Anda di halaman 1dari 20

About

Sitemap
Contact
Tulisan

MENGEJA(R)ASA
MENGEJAR ASA, MENGEJA RASA

HOME
ARSIP

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

LIFE DAILY

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

o
o
o
o

PENDIDIKAN

o
o
o
o
o
o
o
o

DOWNLOAD

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

TULISAN
Search...

Mengeja(r)asa evaluasi pendidikan biologi materi kuliah pendidikanperencanaan


pembelajaran Makalah Taksonomi Pendidikan Bloom

MAKALAH TAKSONOMI PENDIDIKAN


BLOOM
WAWAN LISTYAWAN EVALUASI PENDIDIKAN BIOLOGI MATERI
KULIAH PENDIDIKANPERENCANAAN PEMBELAJARAN

Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang


kemudian disusul oleh lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam
kesadaran para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum
proses belajar mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan
kepada para siswa. Kata taksonomi diambil dari bahasa Yunani tassein
yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan.
Secara istilah, Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal
berdasarkan tingkatan tertentu. Di mana taksonomi yang lebih tinggi bersifat
lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah bersifat lebih spesifik.
Taksonomi disusun oleh satu tim yang diketuai oleh Benyamin S. Bloom dan
Krathwool (1964) sehingga Taksonomi pendidikan lebih dikenal dengan
sebutan Taksonomi Bloom. Sejarahnya bermula ketika pada awal tahun
1950-an, dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, sebagai kelanjutan
kegiatan serupa tahun 1948, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan
bahwa persentase terbanyak butir soal evaluasi hasil belajar yang banyak
disusun di sekolah hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan
mereka. Hafalan sebenarnya merupakan taraf terendah kemampuan berpikir
(menalar, thinking behaviors). Artinya, masih ada taraf lain yang lebih
tinggi. Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl kemudian pada tahun
1956 merumuskan ada tiga golongan domain atau kawasan. Sampai saat ini
taksonomi bloom banyak dipakai sebagai dasar pengembangan tujuan
intruksional diberbagai kegiatan latihan dan pendidikan.

Adapun

definisi

taksonomi

menurut

beberapa

pakar

dalam

bidang

pendidikan:

1. Taksonomi menurut Briggs.


Taksonomi ini lebih mengarah pada karakteristik menurut stimulus atau
rangsangan yang dapat ditimbulkan dari media itu sendiri, yaitu kesesuaian
rangsangan tersebut dengan karakteristik siswa, tugas pembelajaran, bahan,
dan

tranmisinya.

Briggs

mengidentifikasi

13

macam

media

yang

dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu: objek, model, suara


langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan
tulis, media transparansi, film rangkai, film bingkai, film, televisi dan gambar.

2. Taksonomi menurut Gagne.


Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu : benda untuk
mendemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar
gerak, film bersuara dan mesin belajar. Ke tujuh kelompok media ini
kemudian dikaitkannya dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut
tingkatan hirarki belajar yang dikembangkannya yaitu: pelontar stimulus
belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi
eksternal, menuntun cara berfikir, menilai prestasi, dan pemberi umpan
balik. Tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (kawasan) yakni
kognitif, afektif, dan psikomotor dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Kawasan Kognitif (Pemahaman)


Kawasan kognitif yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual,

seperti

pengetahuan,

pengertian

dan

ketrampilan

berfikir.kawasan ini dapat dikatakan sebagai suatu sistem tersendiri. Tujuan


kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir , mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan

gagasan,

metode

atau

prosedur

yang

sebelumnya

dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Sehingga dapat disimpulkan


bahwa kawasan kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang

kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai


tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
Kawasan kognitif terdiri dari enam tingkatan dengan aspek belajar yang
berbeda beda. Keenam tingkat tersebut :

1. Tingkat pengetahuan (knowledge)


Tujuan intruksioanal pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat
(recall) informasi yang telah diterima sebelumnya, seperti misalnya : fakta,
rumus, strategi pemecahan masalah masalah dan sebagainya.
Contoh: Siswa mampu mengurutkan atau menyebutkan setiap tingkatan
taksonomi dari suatu spesies menurut klasifikasinya.

2. Tingkat pemahaman (comprehension)


Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelasakan
pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata kata sendiri.
Dalam hal ini siwa diharapkan menerjemahkan, atau menyebutkan kembali
yang telah didengar dengan kata kata sendiri.
Contoh: Siswa dapat menjelaskan keterkaitan fungsi organela-organela pada
sel.

3. Tingkat penerapan (aplication).


Penerapan merupakan kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan
informasi

yang

telah

dipelajari

ke

dalam

situasi

yang

baru,

serta

memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari hari.


Contoh : Siswa dapat mengoperasikan mikroskop untuk mengamati berbagai
preparat.

4. Tingkat analisis (analysis)


Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memisahkan dan
membedakan komponen komponen atau elemen suatu fakta, konsep,
pendapat, asumsi, hipotesa atau kesimpulan, dan memeriksa setiap
komponen tersebut untuk melihat atau tidaknya kontradiksi. Dalam hal ini
siswa diharapkan menunjukkan hubungan di antara berbagai gagasan

dengan cara membandingkan gagasan tersebut dengan standar, prinsip atau


prosedur yang telah dipelajari.
Contoh : Siswa dapat menganalisis dan menarik kesimpulan dari suatu
percobaan yang sudah dilakukan.

5. Tingkat sintesis (synthesis)


Sintesis disini diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengaitkan
dan menyatukan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada
sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh.
Contoh : Siswa dapat mengaitkan antara konsep difusi dan osmosis terhadap
bagaimana tumbuhan dapat bertahan hidup.

6. Tingkat evaluasi (evaluation)


Evaluasi merupakan level tertinggi, yang mengharapkan siswa mampu
membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode,
produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu. Jadi evaluasi di
sini lebih condong ke bentuk penilaian biasa daripada sistem evaluasi.
Contoh : Siswa menjadi observer ketika temannya melakukan suatu
presentasi
Pengertian dan isi masing masing tingkat dari kawasan kognitif dan
cakupan kawasan secara utuh dapat tergambar dengan jelas. Kalau kita
melihat ke belakang, yaitu pada sistem pendidikan dan penataran yang
biasa kita selenggarakan selama ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
umumnya baru menerapkan beberapa aspek kognitif tingkat rendah
(seperti : tingkat pengetahuan, pemahaman dan sedikit penerapan) dan
jarang sekali menerapkan analisis, sintesis, dan evaluasi. Guru dituntut agar
mendesain program satuan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
intruksional dan harus banyak melakukan latihan terlebih dahulu. Latihan ini
termasuk membuat soal berdasarkan kisi kisi penulisan soal dan komposisi
yang disarankan di atas. Dengan demikian seorang guru akan memperoleh

suatu pengalaman yang sangat berharga bagi kualitas profesinya di masa


yang akan datang. Begitu juga merancang tujuan intruksional, program
satuan pembelajaran dan strategi pembelajaran, maka keseimbangan dari
keenam tingkat kognitif tersebut perlu selalu dijaga.

Revisi Taksonomi Bloom


Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan
para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar
sesuai

dengan

kemajuan

zaman.

Hasil

perbaikan

tersebut

baru

dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom.


Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif. Revisi tersebut meliputi :
1. Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk setiap
level taksonomi.
2. Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan level
masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi. Perubahan
mendasar terletak pada level 5 dan 6.
Perubahan-perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering (mengingat).

Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi understanding


(memahami).

Pada level 3, application diubah menjadi applying (menerapkan).

Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis).

Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6 tetapi


dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta).

Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5, dengan


sebutan evaluating (menilai).

Jadi, Taksonomi Bloom baru versi Kreathwohl pada ranah kognitif terdiri dari
enam

level

remembering

(mengingat),

understanding

(memahami),

applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating


(menilai) dan creating (mencipta). Revisi Krathwohl ini sering digunakan

dalam merumuskan tujuan belajar yang sering kita kenal dengan istilah C1
sampai dengan C6.
Sama dengan sebelum revisi, tiga level pertama (terbawah) merupakan
Lower Order Thinking Skills, sedangkan tiga level berikutnya Higher Order
Thinking Skill. Jadi, dalam menginterpretasikan piramida di atas, secara
logika adalah sebagai berikut :

Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus


mengingatnya terlebih dahulu

Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih


dahulu

Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu

Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu

Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus


mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan
mengevaluasi.

Beberapa kritik dilemparkan kepada penggambaran piramida ini. Ada yang


beranggapan bahwa semua kegiatan tidak selalu harus melewati tahap yang
berurutan. Proses pembelajaran dapat dimulai dari tahap mana saja
tergantung kreasi tiap orang. Namun demikian, memang diakui bahwa
pentahapan

itu

sebenarnya

cocok

untuk

proses

pembelajaran

yang

terintegrasi. Kritik lain mengatakan bahwa higher level (Menganalisa,


mengevaluasi dan mencipta) sebenarnya bersifat setara sehingga bentuk
segitiga menjadi seperti di bawah ini (Anderson and Krathwohl, 2001).
Berikut ini adalah penjelasan dan pilihan kata kerja kunci dari ranah kognitif
yang telah direvisi.

No. Kategori

Penjelasan

Kata kunci

1.

Kemampuan menyebutkan
kembali informasi /
pengetahuan yang tersimpan

Mendefinisikan, menyusun
daftar,
menjelaskan,
mengingat,

Mengingat

dalam ingatan. Contoh :


menyebutkan arti taksonomi.

mengenali,
menemukan
kembali,
menyatakan,
mengulang,
mengurutkan,
menamai,
menempatkan, menyebutkan.

2.

Memahami

Kemampuan memahami
instruksi
dan
menegaskan
pengertian/makna ide atau
konsep yang telah diajarkan
baik
dalam bentuk lisan, tertulis,
maupun grafik/diagram
Contoh : Merangkum materi
yang telah diajarkan dengan
kata-kata sendiri

Menerangkan, menjelaskan,
menterjemahkan,
menguraikan, mengartikan,
menyatakan
kembali,
menafsirkan,
menginterpretasikan,
mendiskusikan,
menyeleksi,
mendeteksi,
melaporkan,
menduga, mengelompokkan,
memberi
contoh,
merangkum
menganalogikan,
mengubah, memperkirakan.

3.

Menerapkan

Kemampuan melakukan sesuatu


dan mengaplikasikan konsep
dalam situasi tetentu. Contoh:
Melakukan proses pembayaran
gaji sesuai dengan sistem
berlaku

Memilih,
menerapkan,
melaksanakan,
mengubah, menggunakan,
mendemonstrasikan,
memodifikasi,
menginterpretasikan,
menunjukkan,
membuktikan,
menggambarkan,
mengoperasikan,
menjalankan
memprogramkan,
mempraktekkan, memulai.

4.

Menganalisis

Kemampuan memisahkan
konsep kedalam beberapa

Mengkaji
membedakan,

ulang,

komponen dan mnghubungkan


satu sama lain untuk
memperoleh pemahaman atas
konsep tersebut secara utuh.
Contoh: Menganalisis penyebab
meningkatnya Harga pokok
penjualan dalam laporan
keuangan dengan memisahkan
komponen- komponennya.

membandingkan,
mengkontraskan,
memisahkan,
menghubungkan,
menunjukan
hubungan antara variabel,
memecah menjadi
beberapa
bagian,
menyisihkan, menduga,
mempertimbangkan
mempertentangkan,
menata ulang, mencirikan,
mengubah
struktur,
melakukan
pengetesan,
mengintegrasikan,
mengorganisir,
mengkerangkakan.

5.

Mengevaluasi/menilai

Kemampuan menetapkan
derajat sesuatu berdasarkan
norma, kriteria atau patokan
tertentu
Contoh: Membandingkan hasil
ujian siswa dengan kunci
jawaban

Mengkaji
ulang,
mempertahankan,
menyeleksi,
mempertahankan,
mengevaluasi,
mendukung,
menilai,
menjustifikasi,
mengecek,
mengkritik,
memprediksi,
membenarkan, menyalahkan.

6.

Mencipta

Kemampuan
memadukan
unsurunsur
menjadi sesuatu bentuk
baru yang utuh dan koheren,
atau membuat sesuatu yang
orisinil. Contoh: Membuat
kurikulum dengan

Merakit,
merancang,
menemukan,
menciptakan, memperoleh,
mengembangkan,
memformulasikan,
membangun,
membentuk,
melengkapi,

mengintegrasikan pendapat dan


materi dari beberapa sumber

membuat, menyempurnakan,
melakukan
inovasi,
mendisain,
menghasilkan karya.

b. Kawasan Afektif (sikap dan perilaku)


Kawasan afektif berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan
dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan
afektif terdiri dari yang paling sedarhana, yaitu memperhatikan suatu
fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal
seseorang seperti kepribadian dan hati nurani.

1. Tingkat menerima (receiving)


Mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan serta
memberikan respons terhadap stimulasi yang tepat. Penerimaan merupakan
tingkat hasil belajar dalam domain afektif.
Contoh: Kesadaran para siswa bahwa kesulitan kesulitan yang ditemui
selama perkuliahan adalah tantangan bagi masa depannya. Sehingga dia
akan dengan tetap semangat menjalani perkuliahan itu tanpa mengeluh.

2. Tingkat tanggapan (responding)


Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi
persetujuan, kesediaan, dan keaktifan dalam memberikan tanggapan. Dalam
hal ini siswa menjadi tersangkut secara aktif, menjadi peserta, dan tertarik.
Contoh : Para siswa aktif memperdebatkan masalah yang dilontarkan
gurunya.

3. Tingkat menilai (valuing)


Pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu objek, sistem atau benda
tertentu mempunyai kadar manfaat. Kemauan untuk menerima suatu objek
atau

kenyataan

setelah

seseorang

itu

sadar

bahwa

objek

tersebut

mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk


sikap atau perilaku positif atau negatif.

Contoh : Setelah beberapa kali seorang siswa gagal dalam memahami cara
menentukan

titik

ordinat

dengan

bantuan

tanda

medan,

maka

ia

memutuskan untuk belajar sungguh sungguh.

4. Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya,
dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.
Contoh : Siswa mampu bekerjasama dalam kelompok, membagi tugas
dengan adil, saling bertukar gagasan, sehingga tercipta kekompakkan
kelompok diantara siswa.

5. Tingkat karateristik (characterization)


Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan
oleh seseorang selaras dengan nilai nilai yang dapat diterimanya, sehingga
sikap dan perbuatan itu seolah olah telah menjadi ciri ciri pelakunya.
Contoh : Sejak di SMA hingga tamat Perguruan Tinggi. Siti selalu belajar
siang dan malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita
citanya akan tercapai.

Sikap Ilmiah
Sains sebagai proses dalam pembelajaran mendorong siswa untuk memiliki
keterampilan dan keahlian para ilmuan dalam memecahkan masalah ilmiah.
Keterampilan

ini

sangat

membantu

siswa

dalam

memahami

dan

memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan pembelajaran. Sains


sebagai proses dalam pembelajaran menuntut guru untuk terampil dan
memiliki keahlian khusus dalam mengorganisasi kondisi kelas. Siswa pun
dituntut untuk selalu berani tampil secara individu maupun kelompok kecil
dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Guru dalam hal ini
hanya bersifat sebagai fasilitator saja dan kegiatan sepenuhnya terpusat
pada siswa.
Untuk memenuhi peran siswa yang harus aktif dalam setiap pembelajaran,
maka siswa harus menerapkan atau bersikap ilmiah dalam memecahkan

berbagai

permasalahan

layaknya

seorang

ilmuwan

yang

sedang

memecahkan masalah ilmiah. Sikap-sikap tersebut seperti:


Perlunya mencari dan merumuskan suatu hipotesis.
Berhati-hati dalam melakukan berbagai percobaan.
Mampu menerima berbagai masukan dari pihak lain atau terbuka
terhadap pendapat temannya.
Memiliki rasa ingin tau yang besar terhadap permasalahan-permasalahan
yang muncul.
Menyadari bahwa sains mampu mengatasi permasalahan tersebut.
Memiliki antusias yang besar terhadap pengetahuan dan metodenya.
Mengakui bahwa pengetahuan ilmiah sangat penting dalam dunia
modern.

(Sumintono, 2010)
Secara garis besar terdapat 12 sikap ilmiah yang harus dimiliki oleh setiap
siswa :

1. Sikap Ingin Tahu


Sikap ingin tahu ini terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan bidang kajiannya.
Contohnya : Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsurunsurnya? Dan seterusnya.

2. Jujur
Seorang peneliti harus dapat menerima apa pun hasil penelitiannya, dan
tidak boleh mengubah data hasil penelitiannya.

3. Objektif
Seorang peneliti dalam mengemukakan hasil penelitiannya tidak boleh
dipengaruhi oleh perasaan pribadinya, tetapi harus berdasarkan kenyataan
(fakta) yang ada.

4. Memiliki Kepedulian

Seorang peneliti mau mengubah pandangannya ketika menemukan bukti


yang baru.

5. Teliti
Seorang peneliti dalam melakukan penelitian harus teliti dan tidak boleh
melakukan kesalahan, karena dapat mempengaruhi hasil penelitiannya.

6. Tekun
Seorang peneliti harus tekun dan tidak mudah putus asa jika menghadapi
masalah dalam penelitiannya.

7. Berani dan Santun


Seorang peneliti harus berani dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan
berargumentasi.

8. Sikap Kritis
Sikap kritis terlihat pada kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin
berkaitan dengan bidang kajiannya untuk dibanding-banding kelebihankekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya, dan sebagainya.

9. Sikap Terbuka
Sikap terbuka dapat dilihat pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat,
argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya
pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak
diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai.

10. Sikap Rela Menghargai Karya Orang Lain


Sikap menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan
sumber secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan
memang berasal dari pernyataan atau pendapat orang lain.

11. Sikap Berani Mempertahankan Kebenaran


Sikap ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan
lapangan atau pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai
dengan teori atau dalil yang ada.

12. Sikap Menjangkau ke Depan

Sikap ini dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang


disusunnya demi pengembangan bidang ilmunya. (Bundu, 2006)

c. Kawasan
domain)
Kawasan

psikomotor

Psikomotor
adalah

kawasan

(psychomotor

yang

berorientasi

kepada

keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh, atau


tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara syaraf dan otot.
Dimensi (ranah) psikomotorik meliputi aktivitas motorik yang penting dalam
pengembangan kemampuan siswa dalam memanipulasi benda-benda,dan
secara

umum

mengembangkan

keterampilan

motorik

siswa.

Psikomotorikberhubungan dengan gerakan sengaja yang dikendalikan oleh


aktivitas otak. Dimensi psikomotorik umumnya berupa keterampilan yang
memerlukan koordinasi otak dengan beberapa otot.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa ranah
psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer
(1972)

menambahkanbahwa

mata

pelajaran

yang

berkaitan

dengan

psikomotor adalah mata pelajaran yang lebih beorientasi pada gerakan dan
menekankan pada reaksireaksi fisik dan keterampilan tangan. Keterampilan
itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang dalam suatu tugas atau
sekumpulan tugas tertentu.
Hingga akhir hayatnya, Bloom tidak merumuskan kategori dalam ranah
psikomotorik. Ahli psikologi berikutnyalah yang mengembangkan kategori
psikomotorik, yakni Dave (1967), Simpson (1972), dan Harrow (1972).
Berikut ini adalah kategori psikomotorik menurut Dave (1967):

1. Imitasi
Imitasi berarti meniru tindakan seseorang. Contoh imitasi misalnya seorang
siswa mengamati demonstrasi guru tentang penggunaan cawan petri,
bunsen, batang L, dan jarum oze dalam menggores biakan bakteri dan
kemudian siswa meniru proses atau aktivitas guru tersebut.

2. Manipulasi
Kategori manipulasi berarti melakukan keterampilan atau menghasilkan
produk

dengan

observasi.

Pada

cara

mengikuti

kategori

ini,

petunjuk

siswa

umum,

dipandu

bukan

melalui

berdasarkan

instruksi

untuk

melakukan keterampilan tertentu. Dalam pembelajaran IPA, siswa yang


dapat melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk LKS berarti sudah masuk
dalam kategori ini. Misalnya guru membagikan LKS yang mencakup prosedur
kerja mengenai fotosintesis tumbuhan yang harus dilakukan siswa.

3. Presisi
Kategori presisi berarti secara independen melakukan keterampilan atau
menghasilkan produk dengan akurasi, proporsi, dan ketepatan. Dalam
pembelajaran IPA, kategori presisi ini misalnya siswa terampil melakukan
pengukuran

suhu

dengan

termometer

atau

terampil

menggunakan

mikroskop. Tidak hanya terampil menggunakan alat-alat laboratorium tetapi


siswa juga harus memahami setiap bagian-bagian pada alat-alat tersebut.

4. Artikulasi
Kategori artikulasi artinya memodifikasi keterampilan atau produk agar
sesuai

dengan

situasi

baru,

atau

menggabungkan

lebih

dari

satu

keterampilan dalam urutan harmonis dan konsisten. Dalam pembelajaran


IPA, misalnya siswa sudah dapat menggabungkan langkah-langkah tertentu
dalam memecahkan masalah dengan metode ilmiah.

5. Naturalisasi
Kategori naturalisasi artinya menyelesaikan satu atau lebih keterampilan
dengan mudah dan membuat keterampilan otomatis dengan tenaga fisik
atau mental yang ada. Pada kategori ini, sifat aktivitas telah otomatis, sadar
penguasaan aktivitas, dan penguasaan keterampilan terkait sudah pada
tingkat strategis (misalnya dapat menentukan langkah yang lebih efisien).
Misalnya siswa di minta untuk mendesain, mengukur, menemukan, dan
mengelola alat respirometer untuk mengetahui mekanisme respirasi pada
hewan

jangkrik.

Bundu, Patta. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam
Pembelajaran
Sumintono,

Sains.
bambang.

2010.

Jakarta

Pembelajaran

sains,

Depdiknas.
pengembangan

keterampilan sains dan sikap ilmiah dalam meningkatkan kompetensi guru.


Johor bahru : Universiti Teknologi Malaysia.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Share on LinkedIn

Wawan Listyawan
RELATED POST

Jurnal Belajar 7 PPB : Analisis Buku Ajar

Jurnal Belajar 9 PPB : Prosedur Membuat RPP

Jurnal Belajar 10 PPB : Pengembangan Instrument Penilaian

Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) CTL

Jurnal Belajar 8 PPB : Analisis Buku Ajar

Jurnal Belajar 6 PPB : Pendekatan Saintifik

NEXT
Fungsi Air Bagi Tanaman

PREVIOUS
Tugas Bioteknologi Perlindungan Tanaman

0 KOMENTAR
Saling berbagi Saling mengerti

ARTIKEL POPULER

Model Pembelajaran Inquiry Learning (Pembelajaran Inkuiri)


tut wuri handayani ...

Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation (GI)


Salah satu model ...

Model Pembelajaran Quantum Teaching


Pembelajaran kuantum ...

anatomi morfologi tumbuhan


Kelompok Lamium ...

Model Pembelajaran Aktif Quiz Team (Active Learning)


Pembelajaran aktif ...

Makalah Teknologi Pengawetan Makanan


Pangan merupakan ...

ARSIP BLOG

o
o
o

o
o
o
o
o
o
o

2015 (102)
2014 (233)
Desember (10)
November (11)
Oktober (17)
Mulai Cair
Ada Apa Denganmu?
Perjalanan Wisata Malang - Alun Alun -1
Perjalanan Wisata Sapta Tirta Karanganyar
Pembelajaran Kurikulum 2013
Makalah Jenis Kelamin Semut
Makalah Penilaian Kinerja Guru
Makalah Ketrampilan Proses Sains (KPS)
Ruang Lingkup Literasi Sains
10 Sahabat Rosul yang dijamin Masuk Surga
Fungsi Air Bagi Tanaman
Makalah Taksonomi Pendidikan Bloom
Tugas Bioteknologi Perlindungan Tanaman
Makalah Profesi, Profesional, dan Profesionalisme
Darah Wanita
Re : Dipertemukan Denganmu
Menyapamu (Lagi)
September (26)
Agustus (32)
Juli (25)
Juni (19)
Mei (20)
April (16)
Maret (23)

o
o

Februari (16)
Januari (18)
2013 (114)
2012 (92)
2011 (38)
2010 (55)
2009 (22)
2008 (47)

370345
TWITTER

FA N PA G E

Saling berbagi Saling mengerti


G O O G L E + F O L LO W E R S
COPYRIGHT 2015 MENGEJA(R)ASA ALL RIGHT RESERVED - CREATED
BY ARLINA DESIGN

Anda mungkin juga menyukai