Anda di halaman 1dari 55

Disability

pada Anak
dr Johnny Rompis, SpA
IKA FK Unsrat

Pendahuluan

Anak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama


dengan anak lainnya,
Hak mendapat kasih sayang, stimulasi indrawi, perawatan
kesehatan dan sosial.
Pintu awal : KELUARGA
Punya potensi menjalani kehidupan secara penuh dan
berkontribusi pada vitalitas sosial,
Pendidikan usia dini penting, 80% kapasitas otak
berkembang sebelum usia 3 tahun.

Pendahuluan
Komitmen semua pihak termasuk pemerintah Konvensi
Hak Anak (KHA) dan Konvensi Hak Penyandnag
Disabilitas (KHPD).
Pasal 1 UU RI no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
: anak yang menyandang cacat adalah anak yang
mengalami hambatan fisik dan atau mental sehingga
mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara
wajar.

Pendahuluan
Ciri2 penyandang disabilitas :
Penyadang cacat fisik : individu mengalami kelainan
kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan organ
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh, mis : tuna
netra, tuna rungu, tuna daksa.
Penyandang cacat mental, yaitu individu yang mengalami
kelainan mental dna atau tingkah laku akibat bawaan atau
penyakit. Individu tersebut tidak bisa mempelajari atau
melakukan perbuatan yang umum dilakukan orang lain
sehingga menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.
Penyandang cacat fisik dan mental.

TUNA RUNGU

Ilustrasi

Dadi seorang anak yang menderita gangguan pendengaran


sejak lahir, awalnya orangtuanya tidak menduga jika Dadi
tunarungu.
Mula-mula Dadi dianggapnya anak yang baik jarang
menangis dan pendiam, tetapi lama-kelamaan setelah usia
Dadi hampir 2 tahun belum dapat bicara seperti pada anak
umumnya serta tidak pernah merespon suara yang ada
disekelilingnya, pada saat itulah orang tuanya curiga
terhadap perkembangan, dan kondisi Dadi yang sering
seperti orang terkejut jika bertemu dengan orang lain yang
datang dari belakang atau yang muncul tiba-tiba.
Maka Dadi dibawa konsultasi ke dokter ahli THT dan
setelah menjani pemeriksaan pendengaran dinyatakan jika
ia menderita ketunarunguan.

PENDAHULUAN
Tuli, tunarungu, atau gangguan dengar adalah
kondisi fisik yang ditandai dengan penurunan atau
ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.
Untuk menentukan jenis dan derajat ketulian dapat
diperiksa dengan audiometri
Disamping dengan pemeriksaan audiometri, ambang
respon seseorang terhadap bunyi dapat juga dilakukan
dengan pemeriksaan BERA (Brainstem Evoke Response
Audiometry, dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat
diajak komunikasi atau anak kecil.

PENDAHULUAN
Istilah tunarungu digunakan untuk orang yang mengalami
gangguan pendengaran yang mencakup tuli dan kurang dengar.
Orang yang tuli adalah orang yang mengalami kehilangan
pendengaran (lebih dari 70 dB) yang mengakibatkan kesulitan
dalam memproses informasi bahasa melalui pendengarannya
sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain
baik dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu
dengar.
Orang yang kurang dengar adalah orang yang mengalami
kehilangan pendengaran (sekitar 27 sampai 69 dB) yang
biasanya dengan menggunakan alat bantu dengar, sisa
pendengarannya memungkinkan untuk memproses informasi
bahasa sehingga dapat memahami pembicaraan orang lain.

PENDAHULUAN
Tuna rungu-wicara masalah utamanya adalah
dalam perkembangan bicaranya, kemampuan
berbahasa dan kesulitan dalam keterampilan
komunikasi baik verbal maupun non verbal.
Biasanya dimulai dengan evaluasi alat bicara,
kemampuan bicara dan kemampuan mendengar.
Program rehabilitasi yang diberikan biasanya
adalah program bicara dan pendengaran, program
rekreasi, program vokasional, program psikologis,
program pelayanan sosial dan progaram
pendidikan dan latihan.

KLASIFIKASI
A. Berdasarkan tingkat kehilangan

pendengaran
B. Berdasarkan saat terjadinya
C. Berdasarkan letak gangguan pendengaran
secara anatomis
D. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya

KLASIFIKASI
A. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran
Tuna rungu sangat ringan (0 25 dB)
Tuna rungu ringan (30 40 dB)
Tuna rungu sedang (40 60 dB)
Tuna rungu berat (60 70 dB)
Tuli dan tuli berat (70 dB dan atau lebih)
Total deafness (Tuli total)
B. Berdasarkan saat terjadinya
1. Ketunarunguan Prabahasa (Prelingual Deafness)
2. Ketunarunguan Pasca Bahasa (Post Lingual Deafness)

KLASIFIKASI
C. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis
1. Tuli/Gangguan Dengar Konduktif adalah gangguan
dengar yang disebabkan kelainan di telinga bagian luar
dan/atau telinga bagian tengah, sedangkan saraf
pendengarannya masih baik, dapat terjadi pada orang
dengan infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau
adanya serumen di liang telinga.
2. Tuli/Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural
disebabkan oleh kerusakan saraf pendengaran, meskipun
tidak ada gangguan di telinga bagian luar atau tengah.
3. Tuli/Gangguan Dengar Campuran yaitu gangguan
yang merupakan campuran kedua jenis gangguan dengar di
atas, selain mengalami kelainan di telinga bagian luar dan
tengah juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran.

KLASIFIKASI
D. Berdasarkan etiologi atau asal usulnya
1. Tunarungu Endogen, yaitu tuna rungu yang
diturunkan oleh orang tuanya
atau pembawaan.
2. Tunarungu Eksogen, yaitu tuna rungu yang
disebabkan oleh suatu penyakit
atau kecelakaan.

KARAKTERISTIK

Segi Fisik
Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya
permasalahan pada organ keseimbangan pada telinga,
menyebabkan anak-anak tunarungu mengalami
kekurangseimbangan dalam aktivitas fisiknya.
Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu
tidak pernah mendengarkan suara-suara dalam kehidupan seharihari, sehingga sulit bersuara atau mengucapkan kata-kata dengan
intonasi yang baik, maka mereka tidak terbiasa mengatur
pernapasannya dengan baik, khususnya saat bicara.
Penglihatan merupakan salah satu indra yang paling dominan bagi
anak-anak penyandang tunarungu, dimana sebagian besar
pengalamanannya diperoleh melalui penglihatan. Oleh karena itu
anak-anak tunarungu juga dikenal sebagai anak visual, sehingga
cara melihatpun selalu menunjukkan keingintahuan yang besar dan
terlihat beringas.

KARAKTERISTIK
Segi Bahasa
Miskin akan kosa kata. Sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung ungkapan, atau idiomatic . Tatabahasanya
kurang teratur
Intelektual
Kemampuan intelektualnya normal. Namun akibat
keterbatasan dalam berkomunikasi dan berbahasa,
perkembangan intelektual menjadi lamban
Perkembangan akademiknya lamban akibat
keterbatasan bahasa. Seiring terjadinya kelambanan dalam
perkembangan intelektualnya akibat adanya hambatan
dalam berkomunikasi, maka dalam segi akademiknya juga
mengalami keterlambatan.

KARAKTERISTIK
Emosi dan Penyesuaian Sosial
Sering merasa curiga. Sikap seperti ini terjadi akibat
adanya kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat
memahami apa yang dibicarakan oranglain, sehingga anakanak tunarungu menjadi mudah merasa curiga.
Sering bersikap agresif

CEREBRAL PALSY

Ilustrasi

Dini seorang anak cerebral palsy, sejak kecil dia mengalami


kelumpuhan atau kelayuhan pada anggota gerak sebelah
kanan yaitu tangan dan kaki kanannya yang disertai
gangguan pada otot motorik wicara. Dini jika berjalan
terlihat sempoyongan, dan bila bicara sulit untuk
dimengerti orang lain.
Pada awalnya oleh lingkungan dia dianggap sebagai anak
yang tidak normal mentalnya. Tetapi lama-kelamaan
lingkungan menyadari bahwa dia memahami dan mengerti
apa yang di bicarakan orang lain, tetapi sangat sulit untuk
ekspresi responnya secara verbal maupun motorik lainnya.
Setelah dia bersekolah di sekolah khusus atau SLB untuk
anak-anak tunadaksa, dia dapat mengekspresikan
maksudnya dengan berbagai cara sesuai dengan
kemampuan dan sedikit dapat dimengerti orang lain.

SEJARAH
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah
William John Little (1843), yang menyebutnya dengan
istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas
atau afiksia neonatorum.
Sir William Olser adalah yang pertama kali
memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan
Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile
Cerebral Paralysis.
Walaupun serebral palsi pertama kali dilaporkan pada
tahun 1827 oleh Cazauvielh, dan kemudian
digambarkan dan di perdebatkan oleh dokter seperti
Little, Freud, Osler, dan Phleps, patogenesis gangguan
ini tetap tidak dimengerrti secara jelas.

SEJARAH
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu
diketahui untuk tindakan pencegahan. Fisioterapi
dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi
tercapainya tujuan pengobatan.
Winthrop Phelps menekankan pentingnya
pendekatan multi - disiplin dalam penanganan
penderita cerebral palsy, seperti disiplin anak,
saraf, mata, THT, bedah tulang, bedah saraf,
psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial,
guru sekolah Iuar biasa. Di samping itu juga harus
disertakan peranan orang tua dan masyarakat.

PENGERTIAN
Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan
otak yang permanen dan tidak progresif.
Terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan)
dan merintangi perkembangan otak normal
dengan gambaran klinis dapat berubah selama
hidup dan menunjukan kelainan dalam sikap dan
pergerakan disertai kelainan neurologis berupa
kelumpuhan spastis, gangguan ganglia basal dan
serebellum dan kelainan mental.

PENGERTIAN
Istilah serebral palsi merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan sekelompok
gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang
bersifat nonprogresif, berbeda-beda kronis dan
akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal
masa perkembangan.

PENGERTIAN
Suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,
mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf
pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat
kelainan atau cacat pada jaringan otak yang
belum selesai pertumbuhannya.
Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak
progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda
neuron perifer akan berubah akibat maturasi
serebral.

KARAKTERISTIK

Gangguan Motorik
Gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan,
gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan, gerakan
ritmis dan gangguan keseimbangan. Gangguan motorik ini
meliputi motorik kasar dan motorik halus.
Gangguan Sensorik
Pusat sensoris pada manusia terletak di otak, mengingat
anak cerebral palsy adalah anak yang mengalami kelainan di
otak, maka sering anak cerebral palsy disertai gangguan
sensorik, beberapa gangguan sensorik antara lain
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa.
Gangguan penglihatan pada cerebral palsy terjadi karena
ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akibat kerusakan
otak. Gangguan pendengaran pada anak cerebral palsy sering
dijumpai pada jenis athetoid.

KARAKTERISTIK
Gangguan Tingkat Kecerdasan
Walaupun anak cerebral palsy disebabkan karena
kelainan otaknya tetapi keadaan kecerdasan anak cerebral
palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy
mulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar
45% mengalami keterbelakangan mental, dan 35% lagi
mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas rata-rata.
Sedangkan sisanya cenderung dibawah rata-rata.
Kemampuan Berbicara
Anak cerebral palsy mengalami gangguan wicara yang
disebabkan oleh kelainan motorik otot-otot wicara terutama
pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan rahang bawah,
dan ada pula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadi
proses interaksi dengan lingkungan.

KARAKTERISTIK
Emosi dan Penyesuaian Sosial
Respon dan sikap masyarakat terhadap kelainan pada
anak cerebral palsy, mempengaruhi pembentukan pribadi
anak secara umum. Emosi anak sangat bervariasi,
tergantung rangsang yang diterimanya.
Secara umum tidak terlalu berbeda dengan anakanak
normal, kecuali beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi
yang dapat menimbulkan emosi yang tidak terkendali.
Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak
cerebral palsy dapat memunculkan keadaan anak yang
merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya kurang, mudah
tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang dapat
menyesuaikan diri dan bergaul dengan lingkungan.

ETIOLOGI: PRENATAL
Penyebabnya dapat dibagi menjadi 3 bgian yaitu
prenatal, perinatal, dan pascanatal.
Prenatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan
kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasmosis,
rubela dan penyakit inklusi sitomegalik.
Kelainan yang menyolok biasanya gangguan pergerakan
dan retardasi mental.
Anoksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta,
plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang
abnormal), terkena radiasi sinar-X dan keracunan
kehamila.

ETIOLOGI: PERINATAL
1. Anoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa
perinatal ialah brain injury. Keadaan inillah
yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini
terdapat pada kedaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus
lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus
menggunakan bantuan instrumen tertentu dan
lahir dengan seksio caesaria. (1)

ETIOLOGI: PERINATAL
2. Perdarahan otak
Perdarahan otak dan anoksia dapat terjadi
bersama-sama, sehingga sukar membedakannya,
misalnya perdarahan yang mengelilingi batang
otak, mengganggu pusat pernapasan dan
peredaran darah hingga terjadi anoksia.
Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid
akan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga
mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan
spatium subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga timbul kelumuhan spaatis.

ETIOLOGI: PERINATAL
3. Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan
menderita perdaraha otak yang lebih banyak dari
pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah
enzim, faktor pembekuan darah dan lain-lain
masih belum sempurna.
4. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak yang permanen akibat
msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya
pada kelainan inkompatibilitas golongan darah.

ETIOLOGI: PERINATAL
5. Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila
terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan
mengakiatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.

ETIOLOGI: PASCANATAL
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang
mengganggu perkembangan dapat menyebabkan
cerebral palsy.
Trauma kapitis dan luka parut pada otak pascaoperasi.
Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses
serebri,tromboplebitis, ensefalomielitis.
Kern icterus. Seperti kasus pada gejala sekuele
neurogik dari eritroblastosis fetal atau devisiensi
enzim hati.

KLASIFIKASI (berdasar Gejala Klinis)


1. Tipe Spastis atau Piramidal, gejala yang hampir
selalu ada adalah:
Hipertoni (fenomena pisau lipat).
Hiperrefleksi yang disertai klonus.
Kecenderungan timbul kontraktur.
Refleks patologis.
2. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan
involunter, seperti atetosis, distonia, ataksia. Tipe ini
sering disertai gangguan emosional dan retardasi
mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni,
hiperrefleksi ringan, jarang sampai timbul klonus .
3. Tipe campuran

KLASIFIKASI (berdasar Derajat


Kemampuan Fungsional)
Ringan: masih bisa melakukan aktifitas sehari- hari
sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
Sedang: Aktifitas sangat terbatas. Membutuhkan
bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus
agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau
berbicara.
Berat: Penderita sama sekali tidak bisa melakukan
aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa
pertolongan orang lain.

PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Pemeriksaan Refleks, tonus otot, postur dan koordinasi
2. Pemeriksaan mata dan pendengaran setelah dilakukan
diagnosis cerebral palsy ditegakan.
3. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada
cerebral palsy CSS normal.
4. Pemeriksaan EEG dilakukan pada penderita kejang atau pada
golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang
tidak.
5. Foto Rontgen kepala, MRI, CT-Scan, cranial ultrasounds umtuk
mendapatkan gambaran otak.
6. Penilaian psikologi perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan
yang dibutuhkan.
7. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain
dari retardasi mental.

PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap cerebral palsy. Terapi
bersifat simtomatik, yang diharapkan akan memperbaiki
kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah
atau mengurangi gejala-gejala neurologik.
Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang diberikan
dan untuk menentukan ke- berhasilannya maka perlu
diperhatikan penggolongan cerebral palsy berdasarkan
derajat kemampuan fungsionil yaitu derajat ringan, sedang
dan berat.
Tujuan terapi pasien cerebral palsy adalah membantu
pasien dan keluarganya memperbaiki fungsi motorik dan
mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan
pertolongan orang lain, diharapkan penderita bisa mandiri

PENATALAKSANAAN
Fisioterapi
Fisioterapi dini dan intensif untuk mencegah kecacatan,
juga penanganan psikolog atau psikiater untuk mengatasi
perubahan tingkah laku pada anak yang lebih besar.
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua
turut membantu program latihan di rumah. Untuk
mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita
pada waktu istirahat atau tidur.
Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara
tinggal di suatu pusat latihan. Fisioterapi ini diakukan
sepanjang penderita hidup.

PENATALAKSANAAN
Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas,
dianjurkan untuk melakukn pembedahan otot, tendon, atau
tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan gerakan
koreo-atetosis yang berlebihan.
Pendidikan
Penderita cerebral palsy dididik sesuai tingkat
intelegensinya, di sekolah luar biasa dan bila mungkin di
sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal.

PENATALAKSANAAN
Obat-obatan
Pada penderita dengan kejang diberikan obat
antikonvulsan rumat yang sesuai dengan karakteristik
kejangnya, misalnya luminal, dilantin, dan sebagainya.
Pada keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan
benzodiazepin dapat menolong, misalnya diazepam,
klordiazepoksid (librium), nitrazepam (mogadon). Pada
keadaan koreoatestosis diberikan artan.
Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan
depresi

PROGNOSIS
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang
ringan adalah baik; makin banyak gejala
penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang,
gangguan penglihatan dan pendengaran) dan
makin berat gejala motoriknya, makin buruk
prognosisnya.
Pengamatan jangka panjang yang dilakukan
menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi
koordinasi dan fungsi motorik dengan
bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang
mendapatkan rehabiltasi yang baik.

Mental Retardation
ATAU

Intellectual Disability

PENGERTIAN
Retardasi mental pada umumnya mengacu
pada keterlambatan pertumbuhan intelektual
dan termanifestasikan dalam reaksi yang
tidak matang pada input dari lingkungan dan
kemampuan intelektual dan performa sosial
yang di bawah rata-rata (Payne & Patton,
1981).

PENGERTIAN
AAMR (American Association on Mental
Retardation) (dikutip oleh Haugaard, 2008):
Keterbelakangan mental merujuk pada adanya
keterbatasan dalam fungsi yang mencakup fungsi
intelektual di bawah rata-rata berkaitan dengan
keterbatasan pada dua atau lebih dari keterampilan
adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri,
keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan,
fungsi akademis, waktu luang, dan lain-lain.

PENGERTIAN
DSM IV-TR (American Psychiatric Association
[APA], 2000):
Retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai oleh
(a) fungsi intelektual yang berfungsi secara bermakna
dibawah rata-rata yaitu IQ sekitar 70 atau lebih rendah
disertai (b) defisit fungsi adaptif yaitu kemampuan individu
tersebut secara efektif menghadapi kebutuhan untuk
berdikari yang dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.
Kondisi ini terjadi sebelum usia 18 tahun. yang
melibatkan inteligensi rendah (umumnya di bawah 70 pada
tes inteligensi individual tradisional) dan kesulitan
beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya
adalah cara individu berpakaian, makan, berinteraksi
dengan teman sebaya, dan self-control.

KRITERIA RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR

(Diagnostic and Statistical of Mental Disorders 2000)

1. Fungsi intelektual di bawah rata-rata dengan


IQ kira-kira 70 atau di bawahnya yang
didapatkan dari tes IQ secara individual
(untuk bayi, ahli klinis yang memutuskan
apakah bayi itu memiliki fungsi intelektual di
bawah rata-rata).

KRITERIA RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
2. Adanya penurunan dalam fungsi adaptif (misalnya,
keefektifan individu pada standar yang diharapkan
sesuai dengan usia mereka atau budaya dalam
kelompoknya) minimal dalam dua area dari sebelas
area berikut ini:
(1) komunikasi, (2) merawat diri, (3) hidup berumah
tangga, (4)kemampuan sosial atau interpersonal, (5)
penggunaan dasar komunitas, (6) pengarahan diri,
(7) kemampuan fungsi akademis, (8) pekerjaan, (9)
waktu luang, (10) kesehatan, dan (11) keamanan.

KATEGORI RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
Mild (IQ antara 50-55 hingga 70)
Moderate (IQ antara 35-40 hingga 50-55)
Severe (IQ antara 20-25 hingga 35-40)
Profound (IQ < 20 atau 25)
Selain angka IQ, pemeriksa juga perlu
menggali data mengenai kemampuan
adaptif pasien.

KATEGORI RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
Retardasi mental ringan atau mild mental
retardation (IQ antara 50-55 hingga 70)
Seringkali memperlihatkan perkembangan
yang terhambat selama masa prasekolah tetapi
cenderung tidak diketahui sampai adanya masalah
akademis atau masalah tingkah laku saat berada di
sekolah dasar.
Dapat dikatakan mampu didik atau educable.

KATEGORI RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
Retardasi mental menengah atau moderate
mental retardation (IQ antara 35-40 hingga
50-55)
Memiliki ketidakmampuan lebih berat
dibandingkan individu dengan retardasi mental
ringan dan biasanya, diketahui pada masa
prasekolah saat mereka menunjukkan
keterlambatan perkembangan.
Disebut juga dengan mampu latih/ trainable.

KATEGORI RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
Retardasi mental parah atau severe mental
retardation (IQ antara 20-25 hingga 35-40)
Dikategorikan sebagai anak yang
membutuhkan pengawasan dan perawatan khusus.
Bila mereka berada pada usia prasekolah, mereka
akan menunjukkan koordinasi motorik yang
rendah dan memiliki sedikit kosakata bahasa.
Interaksi dengan teman-temannya dan orang yang
berada di sekitarnya sangat minimal dan mereka
tergantung pada orang lain atas perawatan fisik.

KATEGORI RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
Retardasi mental sangat parah atau
profound mental retardation (IQ di bawah
20 atau 25)
Umumnya dapat diidentifikasikan sejak bayi
karena adanya keterlambatan dalam
perkembangan dan keanehan biologis seperti
bentuk wajah yang tidak simetris. Individu dengan
retardasi mental sangat parah membutuhkan
bantuan seumur hidup.

PENYEBAB RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
1. Hereditas. Faktor ini meliputi kesalahan
metabolisme pada saat kehamilan yang diturunkan
pada bayi. Faktor genetik ini dianggap sebagai
identifikasi bentuk retardasi mental yang
diwariskan.
2. Adanya perubahan embrio pada awal
perkembangan. Faktor ini meliputi perubahan
kromosom, seperti Down Syndrome karena
trisomi atau kerusakan prenatal karena racun,
seperti konsumsi alkohol saat masa hamil atau
infeksi.

PENYEBAB RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
3. Pengaruh lingkungan. Faktor ini meliputi
tidak adanya perawatan, sosial, bahasa, dan
stimulasi yang lain.
4. Gangguan mental. Faktor ini meliputi
gangguan autistik dan gangguan perkembangan
pervasif.

PENYEBAB RETARDASI MENTAL MENURUT


DSM-IV-TR
5. Masalah kehamilan dan perinatal. Faktor
ini meliputi kurangnya gizi pada bayi, kelahiran
prematur yang disebabkan oleh virus, dan infeksi
lainnya serta adanya trauma.
6. Kondisi medis yang terjadi pada masa bayi
dan anak-anak. Faktor ini meliputi infeksi,
trauma, dan racun.

Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai