Anda di halaman 1dari 8

PENGENALAN METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A.
1.

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pengertian
Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat, terutama
mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya,
didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam proses ini,
lembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses Pemberdayaan Masyarakat.
Pada prinsipnya masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Usulanusulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan
menjadi titik pijak bagi program nasional.
Aspek penting dalam suatu program Perberdayaan Masyarakat adalah: program
yang disusun sendiri oleh masyarakat, menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung
keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan lainnya,
dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat,
memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak
terkait terlibat, serta berkelanjutan.
Menjalankan pendekatan Perberdayaan Masyarakat pada tingkat penentu kebijakan
akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan sumberdaya pembangunan yang
semakin terbatas. Hal ini akan meningkatkan kesesuaian program pembangunan dengan
kenyataan setempat dan memperkuat keberlanjutan program karena masyarakat
mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab.
Terdapat sejumlah hambatan kebijakan dan kelembagaan dalam menerapkan
pendekatan Pemberdayaan Masyarakat yang berhasil. Hambatan ini antara lain adalah
terbatasnya komitmen dan pemahaman manajer senior dan para penentu kebijakan
terhadap prinsip dan keuntungan yang bisa diperoleh dari pendekatan Pemberdayaan
Masyarakat serta kurangnya orientasi pada klien oleh aparat pemerintah di semua tingkatan.
Di samping itu, hambatan finansial masih membatasi penentuan keputusan tingkat lokal.
Lebih jauh lagi, penyusunan kebijakan rinci menghambat timbulnya kreativitas lokal.
Hambatan lain adalah kekurangan data monitoring dan evaluasi serta masih adanya struktur
pemerintahan dan proses perencanaan yang bersifat membatasi.
Terdapat beberapa strategi dan langkah kunci untuk mempromosikan dasar-dasar
Pemberdayaan Masyarakat dalam penyusunan kebijakan dan program nasional.
Meningkatnya kesadaran dan dorongan untuk membahas tentang kebijakan pada tingkat
manajer senior merupakan komponen yang vital. Program-program yang paling sesuai
dengan pendekatan Pemberdayaan Masyarakat harus diidentifikasi, dan kemampuan untuk
mendukung dan koordinasi di tingkat senior/pusat, haruslah diperkuat. Strategi informasi
dan komunikasi yang mantap akan menyokong diskusi antar-departemen. Hal ini telah
membuktikan pentingnya untuk mengidentifikasi dan membangun kemampuan para 'ahli'
dan 'jawara'/'pendukung proyek' yang mampu membantu orang lainnya. Bukti tentang
efektivitas dan efesiensi pendekatan Pemberdayaan Masyarakat akan membantu dalam
pembangunan komitmen antar para manajer senior dan penentu kebijakan.

2.

Pola Pemberdayaan Masyarakat


Pola pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan bukan kegiatan yang sifatnya topdown intervention yang tidak menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk
melakukan kegiatan swadaya. Akan tetapi yang paling dibutuhkan masyarakat lapisan
bawah terutama yang tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up
interventionyang menghargai dan mengakui bahwa masyarakat lapisan bawah memiliki
potensi untuk memenuhi kebutuhannya, memecahkan permasalahannya, serta mampu
melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan.
Apabila kegiatan pemberdayaan masyarakat lapisan bawah belum berhasil
meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja baru seperti yang diharapkan,
maka yang paling penting dikaji adalah menemukan apa dan di mana akar
permasalahannya. Pengetahuan tentang akar permasalahan ini, membantu untuk
merumuskan suatu strategi pemecahan masalah yang lebih tepat dan efektif. Merumuskan
suatu pola pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang tergolong miskin adalah
pekerjaan rumit. Rumit, karena karakteristik yang mereka miliki berbeda. Dan setiap
perbedaan menuntut pola pemberdayaan yang berbeda. Semua kekuatan, kelemahan, dan
permasalahan yang ada perlu diidentifikasi dengan cermat, terutama yang berhubungan
dengan pola pikir mereka yang sangat lokalit, terbelakang, statis tradisional, sulit berubah,
lambat mengadopsi inovasi, serta tidak berdaya untuk hidup mandiri. Masalah timbul akibat
rendahnya tingkat pendidikan. Keadaan seperti ini terjadi karena rendahnya perhatian
pemerintah terhadap pentingnya peranan pendidikan dalam pembangunan bangsa dan
negara. Core idea dari implementasi otonomi daerah adalah tumbuhnya partisipasi aktif
masyarakat untuk membangun dirinya sendiri, sedangkan peran pemerintah hanya sebagai
fasilitator dan mitra kerja masyarakat. Inti permasalahannya adalah apakah masyarakat
sudah siap melaksanakan pembangunan sesuai tuntutan otonomi daerah? Kalau belum
siap usaha-usaha apa yang perlu dilakukan untuk memberdayakan mereka sebagai insan
pembangunan? Dan bagaimana peranan pendidikan formal dan nonformal untuk melahirkan
SDM yang berkualitas yang siap melaksanakan pembangunan? Memaknai topik tulisan dan
permasalahan di atas, masalah yang menjadi bahan kajian difokuskan pada urgensi
pemberdayaan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik,
aktualisasi pendidikan yang ditujukan untuk mengubah perilaku masyarakat, yaitu
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dan mengkaji teknik atau pola partisipasi
masyarakat yang applicable di dalam pelaksanaan otonomi daerah terutama yang
menyangkut hak, kewajiban, dan tanggung jawab warga masyarakat.

3.

a.

Proses Pemberdayaan Masyarakat


United Nations (1956: 83-92), mengemukakan proses-proses pemberdayaan
masyarakat adalah sebagai berikut :
Getting to know the local community
Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk
perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang
lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal
balik antara petugas dengan masyarakat.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

Gathering knowledge about the local community


Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat.
Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut
umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan
tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik
formal maupun informal.
Identifying the local leaders
Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan
dari pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu, faktor "the local leaders" harus
selau diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.
Stimulating the community to realize that it has problems
Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka
tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu,
masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah
yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi.
Helping people to discuss their problem
Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendikusikan
masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan.
Helping people to identify their most pressing problems
Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling
menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan
pemecahannya.
Fostering self-confidence
Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat.
Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya.
Deciding on a program action
Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan.
Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan
tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan
pelaksanaannya.
Recognition of strengths and resources
Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa
mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk
memecahkan permasalahn dan memenuhi kebutuhannya.
Helping people to continue to work on solving their problems
Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu,
masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara
kontinyu.
Increasing people!s ability for self-help
Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalan tumbuhnya kemandirian masyrakat.
Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri.
Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya.

4.

Permasalahan Pemberdayaan Masyarakat


Memberdayakan masyarakat dengan hanya memberikan bantuan uang, bukanlah
segalanya. Banyak proyek-proyek Inpres yang tekanannya memberikan bantuan material
kepada masyarakat desa justru mematikan swadaya masyarakat, bahkan sebaliknya
menjadikan masyarakat menggantungkan diri kepada pemberi bantuan. Pola
pemberdayaan dengan hanya memberikan bantuan uang atau bantuan proyek kepada
masyarakat desa tidak akan merangsang peran serta masyarakat untuk terlibat di dalam
pembangunan.
Dalam kasus tertentu, di dalam konsep pembangunan masyarakat, bantuan material
memang diperlukan, akan tetapi yang lebih penting adalah pengembangan swadaya - self
help - masyarakat untuk membangun diri sendiri.
Ciri khas dari suatu kegiatan swadaya adalah adanya sumbangan dalam jumlah
besar yang diambil dari sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat baik yang dimiliki individu
maupun kelompok di dalam masyarakat.

B.
1.

METODE PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


Pengertian
Kata partisipasi masyarakat sudah lebih dari satu dasawarsa menjadi kata kunci
dalam bahasa masyarakat pembangunan. Namun dalam kenyataannya program
pembangunan dan pengembangan msyarakat masih juga dilakukan dengan cara lama yang
mengabaikan konsep partisipasi. Program pembangunan masih saja diturunkan dari
atas dan masyarakat tinggal melaksanakannya tanpa adanya keterlibatan langsung
masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut. Kalaupun ada penjajagan terhadap
kebutuhan pembangunan, itupun dilakukan dengan cara survai, studi atau penelitian formal
yang dilakukan oleh lembaga penelitian atau perguruan tinggi yang karena beberapa asumsi
yang
kurang
tepat,
maka
program
tidak
menyentuh
kebutuhan
yang
sesungguhnya. Dengan sendirinya dukungan masyarakat terhadap program tersebut
menjadi pura-pura, demikian pula partisipasinya. yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
dari program tersebut.
Alasan-alasan yang demikian melahirkan beragam pemikiran tentang pendekatan
pengembangan program yang lebih partisipatif. Istilah-istilah partisipasi masyarakat,
perencanaan dari bawah (bottom-up planning), penyadaran, pendekatan yang berpusat
pada petani (farmer centered approach ), dll menjadi kosa kata para aktivis pembangunan,
baik pemerintah maupun swasta, walaupun kenyataannya belum mencerminkan arti kata
tersebut. Program-program yang ada masih saja tetap diturunkan dari atas (top-down
approach ), direncanakan dari meja kantor, sementara masyarakat diperkenankan
berpartisipasi dalam pelaksanaan fisik di lapangan, sehingga tingkatan partisipasinya masih
layak disebut sebagai mobilisasi.
Latar belakang yang demikian kemudian mendorong untuk diperkenalkannya salah
satu metode dan teknik yang dikenal dengan Participatory Rural Appraisal (PRA), karena
dipandang telah memiliki teknik-teknik yang dijabarkan cukup operasional dengan konsep
bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan. Pendekatan PRA
memang bercita-cita menjadikan masyarakat menjadi peneliti, perencana, dan pelaksana

pembangunan dan bukan sekedar obyek pembangunan. Tekanan aspek penelitian bukan
pada validitas data yang diperoleh, namun pada nilai praktis untuk pengembangan program
itu sendiri. Penerapan pendekatan dan teknik PRA dapat memberi peluang yang lebih
besar dan lebih terarah untuk melibatkan masyarakat. Selain itu melalui pendekatan PRA
akan dapat dicapai kesesuaian dan ketepatangunaan program dengan kebutuhan
masyarakat sehingga keberlanjutan (sustainability ) program dapat terjamin.

PRA adalah suatu metode pendekatan untuk mempelajari kondisi dan


kehidupan pedesaan dari, dengan, dan oleh masyarakat desa. Atau dengan kata lain
dapat disebut sebagai kelompok metode pendekatan yang memungkinkan
masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis
pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan
bertindak (Chambers, 1995).

2.

Prinsip Dasar
Tujuan kegiatan PRA yang utama ialah untuk menghasilkan rancangan
program yang gayut dengan hasrat dan keadaan masyarakat. Terlebih itu, tujuan
pendidikannya adalah untuk mengembangkan kemampuan masyarakat dalam
menganalisa keadaan mereka sendiri dan melakukan perencanaan melalui kegiatan
aksi. Dapat disebutkan bahwa PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode
yang mendorong masyarakat pedesaan untuk turut serta meningkatkan dan
menganalisis pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri,
agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan (Chambers, 1995).
Beberapa hal prinsip yang ditekankan dalam PRA ialah :

a. Saling belajar dari kesalahan dan berbagi pengalaman dengan masyarakat


Prinsip dasar PRA bahwa PRA adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti
bahwa PRA dibangun dari pengakuan serta kepercayaan masyarakat yang meliputi
pengetahuan tradisional dan kemampuan masyarakat untuk memecahkan persoalannya
sendiri. Prinsip ini merupakan pembalikan dari metode pembelajaran konvensional yang
bersifat mengajari masyarakat. Kenyataan membuktikan bahwa dalam perkembangannya
pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat tidak sempat mengejar perubahan
yang terjadi, sementara itu pengetahuan modern yang diperkenalkan orang luar tidak juga
selalu memecahkan masalah. Oleh karenanya diperlukan ajang dialog di antara ke duanya
untuk melahirkan sesuatu program yang lebih baik. PRA bukanlah suatu perangkat teknik
tunggal yang telah selesai, sempurna,dan pasti benar. Oleh karenanya metode ini selalu
harus dikembangkan yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Kesalahan yang
dianggap tidak wajar, bisa saja menjadi wajar dalam proses pengembangan PRA. Bukannya
kesempurnaan penerapan yang ingin dicapai, namun penerapan sebaik-baiknya sesuai
dengan kemampuan yang ada dan mempelajari kekurangan yang terjadi agar berikutnya
menjadi lebih baik. Namun PRA bukan kegiatan coba-coba (trial and error ) yang tanpa
perhitungan kritis untuk meninimalkan kesalahan.
b. Keterlibatan semua anggota kelompok, menghargai perbedaan, dan informal

Masyarakat bukan kumpulan orang yang homogen, namun terdiri dari


berbagai individu yang mempunyai masalah dan kepentingan sendiri. Oleh
karenanya keterlibatan semua golongan masyarakatadalah sangat penting.
Golongan yang paling diperhatikan justru yang paling sedikit memiliki akses dalam
kehidupan sosial komunitasnya (miskin, perempuan,anak-anak, dll). Masyarakat
heterogen memiliki pandangan pribadi dan golongan yang berbeda. Oleh karenanya
semangat untuk saling menghargai perbedaan tersebut adalah penting artinya. Yang
terpenting adalah pengorganisasian masalah dan penyusunan prioritas masalah
yang akan diputuskan sendiri oleh masyarakat sebagai pemiliknya. Kegiatan PRA
dilaksanakan dalam suasana yang luwes, terbuka, tidak memaksa, dan informal.
Situasi santai tersebut akan mendorong tumbuhnya hubungan akrab, karena orang
luar akan berproses masuk sebagai anggota bukan sebagai tamu asing yang harus
disambut secara protokoler. Dengan demikian suasana kekeluargaan akan dapat
mendorong kegiatan PRA berjalan dengan baik.
c.

Orang luar sebagai fasilitator, masyarakat sebagai pelaku


Konsekuensi dari prinsip pertama, peran orang luar hanya sebagai fasilitator, bukan
sebagai pelaku, guru, penyuluh, instruktur, dll. Perlu bersikap rendah hati untuk belajar dari
masyarakat dan menempatkannya sebagai nara sumber utama. Bahkan dalam
penerapannya, masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Secara ideal sebaiknya
penentuan dan penggunaan teknik dan materi hendaknya dikaji bersama, dan seharusnya
banyak ditentukan oleh masyarakat.
d. Konsep triangulasi
Untuk bisa mendapatkan informasi yang kedalamannya dapat diandalkan, bisa
digunakan konsep triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan pemeriksaan ulang
(check and recheck). Triangulasi dilakukan melalui penganekaragaman keanggotaan tim
(disiplin ilmu), sumber informasi (latar belakang golongan masyarakat, tempat), dan variasi
teknik.
i. Penggunaan variasi dan kombinasi berbagai teknik PRA, yaitu bersama masyarakat bisa
diputuskan variasi dan kombinasi teknik PRA yang paling tepat sesuai dengan proses
belajar yang diinginkan dan cakupan informasi yang dibutuhkan dalam pengembangan
program
ii. Menggali berbagai jenis dan sumber informasi, dengan mengusahakan kebenaran data dan
informasi (terutama data sekunder) harus dikaji ulang dan sumbernya dengan
menggunakan teknik lain.

iii. Tim PRA yang multidisipliner, dengan maksud sudut pandang yang berbeda dari
anggota tim akan memberi gambaran yang lebih menyeluruh terhadap penggalian
informasi dan memberi pengamatan mendalam dari berbagai sisi.
e. Optimalisasi hasil, orientasi praktis, dan keberlanjutan program
Pelaksanaan PRA memerlukan waktu, tenaga narasumber, pelaksana yang trampil,
partisipasi masyarakat yang semuanya terkait dengan dana. Untuk itu optimalisasi hasil
dengan pilihan yang menguntungkan mutlak harus dipertimbangkan. Oleh karenanya
kuantitas dan akurasi informasi sangat diperlukan agar jangan sampai kegiatan yang
berskala besar namun biaya yang tersedia tidak cukup. Orientasi PRA adalah pemecahan
masalah dan pengembangan program. Dengan demikian dibutuhkan penggalian informasi
yang tepat dan benar agar perkiraan yang tepat akan lebih baik daripada kesimpulan yang
pasti tetapi salah, atau lebih baik mencapai perkiraan yang hampir salah daripada

kesimpulan yang hampir benar. Masalah dan kepentingan masyarakat selalu berkembang
sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Karenanya, pengenalan masyarakat
bukan usaha yang sekali kemudian selesai, namun merupakan usaha yang berlanjut.
Bagaimanapun juga program yang mereka kembangkan dapat dipenuhi dari prinsip dasar
PRA yang digerakkan dari potensi masyarakat.

3.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

4.

a.

b.
c.
d.
e.

Struktur Program
Karena tujuan penerapan metode PRA adalah pengembangan program bersama
masyarakat, penerapannya perlu senantiasa mengacu pada siklus pengembangan
program.Gambaran umum siklus tersebut secara ringkas adalah sbb.:
Pengenalan masalah/kebutuhan dan potensi, dengan maksud untuk menggali informasi
tentang keberadaan lingkungan dan masyarakat secara umum.
Perumusan masalah dan penetapan prioritas guna memperoleh rumusan atasdasar
masalah dan potensi setempat.
Identifikasi alternatif pemecahan masalah atau pengembangan gagasan guna membahas
berbagai kemungkinan pemecahan masalah melalui urun rembug masyarakat.
Pemilihan alternatif pemecahan yang paling tepat sesuai dengan kemampuan masyarakat
dan sumberdaya yang tersedia dalam kaitannya dengan swadaya.
Perencanaan penerapan gagasan dengan pemecahan masalah tersebut secara konkrit agar
implementasinya dapat secara mudah dipantau.
Penyajian rencana kegiatan guna mendapatkan masukan untuk penyempurnaannya di
tingkat yang lebih besar.
Pelaksanaan dan pengorganisasian masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tingkat
perkembangan masyarakat.
Pemantauan dan pengarahan kegiatan untuk melihat kesesuaiannya dengan rencana yang
telah disusun.
Evaluasi dan rencana tindak lanjut untuk melihat hasil sesuai yang diharapkan, masalah
yang telah terpecahkan, munculnya masalah lanjutan, dll.

Permasalahan
Meningkatnya secara cepat popularitas PRA dikhawatirkan menyebabkan
sedemikian terburu-burunya menerima gagasan ini tanpa pemahaman yang cukup
mendasar akan prinsip dasar yang ada yang kemudian diikuti dengan harapan yang terlalu
tinggi akan keampuhan PRA. Oleh karenanya beberapa masalah yang timbul akibat
merebaknya penggunaan metode PRA adalah :
Permintaan melampaui kemampuan akibat metode ini dilatihkan dalam forum yang
formal tanpa cukup kesempatan untuk menghayati dan mendalami prinsip yang
mendasarinya.
Kehilangan tujuan dan kedangkalan hasil akibat penerapan yang serampangan di lapangan
tanpa tujuan yang jelas.
Kembali menyuluh akibat petugas tidak siap untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat.
Menjadi penganut fanatik karena tidak munculnya improvisasi dan variasi petugas untuk
menggali lebih dalam permasalahan di masyarakat.
Mengatasnamakan PRA untuk kegiatan yang sepotong-potong di luar konteks program
pengembangan masyarakat.

f. Terpatok waktu akibat program yang berorientasi pada target (teknis, administratif).
g. Kerutinan yang dapat membuat kegiatan tidak hidup lagi sehingga terjebak dalam pekerjaan
yang rutin dan membosankan.

5.

Teknik PRA
Beberapa teknik penerapan PRA antara lain : (a) Penelusuran Alur Sejarah, (b) Penelusuran
Kebutuhan Pembangunan, (c) Analisa Mata Pencaharian, (d) Penyusunan Rencana
Kegiatan, (e) Focus Group Discussion, (f) Pemetaan, dll.

Bahan Bacaan
Anonim, 1994. Berbuat Bersama Berperan Setara. Studio Driya Media, Bandung.
Chambers, R. 1996. Memahami Desa Secara Partisipatif. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Grandstaff,S.W., Grandstaff,T.B. dan Lovelace,G.W. 1990. Summary Report International
Conference on Rapid Rural Appraisal, Khon Kaen University. Ed.

Anda mungkin juga menyukai