pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja
keuangan aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil
operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang
terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam
mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang
merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes)
pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama
informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah
dipahami (Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999). Transparansi dapat dilakukan apabila ada
kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses
penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai
prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya (IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo dan
Tomasi, 1999). Pada saat ini, pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).
Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima
komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem

pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan


auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor
publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan
Auditing Sektor Publik.
Hal lain yang berkaitan dengan pengembangan akuntansi sektor publik adalah Value
for Money. Value for money (VFM) merupakan konsep pengelolaan yang mendasarkan
pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ekonomi adalah
pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah.
Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input
resources yang digunakan dengan menghindari pengeluaran yang boros. Efisiensi
merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan
input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efektivitas adalah tingkat pencapaian
hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan
perbandingan outcome dengan output.
Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Rumah Sakit

Organisasi Sektor P

Akuntansi Keuangan Sektor Publik


Transparansi
Akuntabilitas
Value for money

Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan Transparansi, Akuntab

1.5

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai

berikut.
a.

H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap

transparansi (Y1) secara signifikan


H1 =

Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

transparansi (Y1) secara signifikan.


b.

H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap

akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


H1 =

Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


c.

H0 =

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap value for
money (Y3) secara signifikan.
H1 =

Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for
money (Y3) secara signifikan.

2. Tinjauan Pustaka
Terjadinya reformasi di banyak negara khususnya di Indonesia juga memberikan
dampak signifikan dalam perkembangan akuntansi sektor publik. Tuntutan agar pemerintah
dikelola secara profesional dan efisien membuka kesadaran bagi setiap orang, terutama
aparat pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya dengan berupaya
memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan bertanggungjawab.

2.1 Definisi Akuntansi Sektor Publik


Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Indra
Bastian (2006:15) mengartikan akuntansi dana masyarakat sebagai: "... mekanisme teknik
dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat". Dari definisi

tersebut perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi-organisasi sektor publik, dan juga
pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Definisi ini kemudian
dikembangkan dengan melihat batasan organisasi sektor publik di Indonesia, yaitu lembaga
tinggi negara dan departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM,
termasuk yayasan sosial. Sehingga, menurut Indra Bastian (2006:15), akuntansi sektor
publik didefinisikan sebagai:
Mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana
masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di
bawahnya, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun
pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.
Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik mempunyai empat pilar utama (Eriana K., dkk: 2009:4),
yaitu:
1. Manajemen
Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak, birokrasi yang
berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi. Jadi, sektor
publik merupakan bidang yang membicarakan metode manajemen negara. Bidang
manajemen merupakan bidang akuntansi sektor publik yang mengupas akuntansi dari
sisi internal organisasi.
2. Akuntansi
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pengertian akuntansi tidak hanya sekedar
melakukan pembukuan pencatatan transaksi saja, tetapi juga merupakan wahana
pelayanan jasa yang berfungsi mempersiapkan informasi keuangan untuk pengambilan
keputusan bagi pemakai laporan keuangan. Bidang akuntansi difokuskan pada
pelaporan ke pemakai eksternal organisasi sektor publik.
3. Pembelanjaan
Pemerintahan sebagai salah satu organisasi sektor publik mempunyai pengaruh besar
pada kebijakan kegiatan bisnis yang dijalankan organisasi seperti menilai syarat

infrastruktur fisik dan sosial, kebijakan fiskal dan moneter, kebijakan perdagangan,
kebijakan investasi, kebijakan industri, dan lain sebagainya.
4. Audit
Organisasi audit sektor publik adalah organisasi sektor publik yang mempunyai rincian
tugas untuk melakukan pemeriksaan praktek keuangan dan kepatuhan hukum/prosedur
dari berbagai organisasi sektor publik. Bidang audit merupakan bidang yang
dikembangkan sebagai prasarana pengendalian. Di sektor publik bidang audit lebih
ditujukan untuk mengembangkan alat verifikasi dan pengendalian.

Tujuan Akuntansi Sektor Publik


American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) dalam Mardiasmo
(2005:14) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah
memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi
sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis,
serta

memberikan

informasi

untuk

melaporkan

pertanggungjawaban

pelaksanaan

pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan
demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian
manajemen dan akuntabilitas.

2.2 Akuntansi Keuangan Sektor Publik


Akuntansi keuangan sektor publik sangat erat kaitannya dengan fungsi akuntansi
sebagai penyedia informasi keuangan untuk pihak eksternal organisasi. Di sektor publik,
kebutuhan akan informasi akuntansi semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya
tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi oleh lembaga-lembaga publik. Laporan
keuangan sektor publik menjadi instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas publik.
Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik yang relevan dan handal, maka
diperlukan standar akuntansi keuangan dan sistem akuntansi untuk sektor publik.
Pengembangan standar akuntansi keuangan sektor publik merupakan suatu yang sangat

krusial, karena kualitas standar akuntansi secara langsung akan mempengaruhi kualitas
laporan keuangan. Demikian juga perlu dikembangkan sistem akuntansi yang handal yang
mampu memfasilitasi dihasilkannya laporan keuangan yang dapat dipercaya.

Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik


Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya
tahun 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Hal ini dipertegas
dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan
bahwa laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan dengan basis kas untuk
pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual
untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Dalam kaitan pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah, maka diterbitkan UU
Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 33
Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah (PP) yang
berpayung hukum dengan UU yang telah diamandemen tentu harus menyesuaikan dan
atau mengalami perubahan atau revisi. Misalnya, PP Nomor 105 Tahun 2000 diganti dengan
PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Begitu pula dengan
peraturan yang lebih teknis, seperti Kepmendagri UU Nomor 29 Tahun 2002, diganti dengan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Diterbitkannya Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagai implementasi PP Nomor 58
Tahun 2005 serta PP No. 24 Tahun 2005 merupakan standar bagi pemerintah dalam
menjalankan fungsi akuntansi di pemerintahan.

Sistem Akuntansi Sektor Publik


Isu yang muncul dan menjadi perdebatan dalam reformasi akuntansi sektor publik di
Indonesia adalah perubahan sistem pencatatan dari single entry menjadi double entry
bookkeeping dan perubahan teknik atau sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis
accrual.
Single entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan
utama demi kemudahan dan kepraktisan. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan
pewujudan good public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang
mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan
laporan keuangan yang auditable.
Selain masalah sistem pencatatan, hal lain yang penting adalah masalah
pengakuan (recognition). Secara sederhana, istilah pengakuan dalam akuntansi adalah
penentuan saat dicatatnya suatu transaksi. Definisi pengakuan dalam akuntansi menurut
SAP (2005:KK-20) adalah:
proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa
dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset,
kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja dan pembiayaan, sebagaimana
termuat dalam laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan.
Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan
keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. Terdapat dua dasar
pengakuan yang pokok, yaitu dasar/basis kas dan dasar/basis akrual.
1. Basis kas (cash basis), menetapkan bahwa pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi
hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan atau berakibat pada
kas, yaitu menaikkan atau menurunkan kas. Apabila suatu transaksi tidak berpengaruh
pada kas, maka transaksi tersebut tidak akan dicatat.
2. Basis akrual (accrual basis) adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi dan bukan hanya
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar).

Cash basis mempunyai kelebihan antara lain mencerminkan informasi yang riil dan
obyektif. Sedangkan kelemahannya antara lain kurang mencerminkan kinerja yang
sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis accrual dinilai dapat menghasilkan laporan
keuangan yang lebih komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan.
Pengaplikasian accrual basis lebih ditujukan pada penentuan biaya layanan dan
harga yang dibebankan kepada publik, sehingga memungkinkan pemerintah menyediakan
layanan publik yang optimal dan sustainable serta memberikan gambaran kondisi keuangan
secara menyeluruh (full picture), yang meliputi manajemen sumber daya (resource
management), manajemen utang (liability management) dan menyediakan indikasi kekuatan
fiskal jangka panjang dalam reformasi manajemen keuangan dan reformasi manajemen
lainnya (Mellor, 1996).
Penekanan penggunaan accrual basis juga disyaratkan dalam GASB (1999) dan
diterapkan bersama-sama dengan asumsi dasar lainnya seperti going concern, consistency
of presentation, materiality and aggregation untuk mewujudkan comparative information
(IFAC, 2000). Namun demikian, accrual accounting mempunyai beberapa kelemahan antara
lain penilaian dan revaluasi aset yang didasarkan atas taksiran dan penggunaan estimasi
dalam penghitungan depresiasi (Conn, 1996).

2.4 Transparansi
2.4.1

Pengertian Transparansi
Pengertian transparansi berdasarkan kerangka konseptual Standar Akuntansi

Pemerintahan (2005) adalah:


Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat
berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui
secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam
pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan.
Menurut United Nation Development Program (UNDP), Transparansi adalah:
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh
informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan,

proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapainya, informasi


tersebut adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat
dijangkau publik.
Prinsip ini memiliki dua dimensi, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah dan hak
masyarakat terhadap akses informasi. Kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan
kinerja pemerintah, komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk
membuka akses informasi dan aktivitasnya yang relevan, transparansi harus seimbang
dengan kebutuhan rahasia lembaga maupun informasi yang mempengaruhi hak privasi
individu. Komunikasi publik dengan penyebaran informasi juga disertai dengan penjelasan
mengenai alasan setiap kebijakan tersebut.
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor :
KEP-117/M-MBU/2002, transparansi adalah:
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

2.4.2

Jenis Informasi
Informasi biasanya dikategorikan atas dua hal, yaitu informasi finansial dan non

finansial. Informasi finansial yang dipublikasikan oleh perusahaan kepada publik meliputi
neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan perubahan ekuitas,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
Informasi finansial yang utama terdapat pada laporan keuangan tahunan (annual
report) dan laporan keuangan interim (interim report), biasanya berupa laporan tengah
tahunan dan laporan triwulanan. Informasi non finansial merupakan bagian tak terpisahkan
dari informasi finansial dan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari
manfaat laporan keuangan. Informasi non finansial difokuskan pada masalah pengungkapan
(disclosure) risiko potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan saat ini serta alasan
mengapa manajemen mengambil risiko tersebut.

2.4.3

Bentuk Transparansi
Bentuk-bentuk transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan:

1. Press release melalui media cetak dan elektronik.


2. Call centre dalam pelayanan umum.
3. Pelibatan organisasi non pemerintah dalam beberapa kegiatan pemerintah dan yang
paling populer adalah website pemerintah (www.ys-ujung.com).

2.4.4

Tujuan Keterbukaan Informasi


Empat tujuan utama keterbukaan informasi menurut Muh. Arief Effendi (2009:104),

terutama pengungkapan informasi finansial dan non finansial bagi perusahaan adalah
sebagai berikut.
1. Meningkatkan keterbukaan atau transparansi dalam pemberian informasi.
2. Mendukung proses implementasi GCG (Good Corporate Governance), termasuk
pelaporan kepada pemangku kepentingan.
3. Mengupayakan kualitas manajemen perusahaan yang lebih profesional.
4. Bagi auditor eksternal (auditor independen) dituntut lebih memahami analisis strategi
dan risiko perusahaan secara keseluruhan.

2.4.5

Transparansi Laporan Keuangan


Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang

merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes)


pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama
informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah
dipahami. Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan,
ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan
integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya
(IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999 dalam Mardiasmo, 2006). Pada saat
ini, pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan

prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan


keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).
Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang informasi keuangan tahunan
perusahaan dimaksudkan agar dapat tercipta transparansi keuangan perusahaan yang
pada gilirannya akan mendorong peningkatan efisiensi perekonomian nasional serta
peningkatan daya saing dunia usaha. Pada dasarnya menurut peraturan pemerintah ini,
semua perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan. Namun, dengan
pertimbangan kondisi manajemen dan administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi
dunia usaha saat ini, maka kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaanperusahaan dengan bentuk dan kriteria tertentu.
Pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini, kewajiban berlaku bagi perusahaan
yang berbentuk sebagai berikut.
1. Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi salah satu kriteria, yaitu merupakan perseroan
terbuka; bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat,
mengeluarkan surat pengakuan utang, memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling
sedikit Rp. 50 miliar dan merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya
diwajibkan oleh bank untuk diaudit.
2. Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah negara
Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan, agen, dan
perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan
perjanjian.
3. Perusahaan perseroan (persero), perusahaan umum (perum), dan perusahaan daerah.
Laporan keuangan tahunan bagi perusahaan adalah laporan yang telah diaudit oleh
akuntan publik. Perseroan terbatas yang diwajibkan adalah yang bidang usahanya
berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, yaitu perseroan yang mengelola dana
masyarakat seperti bank, asuransi, dan reksa dana (Muh. Arief Effendi:2009:88).

2.5 Akuntabilitas Publik

Pengertian Akuntabilitas Publik


Stanbury (2003) dalam Mardiasmo (2006:3) memberikan pengertian akuntabilitas
sebagai:
Bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik.
Menurut

Schiavo-Campo

dan

Tomasi

(1999)

dalam

Mardiasmo

(2006:3),

akuntabilitas pada dasarnya adalah:


Pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja
finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan Pemerintah, baik pusat maupun
daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan
hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk
didengar aspirasinya.
Menurut Jones dalam Stewart (1984:14) dalam Chaizi Nasucha (2004:26)
mengemukakan bahwa Akuntabilitas adalah kemampuan untuk memberikan sebuah
pertanggungjawaban kepada pihak lain tentang sesuatu yang telah dilakukan atau tidak oleh
seseorang. Sedangkan Romzek dan Dubnick dalam Kearns (1995:3) dalam Chaizi
Nasucha (2004:26) menguraikan akuntabilitas adalah bagaimana agensi publik dan
pegawainya mengelola harapan-harapan yang banyak muncul baik dari dalam maupun dari
luar organisasi.
Adapun Mardiasmo (2005:20) mengemukakan bahwa:
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk
memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak
pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut.
Dalam konteks organisasi pemerintah, Mardiasmo (2005:21) memberikan pengertian
akuntabilitas publik sebagai:
Pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik
pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka
pemenuhan hak-hak publik.

Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117/MMBU/2002, Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban
organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

Dimensi Akuntabilitas Publik


Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas
beberapa dimensi. Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2005:21) menjelaskan ada 4 (empat)
jenis akuntabilitas, meliputi:
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality).
Akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Akuntabilitas
kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power).
b. Akuntabilitas proses (process accountability).
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,
sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
c. Akuntabilitas program (program accountability).
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat
dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang
memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
d. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat
maupun

daerah,

atas

kebijakan-kebijakan

yang

diambil

pemerintah

DPR/DPRD dan masyarakat luas.


Mardiasmo (2006:3) memberikan 5 (lima) dimensi akuntabilitas publik, yaitu:
a. Akuntabilitas hukum dan kejujuran,
b. Akuntabilitas program,

terhadap

c. Akuntabilitas kebijakan,
d. Akuntabilitas finansial, dan
e. Akuntabilitas manajerial.
Menurut Mardiasmo (2006:3), akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting
untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip
pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai
pemerintah

daerah

tidak

accountable,

masyarakat

dapat

menuntut

pergantian

pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga


meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta
melakukan efisiensi. Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang
digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung
(diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak
langsung

(melalui

mekanisme

perimbangan

keuangan).

Pola

pertanggungjawaban

pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah
bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal
accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah
lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas.
Menurut Tatag Wiranto (2009:1), akuntabilitas memiliki 3 (tiga) dimensi:
a. Akuntabilitas politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu
mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif
dan eksekutif dalam suatu pemerintahan.
b. Akuntabilitas finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu
tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah
diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana
publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif.
c. Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah
diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia.

Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan


pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta
para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih
melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka
dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk
menghasilkan barang atau jasa tertentu.

2.5.3

Bentuk Akuntabilitas
Menurut Sirajudin H. Saleh dan Aslam Iqbal (1991), akuntabilitas merupakan sisi-sisi

sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi: akuntabilitas internal dan akuntabilitas
ekternal.
Dari sisi internal seseorang, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang
tersebut kepada Tuhannya. Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban diri sendiri
mengenai segala sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami oleh dia
sendiri. Oleh karena itu, akuntabilitas internal disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual.
Ledivina V. Carino (1991) mengatakan bahwa dengan disadarinya akuntabilitas spiritual ini,
maka pengertian accountable atau tidaknya seseorang bukan hanya dikarenakan dia tidak
sensitif terhadap lingkungannya. Akan tetapi, lebih jauh dari itu yakni seperti adanya
perasaan malu atas warna kulitnya, tidak bangga menjadi bagian dari suatu bangsa, kurang
nasionalis, dan sebagainya. Akuntabilitas internal sangat sulit untuk diukur karena tidak
adanya indikator yang jelas dan diterima oleh semua orang serta tidak ada yang melakukan
pengecekan, pengevaluasian, dan pemantauan baik sejak tahap proses sampai dengan
tahap pertanggungjawaban kegiatan itu sendiri. Semua tindakan akuntabilitas spiritual
didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhan. Namun, apabila benar-benar
dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja orang tersebut. Itulah
sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda

dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya dapat
menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama.
Akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada
lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat.
Kegagalan seseorang untuk memenuhi akuntabilitas eksternal mengakibatkan pemborosan
waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya yang lain, penyimpangan
kewenangan, dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepadanya. Akuntabilitas eksternal
lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas.
Kontrol dan penilaian dari pihak eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk
dalam suatu sistem dan prosedur kerja.
Akuntabilitas eksternal baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi
merupakan hal yang paling banyak dibicarakan dalam konteks akuntabilitas. Akuntabilitas
eksternal terdiri dari:
1. Akuntabilitas eksternal untuk pelayanan publik pada organisasi sendiri.
Dalam akuntabilitas ini, setiap tingkatan pada hierarki organisasi diwajibkan untuk
accountable kepada atasannya dan kepada yang mengontrol pekerjaannya. Untuk itu,
diperlukan komitmen dari seluruh petugas untuk memenuhi kriteria pengetahuan dan
keahlian dalam pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan posisi tersebut.
2. Akuntabilitas eksternal untuk individu dan organisasi pelayanan publik di luar organisasi
sendiri.
Akuntabilitas ini mengandung pengertian akan kemampuan untuk

menjawab setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan capaian kinerja atas pelaksanaan tugas dan
wewenang. Untuk itu, selain kebutuhan akan pengetahuan dan keahlian, juga
dibutuhkan komitmen untuk melaksanakan kebijakan dan program-program yang telah
dijanjikan/dipersyaratkan sebelum dia memangku jabatan tersebut (Pusdiklatwas
BPKP:2007).

Akuntabilitas eksternal adalah akuntabilitas yang paling banyak dibahas. Banyak


orang mengelompokkan akuntabilitas ini menjadi beberapa bagian, selaras dengan sudut
pandang masing-masing, antara lain:
1. Menurut Mario D. Yango (1991) dalam Muh.Irfan (2006:5).
a. Akuntabilitas tradisional/reguler
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada transaksi-transaksi reguler/fiskal dalam
efisiensi administrasi publik menuju pelayanan prima.
b. Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas yang menitikberatkan kepada efisiensi dana, kekayaan, sumber daya
manusia, dan sumber daya lain. Diharapkan peranan manajer atau pengawas lebih
baik terutama dalam menetapkan proses yang berkelanjutan sehingga dapat
memberikan pelayanan publik yang lebih baik.
c. Akuntabilitas program
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada pencapaian hasil operasi pemerintah.
Sangat diperhatikan sampai di mana pencapaian hasil, bukan sekedar cukup bahwa
suatu program sudah dikerjakan.
d. Akuntabilitas proses
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat kesejahteraan
sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak positif pada kondisi
sosial masyarakat.
2. Menurut Samuel Paul (1991) dalam Muh.Irfan (2006:5).
a. Akuntabilitas

demokratis.

Pemerintah

harus

akuntabel

atas

kinerja

semua

kegiatannya kepada pemimpin politik yang telah mengangkatnya.


b. Akuntabilitas profesional. Para pakar dan teknokrat melaksanakan tugas senantiasa
dilandasi oleh norma dan standar profesinya.
c. Akuntabilitas hukum. Ketentuan-ketentuan hukum disesuaikan dengan kepentingan
publik yang dituntut oleh seluruh masyarakat.
3. Pembagian lain:

a. Akuntabilitas keuangan berkaitan dengan integritas keuangan, pengungkapan dan


ketaatan terhadap perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan
yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran keuangan instansi
pemerintah.
b. Akuntabilitas manfaat. Terfokus kepada efektivitas, tidak sekedar pada kepatuhan
terhadap prosedur. Bukan hanya outputs, tapi sampai outcomes. Ini mirip dengan
akuntabilitas program.
c. Akuntabilitas

prosedural

terkait

tentang

apakah

suatu

prosedur

telah

mempertimbangkan moralitas, etika, kepastian hukum, ketaatan kepada keputusan


politik. Ini mirip dengan akuntabilitas proses (Muh. Irfan:2006:5).

Hambatan-hambatan
Banyak mal-administrasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini berarti akuntabilitas
tidak berjalan. Fakta menunjukkan banyak sekali hambatan-hambatan yang ditemui
(Muhammad Irfan, 2006:6), diantaranya adalah:
1. Persentase melek huruf rendah (Law literacy percentage)
Masyarakat yang demikian biasanya kurang peduli, mungkin karena kurang mengertinya
terhadap hak dan kewajiban serta masalah-masalah sosial. Sebaliknya, mereka
toleransi tinggi terhadap tindak-tanduk negatif seperti lack of accountability, malpractice,
korupsi, nepotisme, sogok menyogok dan sejenisnya.
2. Gaji yang rendah (Poor standard of living)
Pegawai dengan gaji kurang, cenderung mencari tambahan. Usaha demikian dianggap
normal-normal saja baik di luar maupun di dalam jam kerja. Bahkan sampai
"membisniskan" pekerjaan dinasnya, dengan menerima suap dan bentuk-bentuk KKN
lainnya.
3. Dekadensi moral (General decline in the moral values)

Perilaku materialistis dan konsumerisme mendorong kepada lack of accountability. Sikap


moral yang membedakan antara yang baik dan yang buruk bisa menurun, sehingga
pegawai mencari penghasilan dari cara yang tidak seharusnya.
4. Manajemen "semau gue" (A policy of live and let live)
Cara hidup seperti ini memudahkan orang melanggar peraturan. Akhirnya dalam
mencari keuntungan dilakukan dengan mengabaikan kepentingan nasional, yang
penting "bisa hidup".
5. Hambatan moral (Cultural factors)
Pejabat mementingkan pelayanan kepada keluarga/kerabat sendiri. Ini mendorong
tumbuh suburnya korupsi, kolusi dan nepotisme. Meski sudah cukup berada, mereka
masih melakukan perbuatan tidak terpuji, itu karena takut "tidak kecukupan", sehingga
mendorong mereka berbuat demikian.
6. Monopoli pemerintah (Government monopoli)
Sentralisasi sumber daya, penumpukan tanggung jawab, birokrasi berbelit-belit makin
mengurangi pelaksanaan akuntabilitas, bahkan akhirnya akuntabilitas dianggap
mengganggu, sehingga "tidak perlu ada".
7. Buruknya sistem akuntansi (Deficiencies in the accounting system)
Buruknya sistem akuntansi adalah salah satu faktor yang berakibat tidak dapat
diperolehnya informasi yang dapat dipercaya dalam penerapan akuntabilitas.
8. Tidak ada kemauan untuk melaksanakan akuntabilitas (Lack of will in enforcing
accountability)
Sikap pasif pegawai, tak acuh terhadap kepentingan akuntabilitas, menyebabkan
akuntabilitas tidak berjalan, dan ini berkait dengan "live and let live policy" di atas.
Pejabat yang seharusnya mengoreksi, ia tidak dapat berbuat, atau tidak mau berbuat,
karena justru ia terlibat dalam tindak melanggar hukum.
9. Kekakuan birokrasi (Birocratic secrecy)
Kontrol ketat kepada media masa makin menjadikan suasana unaccountable karena
tidak ada keleluasaan masyarakat melakukan koreksi. Rakyat takut mengoreksi karena

adanya

berbagai

kemungkinan

menjadi

"hidup

tidak

nyaman"

dan

pejabat

memanfaatkan situasi itu untuk dengan leluasa melakukan pelanggaran hukum.


10. Konflik hubungan kelembagaan (Conflict in perspective and inadequate institutional
linkage)
Dengan tingginya kekakuan birokrasi di sektor publik, sedikit-sedikit rahasia, sedikitsedikit rahasia, mengakibatkan sulitnya melakukan reviuw program sektor publik dan
sukarnya menentukan siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Informasi tentang
target dan realisasi kinerja biasanya tidak tersedia, karena sengaja disembunyikan
dengan dalih " itu rahasia".
11. Rendahnya kualitas SDM (Quality of officers)
Kualitas pegawai mencakup dua permasalahan, pertama besarnya anggaran untuk
membiayai program karena memerlukan banyak pegawai. Sayangnya kualitas mereka
relatif rendah, sehingga hanya padat orang, bukan padat karya. Akibatnya terjadi
pemborosan, inefisiensi dan akuntabilitas tidak dapat dilaksanakan. Kedua material yang
ada kurang menunjang efisiensi dan kurang memotivasi para birokrat agar berupaya
meningkatkan profesionalitas mereka.
12. Ketinggalan teknologi (Technological obsolescence and inadequate surveillance system)
Tidak tersedianya kelengkapan teknologi, terutama teknologi informasi yang mutakhir
yang diperlukan untuk mendukung akuntabilitas, merupakan faktor penghambat serius
bagi terciptanya akuntabilitas.
13. Mental jajahan (Colonial heritage)
Budaya "ya pak, ya pak, ya pak" dan budaya tabu mengemukakan pendapat apalagi
pendapat yang berbeda dengan policy penguasa, sudah berlangsung sejak masa
penjajahan yang cukup lama sehingga sulit diubah. Oleh para oknum penguasa negara
hal semacam itu "dilestarikan".
14. Lemahnya aturan hukum (Defects in the laws concerning accountability)
Di antara "kelemahan" hukum yang mengganjal pada pelaksanaan kontrol akuntabilitas,
adalah adagium "presumption of innocence" anggapan bahwa tertuduh tetap dianggap

tidak bersalah sehingga kesalahannya dibuktikan di depan pengadilan. Sedangkan


untuk membuktikan bahwa seseorang itu korupsi sangat sulit, memerlukan biaya, waktu
dan tenaga yang banyak. Pembuktian terbalik mungkin dapat mengatasi kelemahan ini.
15. Lingkungan yang kurang mendukung (Environmental crisis)
Instabilitas politik, rasa tidak aman, rasa ketakutan, tidak dihiraukannya akuntabilitas di
lingkungan pemerintahan dan publik sungguh merupakan lingkungan yang tidak
kondusif bagi penyelenggaraan akuntabilitas.

Lingkungan yang Mempengaruhi Akuntabilitas


Lingkungan yang mempengaruhi akuntabilitas suatu instansi pemerintah/satuan
organisasi meliputi lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang merupakan faktorfaktor yang membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas pertanggungjawaban
instansi pemerintah tersebut atas wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan
kepadanya. Diantara faktor-faktor yang relevan dengan akuntabilitas instansi pemerintah
(Muh.Irfan:2006:8) adalah:
1. Falsafah dan konstitusi negara;
2. Tujuan dan sasaran pembangunan nasional;
3. Ilmu pengetahuan dan teknologi;
4. Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan;
5. Ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur akuntabilitas;
6. Penegakan hukum yang memadai;
7. Tingkat keterbukaan/transparansi pengelolaan;
8. Sistem manajemen birokrasi;
9. Visi, misi, tugas pokok dan fungsi, serta program pembangunan yang terkait;
10. Keterbatasan jangkauan pengendalian dan kompleksitas program instansi.

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi corak akuntabilitas secara simultan dan saling


terkait, hingga sulit diurai pengaruhnya tanpa mengaitkan satu faktor dengan faktor yang
lain secara keseluruhan.
Menurut Muhammad Irfan (2006:8), Standardisasi pelaporan itu perlu, tetapi tidak
harus mengakomodasi semua kebutuhan pemakai, karena bila demikian akan menjadi
semakin sangat kompleks "format laporan" yang seharusnya berlaku umum untuk semua
instansi pemerintah. Untuk itu perlu diperhatikan ciri-ciri akuntabilitas yang efektif. Adapun
cirinya adalah:
1. Utuh dan menyeluruh;
2. Mencakup aspek integritas keuangan, ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan prosedur;
3. Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja individu
atau satuan organisasi;
4. Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang andal untuk menjamin
keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu penyampaian informasi;
5. Adanya penilaian yang obyektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu satuan
organisasi;
6. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas.

Kriteria Akuntabilitas
Menurut Plumptre T. (1981) dalam Muh. Irfan (2006:9), untuk mencapai keberhasilan
akuntabilitas diperlukan:
1. Pemimpin teladan (Exemplary leadership)
Pemimpin yang sensitif, responsif, akuntabel, transparan kepada bawahan,
memerlukan akuntabilitas yang dipraktikkan mulai dari tingkat bawahan.
2. Debat publik (Public debat)
Sebelum suatu rancangan disahkan sebagai kebijakan, dibawa dulu ke depan publik,
hingga jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana indikator kinerjanya. Masyarakat

diharapkan memberikan masukan karena kebijakan pemerintah biasanya berdampak


sosial.
3. Koordinasi (Coordination)
Adanya koordinasi antar semua instansi pemerintah sangat baik bagi tumbuh kembang
akuntabilitas. Koordinasi memang sudah tiap hari diucapkan, tetapi tiap hari pula orang
tak mampu melaksanakan karena sering terjadi conflict or interest.
4. Otonomi (Autonomy)
Instansi pemerintah dapat melaksanakan menurut caranya sendiri yang dipandang
paling baik (menguntungkan, efektif, dan efisien). Otonomi di sini pada teknis
pelaksanaannya tetap terpadu dengan kebijakan nasional.
5. Keterbukaan dan kejelasan (Explicitness and clarity)
Standar evaluasi kinerja harus jelas, sehingga mudah diketahui apa yang harus
diakuntabilitaskan. Kurangnya transparansi dapat mengurangi eksistensi akuntabilitas.
6. Legitimasi dan pengakuan (Legitimacy and acceptance)
Tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka sehingga standar
dan aturannya dapat diterima oleh semua pihak untuk dijadikan patokan dalam
pengukuran keberhasilan/kegagalan.
7. Perundingan (Negotiation)
Negosiasi nasional diperlukan tentang perbedaan-perbedaan tujuan dan sasaran,
tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah.
8. Pemasyarakatan dan publisitas pendidikan (Educational campaign and pulicity)
Perlu proyek percontohan untuk dikomunikasikan kepada masyarakat. Penerimaan
masyarakat terhadap suatu hal yang baru akan semakin dipengaruhi oleh pemahaman
mereka terhadap hal yang baru tersebut.
9. Umpan balik dan evaluasi (Feed back and evaluation)
Agar akuntabilitas dapat terus-menerus ditingkatkan, perlu diperoleh informasi untuk
mendapatkan umpan balik dari penerima akuntabilitas dan perlu dilakukan evaluasi.
10. Kemampuan penyesuaian (Adaptation and recycling)

Perubahan yang terjadi di masyarakat berakibat pula pada akuntabilitasnya. Sistem


akuntabilitas harus tanggap terhadap setiap perubahan.

Media Akuntabilitas
Media pertanggungjawaban yang menjadi alat evaluasi harus dibuat secara tertulis
dalam bentuk laporan periodik dan sesuai dengan standar. Keseragaman bentuk dan isi
laporan harus mengarah kepada pemanfaatan laporan untuk daya banding antar instansi.
Konsep akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban bernuansa pencapaian tujuan
secara efektif, efisien, ekonomis, sejalan dengan konsep pemeriksaan komprehensif,
sehingga diperoleh simpulan menyeluruh mengenai kehematan, efisiensi, efektivitas
penyelenggaraan

pemerintahan

dan

pembangunan

setiap

instansi

departemen/lembaga/pemerintah daerah.
Media akuntabilitas merupakan media pertanggungjawaban yang dirumuskan
melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), dengan bahan
pendukung Rencana Stratejik (RS), Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Pengukuran Kinerja
Kegiatan (PKK), dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS). Seperti yang telah
dikemukakan di atas, bahwa laporan keuangan sektor publik menjadi instrumen utama
untuk menciptakan akuntabilitas publik. Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik
yang relevan dan handal, maka diperlukan standar akuntansi keuangan dan sistem
akuntansi untuk sektor publik (Muh. Irfan:2006:10).

2.6 Value for Money


Definisi dan Elemen Value for Money
Menurut Mardiasmo (2005:4), value for money merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu:

1. Ekonomi, adalah upaya untuk memperoleh input dengan kualitas dan kuantitas tertentu
pada harga terendah (paling murah). Ekonomi merupakan perbandingan input dengan
input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh
mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu
dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Ekonomi merupakan
batasan konsep yang menjadi pedoman untuk menerapkan pengelolaan yang baik.
2. Efisiensi, adalah upaya untuk memperoleh hasil (output) yang optimal dengan input
tertentu (Mardiasmo:2006). Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang
dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
3. Efektif, adalah tingkat pencapaian hasil (output) dengan target yang telah ditentukan
(outcome).
Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money, namun beberapa
pihak berpendapat bahwa tiga elemen saja belum cukup. Perlu ditambah dua elemen lain
yaitu keadilan (equity) dan pemerataan atau kesetaraan (equality). Keadilan mengacu pada
adanya kesempatan sosial yang sama untuk mendapatkan layanan publik berkualitas dan
kesejahteraan ekonomi. Selain keadilan, perlu dilakukan distribusi secara merata. Artinya,
penggunaan uang publik hendaknya tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu saja,
melainkan dilakukan secara merata dengan keberpihakan kepada seluruh rakyat.
Adapun yang dimaksud input, output dan outcome adalah:
1.

Input, merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber, misalnya
dana, manusia, material, waktu, teknologi, dll yang digunakan untuk melaksanakan
program/kegiatan.
Contoh indikator: total biaya, total jam pegawai untuk mengoperasikan komputer.

2.

Output merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang
dihasilkan dari pelaksanaan kebijakan, program dan aktivitas sesuai dengan masukan
yang digunakan.
Contoh indikator: jumlah mahasiswa akuntansi, jumlah bantuan yang diberikan, jumlah
pasien yang terlayani.

3. Outcome merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat
dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Contoh indikator: jumlah tingkat kejahatan, jumlah mahasiswa akuntansi yang tidak lulus
ujian sertifikasi akuntan publik, persentase pasien yang terobati, dan lain-lain.
Value for money organisasi dapat tercapai jika input yang rendah atau biaya yang paling
rendah menghasilkan output yang optimal (Eriana K.,dkk:2009:6).

Pengukuran Value for Money


Menurut Mardiasmo (2005:130), kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan
manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi, dan
akuntabilitas

publik.

Tujuan

yang

dikehendaki

oleh

masyarakat

mencakup

pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hemat


cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisiensi (berdaya guna) dalam
penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya
dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing costs), serta efektif (berhasil guna)
dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Agar dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara objektif, maka
diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja yang ideal harus terkait pada efisiensi biaya
dan kualitas pelayanan. Sementara itu, kualitas terkait dengan kesesuaian dengan maksud
dan tujuan (fitness for purposes), konsistensi, dan kepuasan publik (public satisfaction).
Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat dikaitkan dengan semakin rendahnya
complaint dari masyarakat.
Adapun langkah-langkah pengukuran value for money menurut Mardiasmo
(2005:133) adalah sebagai berikut.
1. Pengukuran Ekonomi

Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi


merupakan ukuran relatif.

Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi

adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis
yang dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
2. Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi
diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input,
maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
3.

Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.
Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan
telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas
tidak menyatakan berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih
besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas
hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.

4. Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome
lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa
mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas
output dan dampak yang dihasilkan (Smith,1996). Pengukuran outcome memiliki dua
peran, yaitu peran retrospektif dan prospektif. Peran retrospektif terkait dengan penilaian
kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di
masa yang akan datang. Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome digunakan

untuk mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif


memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). Bukti tersebut dapat
menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan mendorong
untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti tersebut digunakan
untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan program mana yang perlu
dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan
program tersebut.

Manfaat Value for Money


Implementasi konsep value for money diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas dan
kinerja sektor publik. Menurut Mardiasmo (2005:7), manfaat implementasi konsep value for
money pada organisasi sektor publik antara lain:
1. Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat
sasaran;
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik;
3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunaan input.
4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar
pelaksanaan akuntabilitas publik.

3. Metode Penelitian
3.1 Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah akuntansi keuangan sektor publik,


transparansi, akuntabilitas dan value for money di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Kelas B Kabupaten Subang (RSUD Subang).

3.2 Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis.
Menurut Sugiyono (2009:29), statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk
mendeskipsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel
atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum. Data yang diperoleh selama penelitian selanjutnya akan diolah,
dianalisa dan diproses lebih lanjut sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.

3.2.1

Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel

Variabel

Konsep Variabel

Akuntansi
keuangan
sektor publik
(X)

mekanisme teknik dan


analisis akuntansi yang
diterapkan pada
pengelolaan dana
masyarakat di lembagalembaga tinggi negara
dan departemendepartemen di
bawahnya, Pemerintah
Daerah, BUMN, BUMD,
LSM dan yayasan sosial,
maupun pada proyekproyek kerjasama sektor
publik dan swasta.

Dimensi

Indikator

Standar
akuntansi
keuangan
sektor publik

Penggunaan

Sistem
akuntansi
sektor publik

Sistem

Skala
Ordinal

standar
akuntansi
keuangan
sektor publik

pencatatan,
pengelompokan dan
pengikhtisaran,
serta pelaporan
Dasar akuntansi
yang
digunakan
Konsistensi
penggunaan
teknik/metode
akuntansi

Ordinal

Transparansi
(Y1)

keterbukaan (opennes)
atas aktivitas
pengelolaan sumber
daya publik

Transparansi
atas laporan
keuangan

Pemahaman

Akuntabilitas
(Y2)

kewajiban
mempertanggungjawabkan keberhasilan
atau kegagalan
pelaksanaan misi
organisasi dalam
mencapai tujuan dan
sasaran yang telah
ditetapkan sebelumnya,
melalui suatu media
pertanggungjawaban
yang dilaksanakan
secara periodik.

Akuntabilitas
finansial

Akuntabilitas
program

Value for
Money
(VFM)
(Y3)

merupakan konsep
pengelolaan organisasi
sektor publik yang
mendasarkan pada tiga
elemen utama yaitu:
ekonomi, efisiensi dan
efektivitas.

Sumber: Mardiasmo (2006:3)


Mardiasmo (2005:22)

3.2.5 Populasi Penelitian

Ordinal

akan
pentingnya
transparansi
Pengungkapan
hal-hal yang
sifatnya
material
Pengungkapan
secara berkala
Kebebasan
memperoleh
informasi
penyajian
segala aktivitas
organisasi
kepada pihak
yang
berkepentingan
penilaian atau
tindak lanjut
terhadap
akuntabilitas
tingkat
pelaksanaan
program
pertimbangan
alternatif
program

Ordinal

Ordinal

Ekonomi dan Alokasi biaya


Efisiensi

Ordinal

Efektivitas

Ordinal

Kualitas
pelayanan

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jajaran manajemen dan para
pegawai atau karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang. Untuk
mengukur seberapa besar pengaruh variabel independent (X) terhadap variabel dependent
(Y), maka dilakukan penyebaran kuesioner kepada 41 orang responden. Jumlah responden
tersebut merupakan populasi dari penelitian ini, yaitu terdiri dari 4 orang dari jajaran
manajemen dan 37 orang karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang.

3.3 Pengolahan dan Analisis Data


3.3.1

Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisa. Analisa data dilakukan

baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa secara kualitatif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan jawaban responden yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel-tabel,
sedangkan analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisa statistik.
Untuk keperluan tersebut, data yang diperoleh dari kuesioner kemudian dikumpulkan
dan diolah dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan/pernyataan
berdasarkan skala Likert berikut ini.
Tabel 3.2 Skala Likert

Sangat Sesuai

Bobot
5

Sesuai

Cukup sesuai

Kurang sesuai

Tidak sesuai

Alternatif

Jawaban responden dari setiap pertanyaan diskor sesuai dengan kriteria di atas,
kemudian dijumlahkan untuk mengetahui nilai variabel X dan variabel Y. Selanjutnya, dari
perhitungan nilai kuesioner dapat dilihat apakah variabel X dan variabel Y sudah memenuhi
kriteria atau belum. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan kelas interval. Kelas
interval ini bersumber dari nilai kuesioner yang tertinggi dan terendah dari variabel X dan

variabel Y, yang didapat dengan cara mengalikan jumlah kuesioner, jumlah pertanyaan
variabel serta nilai skor tertinggi dan terendah dari variabel X dan variabel Y.
Karena jumlah kuesioner yang kembali hanya 29 dari 41 eksemplar, maka untuk
menyusun kelas interval setiap variabel digunakan angka pengali 29 untuk jumlah kuesioner.
Untuk variabel X dan Y3, karena memiliki jumlah butir pernyataan yang sama, yaitu 10, maka
penyusunan kelas intervalnya seperti langkah berikut:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 10 x 5 = 1450
Total kuesioner terendah : 29 x 10 x 1 = 290
Kedua nilai tersebut, yaitu 1450 dan 290, diselisihkan lalu dibagi 5, sehingga
diperoleh 232 rentang nilai dari masing-masing kelas interval untuk variabel X. Bila total nilai
kuesioner yang didapat:
290 522, maka variabel X dinilai tidak sesuai
523 755, maka variabel X dinilai kurang sesuai
756 988, maka variabel X dinilai cukup sesuai
989 1221, maka variabel X dinilai sesuai
1222 1454, maka variabel X dinilai sangat sesuai
Untuk variabel Y1:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 4 x 5 = 580
Total kuesioner terendah : 29 x 4 x 1 = 116
Hasil dari selisih kedua nilai tersebut dibagi 5 akan menjadi rentang nilai dari masingmasing kelas interval untuk variabel Y1, yakni:
= (580 116)/5 = 464/5 = 92,8 93 rentang nilai.
Bila total nilai kuesioner yang didapat:
116 209, maka variabel Y1 dinilai tidak sesuai
210 303, maka variabel Y1 dinilai kurang sesuai
304 397, maka variabel Y1 dinilai cukup sesuai
398 491, maka variabel Y1 dinilai sesuai
492 585, maka variabel Y1 dinilai sangat sesuai
Untuk variabel Y2:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 5 x 5 = 725
Total kuesioner terendah : 29 x 5 x 1 = 145

Hasil dari selisih kedua nilai tersebut dibagi 5 akan menjadi rentang nilai dari masingmasing kelas interval untuk variabel Y2, yakni:
= (725 145)/5 = 580/5 = 116 rentang nilai
Bila total nilai kuesioner yang didapat:
145 261, maka variabel Y2 dinilai tidak sesuai
262 378, maka variabel Y2 dinilai kurang sesuai
379 495, maka variabel Y2 dinilai cukup sesuai
496 612, maka variabel Y2 dinilai sesuai
613 729, maka variabel Y2 dinilai sangat sesuai
3.3.2

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Untuk menganalisis data yang diperoleh dari penelitian dan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian, maka digunakan metode analisis


data untuk memperoleh suatu kesimpulan. Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan
uji validitas dan uji reliabilitas terhadap alat pengumpulan data berupa kuesioner yang
disebarkan kepada responden.
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan
dari alat penelitian dalam menjalankan fungsinya. Uji validitas dimaksudkan untuk melihat
konsistensi independen variabel (X) dengan apa yang akan diukur dan untuk mengetahui
seberapa jauh alat pengukur dapat memberikan gambaran terhadap objek yang akan diteliti.
Dengan demikian, diharapkan kuesioner yang digunakan dapat berfungsi sebagai alat
pengumpulan data yang akurat dan dapat dipercaya.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu analisis yang menunjukkan tingkat kemantapan dan
ketepatan suatu alat ukur dalam arti apakah ukuran yang diperoleh merupakan ukuran yang
benar dari suatu yang diukur. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengukuran
dapat memberikan hasil yang konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap subjek dengan menggunakan alat ukur yang sama.

3.3.3

Method of Successive Interval (MSI)

Pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan analisis


transformasi data. Transformasi data merupakan suatu proses untuk merubah bentuk data
sehingga siap untuk dianalisis. Transformasi juga bisa dilakukan untuk mengubah data
kategori ke dalam bentuk numerik dengan menggunakan Method of Successive Interval
(MSI).
Method of Successive Interval (MSI) adalah salah satu cara untuk mengukur
variabel-variabel agar data-data yang diperoleh dari kuesioner yang berupa data ordinal
dapat diolah dengan cara statistik kualitatif. Variabel independen (X) dalam penelitian ini
adalah akuntansi keuangan sektor publik, sedangkan variabel dependen (Y) terdiri dari tiga
variabel, yaitu: Y1 (transparansi), Y2 (akuntabilitas) dan Y3 (value for money).
Untuk menganalisis diperlukan data dengan ukuran yang paling tidak interval sampai
persyaratan menggunakan analisis regresi sederhana. Oleh karena itu, seluruh variabel
yang

berskala

ordinal

terlebih

dahulu

dinaikkan

atau

ditransformasikan

tingkat

pengukurannya ke tingkat interval melalui Method of Successive Interval dengan langkahlangkah sebagai berikut.
1. Perhatikan banyaknya responden yang memberikan respon yang ada (f). Artinya hitung
frekuensi setiap skor (1 sampai dengan 5).
2. Tentukan proporsi dengan membagi setiap bilangan frekuensi setiap skor (1 sampai
dengan 5).
3. Tentukan proporsi dengan membagi setiap bilangan frekuensi f dan n.
4. Proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku, selanjutnya hitunglah nilai
z berdasarkan pada proporsi kumulatif di atas.
5. Dari z yang diketahui tersebut tentukan nilai densitnya (dalam hal hitung nilai ordinat dari
sebaran normal z).
6. Tentukan nilai transformasi dengan menggunakan rumus:
Y = NS + [ 1 + | NSMIN| ]

3.3.4

Rancangan Pengujian Hipotesis

Rancangan pengujian hipotesis ini akan dimulai dengan penetapan hipotesis nol (H0)
dan hipotesis alternatif (H1), penetapan tingkat signifikansi, pemilihan dan perhitungan
statistik, serta penerimaan dan penolakan hipotesis. Adapun langkah-langkah pengujian
hipotesis tersebut adalah sebagai berikut.
2. Penetapan hipotesis nol (H0) dan penetapan hipotesis alternatif (H1).
a. H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap

transparansi (Y1) secara signifikan


H1 = Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

transparansi (Y1) secara signifikan.


b. H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap

akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


H1 = Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


c. H0 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap value for
money (Y3) secara signifikan.
H1 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for
money (Y3) secara signifikan.
3. Penetapan tingkat signifikansi

Untuk menguji tingkat kecocokan atau tingkat signifikansi, digunakan

sebesar 5%

dengan tingkat kepercayaan 95% (df (degree of freedom) = n - 2), karena tingkat ini
cukup mewakili untuk digunakan dalam penelitian sosial.
4. Pemilihan dan perhitungan statistik
Untuk

mengetahui

pengaruh

akuntansi

sektor

publik

terhadap

transparansi,

akuntabilitas, dan value for money, maka dalam pengujian statistik digunakan program
SPSS versi 12.00 dengan cara menghitung analisis regresi sederhana. Analisis regresi
sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (akuntansi

sektor publik) terhadap variabel Y (transparansi, akuntabilitas, dan value for money)
serta untuk mengetahui bagaimana perubahan variabel Y bila nilai variabel X dinaikkan
atau diturunkan nilainya, dengan rumus umum sebagai berikut:

Y =a+bX
dimana:
(Y) (X)2 (X) (XY)
a=
n (X2) (X)2
n (XY) (X) (Y)
b=
n (X2) (X)2
Keterangan:
X = variabel independen (akuntansi keuangan sektor publik)
Y = variabel dependen, terdiri dari:
Y1

= transparansi

Y2

= akuntabilitas

Y3

= value for money (VFM)

= konstanta, menunjukkan nilai Y pada saat X = 0

= koefisien regresi, merupakan perubahan variabel Y akibat perubahan


satu unit variabel X.

5. Penerimaan dan penolakan hipotesis


Menetapkan kriteria ditolak atau diterimanya H 0 dilakukan dengan mencari nilai thitung,
kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel. Adapun rumus untuk mencari nilai t adalah
sebagai berikut:

t=

dimana:

= jumlah responden

= koefisien korelasi

= nilai thitung

r n2
1r 2

Dengan kriteria sebagai berikut:

Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima

Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

6. Perhitungan Koefisien Determinasi


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel akuntansi
keuangan sektor publik (X) mempengaruhi transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan value for
money (Y3), dengan menggunakan rumus:
Kd = r2 x 100%
Dimana : Kd = Koefisien determinasi
r2 = Koefisien regresi

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan


4.1 Hasil Penelitian

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang bertujuan
untuk mengetahui pendapat atau tanggapan seseorang mengenai suatu hal yang dimaksud.
Terdapat dua syarat penting yang berlaku dalam kuesioner, yaitu item/pernyataan dalam
sebuah kuesioner diharuskan untuk valid (sah) dan reliable (handal). Suatu item/pernyataan
dapat dikatakan valid atau sah jika item/pernyataan tersebut mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan suatu item/pernyataan
dikatakan reliable (handal) apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan yang diberikan
penulis kepada responden adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Kuesioner yang telah disebarkan kepada responden penelitian, yakni jajaran
manajemen dan karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang,
sebanyak 29 orang. Beberapa butir pernyataan yang diajukan dalam kuesioner ini sebanyak
29 butir pernyataan, yang dibagi ke dalam 4 bagian yaitu: variabel X, Y1, Y2 dan Y3. Variabel

X memiliki 10 butir pernyataan yang diajukan kepada responden tentang penerapan


akuntansi keuangan sektor publik, variabel Y1 memiliki 4 butir pernyataan yang diajukan
kepada responden tentang transparansi, variabel Y2 memiliki 5 butir pernyataan yang
diajukan kepada responden tentang akuntabilitas dan variabel Y3 memiliki 10 butir
pernyataan yang diajukan kepada responden tentang konsep value for money.
Pengujian validitas dan reliabilitas dari butir-butir pernyataan tersebut dilakukan
dengan menggunakan SPSS versi 12.00. Untuk mengetahui kebenaran kuesioner yang
telah disebar, maka digunakan taraf signifikansi sebesar 5%. Suatu item atau pernyataan
dinyatakan valid atau reliable (Santoso,2000) apabila:
1. rhitung bernilai positif.
2. rhitung > rtabel. Dengan jumlah pernyataan (n) sebanyak 29, artinya df = 27 (df = n 2) dan
= 5%, maka diperoleh nilai rtabel sebesar 0,2451.

4.2.1

Uji Validitas
Hasil uji validitas untuk kuesioner akuntansi keuangan sektor publik terhadap

perwujudan transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money dengan dk atau df = 29
2 = 27 pada tingkat signifikansi () sebesar 5% atau 0,05 diperoleh nilai rtabel = 0,2451,
bahwa item-item kuesioner memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel, sebagaimana
kriteria yang telah ditetapkan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa item-item kuesioner
tersebut sudah valid.
Pertama, dilakukan pengujian validitas untuk kuesioner variabel akuntansi keuangan
sektor publik (X) yang terdiri dari 10 butir pernyataan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
semua pernyataan untuk kuesioner variabel X sudah valid, sebab memiliki nilai rhitung yang
positif dan rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat mengukur apa yang ingin kita ukur.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.7
Tingkat Validitas Variabel X

No.
item/pernyataan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Corrected item-total
correlation
0,616
0,417
0,583
0,726
0,642
0,609
0,866
0,565
0,633
0,535

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Kedua, dilakukan pengujian validitas untuk kuesioner variabel transparansi (Y1) yang
terdiri

dari

butir

pernyataan.

Hasil

pengujian

menunjukkan

bahwa

kesemua

item/pernyataan variabel transparansi sudah valid, sebab memiliki nilai rhitung yang positif dan
rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat mengukur apa yang ingin kita ukur. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.8
Tingkat Validitas Variabel Y1

No.
item/pernyataan
1
2
3
4

Corrected item-total
correlation
0,694
0,268
0,400
0,383

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid

Pengujian validitas untuk kuesioner variabel akuntabilitas (Y2) yang terdiri dari 5 butir
pernyataan menunjukkan bahwa kesemua item/pernyataan variabel akuntabilitas sudah
valid, sebab memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat
mengukur apa yang ingin kita ukur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.9
Tingkat Validitas Variabel Y2

No.
item/pernyataan

Corrected item-total
correlation

Keterangan

1
2
3
4
5

0,417
0,591
0,743
0,780
0,809

Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Pengujian validitas untuk kuesioner variabel value for money (Y3) yang terdiri dari 10
butir pernyataan menunjukkan bahwa semua item/pernyataan dari variabel value for money
(Y3) memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan di atas, maka hasil tersebut menunjukkan bahwa semua pernyataan untuk
kuesioner variabel value for money (Y3) sudah valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.10
Tingkat Validitas Variabel Y3

No.
item/pernyataan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Corrected item-total
correlation
0,786
0,490
0,550
0,742
0,684
0,528
0,686
0,638
0,310
0,666

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dinyatakan reliable apabila hasilnya menunjukkan bahwa nilai alpha
(Cronbranch's alpha) lebih besar dari rtabel (0,2451). Pertama, dilakukan pengujian reliabilitas
untuk kuesioner variabel penerapan akuntansi keuangan sektor publik (X). Dari hasil
pengujian reliabilitas untuk kuesioner penerapan akuntansi keuangan sektor publik (X),
dapat dilihat bahwa kuesioner variabel X memiliki nilai alpha sebesar 0,757. Artinya, alpha >
rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan, dapat

dinyatakan bahwa kuesioner penerapan akuntansi keuangan sektor publik sudah reliable
(handal).
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha
,757

Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
,895

N of Items
11

Variabel X

Kedua, dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel transparansi (Y1).


Kuesioner transparansi (Y1) menunjukkan nilai alpha = 0,714. Artinya, alpha > rtabel. Dengan
demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat dinyatakan
bahwa kuesioner variabel transparansi (Y1) sudah reliable.
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha
,714

Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
,699

N of Items
5

Variabel Y1

Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel akuntabilitas


(Y2). Kuesioner akuntabilitas menunjukkan nilai alpha = 0,781. Artinya, alpha > rtabel. Dengan
demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat dinyatakan
bahwa kuesioner variabel akuntabilitas (Y2) sudah reliable.
Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha
,781

Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
,876

N of Items
6

Variabel Y2

Terakhir, dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel value for money
(Y3). Kuesioner value for money menunjukkan nilai alpha sebesar 0,757. Artinya, alpha >

rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat
dinyatakan bahwa kuesioner variabel value for money (Y3) sudah reliable.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Standardized
Items
,890

Cronbach's
Alpha
,757

N of Items
11

Variabel Y3

4.2 Pembahasan Penelitian


4.3.1

Akuntansi Keuangan Sektor Publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang


Untuk mengetahui penerapan akuntansi keuangan sektor publik yang ada di RSUD

Kelas B Kabupaten Subang, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan komponen
yang terdiri atas:
a. penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik,
b. sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan,
c. dasar akuntansi yang digunakan, dan
d. konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi.

4.3.2

Tanggapan Responden Mengenai Penerapan Akuntansi Keuangan Sektor


Publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan

penulis.
Tabel 4.11
Jawaban Kuesioner Variabel X

Variabel

Dimensi

Indikator

No. item
kuesion
er

Skor
yang
dicapai

Skor
maksima
l

Akuntans
i
keuanga
n sektor
publik

Standar
akuntansi
keuanga
n sektor
publik
Sistem
akuntansi
sektor
publik

Penggunaan
standar
akuntansi
keuangan
sektor publik
Sistem
pencatatan,
pengelompoka
n dan
pengikhtisaran,
serta
pelaporan

Dasar
akuntansi yang
digunakan
Konsistensi
penggunaan
teknik/metode
akuntansi
Total

109

145

75,17

120

145

82,76

137

145

94,48

122

145

84,14

141

145

97,24

130

145

89,65

130

145

89,65

8
Total
9

134
914
121

145
1015
145

92,41
90,05
83,45

10

124

145

85,52

1268

1450

87,45

Sumber : Data primer yang telah diolah

Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh variabel X (akuntansi keuangan sektor
publik) sebesar 1268 dari skor maksimum sebesar 1450 atau mencapai 87,45%. Untuk
mengetahui secara rinci bagaimana akuntansi keuangan sektor publik tersebut, di bawah ini
akan diuraikan tiap-tiap indikator dari variabel X.
1. Penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 75,17%. Ini menggambarkan
akuntansi keuangan sektor publik dalam hal penggunaan standar akuntansi keuangan
sektor publik bahwa penyusunan laporan keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang
telah sesuai dengan standar akuntansi yang diberlakukan untuk organisasi sektor publik
di Indonesia, misalnya: PP No. 24 Tahun 2005, PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri
No. 13 Tahun 2006.
2. Sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 90,05%. Ini
menggambarkan akuntansi keuangan sektor publik dalam hal sistem pencatatan,

pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan merupakan faktor yang mempunyai


peranan penting dalam penyusunan dan pelaporan atas laporan keuangan organisasi,
seperti: menjurnal setiap transaksi hingga menyusun neraca saldo setelah penyesuaian
guna membantu penyusunan laporan keuangan, pencatatan transaksi dengan double
entry, melakukan verifikasi terhadap setiap bukti transaksi, pelaporan pelaksanaan
administrasi keuangan, informasi yang termuat dalam laporan keuangan, serta
3.

pelaporan kinerja oleh manajemen.


Dasar akuntansi yang digunakan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 83,45%. Ini menggambarkan
akuntansi keuangan sektor publik dalam hal dasar akuntansi yang digunakan bahwa
karyawan dalam melaksanakan tugasnya telah menggunakan basis akrual untuk
sebagian besar perkiraan dalam laporan keuangan. Jika dikaitkan dengan standar
akuntansi yang digunakan, yakni PP No. 24 Tahun 2005 bahwa untuk LRA (pendapatan,
belanja, pembiayaan) menggunakan basis kas, sedangkan untuk Neraca (aset,
kewajiban dan ekuitas) menggunakan basis akrual, yang dalam PP No. 24 Tahun 2005
disebut sebagai cash toward accrual.

4.

Konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi


Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 85,52%. Ini menggambarkan
akuntansi keuangan sektor publik dalam hal konsistensi penggunaan teknik/metode
akuntansi bahwa laporan keuangan yang dihasilkan menggunakan metode/teknik
akuntansi yang sama selama beberapa periode waktu secara berturut-turut.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel X adalah 1268 (109 + 914 +

121 + 124), dimana jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai sangat sesuai (1222
1454).
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel X dari
29 orang responden, yaitu sebesar 1268. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat
pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam
kriteria nilai sangat sesuai, karena berada pada interval 1222 1454. Artinya, penerapan

akuntansi keuangan sektor publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang sudah sangat
sesuai.

4.3.3

Transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang


Untuk mengetahui bentuk transparansi di RSUD Subang, maka dalam penelitian ini

digunakan beberapa indikator yang terdiri dari:


a. pemahaman akan pentingnya transparansi,
b. pengungkapan hal yang sifatnya material,
c. pengungkapan secara berkala, dan
d. kebebasan memperoleh informasi.

4.3.4 Tanggapan Responden Mengenai Transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten


Subang
Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai bagaimana bentuk transparansi
di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, penulis telah menyebarkan kuesioner kepada
responden terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. Data yang diperoleh dari
kuesioner, selanjutnya akan dianalisis guna memperoleh gambaran yang jelas tentang
tanggapan responden mengenai bentuk transparansi tersebut. Tabel di bawah ini
merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.
Tabel 4.12
Jawaban Kuesioner Variabel Y1

Variabel
Y1

Dimensi

Transparan
si

Transparan
si atas
laporan
keuangan

Indikator
Pemahaman
akan
pentingnya
transparansi

No. item
kuesion
er
1

Skor
Skor
yang maksima
dicapa
l
i
91
145

%
62,7
6

Pengungkapa
n hal yang
sifatnya
material
Pengungkapa
n secara
berkala
Kebebasan
memperoleh
informasi

130

145

89,6
6

142

145

97,9
3

Total

124

145

85,5
2

487

580

83,9
7

Sumber : Data primer yang telah diolah

Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y1 (transparansi) sebesar
487 dari skor maksimum sebesar 580 atau mencapai 83,97%. Untuk mengetahui secara
rinci bagaimana transparansi tersebut, di bawah ini akan diuraikan tiap-tiap indikator dari
variabel Y1.
1.

Pemahaman akan pentingnya transparansi


Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 62,76%. Ini menggambarkan
transparansi dalam hal pemahaman akan pentingnya transparansi bahwa responden
mengetahui tujuan dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan
pertanggungjawaban keuangan daerah adalah transparansi.

2. Pengungkapan hal yang sifatnya material


Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 89,66%. Ini
menggambarkan transparansi dalam hal pengungkapan hal yang sifatnya material
bahwa organisasi telah melaporkan hal-hal yang sifatnya material berkenaan dengan
administrasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3.

Pengungkapan secara berkala


Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 97,93%. Ini
menggambarkan transparansi dalam hal pengungkapan secara berkala bahwa
organisasi telah melaporkan pertanggungjawaban keuangannya secara berkala kepada
pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya.

4. Kebebasan memperoleh informasi

Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 85,52%. Ini
menggambarkan transparansi dalam hal kebebasan memperoleh informasi bahwa
stakeholders dapat dengan mudah melihat hal-hal yang dilaporkan dalam laporan
keuangan organisasi.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y1 adalah 487 (91 + 130 + 142 +
124) dan jumlah tersebut termasuk kriteria nilai sesuai (398 491).
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y 1 untuk
29 orang responden, yaitu sebesar 487. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat
pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam
kriteria nilai sesuai, karena berada pada interval 398 491. Artinya, transparansi di RSUD
Kelas B Kabupaten Subang telah sesuai.

4.3.5

Akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang


Untuk mengetahui bentuk akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, maka

dalam penelitian ini digunakan komponen yang terdiri atas:


1. akuntabilitas finansial, meliputi:
a. penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan,
b. penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas.
2. akuntabilitas program, meliputi:
a. tingkat pelaksanaan program,
b. pertimbangan alternatif program.

4.3.6

Tanggapan Responden Mengenai Akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten


Subang
Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai bentuk akuntabilitas di RSUD

Kelas B Kabupaten Subang, penulis telah menyebarkan kuesioner kepada responden terkait
dengan permasalahan yang penulis teliti. Data yang diperoleh dari kuesioner, selanjutnya
akan dianalisis guna memperoleh gambaran yang jelas tentang tanggapan responden

mengenai akuntabilitas. Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang
telah dilakukan penulis.
Tabel 4.13
Jawaban Kuesioner Variabel Y2

Variabel
Y2

Dimensi

Indikator

Akuntabilita
s

Akuntabilita
s finansial

penyajian
segala
aktivitas
organisasi
kepada pihak
yang
berkepentinga
n
penilaian atau
tindak lanjut
terhadap
akuntabilitas

No. item
kuesion
er
1

Total

93,7

93

145

64,1

119

145

4
82,0

Rata-rata
tingkat
pelaksanaan
program
pertimbangan
alternatif
program
Rata-rata

Total

Akuntabilita
s program

Skor
Skor
yang maksima
dicapa
l
i
136
145

212

290

7
73,1

348

435

0
80,0

145

0
77,2

112

4
5

97

145

66,9
0

209

290

72,0

557

725

7
76,8
3

Sumber : Data primer yang telah diolah

Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y2 (akuntabilitas) sebesar
557 dari skor maksimum sebesar 725 atau mencapai 76,83%. Untuk mengetahui secara
rinci bagaimana akuntabilitas tersebut, di bawah ini akan diuraikan tiap-tiap indikator dari
variabel Y2.

1. Penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan


Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 93,79%. Ini menggambarkan
akuntabilitas dalam hal penyajian segala aktivitas kepada pihak yang berkepentingan
bahwa RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah menyajikan dan melaporkan seluruh
kegiatannya terutama yang berkaitan dengan administrasi keuangan kepada pihak yang
berkepentingan.
2. Penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 73,10%. Ini
menggambarkan akuntabilitas dalam hal penilaian atau tindak lanjut terhadap
akuntabilitas bahwa ada koordinasi yang baik antar sub bagian di bidang keuangan dan
bagian lain yang terkait serta terdapat suatu fungsi yang memberikan penilaian objektif
dan independen, khususnya pada bagian keuangan RSUD Subang.
3. Tingkat pelaksanaan program
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 77,24%. Ini menggambarkan
akuntabilitas dalam hal tingkat pelaksanaan program bahwa program yang ditetapkan
telah dilaksanakan sesuai dengan periode waktu yang ditentukan sebelumnya.
4. Pertimbangan alternatif program
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 66,90%. Ini menggambarkan
akuntabilitas dalam hal pertimbangan alternatif program bahwa program yang dipilih dari
beberapa alternatif program yang disetujui oleh pejabat yang berwenang sudah cukup
tepat.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y2 adalah 557 (136 + 93 + 119 +
112 + 97) dan jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai sesuai (496 612).
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y2 dari
29 orang responden, yaitu sebesar 557. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat
pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam
kriteria nilai sesuai, karena berada pada interval 496 612. Artinya, akuntabilitas di RSUD
Kelas B Kabupaten Subang telah sesuai.

4.3.7

Value for Money (VFM) di RSUD Kelas B Kabupaten Subang


Untuk mengetahui konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang,

maka dalam penelitian ini digunakan indikator yang terdiri dari: ekonomi, efisiensi dan
efektivitas.

4.3.8

Tanggapan Responden Mengenai Value for Money (VFM) di RSUD Kelas B


Kabupaten Subang
Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan

penulis.
Tabel 4.14
Jawaban Kuesioner Variabel Y3

Variabel
Dimensi
Y3
Value
Ekonomi
for
dan
money
Efisiensi

Indikator
Alokasi
biaya

No. item
kuesion
er
1

Skor
yang
dicapai
83

Skor
maksima
l
145

57,2

58

145

89

145

40,0

94

145

92

145

61,3

120

145

64,8
3
63,4
5
82,7

Efektivitas

Kualitas
pelayanan

Total

536

870

6
61,6

109

145

1
75,1

94

145

117

145

64,8

10

102

145

3
80,6
9
70,3

Total
Total

422

580

4
72,7

958

1450

6
66,0
7

Sumber : Data primer yang telah diolah

Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y 3 (value for money) sebesar
958 dari skor maksimum 1450 atau mencapai 66,07%. Untuk mengetahui secara rinci
bagaimana value for money tersebut, maka di bawah ini akan diuraikan masing-masing
indikatornya sebagai berikut.
1. Alokasi biaya
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 61,61%. Ini
menggambarkan value for money dalam hal alokasi biaya bahwa biaya/belanja
kebutuhan organisasi terkadang lebih kecil dari yang dianggarkan, sumber daya finansial
digunakan dengan cukup optimal, sumber daya input telah didayagunakan pada tingkat
kapasitas cukup optimal dan penyajian laporan keuangan bermanfaat lebih besar dari
biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan laporan tersebut. Hanya saja, untuk
kuesioner no. 2 persentasenya kecil, yaitu 40%. Hal ini dapat dikarenakan organisasi
tidak pernah melakukan perbandingan antara biaya organisasi dengan biaya dari
organisasi lain yang sejenis, khususnya biaya untuk bagian keuangan, sehingga tidak
dapat diketahui apakah biaya organisasi (RSUD Kelas B Kabupaten Subang) lebih kecil
atau tidak dibanding organisasi lain yang sejenis.
2. Kualitas pelayanan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 72,76%. Ini
menggambarkan value for money dalam hal kualitas pelayanan bahwa sebagian besar
output yang dihasilkan memiliki kontribusi yang besar terhadap pencapaian tujuan

organisasi, program yang telah disusun sering kali mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dan berdampak baik terhadap masyarakat, serta keputusan alokasi sumber
daya publik disesuaikan dengan kualitas output dan dampak yang ditimbulkannya.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y3 adalah 958 (536 + 422) dan
jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai cukup memadai (756 988).
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y3 dari
29 orang responden, yaitu sebesar 958. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat
pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam
kriteria nilai cukup sesuai, karena berada pada interval 756 988. Artinya, konsep value for
money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah cukup sesuai.

4.4

Method of Successive Interval (MSI)


Method of Successive Interval (MSI) digunakan untuk mentransformasi data yang

berskala ordinal ke tingkat interval, sebab untuk menganalisis diperlukan data dengan
ukuran yang paling tidak interval sampai persyaratan menggunakan alat analisis regresi
linear sederhana. Oleh karena itu, seluruh variabel yang berskala ordinal terlebih dahulu
dinaikkan atau ditransformasikan tingkat pengukurannya ke tingkat interval melalui Method
of Successive Interval (MSI). Pengolahan data (terlampir).

4.5

Analisis Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan


Transparansi, Akuntabilitas dan Konsep Value for Money
Dari sejumlah data kuantitatif dan kualitatif yang ada, diperoleh dua variabel yang

dapat diukur yaitu akuntansi keuangan sektor publik sebagai variabel independen atau (X),
transparansi sebagai variabel dependen (Y1), akuntabilitas sebagai variabel dependen (Y2)
dan value for money sebagai variabel dependen (Y3). Untuk selanjutnya data ini dianalisis
menggunakan SPSS versi 12.00.

4.5.1

Analisis Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh


akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan
value for money (Y3). Hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 12.00 dapat dilihat
pada tabel berikut ini.

Tabel 4.15
Output SPSS
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
X

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
10,804
2,259
,101
,056

Standardized
Coefficients
Beta
,329

t
4,782
1,809

Sig.
,000
,082

a. Dependent Variable: Y1

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka


diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y1 = 10,804 + 0,101 X
Artinya bahwa:
Nilai 10,804 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada
akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,101), maka transparansi mencapai nilai 10,804.
Nilai Y1 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar 0,101 memiliki arti bahwa setiap
perubahan satu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh
perubahan variabel Y1 (transparansi) sebesar 0,101. Karena nilai b positif, maka setiap
perubahan (pertambahan atau pengurangan) variabel akuntansi keuangan sektor publik,
akan diimbangi pula dengan perubahan (pertambahan atau pengurangan) tingkat
transparansi.

Coefficientsa

Model
1

(Constant)
X

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
1,655
2,365
,431
,059

Standardized
Coefficients
Beta
,817

t
,700
7,367

Sig.
,490
,000

a. Dependent Variable: Y2

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka


diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y2 = 1,655 + 0,431 X
Artinya bahwa:
Nilai 1,655 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada
akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,431), maka akuntabilitas mencapai nilai 1,655.
Nilai Y2 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar = 0,431 memiliki arti bahwa setiap
perubahan satu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh
perubahan variabel Y2 (akuntabilitas) sebesar 0,431. Karena nilai b positif, maka setiap
perubahan baik pertambahan atau pengurangan variabel akuntansi keuangan sektor publik,
akan diimbangi dengan pertambahan atau pengurangan tingkat akuntabilitas.
Coefficientsa

Model
1

(Constant)
X

Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
3,668
6,433
,613
,159

Standardized
Coefficients
Beta
,595

t
,570
3,850

Sig.
,573
,001

a. Dependent Variable: Y3

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka


diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y3 = 3,668 + 0,613 X
Artinya bahwa:
Nilai 3,668 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada
akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,613), maka value for money mencapai nilai 3,668.

Nilai Y3 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar = 0,613 memiliki arti bahwa setiap
perubahan suatu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh
perubahan variabel Y3 (value for money) sebesar 0,613. Karena nilai b positif, maka setiap
pertambahan atau pengurangan variabel akuntansi keuangan sektor publik, akan diimbangi
dengan pertambahan atau pengurangan tingkat value for money.

4.5.2

Pengujian Hipotesis (Uji t)


Pengujian hipotesis (uji t) digunakan untuk mengambil keputusan H 0 ditolak atau Ha

diterima mengenai pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi
(Y1), akuntabilitas (Y2) dan value for money (Y3) yang membandingkan antara thitung dengan
ttabel.
Adapun hipotesis uji t adalah sebagai berikut:
a. H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh

terhadap transparansi (Y1) secara signifikan.


H1 = Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

transparansi (Y1) secara signifikan.


b. H0

Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh

terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


H1 = Akuntansi

keuangan

sektor

publik

(X)

memiliki

pengaruh

terhadap

akuntabilitas (Y2) secara signifikan.


c. H0 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap
value for money (Y3) secara signifikan.
H1 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for
money (Y3) secara signifikan.
Berdasarkan tabel hasil perhitungan analisis regresi linier sederhana di atas dengan
menggunakan SPSS versi.12.00, maka diperoleh thitung untuk hipotesis (a) = 1,809; hipotesis
(b) = 7,367; dan hipotesis (c) = 3,850. Dengan df = n 2 = 29 2 = 27 dan = 5%, didapat

ttabel sebesar 2,052. Berdasarkan hasil perhitungan uji t dapat diketahui bahwa dari ketiga
hipotesis tersebut, dua diantaranya memiliki thitung > ttabel, yaitu hipotesis (b) dimana 7,367 >
2,052 dan hipotesis (c) dimana 3,850 > 2,052. Sedangkan hipotesis (a) memiliki nilai t hitung <
ttabel, yakni 1,809 < 2,052. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk hipotesis (b)
dan (c) H0 ditolak dan H1 diterima. H0 ditolak memiliki arti bahwa akuntansi keuangan sektor
publik (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap: akuntabilitas (Y 2) dan value for
money (Y3). Sebaliknya untuk hipotesis (a), dimana H0 diterima dan H1 ditolak. H0 diterima
memiliki arti bahwa akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap transparansi (Y1).

4.5.3

Analisis Koefisien Determinasi


Perhitungan koefisien determinasi diperlukan untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini, variabel
bebasnya (X) adalah akuntansi keuangan sektor publik, sedangkan variabel terikat (Y) terdiri
dari: transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan konsep value for money (Y3). Dengan
mengetahui nilai koefisien determinasi, maka dapat dihitung besarnya pengaruh akuntansi
keuangan sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money.
Dengan bantuan SPSS versi 12.00, maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (R
square) seperti pada tabel di bawah ini:
Koefisien determinasi (a)
Model Summary
Model
1

R
,329a

R Square
,108

Adjusted
R Square
,075

a. Predictors: (Constant), X

Koefisien determinasi (b)

Std. Error of
the Estimate
1,51447

Model Summary
Model
1

R
,817a

R Square
,668

Adjusted
R Square
,655

Std. Error of
the Estimate
1,58571

a. Predictors: (Constant), X

Koefisien determinasi (c)


Model Summary
Model
1

R
,595a

R Square
,354

Adjusted
R Square
,331

Std. Error of
the Estimate
4,31218

a. Predictors: (Constant), X

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi di atas, diperoleh nilai koefisien


determinasi (a) sebesar 10,8%. Koefisien determinasi (a) menunjukkan besarnya pengaruh
akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi (Y1). Artinya, pengaruh
akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi sebesar 10,8%. Sedangkan
sisanya sebesar 89,2% merupakan faktor lain yang mempengaruhi transparansi.
Nilai

koefisien

determinasi

(b)

sebesar

66,8%.

Koefisien

determinasi

(b)

menunjukkan besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap


akuntabilitas (Y2). Artinya,

pengaruh akuntansi keuangan

sektor

publik terhadap

akuntabilitas sebesar 66,8%. Ini menunjukkan bahwa akuntansi keuangan sektor publik
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap akuntabilitas. Sedangkan sisanya
sebesar 33,2% merupakan faktor lain yang mempengaruhi akuntabilitas.
Nilai

koefisien

determinasi

(c)

sebesar

35,4%.

Koefisien

determinasi

(c)

menunjukkan besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap value for
money (Y3). Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap value for money
sebesar 35,4%. Sedangkan sisanya sebesar 64,6% merupakan faktor lain yang
mempengaruhi value for money.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi transparansi, akuntabilitas dan value for
money dapat dikarenakan penerapan akuntansi manajemen dan sistem pengendalian
manajemen serta audit sektor publik pada organisasi/lembaga-lembaga publik.

5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh akuntansi
keuangan sektor publik terhadap perwujudan transparansi, akuntabilitas dan konsep value
for money, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Akuntansi keuangan sektor publik di mata responden dinilai telah sangat sesuai, hal ini
dapat dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 1268 yang berada pada interval 1222
1454 atau mencapai 87,45%. Skor ini mengindikasikan bahwa penerapan akuntansi
keuangan sektor publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang sudah sangat sesuai,
dilihat dari segi: penyusunan laporan keuangan, sistem pencatatan, pengelompokan dan
pengikhtisaran, serta pelaporan, dasar akuntansi yang digunakan telah sesuai dengan
standar akuntansi yang diberlakukan untuk organisasi sektor publik di Indonesia, seperti:
PP No. 24 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006. Penggunaan
teknik/metode akuntansinya pun digunakan secara konsisten dari waktu ke waktu.
2.

Transparansi di mata responden dinilai telah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari
total jawaban kuesioner sebesar 487 yang berada pada interval 398 491 atau
mencapai 83,97%. Ini menunjukkan bahwa karyawan cukup memahami akan
pentingnya transparansi, organisasi telah mengungkapkan hal-hal yang sifatnya
material, melaporkan pertanggungjawaban keuangan secara berkala serta adanya
kemudahan memperoleh informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.

3.

Akuntabilitas di mata responden dinilai telah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari
total jawaban kuesioner sebesar 557 yang berada pada interval 496 612. atau
mencapai 76,83%. Ini menunjukkan bahwa organisasi telah akuntabel dari segi
pelaporan dan penyajian laporan keuangan terkait dengan administrasi keuangan
kepada stakeholders, adanya koordinasi yang baik antar sub bagian, adanya fungsi
yang memberikan penilaian objektif dalam organisasi, pelaksanaan program yang sesuai

dengan rencana dan penggunaan alternatif program yang tepat untuk mencapai tujuan
organisasi.
4.

Value for money di mata responden dinilai telah cukup sesuai. Hal ini dapat
dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 958 yang berada pada interval 756 988
atau mencapai 66,07%. Ini menunjukkan bahwa organisasi telah menjalankan
aktivitasnya dengan cukup ekonomi, efisien dan efektif. Hanya saja, berdasarkan hasil
pengolahan data kuesioner pada salah satu item indikator alokasi biaya, diperoleh
persentase hanya sebesar 40%. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden
tidak mengetahui apakah biaya organisasi lebih kecil atau tidak daripada biaya
organisasi lain yang sejenis, khususnya untuk bagian keuangan. Hal ini dapat
dikarenakan organisasi tidak atau belum pernah melakukan perbandingan antara biaya
organisasi dengan biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan.

5.

Berdasarkan hasil uji t dengan menggunakan SPSS, dengan df = 27 dan =


5%, diperoleh nilai thitung untuk hipotesis (a) = 1,809; hipotesis (b) = 7,367; dan hipotesis
(c) = 3,850. Sedangkan nilai ttabel = 2,052. Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan
ttabel, dapat diketahui bahwa dari ketiga hipotesis tersebut, hanya hipotesis (b) dan (c)
saja yang memiliki thitung > ttabel, yaitu 7,367 > 2,052 dan 3,850 > 2,052. Artinya bahwa
akuntansi keuangan sektor publik berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas dan
value for money. Sedangkan hipotesis (a) memiliki thitung < ttabel, yaitu 1,809 < 2,052 yang
artinya bahwa akuntansi keuangan sektor publik tidak berpengaruh signifikan terhadap
transparansi. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi, diperoleh nilai R
square X terhadap Y1 sebesar 10,8%. Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor
publik terhadap transparansi sebesar 10,8%. Nilai R square X terhadap Y2 sebesar
66,8%. Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas
sebesar 66,8%. Sedangkan nilai R square X terhadap Y3 sebesar 35,4%. Artinya,
pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap value for money sebesar 35,4%.
Jadi, dapat dikatakan bahwa akuntansi keuangan sektor publik memiliki pengaruh yang
paling besar terhadap akuntabilitas publik. Adapun faktor lain yang mempengaruhi

transparansi, akuntabilitas dan value for money dikarenakan penerapan akuntansi


manajemen dan sistem pengendalian manajemen serta audit sektor publik pada
organisasi/lembaga-lembaga publik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba
Empat.
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: Grasindo.
Deddi Nordiawan. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Eriana Kartadjumena, dkk. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Bandung: Universitas Widyatama.

Harun. 2009. Reformasi Akuntansi Dan Manajemen Sektor Publik Di Indonesia. Jakarta:
Salemba Empat.
Indra Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. 2005. PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: KSAP.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Mardiasmo. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Muh. Arief Effendi. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan
Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Wahana Komputer. 2004. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS Versi 12.0. Semarang:
Andi Semarang.
www.bappenas.go.id
www.bppk.depkeu.go.id
www.ntb.depag.go.id
www.pusdiklatwas.bpkp.go.id
www.subang.go.id

Anda mungkin juga menyukai