Walaupun tidak sepenuhnya full fair value, PSAK 50 dan PSAK 55 revisi 2006
memiliki kecenderungan kearah arah akuntansi nilai wajar (fair value accounting).
Dibandingkan standar sebelumnya, perlakuan akuntansi dengan menggunakan nilai
wajar jelas berbeda dibandingkan dengan menggunakan biaya historis (historical
cost). Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang instrumen keuangan menurut PSAK 50
dan PSAK 55 revisi 2006 dan apa yang membedakannya dengan standar sebelumnya,
bab ini akan menjelaskan perbedaan antara akuntansi nilai wajar dengan biaya historis
dengan menggunakan kerangka konseptual (conceptual framework), termasuk trade
off antara relevan dan keandalan (realiable) yang merupakan argumen dasar dari
penggunaan kedua metode pengukuran tersebut. Akan dibahas juga dalam bab ini
konsep konsekuensi ekonomi (economic consequence) dalam pemilihan kebijakan
akuntansi.
yang dilakukan standard setters. Padahal perusahaan dan pelaku bisnis lainnya
membutuhkan pemecahan secara cepat atas permasalahan mereka.
Untuk memudahkan pemecahan masalah dalam perlakuan akuntansi tanpa harus
menunggu adanya standar baru, dibutuhkan suatu pemahaman yang sama akan
konsep dasar dari akuntansi, yang disebut sebagai kerangka konseptual (conceptual
framework). Kerangka konseptual ini dibutuhkan untuk menciptakan koherensi dan
konsistensi dari standar-standar yang telah dikeluarkan dan menyelesaikan
permasalahan-permasalahan baru dalam praktik perlakuan akuntansi secara lebih
cepat (Kieso, 2004). Selain itu kerangka konseptual juga dimaksudkan untuk
mengurangi jumlah standar dan intepretasi dari standar baru yang harus dikeluarkan,
karena setiap permasalahan akuntansi tidak harus diselesaikan dengan dikeluarkan
standar yang sifatnya spesifik ataupun revisi standar yang telah ada.
Pemilihan atau perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan pihak manajemen
perusahaan, harus tetap mengacu pada komitmen untuk menghasilkan laporan
keuangan yang dapat diandalkan pengguna dalam pembuatan keputusan, melalui
informasi keuangan yang transparan berkualitas. Kerangka konseptual IASB
menjelaskan informasi keuangan yang berkualitas dalam bentuk karakteristik
kualitatif (qualitative characteristic), yakni dapat dimengerti (understandability),
dapat diperbandingkan (comparability), relevan (relevance) dan keandalan (reliable).
Dua hal yang disebut terakhir akhir-akhir ini menjadi perdebatan akhir-akhir ini
dalam mengartikan informasi yang berguna bagi pengguna.
Informasi dalam laporan keuangan dapat dikatakan relevan jika dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna, melalui (a) membantu mengevaluasi
peristiwa di masa lalu, saat ini, atau masa depan dari sebuah entitas; dan (b)
menegaskan, atau mengkoreksi hasil evaluasi dimasa masa lalu (IAI, 1994, paragraf
26). Sedangkan keandalan (reliable) sendiri dapat diartikan bahwa informasi dalam
laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material dan
dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faitfull
representation) dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat
disajikan (IAI, 1994, paragraph 31).
Kerangka konseptual IASB sendiri mengakui adanya trade off antara relevan
dan keandalan, sehingga membutuhkan judgement dalam menentukan mana kebijakan
akuntansi yang lebih sesuai. Dalam banyak kasus, standard setter (IASB) menengahi
perdebatan antara relevan dan keandalan dengan memberikan penjelasan pada standar
yang ditetapkan mengenai penyeimbangan (balancing) relevan dan keandalan ataupun
mengutamakan yang satu dibandingkan dengan lainnya.
Tapi apakah konsep relevan dan keandalan masih berlaku saat ini saat ini? Ball
(2005) menyebutkan bahwa konsep relevan dan keandalan tidaklah berguna lagi. Ia
mencontohkan bahwa standar yang dikeluarkan oleh IASB and FASB akhir-akhir ini
berat sebelah, karena lebih sering mengutamakan relevan dibandingkan keandalan,
IAS 39 misalnya. Ia juga mengutip pernyataan salah seorang staf FASB, L Todd
Johnson dalam FASB Report:
The Board has required greater use of fair value measurements in financial
statements because it perceives that information as more relevant to investors
and creditors than historical cost information. Such measures better reflect the
present financial state of reporting entities and better facilitate assessing their
past performance and future prospects. In that regard, the Board does not accept
the view that reliability should outweigh relevance for financial statement
measures.
10
11
12
Tidak seperti pengukuran dengan biaya historis yang nilainya tetap walaupun future
economic benefit-nya berubah, pengukuran dengan menggunakan nilai wajar, nilainya
dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi yang dialami perusahaan.
Konsep
fair
value
bukanlah
hal
yang
benar-benar
baru,
walaupun
13
14
15
16
17