Anda di halaman 1dari 4

A.

Sel Endotel
Sel endotel merupakan pembatas antara darah dan rongga ekstravaskular.
Pada keadaan normal, SE merupakan permukaan yang tidak lengket sehingga
dapat mencegah koagulasi, adhesi sel dan kebocoran cairan rongga
intravascular. SE juga berperan dalam pengaturan tonus vascular dan perfusi
jaringan melalui penglepasan komponen vasodilator (prostasiklin/PGI,
adenosine dan EDRF) dan komponen vasokonstriksi (endotelin). Bila sel
endotel rusak, sifat antikoagulasi akan hilang dan membrane sel terpajan,
sehingga menimbulkan agregasi trombosit dan leukosit.
B. Molekul adhesi-migrasi leukosit
Interaksi adhesi diatur oleh ekspresi permukaan sel yaitu molekul adhesi
serta ligan/reseptor-reseptornya. Ikatan leukosit dan SE diawali oleh ekspresi
L-selektin pada permukaan leukosit, P-selektin dan E-selektin pada
permukaan SE, dengan reseptornya berupa hidrat arang. Interaksi ini
memungkinkan terjadi marginasi leukosit sepanjang dinding vascular di
tempat inflamasi.
Penglepasan mediator inflamasi meningkatkan molekul adhesi baik pada sel
inflamasi (neutrofil, monosit) maupun pada SE. Hal tersebut meningkatkan
adhesi, perubahan arus darah, marginasi dan migrasi sel-sel seperti neutrofil,
monosit dan eusinofil ke pusat inflamasi. Migrasi sel-sel inflamasi tersebut
juga diarahkan oleh faktor-faktor kemotatik yang diproduksi berbagai sel,
mikroba, komplemen dan sel mast.
Sel-sel yang masuk ke tempat lesi akan melepas produknya yang
meneruskan perjalanan proses inflamasi dan kadang menimbulkan kerusakan
jaringan akibat penglepasan oksigen reaktif. IL-1 dan TNF- , juga
endotoksin meningkatkan ekspresi molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1 pada
permukaan SE yang berinteraksi dengan ligannya pada permukaan leukosit
(ICAM-1 mengikat LFA-1, VCAM-1 mengikat VLA-4). Perubahan produksi PGI
dan endotelin mempunyai pengaruh terhadap perfusi.
Faktor kemotatik neutrofil
Kemotaksin
Sumber
fMet-Leu-Phe
Bakteri
Endotoksin
Bakteri
C5a, Ba

Komplemen

LTB4

Asam
arakidonat
Fibrinogen
Sel mast

Fibrinopeptida
Histamin
PAF
ECF

Sel
mast,
neutrofil
Sel mast

Efek
Kemotatik untuk eosinofil dan makrofag
Mengaktifkan komplemen (jalur alternative)
yang menghasilkan C5a
Degranulasi neutrofil: juga kemotatik untuk
eosinofil dan makrofag
Produk jalur lipoksigenase, juga menarik
eosinofil dan makrofag
Menimbulkan aktivasi jalur fibrinolitik
Kemotatik;
juga
meningkatkan
permeabilitas vascular
Agregasi
trombosit
dan
memacu
penglepasan serotonin dan histamine
Degranulasi yang melepas peptide

IL-8

Makrofag

Menginduksi migrasi sel ke lokasi inflamasi

C. Ekstravasasi leukosit
Segera setelah timbul respons inflamasi, berbagai sitokin dan mediator
inflamasi lainnya bekerja terhadap endotel pembuluh darah lokal berupa
peningkatan ekspresi CAM (Cell Adhesion Molecule). Neutrofil merupakan sel
pertama yang berikatan dengan endotel pada inflamasi dan bergerak keluar
vascular. Ekstravasasi neutrofil dapat dibagi dalam 4 tahap: menggulir,
aktivasi oleh rangsangan kemoatraktan, menempel/adhesi dan migrasi
transendotel.
Marginasi
Fase I Penambatan dan menggulir
Interaksi lemah antara:
Selektin-L
yang
diekspresikan
pada leukosit
Selektin P dan E yang diinduksi
pada sel endotel
Fase II Aktivasi dan penguatan
Induksi
cepat
integrin
pada
leukosit dan CD11a:CD18 pada
neutrofil
Integrin berikatan dengan ICAM
yang diekspresikan pada sel
endotel
Phase II diperantai kemokin

Marginasi dan ekstravasasi neutrofil


Ekstravasasi
Sinyal
activator
selanjutnya
menghasilkan
perubahan
konformasional pada leukosit
Metaloprotease
digunakan
untuk
melepas sel dari endotel sebelum
penetrasi membrane basal endotel.

Di tempat infeksi, makrofag yang menemukan mikroba melepas sitokin (TNF


dan IL-1) yang mengaktifkan sel endotel sekitar venul untuk memproduksi
selektin (ligan integrin dan kemokin). Selektin berperan dalam pengguliran
neutrofil di endotel. Integrin berperan dalam adhesi neutrofil, kemokin
mengaktifkan neutrofil dan merangsang migrasi melalui endotel ke tempat
infeksi. Monosit darah dan sel T yang diaktifkan menggunakan mekanisme
yang sama untuk bermigrasi ke tempat infeksi.
Terminasi-Respons Perbaikan
Respons inflamasi akut dikontrol oleh sitokin anti-inflamasi (IL-4, IL-10 dan
TGF- ), reseptor sitokin yang larut seperti sIL-1, sTNF- R, sIL-6R, sIL12R, produk sistem endokrin seperti kortikosteroid, kortikotropin dan aMSH.
Kortikosteroid dikenal sebagai anti inflamasi dan dapat mencegah produksi
hampir semua mediator pro-inflamasi dan aMSH, menurunkan suhu, sintesis
IL-2 dan Prostaglandin. Kortikotropin mencegah aktivasi makrofag dan
sintesis IFN- .

NP, somatostatin dan VIP menekan inflamasi dengan mencegah proliferasi


dan migrasi sel. Bila fase inflamasi sudah dinetralkan oleh molekul antiinflamasi, penyembuhan jaringan dimulai dengan melibatkan berbagai sel
seperti fibroblast dan makrofag. Sel-sel tersebut memproduksi kolagen yang
diperlukan untuk perbaikan jaringan.
Sifat penyembuhan yang disebabkan oleh cedera tergantung dari luas
kerusakan jaringan dan jenis jaringan yang cedera. Jaringan dapat ditandai
sebagai labil (berubah-ubah terus), stabil (berproliferasi bila dirangsang) dan
permanen (sel tidak dapat memperbaiki diri sendiri). Bila sudah tidak ada
pemusnahan sel dalam jaringan semua jaringan kembali ke keadaan normal
melalui resolusi respons inflamasi. Bila terjadi pemusnahan sel jaringan
permanen hanya dapat sembuh dengan pembentukan parut. Jaringan yang
labil dan stabil dapat sembuh melalui generasi bila kerusakan tidak berat dan
jaringan dibawahnya tidak rusak.
Perubahan Jaringan setelah Inflamasi
Perubahan jaringan setelah inflamasi adalah degenerative dan proliferative.
Perubahan degenerative
Perubahan
degenerative
pada
pulpa
pat
fibrus,
resorptif
atau
kalsifik/mengapur. Bila degenerasi berlanjut, akan terjadi nekrosis, terutama
bila terjadi thrombosis pembuluh darah, atau bila leukotoksin dilepaskan
yang disebabkan oleh suatu kerusakan pada sel jaringan. Bentuk lain
degenerasi ada supurasi. Jika sel polimorfonuklear terbuka, maka akan
menghasilkan enzim proteolitik dengan menghasilkan pencairan jaringan
mati. Proses ini adalah supurasi atau pembentukan nanah. Diperlukan tiga
syarat untuk supurasi: (1) nekrosis sel jaringan; (2) jumlah cukup leukosit
polimorfonuklear; (3) pencernaan benda yang telah mati oleh enzim
proteolitik. Bila reaksi tidak cukup besar, karena iritannya lemah, maka akan
menghasilkan eksudat yang terutama terdiri dari serum, limfa dan fibrin
(eksudat virus).
Semua sel mati, terutama sel polimorfonuklear, melepaskan enzim
proteolitik. Dengan jalan ini, suatu abses terbentuk karena enzim tidak saja
mencerna leukosit, tetapi juga jaringan mati terdekat. Tidak perlu
mikroorganisme untuk perkembangan suatu abses. Misalnya, suatu abses
steril dapat terjadi karena iritasi kimiawi atau fisis tanpa adanya
mikroorganisme.
Perubahan Proliferatif
Perubahan proliferative disebabkan oleh iritan yang cukup ringan untuk
bertindak sebagai stimulant. Di dalam daerah yang sama, suatu zat dapat
berupa suatu iritan atau suatu stimulant, seperti misalnya kalsium hidroksida
dan pengaruhnya pada jaringan di dekatnya. Di pusat daerah inflamatori,
iritasi dapat cukup kuat untuk menyebabkan degenerasi atau kerusakan,
sedangkan pada periferi, iritan dapat cukup ringan untuk merangsang
proliferasi. Umumnya bila jaringan dalam keadaan berdekatan (aposisi),
seperti dalam kasus suatu insisi untuk reseksi akar, akan terjadi perbaikan

fibroblastic. Bila terdapat suatu celah di antara kedua bagian, perbaikan


dibuat dengan jaringan granulasi. Jaringan granulasi tahan terhadap infeksi.
Sel-sel pokok perbaikan adalah fibroblast yang terletak di bawah jaringan
fibrus selular. Pada beberapa kasus, serabut kolagen dapat diganti, kemudian
terbentuk jaringan aselular padat. Pada tiap kasus, hasilnya adalah perbaikan
fibrus. Tulang yang rusak tidak selalu diganti oleh tulang baru, tetapi dapat
diganti oleh jaringan fibrus.
Sumber:
Grossman, Louis I. dkk.1995.Ilmu Endodontik dalam Praktek.Jakarta:EGC
Baratawidjaja, Karnen Garna dan Iris Rengganis.2013.Imunologi Dasar
Ed.10.Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai