Anda di halaman 1dari 20

Thaharah (bersuci)

Hukum Thaharah
1. Dalil Normatif Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala
berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian
sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian
sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, "Dan, pakaianmu bersihkanlah." (Al-Mudatstsir: 4).
"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai
orang-orang yang menyucikan diri." (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), "Kunci salat adalah bersuci." Dan
sabdanya, "Salat tanpa wudu tidak diterima." (HR Muslim). Rasulullah saw.
Bersabda, "Kesucian adalah setengah iman." (HR Muslim).
2. Penjelasan tentang Thaharah
Thaharah itu terbagi menjadi dua bagian: lahir dan batin. Thaharah batin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat
dengan bertobat dengan sebenar-benarnya dari semua dosa dan maksiat,
dan membersihkan hati dari kotoran syirik, ragu-ragu, dengki, khianat,
sombong, ujub, riya, dan sum'ah dengan ikhlas, yakin, cinta kebaikan, lemah
lembut, benar, tawadu, dan mengharapkan keridaan Allah SWT dengan
semua niat dan amal saleh.
Adapun thaharah lahir adalah bersuci dari najis dan dari hadats (kotoran
yang bisa dihilangkan dengan wudu, mandi, atau tayammum).
Thaharah dari najis adalah menghilangkan najis dengan air yang suci, baik
dari pakaian orang yang hendak salat, badan, ataupun tempat salatnya.
Thaharah dari hadats adalah dengan wudu, mandi, atau tayamum.
Alat Thaharah
Thaharah bisa dilakukan dengan dua hal.
1. Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari
najis, seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air
laut, berdasarkan dalil-dalil berikut. "Dan Kami turunkan dari langit air yang
amat suci." (Al-Furqan: 48). Rasulullah saw. bersabda, "Air itu suci, kecuali
bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang
masuk padanya." (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber
yang sahih).
2. Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw.
bersabda, "Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku." (HR Ahmad).
Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa

menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, "
kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian
dengan tanah yang suci." (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah
alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama
sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia
menyentuhkannya ke kulitnya." (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
"Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat
pada malam yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan
dirinya jika ia mandi dengan air yang dingin." (HR Bukhari).
Penjelasan tentang Hal yang Najis
Hal-hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia,
berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan
karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau
mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan,
darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ
tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci.
Rasulullah saw. bersabda, "Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi
suci." (HR Muslim).
Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

Etika (Adab) Buang Air


Hal-hal yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak buang air adalah
sebagai berikut.
1. Ia mencari tempat yang sepi dari manusia, dan jauh dari penglihatan
mereka. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. hendak buang air besar, maka
beliau pergi hingga tidak dilihat oleh siapa pun. (HR Abu Dawud dan Tirmizi).
2. Tidak membawa apa saja yang di dalamnya terdapat zikir kepada Allah
SWT. Karena, dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw.
mengenakan cincin yang ada tulisannya Rasulullah, namun ketika beliau
masuk WC, beliau melepaskannya. (HR Tirmizi, dan ia menyahihkannya).
3. Masuk toilet/WC dengan mendahulukan kaki kiri, sambil berdoa (yang
artinya), "Bismillaahi innii a'uudzu bika minal khubutsi wal khabaaitsi
(Dengan nama Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari godaan
syetan laki-laki dan setan perempuan)." Imam Bukhari meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. selalu membaca doa tersebut jika hendak memasuki tempat
buang air.
4. Tidak mengangkat pakaiannya agar auratnya tidak terbuka.
5. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air kecil atau
buang air besar. Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah kamu menghadap
kiblat dan jangan pula membelakanginya ketika buang air besar maupun
buang air kecil." (HR Mutaffaq Alaih).
6. Tidak buang air di tempat berteduhnya manusia, di jalanan, di mata air, di
pohon-pohon yang berbuah. Rasulullah saw. bersabda, "Takutlah pada tiga
tiga tempat buang hajat: di aliran air, di tengah jalan, dan tempat berteduh."
(HR Hakim dengan sanad yang baik).
7. Tidak berbicara (ngobrol) pada waktu sedang buang air besar. Rasulullah
saw. bersabda, "Jika dua orang buang air besar, hendaklah masing-masing
dari keduanya bersembunyi (agar tidak terlihat satu sama lainnya), dan
hendaknya tidak saling bercakap-cakap, karena Allah membenci hal
tersebut."
Alat Istinja
Tidak beristinja dengan tangan tulang, atau kotoran hewan. Rasulullah saw.
bersabda, "Janganlah kalian beristinja dengan kotoran hewan dan tulang,
karena hal itu adalah makanan saudara-saudara kalian dari golongan jin."
(HR Bukhari dan Muslim).
Selain itu, tidak beristinja dengan hal-hal yang mengandung manfaat, seperti
pohon rami yang bisa digunakan dengan daun dan yang lainnya dari barang-

barang yang bernilai, karena meniadakan sesuatu yang bermanfaat dan


merusak sesuatu itu diharamkan.
Tidak menggunakan tangan kanan dan tidak menyentuh kemaluan dengan
tangan kanan. Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah setiap kalian menyentuh
kemaluannya dengan tangan kanan, dan janganlah cebok di WC dengan
tangan kanannya." (HR Mutaffaq Alaih).
Melakukan istinja dengan ganjil, misalnya dengan tiga batu, jika belum
bersih dengan lima batu. Salman r.a. berkata, "Rasulullah saw. melarang
kami menghadap kiblat ketika buang air dan melarang istinja dengan tangan
kanan, atau menggunakan batu kurang dari tiga, dan melarang istinja
dengan kotoran hewan dan tulang." (HR Muslim).
Jika ingin menggunakan air dan batu, maka terlebih dulu menggunakan
batu, kemudian dengan air. Jika cukup dengan salah satu dari keduanya,
maka diperbolehkan, hanya saja dengan air itu lebih baik. Aisyah berkata,
"Perintahkan suami-suami kalian untuk beristinja dengan air, karena aku
malu kepada mereka dan karena Rasulullah saw. terbiasa berbuat seperti
itu." (HR Tirmizi, dan ia menyahihkannya).
Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Setelah Buang Air:

1. Keluar dari tempat buang air dengan mendahulukan kaki kanan,


seperti yang biasa diperbuat oleh Rasulullah saw.
2. Membaca doa, "Ghufraanaka (Ya Allah, ampunilah aku)." (HR Abu
Dawud dan Tirmizi). Atau doa, "Alhamdulillaahil ladzii adzhaba
'annil adzaa wa 'aafaanii (Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan gangguan dariku dan memberikan kesehatan
kepadaku)." Atau doa, "Alhamdulillahi al-ladzii ahsana ilayya fii
awwalihi wa aakhirihi (Segala puji bagi Allah yang telah berbuat
baik kepadaku, dari pertama hingga terakhir)." Atau doa,
"Alhamdulillahil ladzi aadzaaqanii ladzdzatahu, wa abqaa fiyya
quwwatahu, wa adzhaba 'annii adzaahu (Segala puji bagi Allah
yang telah merasakan kepadaku kelezatannya, mempertahankan
kekuatannya kepadaku, dan menghilangkan gangguannya
dariku)."
Semua doa di atas ada hadisnya.
Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

Wudu (1)
Wudu disyariatkan oleh Alquran dan Assunah. Allah berfirman, "Hai orangorang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka
basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah
kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki." (AlMaidah: 6).
Rasulullah saw. bersabda, "Tidak diterima salat salah seorang di antara
kalian jika ia berhadas, sehingga ia berwudu." (HR Bukhari).
Keutamaan Wudu
Wudu mempunyai keutamaan yang besar berdasarkan sabda Nabi saw.,
"Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dengannya Allah menghapus
kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat dengannya?" Para sahabat
menjawab, "Ya mau, wahai Rasulullah saw." Rasulullah saw. bersabda,
"Yaitu, menyempurnakan wudu pada saat yang sulit, berjalan ke masjid, dan
menunggu salat setelah salat, itulah ribath." (HR Muslim).
Rasulullah saw. bersabda, "Jika seorang hamba muslim atau mukmin
berwudu, lalu membasuh wajahnya, maka akan keluar setiap kesalahan
yang ia lihat dengan kedua matanya bersama air atau bersama dengan
tetesan terakhir air tersebut. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka
keluar segala kesalahan yang dikerjakan oleh kedua tangannya bersama
dengan air atau bersama dengan tetesan air yang terakhir. Jika ia
membasuh kedua kakinya, keluarlah setiap kesalahan yang dilakukan oleh
kedua kakinya bersama dengan air itu atau dengan tetesan terakhir air
tersebut, hingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa." (HR Malik).
Hal-Hal yang Diwajibkan dalam Wudu

1. Niat, yaitu keinginan hati untuk mengerjakan wudu karena ingin


melaksanakan perintah Allah, berdasarkan sabda Rasulullah saw.,
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan niat." (HR
Mutaffaq Alaih).
2. Membasuh wajah dari kening atas hingga dagu. Allah berfirman,
"Basuhlah muka kalian." (Al-Maidah: 6).
3. Membasuh kedua tangan hingga siku. Allah berfirman, "(Dan
basuhlah) tangan kalian sampai ke siku." (Al-Maidah: 6).
4. Menyapu kepala dari kening hingga tengkuk. Allah berfirman,
"Sapulah kepala kalian." (Al-Maidah: 6).
5. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki. Allah berfirman,
"Dan (basuhlah) kaki kalian hingga kedua mata kaki." (AlMaidah: 6).

6. Berurutan dalam berwudu. Pertama, membasuh muka,


membasuh kedua tangan, membasuh kepala, kemudian
membasuh kedua kaki. Urutan seperti ini yang sesuai dengan
firman Allah tersebut.
7. Muwalah, yaitu menjalankan aktivitas wudu dalam satu waktu
tanpa jeda karena memutus ibadah yang telah dimulai itu
dilarang. Allah berfirman, "Janganlah kalian membatalkan amal
perbuatan kalian." (Muhammad: 33). Adapun jeda sedikit dapat
dimaafkan. Begitu juga karena adanya uzur, seperti persediaan
air wudu habis, atau aliran air wudu terhenti, atau pengalirannya
membutuhkan waktu lama, pada kondisi tersebut, jeda
dibolehkan karena Allah tidak membebani seseorang kecuali
sebatas kemampuannya.

Catatan: Sebagian ulama memasukkan kata ad-dalku (menggosok, memijit


organ tubuh) termasuk hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu. Dan,
sebagian lain menganggapnya sebagai sunah wudu. Pada hakikatnya, addalku adalah kesempurnaan membasuh bagian-bagian tubuh dalam wudu,
maka tidak dibuat nama khusus dan hukum tersendiri dalam hal itu.
Hal-Hal yang Disunahkan dalam Wudu

1. Menyebut nama Allah Taala ketika memulai wudu dengan


berkata, "Bismillah," karena Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada
wudu bagi orang yang tidak menyebutkan nama Allah atasnya."
(HR Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad daif, namun karena
banyak jalurnya, sebagian ulama mengamalkannya).
2. Membersihkan telapak tangan hingga tiga kali sebelum
dimasukkan ke dalam tempat wudu ketika seseorang baru
bangun tidur. Rasulullah saw. bersabda, "Jika salah seorang dari
kalian bangun dari tempat tidurnya, janganlah ia mencelupkan
tangannya ke dalam air hingga ia membersihkannya tiga kali,
karena ia tidak tahu di mana tangan bermalam." (HR Mutaffaq
Alaih).
3. Membersihkan gigi dengan siwak. Rasulullah saw. bersabda, "Jika
sekiranya aku tidak memberatkan umatku, niscaya akan aku
perintahakan mereka untuk bersiwak setiap kali wudu." (HR
Malik).
4. Berkumur. Rasulullah saw. bersabda, "Jika kamu berwudu, maka
berkumurlah." (HR Abu Dawud).

5. Istinsyaq (menghirup air dengan hidung), dan istintsar


(mengeluarkan air setelah menghirupnya dengan hidung).
Rasulullah saw. bersabda, "Dan sempurnakan dalam melakukan
istinsyaq, kecuali apabila engkau dalam keadaan puasa." (HR
Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmizi).
6. "Menyela-nyela air ke jenggot, karena Rasulullah saw. menyelanyela air ke jenggotnya." (HR Ahmad dan Tirmizi).
7. Membasuh organ-organ wudu sebanyak tiga kali. Kewajiban
membasuh itu hanya sekali, maka membasuh sebanyak tiga kali
itu adalah sunnah.
8. Membasuh telinga bagian luar dan dalam, karena Rasulullah saw.
biasa melakukannya.
9. Menyela-nyela air ke jari-jari tangan dan kaki. Rasulullah saw.
bersabda, "Jika engkau berwudu, maka hendaknya menyelanyela air di jari-jari kedua tangan dan kedua kaki."
10. Tayamun, yaitu memulai dengan bagian yang kanan ketika
membasuh kedua tangan dan kedua kaki, dengan dalil bahwa
Rasulullah saw. bersabda, "Jika kalian berwudu, maka mulailah
dengan bagian kanan kalian." (HR Ahmad dan Tirmidzi). Aisyah
berkata, "Nabi saw. suka memulai dari yang kanan ketika
mengenakan sandal, menyisir, bersuci, dan dalam segala hal."
(HR Mutaffaq Alaih).
11. Memanjangkan warna putih di wajah dan kaki dengan
membasuh leher ketika membasuh wajah, membasuh sedikit dari
lengan ketika membasuh kedua tangan, dan membasuh sedikit
dari betis ketika membasuh kaki. Rasulullah saw. bersabda,
"Sesungguhnya umatku datang pada hari kiamat dalam keadaan
putih di wajah dan kakinya karena bekas wudu. Maka, barang
siapa di antara kalian yang sanggup untuk memanjangkan warna
putihnya, hendaknya ia kerjakan." (HR Mutaffaq Alaih).
12. "Memulai membasuh kepala bagian depan, berdasarkan hadis
yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. membasuh kepala
dengan kedua tangannya, kemudian memajukan dan
mengembalikannya. Beliau memulai dengan kepala bagian
depan, kemudian mengarahkan kedua tangannya ke akhir
tengkuknya, lalu mengembalikannya ke tempat semula." (HR
Mutaffaq Alaih).
13. Membaca doa setelah berwudu. "Asyhadu allaa ilaaha illallah,
wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna muhammadan
'abduhu wa rasuuluhu, Allahumma ij'alnii minat tawwaabiina, waj
'alnii minal mutathahhiriin (Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah

yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada sekutu baginya.


Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
bertaubat, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang
suci)." Berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Barang siapa
berwudu, kemudian menyempurnakan wudunya, lalu berdoa,
'Aku bersaksi tiada ilah yang berhak disembah melainkan Allah,'
maka dibukalah kedelapan pintu surga baginya, dan ia
memasukinya dari pintu mana saja yang ia kehendaki." (HR
Muslim).

Wudu 2
Kajian berikut ini adalah lanjutan dari bab tentang wudu dari edisi
sebelumnya.
Hal-Hal yang Dimakruhkan dalam Wudu
1. Berwudu di tempat najis, karena dikhawatirkan najis akan
mengenai dirinya.
2. Membasuh lebih dari tiga kali, karena Rasulullah saw.
melakukannya tiga kali. Beliau bersabda, "Barang siapa yang
menambahnya (lebih dari tiga kali), maka dia telah salah dan
zalim." (HR An-Nasai, Ahmad, dan Tirmizi).
3. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw.
berwudu dengan menggunakan air sebanyak takaran dengan
telapak tangan. (HR Tirmizi).
4. Meninggalkan salah satu sunah wudu atau lebih, karena dengan
meninggalkan hal tersebut, seorang muslim akan kehilangan
pahala. Maka, oleh karena itu, tidak selayaknya sunah wudu
ditinggalkan.
5. Berwudu dengan air sisa wanita, sebab Rasulullah saw.
melarangnya. (HR Tirmidzi, dan ia menghasankannya).

Cara Wudu
Orang muslim (yang hendak berwudu) meletakkan tempat air di sebelah
kanannya jika memungkinkan sambil membaca basmalah, kemudian ia
tuangkan air pada kedua telapak tangannya, sambil berniat untuk berwudu,
dan membasuhnya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur sebanyak tiga

kali, menghirup air ke hidung dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali,


membasuh wajahnya dari tempat tumbuhnya rambut hingga jenggotnya,
membasuh tangan kanannya hinggga lengan sebanyak tiga kali dengan
menyelakan air ke jari-jarinya, membasuh tangan kiri hingga lengan
sebanyak tiga kali dengan menyela air ke dalam jari-jarinya, membasuh
kepala satu kali dimulai dengan kepala bagian depan kemudian membawa
kedua tangannya ke tengkuknya kemudian mengembalikan kedua tangannya
ke tempat semula (ke arah depan), mengusap kedua telinganya, luar dan
dalam dengan air yang tersisa di kedua tangannya atau mengambil air lagi
jika di kedua tangannya tidak tersisa air, membasuh kaki kanan hingga betis
sebayak tiga kali dengan menyela air ke jari-jari kaki, membasuh kaki kiri
hingga betis sebayak tiga kali dengan menyela air ke jari-jari kaki, dan
membaca doa berikut, "Asyhadu allaa ilaaha illallah, wahdahu laa syariika
lahu, wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluhu, allahumma
ij'alnii minat tawwaabiina, waj 'alnii minal mutathahhiriin (Aku bersaksi
bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada sekutu
baginya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan
Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertobat,
dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang suci)."
Hal ini berdasarkan riwayat bahwa Ali bin Abu Thalib r.a. berwudu, ia
membersihkan kedua telapak tangannya hingga bersih, berkumur tiga kali,
menghirup air ke dalam hidungnya tiga kali, mengusap kepalanya sekali,
membasuh kedua kakinya hingga mata kaki, kemudian berkata, "Aku ingin
perlihatkan kepada kalian bagaimana cara bersuci Rasulullah saw." (HR
Tirmizi, dan ia men-sahih-kannya).
Hal-Hal yang Membatalkan Wudu
1. Sesuatu yang keluar daru dua lubang manusia (kemaluan dan
dubur), seperti air kencing, air mazi (lendir yang keluar dari
kemaluan karena syahwat), wadi (cairan putih yang keluar
setelah kencing), tinja (tahi), kentut, baik yang berbunyi maupun
yang tidak berbunyi. Semua itu dikategorikan sebagai hadas.
Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak menerima salat salah
seorang dari kalian jika ia berhadas hingga ia berwudu lagi." (HR
Bukhari).
2. Tidur berat jika dilakukan dengan berbaring. Rasulullah saw.
bersabda, "Mata adalah tali dubur, maka barang siapa yang tidur
hendaknya berwudu." (HR Abu Dawud).
3. Hilangnya akal dan perasaan, seperti pingsan, mabuk, atau gila.
Hal itu disebabkan karena apabila seseorang kehilangan akalnya,
ia tidak mengetahui apakah wudunya telah batal atau belum
sebab kentut atau yang lainnya.

4. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan dan jari-jari.


Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa menyentuh
kemaluannya, janganlah ia salat sampai ia berwudu." (HR
Tirmizi, dan ia menyahihkannya).
5. Murtad, misalnya dengan mengatakan perkataan yang
menunjukkan kepada kekafiran. Dengan demikian, wudu
seseorang batal, bahkan semua amalnya menjadi hangus. Allah
berfirman, "Jika kamu melakukan kesyirikan, niscaya akan
terhapuslah semua amalmu, dan kamu termasuk orang-orang
yang merugi." (Az-Zumar: 65).
6. Memakan daging unta. Salah seorang sahabat bertanya kepada
Rasulullah saw., "Apakah kita harus berwudu lagi karena
memakan daging kambing?" Rasulullah saw. menjawab, "Jika
engkau mau, lakukan saja," sahabat tersebut bertanya lagi,
"Apakah kita harus berwudu lagi karena memakan daging unta?"
Rasulullah saw. menjawab, "Ya." (HR Muslim). Kendati demikian,
sebagian besar sahabat berpendapat tidak harus wudu lagi
setelah memakan daging unta dengan alasan hadis tersebut
telah terhapus, dan karena para khulafa rasyidin tidak berwudu
lagi setelah memakan daging unta.
7. Menyentuh wanita (istri) dengan syahwat. Hal itu membatalkan
wudu. Dengan dalil diperintahkannya wudu setelah menyentuh
kemaluan. Sebab, menyentuh kemaluan itu membangkitkan
syahwat. Di dalam Al-Muwaththa' diriwayatkan bahwa Ibnu Umar
berkata, "Ciuman seorang suami terhadap istrinya dan meraba
istri dengan tangannya termasuk dalam arti kata menyentuh.
Maka, barang siapa mencium dan menyentuhnya, ia harus
berwudu." Menyentuh wanita yang membatalkan wudu ini
apabila disertai dengan nafsu syahwat. Begitu juga menyentuh
kemaluan. Menurut sebagian ulama, jika menyentuhnya tidak
disertai syahwat, hal itu tidak membatalkan wudu.

Orang-Orang yang Disunahkan Berwudu


1. Salis, yaitu orang yang kencing dan kentutnya tidak bisa berhenti
dalam sebagian besar waktunya. Ia disunahkan berwudu dalam
setiap kali salat. Keadaannya disamakan dengan wanita
mustahadhah.
2. Wanita mustahadhah, yaitu wanita yang selalu mengeluarkan
darah pada hari-hari di luar hari rutinnya (mengeluarkan darah
haid). Ia disunahkan berwudu untuk setiap salat. Ia disamakan

dengan wanita salis. Rasulullah saw. bersabda kepada Fatimah


binti Abu Hubaisy, "Kemudian berwudulah engkau untuk setiap
kali salat." (HR Abu Dawud, Tirmizi, dan Nasai).
3. Setelah selesai memandikan mayat atau menggotongnya.
Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa memandikan mayat,
hendaklah ia mandi, dan barang siapa menggotongnya,
hendaklah ia berwudu." Karena hadis ini adalah daif, para ulama
menyunahkan wudu bagi orang yang memandikan mayat sebagai
bentuk kehati-hatian.

Sumber: Diadaptasi dari Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir al-Jazairi

Mandi
Mandi disyariatkan Alquran dan sunah. Allah berfirman, "Jika kalian junub,
maka mandilah." (Al-Maidah: 6).
Allah juga berfirman, "(Jangan pula hampiri masjid) sedang kalian dalam
keadaan junub, kecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi." (An-Nisa:
43).
Rasulullah saw. bersabda, "Jika kemaluan laki dan kemaluan wanita saling
bersentuhan, maka wajiblah mandi." (HR Muslim).
Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi
1. Jinabat atau yang berkaitan dengan hubungan suami istri, yaitu
apabila dua alat kelamin saling bertemu, meskipun tanpa inzal
(orgasme). Inzal adalah keluarnya mani (sperma) disertai
dengan kenikmatan dari laki-laki maupun perempuan, baik dalam
keadaan terjaga maupun sedang tidur. Allah berfirman, "Jika
kalian junub, maka mandilah." (Al-Maidah: 6). Rasulullah saw.
bersabda, "Jika dua alat kelamin telah bertemu, maka wajib
mandi." (HR Muslim).
2. Berhentinya darah haid dan nifas. Berdasarkan dalil firman Allah,
"Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita
pada waktu haid, dan janganlah kalian mendekati mereka,
sebelum mereka suci (mandi)." (Al-Baqarah: 222). Rasulullah
saw. bersabda, "Tahanlah selama engkau menahan haidmu,
kemudian mandilah." (HR Muslim).

3. Masuk Islam. Barang siapa dari orang-orang kafir masuk Islam,


ia wajib mandi. Rasulullah saw. menyuruh Tsumamah al-Hanafi
untuk mandi ketika masuk Islam.
4. Kematian. Ketika orang muslim mati, ia wajib dimandikan.
Karena, Rasulullah saw. memerintahkan hal tersebut, yaitu saat
kematian Zainab, seperti disebutkan dalam hadis sahih.

Hal-Hal yang Disunahkan untuk Mandi


1. Hari Jumat, berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Mandi pada hari
Jumat adalah wajib bagi orang yang telah mimpi (basah)."
(Mutaffaq Alaih).
2. Ihram. Orang yang ihram, baik untuk haji maupun umrah,
disunahkan mandi. Selain hal itu, adalah kebiasaan Rasulullah
saw., beliau juga memerintahkannya.
3. Memasuki Mekah dan wukuf di Arafah, karena Rasulullah saw.
mengerjakan hal tersebut.
4. Usai memandikan mayit. Barang siapa telah memandikan mayit,
ia disunahkan mandi berdasarkan hadis yang telah disebutkan.

Hal-Hal yang Diwajibkan ketika Mandi


1. Niat, yaitu keinginan hati untuk menghilangkan hadas besar
dengan mandi. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya
seluruh amal perbuatan itu tergantung pada niat. Dan bagi setiap
orang apa yang ia niatkan." (Al-Bukhari).
2. Menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan menggosok bagianbagian yang bisa digosok, dan menyiramkan air ke bagian-bagian
yang tidak bisa digosok, hingga seseorang merasa yakin bahwa
air telah membasahi (mengenai) seluruh tubuhnya.
3. Menyela-nyela jari-jari dan rambut kepala dengan air, dan
mencermati daerah-daerah yang tidak terkena air, seperti pusar
dan yang lainnya.
4.
Hal-Hal yang Disunahkan ketika Mandi

1. Membaca basmalah, karena hal ini disyariatkan dalam semua


amal perbuatan.
2. Membersihkan kedua telapak tangan sebelum memasukkannya
ke tempat air seperti yang telah dijelaskan.
3. Memulai dengan membersihkan kotoran terlebih dahulu.
4. Mendahulukan organ-organ wudu sebelum yang lainnya.
5. Berkumur, menghirup air dengan hidung, membersihkan telinga
luar dan dalam.

Hal-Hal yang Dimakruhkan ketika Mandi


1. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air. Rasulullah saw. mandi
dengan air satu sha' (sekitar 3,5 liter).
2. Mandi di tempat yang najis, karena dikhawatirkan akan terkena
najisnya.
3. Mandi dengan air sisa bersucinya wanita. Rasulullah saw.
melarang mandi dengan air sisa bersucinya wanita, seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
4. Mandi tanpa penutup, misalnya dengan tembok atau yang
lainnya. Berdasarkan dalil-dalil berikut. Maimunah r.a. berkata,
"Aku persiapkan air untuk Rasulullah saw. dan menutupi beliau,
kemudian beliau mandi." (HR Bukhari). Jika sekiranya mandi
tanpa menggunakan penutup tidak dimakruhkan, pasti Maimunah
tidak menutupi Rasulullah saw. ketika sedang mandi. Rasulullah
saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla bersifat malu,
dan menutup (kesalahan hamba-Nya), menyukai sifat malu.
Maka, jika salah seorang dari kalian mandi, hendaklah
menggunakan penutup." (HR Abu Dawud).
5. Mandi dengan air yang tidak mengalir. Rasulullah saw. bersabda,
"Janganlah seseorang di antara kalian mandi di air yang tidak
mengalir, sedang dia junub." (HR Muslim).

Cara Mandi

Cara mandi adalah seseorang hendaknya membaca basmalah dengan niat


menghilangkan hadas besar dengan mandi, lalu membersihkan kedua
telapak tangan tiga kali, membersihkan apa yang ada di kemaluan (dan
dubur) dan kotoran yang ada di sekitarnya, berwudu kecuali kedua kaki,
karena dalam hal ini diperbolehkan menundanya hingga selesai mandi,
memasukkan tangan ke air kemudian menyela-nyela rambut hingga ke akarakarnya, kemudian membasuh kepalanya dengan tiga kali siraman air,
menyiramkan air ke seluruh tubuh, diawali dengan bagian yang kanan dari
atas ke bawah, lalu tubuh bagian kiri, memperhatikan tempat-tempat yang
sulit terjangkau air, seperti pusar, ketiak, dua lutut, dan yang lainnya. Aisyah
r.a. berkata, "Jika Rasulullah saw. mandi janabat, beliau membersihkan
kedua tangannya sebelum memasukkannya ke dalam air, kemudian
membersihkan kemaluannya, berwudu seperti wudu untuk salat, membasahi
rambutnya dengan air, menyiram kepalanya dengan tiga siraman, dan
menyiramkan air ke seluruh tubuhnya."
Cara tersebut adalah untuk laki-laki. Sedangkan untuk perempuan, ia cukup
menyiramkan air di kepalanya tiga kali, dan menggosok badannya, dan tidak
perlu membuka gulungan rambutnya. Ummu Salamah berkata, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita dengan gulungan rambut tebal,
apakah aku harus membukanya ketika mandi janabat?" Rasulullah saw.
menjawab, "Tidak usah, engkau cukup menyiramkan air tiga kali di
kepalamu." (HR Tirmizi).
Hal-Hal yang Tidak Boleh Dilakukan oleh Orang yang Sedang Junub
Orang yang sedang junub tidak diperbolehkan melakukan hal-hal berikut.
1. Membaca Alquran, kecuali istiazah (membaca taawud) dan yang
lainnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut. Rasulullah saw.
bersabda, "Wanita yang sedang haid dan orang yang sedang
junub tidak boleh membaca apa pun dari Alquran." (HR Tirmizi,
dan ia menyahihkannya). Ali r.a. berkata, "Rasulullah saw.
membaca Alquran dalam setiap keadaan, kecuali ketika ia sedang
junub." (HR Tirmizi).
2. Memasuki masjid, kecuali hanya melewatinya saja jika mendesak
(terpaksa). Allah berfirman, "(Jangan pula menghampiri masjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja."
(An-Nisa: 43).
3. Mengerjakan salat wajib atau salat sunah. Allah berfirman, "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian salat sedang kalian
dalam keadaan mabuk, sehingga kalian tidak mengerti apa yang
kalian ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, kecuali sekedar lewat saja, hingga kalian
mandi." (An-Nisa: 43).

4. Menyentuh Alquran meskipun dengan menggunakan kayu atau


yang lainnya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Alquran ini adalah
bacaan yang sangat mulia. Di kitab yang terpelihara. Tidak
menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan." (AlWaqi'ah: 77--79). Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah engkau
menyentuh Alquran, kecuali engaku dalam keadaan suci." (HR
Daru Quthni).
Sumber: Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir al-Jazairi

Tayammum
Tayammum disyariatkan berdasarkan Alquran dan sunah. Allah SWT
berfirman, "Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu ...." (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, "Tanah adalah wudu seorang muslim jika tidak
mendapatkan air kendati selama sepuluh tahun." (HR An-Nasai dan Ibnu
Hibban).
Rasulullah saw. juga bersabda, "Seluruh tanah di bumi dijadikan sebagai
tempat sujud dan bersuci bagiku dan umatku. Maka, di mana saja waktu
salat menghampiri seseorang dari umatku, tanah dapat menyucikannya."
(HR Ahmad).
Sebab Disyariatkannya Tayamum
Diriwayatkan dari Aisyah r.a., ia berkata, "Kami bepergian bersama dengan
Nabi dalam suatu perjalanan. Ketika kami sampai di Baida', kalungku hilang.
Karena itu, Nabi berhenti untuk mencarinya. Begitu pula seluruh rombongan
turut berhenti bersama dengan beliau. Sedangkan di tempat itu tidak ada
air, dan mereka tidak membawa air. Mereka mendatangi Abu Bakar, lalu
berkata, 'Tidakkah engkau memperhatikan Aisyah? Karena ulahnya, Nabi
dan para sahabat berhenti, padahal di sini tidak ada air, dan rombongan
tidak membawa air.' Lalu Abu Bakar mendatangiku, sedangkan Rasulullah
tertidur dengan kepalanya berada di atas pahaku. Kemudian Abu Bakar
mengata-ngataiku sepuas hatinya, sehingga ditusuknya rusukku dengan
tangannya. Aku tak dapat bergerak karena Nabi tidur di pahaku. Beliau
tertidur sampai subuh tanpa air. Kemudian Allah menurunkan ayat
tayamum, 'Maka, hendaklah kalian bertayamum,' Usaid bin Hudhair berkata,
'Ini bukanlah berkah yang pertama darimu, wahai keluarga Abu Bakar'."
Selanjutnya Aisyah berkata, "Ketika unta kami suruh berdiri, kami dapati
kalungku berada di bawah unta itu." (HR Jamaah, kecuali Tirmizi).

Orang yang Diperbolehkan Bertayamum


Tayamum diperbolehkan bagi orang yang tidak mendapatkan air setelah
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya, atau ada air namun
tidak bisa menggunakannya karena sakit, atau khawatir jika menggunakan
air maka sakitnya akan bertambah parah dan menghambat kesembuhannya,
atau seseorang yang tidak dapat bergerak dan tidak ada orang yang bisa
memberikan air kepadanya.
Hal-Hal yang Bisa Dipergunakan untuk Tayamum
Dalam bertayammum, diperbolehkan menggunakan debu yang suci dan
segala sesuatu yang sejenis dengan tanah, seperti kerikil, batu, atau kapur.
Allah berfirman, "Maka, bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci)." (AnNisa: 43).
Para ahli bahasa sepakat bahwa kata ash-sha'id memiliki arti permukaan
tanah, baik berupa debu atau yang lainnya.
Hal-Hal yang Diwajibkan ketika Tayamum
1. Niat. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu
tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang apa yang ia niatkan." (HR
Bukhari).
2. Menggunakan tanah yang suci. Allah berfirman, "... maka, bertayamumlah
kamu dengan tanah yang suci ...." (An-Nisa: 43).
3. Sekali tepuk (sentuh), maksudnya adalah ketika meletakkan kedua
tangannya di atas tanah.
4. Mengusap wajah dan kedua telapak tangan. Allah berfirman, "... maka
sapulah muka dan kedua tangan kalian." (An-Nisa: 43).
Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum
1. Semua hal yang membatalkan wudu, karena tayamum merupakan
pengganti wudu.
2. Apabila mendapatkan air sebelum mengerjakan salat, atau sedang
mengerjakan salat. Rasulullah saw. bersabda, "Debu itu cukup bagimu untuk
bersuci selama kamu tidak mendapatkan air. Apabila kamu telah
mendapatkan air, maka usapkanlah ia ke kulitmu." (HR Abu Dawud). Namun,
apabila seseorang baru mendapatkan air setelah ia selesai mengerjakan
salat, ia tidak perlu mengulanginya kembali. Rasulullah saw. bersabda,
"Janganlah kalian mengerjakan satu salat (fardu) dua kali dalam sehari." (HR
An-Nasai, Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Hiban).
Hal-Hal yang Boleh Dilakukan setelah Bertayamum
Orang yang bertayamum diperbolehkan baginya untuk melakukan hal-hal
yang boleh dilakukan oleh seseorang yang telah berwudu atau mandi, seperti

salat, membaca Alquran atau menyentuhnya, thawaf, atau berdiam di


masjid.
Cara Bertayamum
Tayamum dilakukan dengan cara menepukkan kedua tangan ke tanah yang
suci dengan satu kali tepukan, lalu mengusapkannya ke wajah, kemudian
pada kedua tangan. Rasulullah saw. bersabda, "Sebenarnya cukup bagimu
begini, seraya menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah, lalu
mengusapkannya ke wajah, kemudian kepada ke dua tangannya."
Bila seseorang bertayamum dengan lebih dari satu kali tepukan, hal itu
diperbolehkan. Dan, jika seseorang mengusap tangannya melebihi batas
pergelangan, hal itu pun tetap dibenarkan.
Sumber: Diadaptasi dari kitab Minhajul Muslim karya Syekh Abu Bakar Jabir
al-Jazairi dan Al-Jami' fi Fiqhin Nisa' karya Syekh Kamil Muhammad 'Uwaidah

Mengusap Khuff (Sepatu atau Kaus Kaki)


Allah SWT berfirman (yang artinya), "Hai orang-orang yang beriman, apabila
kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan
kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki
kalian sampai dengan kedua mata kaki." (Al-Maidah: 6).
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa kata wa arjulakum di dalam
ayat tersebut dibaca kasrah, yaitu wa arjulikum karena disambungkan
dengan kata famsahu biru'usikum. Ini menunjukkan bahwa mengusap khuff
(sepatu/kaus kaki) diperbolehkan. Rasulullah saw. bersabda, "Jika salah
seorang dari kalian berwudu, kemudian mengenakan kedua sepatunya,
hendaklah ia mengusap bagian atas keduanya, kemudian salat. Jika tidak
demikian, hendaklah ia melepas keduanya jika ia kehendaki. Kecuali, jika
dalam keadaan junub." (HR Daru Quthni, dan Hakim menyahihkannya).
Syarat-Syarat Mengusap Khuff
1. Mengenakannya dalam keadaan suci. Rasulullah saw. berkata kepada
Mughirah bin Syu'bah ketika hendak melepas kedua sepatu beliau untuk ia
basuh dalam wudu, "Biarkan kedua sepatuku, karena aku memasukkannya
dalam keadaan suci." (Mutaffaq Alaihi).
2. Sepatunya menutup telapak kaki.
3. Sepatunya tebal sehingga kulit tidak terlihat.
4. Masa mengusap tidak lebih dari sehari semalam bagi orang yang mukim,
dan tidak lebih dari tiga hari tiga malam bagi musafir. Ali r.a. mengatakan
bahwa Rasulullah saw. menentukan tiga hari tiga malam untuk musafir, dan
sehari semalam untuk orang yang mukim." (HR Muslim).
5. Bagi orang yang terluka di bagian organ tubuh yang harus dibasuh (atau

diusap saat wudu dan lukanya dibalut) diperbolehkan hanya mengusap


pembalut lukanya. Adapun untuk pembalut luka, tidak disyaratkan harus
dalam keadaan suci dan tidak ada pembatasan untuk jangka waktu tertentu.
Namun, pembalut tersebut diupayakan supaya tidak melebar ke tempat yang
tidak terluka, kecuali jika sangat dibutuhkan, seperti untuk pengikat. Jika
lukanya sudah sembuh, orang yang bersangkutan harus membasuhnya
langsung.
Cara Membasuh Khuff
Langkah pertama adalah membasahi kedua tangan dengan air, lalu
meletakkan telapak tangan kiri di bagian bawah sepatu atau kaus kaki,
sedangkan telapak tangan kanan diletakkan pada jari-jemari kakinya.
Kemudian mengusapnya sampai mata kaki, dan telapak tangan kiri menuju
ke ujung jari-jemari kakinya. Apabila hanya mengusap bagian atas sepatu,
maka hal itu juga diperbolehkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Jika
sekiranya agama itu berdasarkan akal, maka bagian bawah sepatu lebih
utama untuk diusap dari pada bagian atasnya." (HR Abu Dawud).
Sumber: Diadaptasi dari kitab Minhajul Muslim karya Syekh Abu Bakar Jabir
al-Jazairi dan Al-Jami' fi Fiqhin Nisa' karya Syekh Kamil Muhammad 'Uwaidah.

Haid (Menstruasi)
Haid adalah darah yang dikeluarkan dari rahim apabila perempuan telah
mencapai usia balig. Setiap bulan perempuan mengalami masa-masa haid
dalam waktu tertentu. Jangka waktu haid minimal sehari semalam dan
maksimal selama lima belas hari, namun umumnya adalah enam atau tujuh
hari.
Jika perempuan hamil, dengan izin Allah darah haid itu berubah menjadi
makanan janin yang berada di dalam kandungannya. Maka, perempuan
hamil tidak mengalami haid. Dalam masalah haid ini, perempuan
dikelompokkan menjadi tiga kelompok: mubtada'ah (perempuan yang baru
menjalani haid untuk pertama kalinya), mu'tadah (perempuan yang sudah
terbiasa menjalani haid), dan mustahadhah (perempuan yang darahnya
keluar dan tidak berhenti).
Mubtada'ah adalah perempuan yang baru pertama kali mengalami haid. Jika
melihat ada darah keluar, ia harus meninggalkan salat, puasa, jimak
(berhubugan suami istri), dan amalan lain yang tidak boleh dilakukan oleh
orang yang sedang haid, hingga datangnya masa suci. Jika dalam masa
sehari semalam ia melihat kesuciannya, hendaknya segera mandi dan
menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Jika darahnya tidak berhenti selama
lima belas hari, perempuan tersebut dianggap sebagai perempuan
mustahadhah.
Mu'tadah adalah perempuan yang sudah terbiasa menjalani haid. Jika telah
selesai menjalani masa haid, kemudian ia mendapati darah berwarna

kekuning-kuningan atau berwarna keruh, hal tersebut tidak perlu dihiraukan.


Artinya, darah tersebut tidak dianggap sebagai darah haid.
Mustahadhah adalah perempuan yang darahnya keluar terus-menerus
melebihi kebiasaan masa berlangsungnya haid. Jika perempuan
mustahadhah adalah perempuan yang sudah terbiasa menjalani masa haid
setiap bulannya, dan ia mengetahui kebiasaan tersebut, hendaknya ia
menjalani masa haidnya hingga selesai. Jika masa haidnya telah selesai, ia
diharuskan mandi, mengerjakan salat, puasa seperti biasanya. Namun, ia
harus berwudu setiap hendak mengerjakan salat. Jika keadaan mendesak, ia
boleh melakukan jimak. Dari Ummu Salamah r.a. bahwa ia pernah meminta
fatwa kepada Rasulullah saw. mengenai seorang perempuan yang selalu
mengeluarkan darah. Maka, Rasulullah saw. bersabda, "Hitunglah
berdasarkan bilangan malam dan hari dari masa haid pada setiap bulan
berlangsungnya, sebelum ia terkena serangan darah penyakit yang
menimpanya itu. Maka, tinggalkanlah salat sebanyak bilangan haid yang
biasa dijalaninya setiap bulan. Apabila ternyata melewati dari batas yang
berlaku, maka hendaklah ia mandi, lalu memakai cawat (pembalut) dan
mengerjakan salat." (HR Abu Dawud dan An-Nasai dengan isnad hasan).
Sumber: Diadaptasi dari kitab Minhajul Muslim karya Syekh Abu Bakar Jabir
al-Jazairi dan Al-Jami' fi Fiqhin Nisa' karya Syekh Kamil Muhammad 'Uwaidah

Nifas
Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan anak.
Hukum yang berlaku untuk nifas adalah sama seperti hukum haid, baik
dalam hal apa-apa yang diperbolehkan, yang diharamkan, maupun yang
diwajibkan.
Darah nifas sebenarnya adalah darah haid yang tertahan karena proses
kehamilan. Tidak ada batas minimal masa nifas. Tetapi, ukuran maksimal
keluarnya darah nifas adalah empat puluh hari. Namun, jika sebelum empat
puluh hari darah sudah berhenti, berarti setelah itu seorang perempuan
harus melaksanakan kewajibannya seperti biasa. Diriwayatkan dari Ummu
Salamah r.a., ia berkata, "Pada masa Rasulullah saw. para perempuan yang
sedang menjalani masa nifas menahan diri selama empat puluh hari atau
empat puluh malam." (HR Abu Dawud dan Tirmizi).
Jika perempuan mengalami keguguran, maka jika janin yang keluar sudah
berbentuk manusia sempurna, darah yang keluar setelah itu adalah nifas.
Namun, jika janin yang keluar belum berwujud manusia sempurna, darah
yang keluar tidak dianggap sebagai darah nifas, dan hanya dianggap sebagai
darah kotor.
Sumber: Diadaptasi dari kitab Minhajul Muslim karya Syekh Abu Bakar Jabir
al-Jazairi dan Al-Jami' fi Fiqhin Nisa' karya Syekh Kamil Muhammad 'Uwaida

Anda mungkin juga menyukai