Anda di halaman 1dari 7

PROVINSI

SULAWESI
PEMERINTAHANNYA

TENGGARA

DAN

PERKEMBANGAN

Lahirnya orde baru, maka seluruh lembaga-lembaga pemerintahan dari pusat


sampai daerah diadakan dari disesuaikan dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Hal ini dicantumkan dalam Ketetapan MPR-RI No. X/MPRS/1996 tanggal 5
Juli 1966 tentang kedudukan semua lembaga-lembaga negara tingkat pusat dan
daerah pada posisi dan fungsi dalam UUD 1945. Kemudian dikeluarkan pula ketetapan
No. XXI/MPRS/1966 tanggai 5 Juli 1966 tentang pembinaan otonomi seluas-luasnya
kepada daerah.
Landasan pokok pelaksanaan pemerintahan di daerah-daerah yaitu UU No. 18
Tahun 1965, setelah G.30 S/PKI, kemudian diganti dengan UU No. 5 Tahun 1974
tentang pokok-pokok pemerintahan daerah yang hingga saat ini tetap dilaksanakan.
Dengan pelaksanaan UU No. 5 1974 nampak terlihat adanya kestabilan politik dan
ekonomi dalam rangka wilayah ketertiban terpelihara. Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Sulawesi Tenggara tetap berpedomar pada UU No. 5 Tahun 1974 tentang
susunan organisasi dan tata kerja sekretariat wilayah daerah Propinsi Sulawesi
Tenggara, sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 1981 yang disahkan oleh Menteri Dalam
Negeri tanggal 29 April 1981 No. 3 Tahun 1981, Keputusan Mendagri No. 061.341.54418.
Dengan terkendalinya keamanan wilayah Sulawesi Tenggara, sesuai Perda No.
3 Tahun 1981 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1981 No. 3
Tahun 1981, Keputusan Mendagri No. 061.341.54-418.
Dengan

terkendalinya

keamanan

wilayah

Sulawesi

Tenggara,

mulailah pemerintahan secara teratur sejak terbentuknya propinsi ini.

maka
Secara

kronologis periode pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pemerintahan Gubernur J. Wayong (1964-1965)


Sejak kelahiran Propinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 27 April 1964,
Gubernur dijabat oleh J. Wayong dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1964.
Beliau sebagai peletak dasar pemerintahan di Propinsi Sulawesi Tenggara. Dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang otonomi J. Wayong sebagai gubernur

pertama untuk Propinsi Daerah Tingkai I Sulawesi Tenggara dibantu pula oleh suatu
lembaga yang disebut Badan Pemerintahan Harian (BPIJ). J. Wayong segera
melakukan langkah-langkah yang diperlukan baik dalam konsolidasi di bidang
pemerintahan maupun usaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Namun belum
banyak yang bisa beliau lakukan sebab dia hanya mempunyai satu tahun untuk
memangku jabatan. Berakhirnya masa jabatan J. Wayong pada tanggal 18 Juli 1965.
Pengganti gubernur saat itu adalah La Ode Hadi.

2. Pemerintahan Gubernur La Ode Hadi (1965-1966)


Gubernur kedua Propinsi Sulawesi Tenggara adalah La Ode Hadi, diangkat
berdasarkan Keputusan Presiden No. 140 Tahun 1965 tanggal 24 Mei 1965. Pada
masa pemerintahan Gubernur La Ode Hadi ditandai dengan pertentangan antara
golongan

dan

diwarnai

dengan

kekacauan

di

bidang

ekonomi

sehingga

pemerintahannya menghadapi kenyataan yang benar-benar sulit. Yacob Silondae yang


saat itu sebagai wakil Gubernur ,memepis persepsi banyak kalangan terhadap
keterlibatannya atas tergulingnya La Ode Hadi sebagai Gubernur, lebih lanjut ia
mengatakan bahwa terbukti bukan dirinya yang menjadi Gubernur tetapi Edy Sabara
dan masa itu tentara sangat medominasi peta perpolitikan.
Dalam kepemimpinan La Ode Hadi lahirlah Undang-Undang No. 18 Tahun 1965
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 19 Tahun 1965
tentang Desa Praja. Undang-Undang No. 18

tersebut merupakan suatu produk

legislatif yang lahir di saat memuncaknya penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD
1945, teristimewa di dalam bidang pemerintahan dimana keadaan pada saat itu
dipengaruhi oleh situasi masyarakat yang mengarah kepada politik. Ikut sertanya rakyat
dalam bidang pemerintahan tidak hanya nyata dalam DPRD sebagai penyalur aspirasi
rakyat, akan tetapi meluas memasuki tubuh eksekutif dalam bentuk pemerintahan
kolegial, yakni adanya Badan Pemerintahan Kolegial (BPK).
Walaupun kedudukan BPK hanya sebagai pembantu kepala daerah, lembaga ini
memegang posisi strategis yang secara pasti tidak terlepas dari aspirasi politik
golongan yang diwakili sesuai dengan komposisinya. Keadaan ini secara otomatis
menciptakan kompartementasi pengkotak-kotakan ideologi politik dalam struktur

pemerintahan daerah, yang pada gilirannya mengakibatkan rusaknya kekompakkan


aparatur serta menurunnya dedikasi dan loyalitas kepada pemerintahan dan negara.
Bersamaan dengan itu dilakukan pula tindakan pembersihan baik di dalam tubuh
pemerintahan daerah maupun dalam lingkungan organisasi politik dan masyarakat.
Maka ketika Gubernur La Ode Hadi mengakhiri masa jabatannya pada tahun 1967
Sulawesi Tenggara sudah dapat dikatakan seratus persen bersih dari sisa-sisa komunis
dan momentum ini dijadikan sebagai kesempatan untuk membangun Sulawesi
Tenggara dalam mengcjar ketertinggalan dari daerah lainnya khususnya Sulawesi
Selatan.

3. Pemerintahan Gubernur Edi Sabara (1966-1978)


Bertolak dari carateker Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara,
Brigjen Edi Sabara ditetapkan sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Gubernur
dengan Keputusan Presiden RI No. 42 tahun 1967 tanggal 1 April 1967, dan setelah
DPR-GR Propinsi Gubernur bersidang, menetapkan Edi Sabara terpilih sebagai
gubernur definitif dengan Keputusan Presiden No. 55 tahun 1967 pada tanggal 24 April
1967 sebagai gubernur

ketiga (Monografi, 1977 : 29).

Gubernur Kepala Daerah T'ngkat I, Edi Sabara dengan tekad membangun


Sulawesi Tenggara sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka dengan itu
beliau

mengambil

suatu

langkah-langkah

untuk

melaksanakan

sebaik-baiknya

kebijakan nasional baik yang tertuang dalam GBHN, trilogi Pembangunan, Panca Krida
Kabinet Pembangunan IV dan V, delapan sukses dan delapan jalur pemerataan untuk
diterapkan

di

Propinsi

Sulawesi

Tenggara.

Dimana

langkah-langkah

tersebut

berpedoman pada prinsip "pusat adalah pusatnya daerah dan daerah adalah
daerahnya pusat".
Kebijaksanaan pembangunan daerah Sulawesi Tenggara seperti yang tertuang
dalam pola dasar pembangunan Propinsi/Daerah Tingkat I Sultra dilaksanakan
berdasarkan pedoman yang sejalan dan seirama dengan kebijaksanaan nasional.
Dalam kepemimpinan yang merakyat tapi tegas Gubernur Edi Sabara tidak menemui
kesulitan yang berani dalam usahanya memacu pembangunan sejaian dengan
pelaksanaan Repelita I yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.

Keberhasilannya membangun Propinsi Sulawesi Tenggara, Edi Sabara kembali


mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat dan masyarakat Sulawesi Tenggara
menjadi Gubernur untuk periode yang kedua kalinya hingga tahun 1978.

4. Pemerintahan Gubernur Drs. Abdullah Silondae (1978-1982)


Gubernur Kepala Daerah Tingkal I Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 178-1982
adalah Drs. Abdullah Silondae sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara yang keempat
berdasarkan Keputusan Presiden No PEM 7/18/39 tanggal 19 Juni 1978. Pelantikan
dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 1978 oleh Menko Polkam, M. Panggabean.
Berhubung Drs. Abdulah Silondae adalah salah satu konseptor penyusunan
rancangan

perencanaan

program

pembangunan

daerah

Sulawesi

Tenggara

"pernanfaatan tanah dan air" tersebut pada Repelita I dan II dalam melanjutkan
perencanaan pembangunan dan berfokus pada sumber daya manusia dengan
memperbanyak pembangunan sarana pendidikan mulai dari tingkat SD, menengah
pertama

dan

atas

pendidikan/pelatihan

hingga

perguruan

keterampilan

yang

tinggi

tersebar

termasuk
mulai

dari

lembaga-lembaga
ibukota

propinsi,

kabupaten/kota dan kecamatan/desa di Propinsi Sulawasi Tenggara.


Dari perjuangan yang gigih dari Gubernur Drs. Abdullah Silondae, maka pada
bulan Agustus 1981 oleh pemerintah diresmikan berdirinya Universitas Haluoleo di
Kendari ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara.
Universitas Haluoleo (Unhalu) tersebut merupakan dambaan dan perjuangan
masyarakat Sulawesi Tenggara sejak tahun 1950-an/1960-an yang merupakan paket
perjuangan masyarakat Sulawesi Tenggara kepada pemerintah pusat untuk mengakui
dan menetapkan daerah Sulawesi Tenggara menjadi salah satu propinsi. Dasar
perjuangan masyarakat Sulawesi Tenggara tersebut karena potensi SDM, SDA, luas
wilayah

dan

dinamika

masyarakat

semakin

meningkat

sebagai

pelaksanaan

pembangunan semesta 4 tahun pertama.


Guna mewujudkan rencana pembangunan tersebut pertengahan tahun 1980
Menteri PU mengadakan kunjungan kerja di Propinsi Sulawesi Tenggara didampingi
oleh gubernur dan pejabat instansi melakukan peninjauan langsung ke lapangan.

Dimulai dari jalur lingkar Pulau Buton, Pulau Muna dan lingkar daratan Sulawesi
Tenggara.

5. Pemerintahan Gubernur Ir. H. Alala (1982 - 1987)


Pada masa pemerintahan Ir. H. Alala menitikberatkan pembangunan dan
mencanangkan pendekatan dan strategi pembangunan wilayah pedesaan yang
dinamakan GERSAMATA" yang meliputi :
1) Peningkatan produksi sektor pertanian dalam arti luas.
2) Penyediaan dan peningkatan prasarana, sarana fisik dan sosial ekonomi.
3) Pengembangan dan penerapan teknologi pedesaan.
4) Peningkatan kualitas lingkungan hidup.
5) Peningkatan kualitas hidup manusia atau masyarakat pedesaan.
Dari lima sasaran pokok tersebut di atas bahwa titik pembangunan diletakkan
pada sektor pertanian dalam arti luas. Bidang-bidang dan sektor-sektor pembangunan
lainnya sejalan dengan hasil-hasil yang telah tercapai dalam sektor-sektor tersebut.
Gerakan Desa Makmur Merata (GERSAMATA) dalam pembangunan lebih
diarahkan ke daerah pedesaan, mengingat di sanalah terdapat potensi daerah yang
sangat kaya dengan SDA, khususnya pada sektor pertanian dalam arti luas.
Program pembangunan GERSAMATA sangat berhasil untuk membangun
wilayah pedesaan yang ditandai dengan peningkatan produksi pertanian mulai dari
tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.
Kemajuan
meningkatnya

yang

terlihat

pendapatan

dan

dari

program

GERSAMATA

kesejahteraan

masyarakat

tersebut

dengan

pedesaan

yang

menimbulkan multiplayer effect sangat besar, dimana peningkatan daya beli


masyarakat di daerah perkotaan, peningkatan efektivitas ekonomi masyarakat di
berbagai bidang, kemampuan masyarakat dalam membayar pajak meningkat yang
pada

akhirnya

dapat

meningkatan

pendapatan

asli

daerah

pembangunan di wilayah Sulawesi Tenggara.

6. Pemerintahan Gubernur Drs. La Ode Kaimuddin (1992 - 2002)

bagi

kemajuan

Untuk membangun Sulawesi Tenggara secara keseluruhan Gubernur

Drs. H.

La Ode Kaimuddin mencanangkan program "Pemberdayaan Ekonomi Rakyat melalui


Aplikasi Strategi Lima Sehat Empat Penyempurnaan" yang dikeluarkan dengan
keputusan DPRD Propinsi Sulawesi Tenggara, Perda No. 13 Tahun 1998 dan
Keputusan Gubernur No. 21 Tahun 1999.
Pemberdayaan

ekonomi

rakyat

senantiasa

menjadi

perhatian

dalam

pembangunan sepanjang masa, karena misi pemberdayaan ekonomi rakyat lahir dari
kegagalan pendekatan pembangunan yang bersifat top down. Pemberdayaan
ekonomi rakyat merupakan suatu misi pembangunan yang memadukan antara
pertumbuhan dan pemerataan. Oleh karena itu keseluruhan dari penyelenggaraan
sistem pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Propinsi
Sulawesi Tenggara harus diarahkan pada program-program yang mampu untuk
memberdayakan ekonomi rakyat Sulawesi Tenggara.
Penerapan ekonomi rakyat dalam pembangunan memerlukan berbagai
kebijakan. Dimana kebijakan yang tertuang dalam program-program pembangunan
sektoral dan spasial, baik secara langsung maupun tidak langsung dirancang untuk
turut memecahkan lima masalah utama pembangunan yang ada di Sulawesi Tenggara
yang berhubungan langsung dengan pemberdayaan ekonomi rakyat saat ini yakni
kemiskinan akibat ketimpangan distribusi pendapatan, daya serap wilayah yang masih
rendah, pengangguran, SDM yang masih rendah dan sikap hidup yang belum
menghargai disiplin. Olehnya itu perlunya pemerintah daerah dan segenap aparatur
pemerintahan dan seluruh lapisan masyarakat memberdayakan potensi yang
dimilikinya untuk pelaksanaan pembangunun yang ada di Sulawesi Tenggara rnenuju
masyarakat yang sejahtera.

7. Pemerintahan Gubernur Ali Mazi, SH (Periode 2003 - 2008)


Program pemerintahan Gubernur Ali Mazi sinergik dengan program-program
gubernur sebelumnya yaitu mengedepankan ekonomi rakyat Sulawesi Tenggara yang
dikenal dengan konsep Stelsel Masyarakat Sejahtera (SMS) Menuju Sultra Raya 2020.
Dalam konsep ini ada 4 pendekatan pembangunan Sultra Raya 2020 yaitu :
1. Pembangunan sebagai proses perubahan kebudayaan dan peradaban;

2. Pembangunan berporos kepentingan sosial-ekonomi kerakyatan;


3. Pembangunan berbasis investasi;
4. Pembangunan birokrasi.
Strategi pembangunan Sultra Raya 2020 :
1. Pembangunan sebagai proses perubahan kebudayaan dan peradaban :
(1) Saintifikasi kehidupan religiusitas masyarakat;
(2) Pendidikan keunggulan yang berorientasi sains, teknologi dan ekonomi (SAINTEK);
(3) Kesehatan dan kesejahteraan sosial untuk semua dan bersama;
2. Pembangunan yang berporos kepentingan sosial-ekonomi kerakyatan :
(4) Stelsel Masyarakat Sejahtera (SMS);
(5) Desa sebagai Badan Hukum Milik Masyarakat (BHMM Desa);
(6) Redistibusi asset dan faktor produksi untuk rakyat;
3. Pembangunan yang berbasis investasi :
(7) Penarikan investasi domestik dan internasional;
(8) Skim Pengembalian Anggaran dan Bunga/Repayment of Fund and Interest
(PAB/ROFI);
4. Meritokrasi Birokrasi :
(9) Double layer bureaucracy;
(10) Kesejahteraan Pegawai; dan
(11) Desentralisasi fiskal serta produserasi kebijakan, program dan anggaran antar
Pemerintah Daerah (Sultra Development Board).

Sumber : http://lapatuju.blogspot.co.id/2013/02/sejarah-berdirinya-propinsisulawesi.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tenggara
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Konawe_Selatan
https://id.wikipedia.org/wiki/Moramo_Utara,_Konawe_Selatan
http://www.sultraprov.go.id/2_visi_dan_misi.html

Anda mungkin juga menyukai