data farmakoepid dr penggunaan obat & penyakit terkait, Gol obat, mekanisme kerja obat, efek
samping dan interaksi jk ada
1.
karena dampak yang ditimbulkan sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari
segi medis, akan tetapi meluas sampai pada masalah sosial, ekonomi, budaya dan ketahanan
keamanan (Depkes RI, 1999).
Penyakit Lepra adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobaceterium
leprae yang pertama kali menyerang susunan syaraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, system retikulo endotelial, mata, otot, tulang
dan testis (Harahap, 2000).
Lepra (leprosy) atau kusta adalah suatu penyakit infeksi kronis yang merusak terutama
jaringan saraf dan kulit yang disebabkan olah Mycobacterium Leprae Mycobakterium Leprae
ditemukan oleh dokter Norwegia Hansen, maka lepra disebut juga penyakit Hansen. Basil Lepra
sangat kuat karena mengandung lilin yang sukar di tembus obat, tahan asam dan
pertumbuhannya juga lambat sekali.
Sampai saat ini penyakit kusta masih ditakuti oleh sebagian besar masyarakat. Keadaan ini
terjadi karena pengetahuan yang kurang, pengertian yang salah, dan kepercayaan yang keliru
tentang penyakit kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya.
Ketika seseorang yang merasakan dirinya menderita penyakit kusta, ia akan mengalami
ketakutan dan trauma yang amat sangat. Hal tersebut muncul dikarenakan pada umumnya pasien
kusta merasa rendah diri, takut terhadap penyakitnya dan akan terjadinya kecacatan, serta takut
menghadapi keluarga dan masyarakat karena sikap penerimaan mereka yang kurang wajar.
Keluarga akan menjadi panik dan merasa takut diasingkan oleh masyarat disekitarnya sehingga
berusaha menyembunyikan pasien kusta agar tidak diketahui masyarakat disekitarnya dan
mengasingkan pasien dari keluarga karena takut ketularan.
Penjelasan dari Menkes di tahun 2010, secara nasional, Indonesia sudah mencapai
eliminasi kusta tahun 2000. Tapi sampai saat ini Indonesia masih menduduki peringkat ketiga di
dunia sebagai penyumbang pasien baru kusta terbanyak. Masih ada 14 propinsi dan 150
kabupaten yang belum mencapai eliminasi dan yang harus lebih intensif dalam pelaksanaan
program kusta.
Sedangkan Propinsi dan Kabupaten yang sudah mencapai eliminasi masih perlu tetap
memberikan komitmennya untuk mempertahankan status eliminasinya dengan melakukan
kegiatan pemberantasan kusta secara rutin.
Di Indonesia beberapa upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta adalah
melalui penemuan pasien kusta secara dini, pengobatan pasien kusta di sarana kesehatan yang
memadai seperti Puskesmas dan Rumah Sakit, serta penyuluhan kesehatan tentang kusta kepada
masyarakat secara langsung dan tidak langsung melalui media. Intinya adalah dengan
pengobatan yang tuntas, maka pasien kusta dapat disembuhkan.
Untuk memastikan dan menyatakan (mendiagnosa) seseorang pasien dengan penyakit
kusta, dokter atau petugas kesehatan cukup melakukan dengan cara anamnesa / wawancara dan
pemeriksaan klinis (memeriksa lesi / bercak putih seperti panu atau bercak merah seperti kadas
pada kulit yang tidak gatal, tidak mengeluarkan keringat, tidak ditumbuhi bulu, dan mati rasa
atau kurang rasa bila disentuh). Bila ada fasilitas yang memadai, akan dilakukan pemeriksaan
bakteriologis.
2.
2 yaitu kusta tipe Multi Basiler (MB) dan kusta tipe Pausi Basiler (PB). Dari sisi
medis, Lepra diklasifikasikan berdasarkan banyak faktor, hal tersebut bertujuan untuk
mempermudah cara penanganan dari penyakit kulit ini.
1. Kusta Pausibasilar (PB)
Dikatakan tipe kusta PB jika BTA negatif, jumlah bercak 1 sampai 5 dan
hanya satu saraf tepi yang mengalami penebalan yang disertai dengan
gangguan fungsi
Tanda-tandanya: Bercak putih seperti panu yang mati rasa, artinya bila bercak putih
tersebut disentuh dengan kapas, maka kulit tidak merasakan sentuhan tersebut, ciricirinya seperti : Permukaan bercak kering dan kasar, Permukaan bercak tidak berkeringat,
Batas (pinggir) bercak terlihat jelas dan sering ada bintil-bintil kecil. Kusta tipe kering ini
kurang/tidak menular, namun apabila tidak segera diobati akan menyebabkan cacat.
Umumnya, orang mengira bercak putih seperti tanda-tanda di atas adalah panu biasa,
sehingga pemeriksaan pun tidak segera dilakukan sebelum akhirnya orang tersebut telah
mengalami Kusta pada level lebih lanjut. Sehingga, pemeriksaan dan pengobatan
semenjak dini ke Puskesmas atau pun Rumah Sakit terdekat pun sangat dianjurkan.
Pengobatan kusta tipe PB ini cenderung lebih sebentar daripada tipe basah.
2.
Basiler (PB) cacat biasanya asimetris dan terjadi dini, sedangkan kusta tipe Multi Basiler (MB)
cacat terjadi pada stadium lanjut (Depkes RI, 1999). Hal ini sesuai dengan penelitian Mukminin
(2006) yang menunjukkan bahwa kusta tipe Multi Basiler berisiko 7,8 kali lebih besar untuk
menderita cacat dibandingkan tipe Pausi Basiler.
3.
4.
Derifat Obat
A.
Dapsone (DDS)
Dapsone (DDS), singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone. Bentuk obat berupa
tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100mg/tablet. Sifat bakteriostatik yaitu
menghalangi/menghambat pertumbuhan kuman kusta. Efek samping dari obat ini jarang
terjadi hanya kadang-kadang terjadi anemia hemolitik, alergi kulit seperti halnya obat lain.
Apabila hal ini terjadi harus diperiksa kedokter untuk mempertimbangkan apakah obat
harus distop.
Diaminodifenilsulfon,DDS,suatu inhibitor folat sintese. Daya kerja leprostatisnya
kuat berdasarkan persaingan substrat dengan PABA serta inhibisi enzim folat sintetase.
Penggunaan selalu dalam kombinasi dengan obat-obat lain karena monoterpi dengan cepat
menimbulkan resisten. Reasorbsi dari usus hampir lengkap dengan kadar darah puncak
dalam 1-3 jam
Nama Generik
: Dapson
Efek Samping
haemolysis,
methaemoglobin-anemia,
neuropati,
alergi
Kontra Indikasi
B. Rifampisin
Antibiotikum dari kelompok rifampisin berkhasiat leprosid
Efek samping : kemih berwarna merah muda
Interaksi
: akibat induksi enzim, rifampisin dapat mengurangi efek estrogen (pil anti
hamil), fenitonin,siklosporin dan turunan kumarin.
Indikasi
Kontra indikasi: Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini. Penderita jaundice,
porfiria. Rifampicin mengganggu efektivitas absorbsi tolbutamid,
ketoconazole. Penggunaan bersama PAS akan menghambat absorbsi,
sehingga harus ada selang waktu 8 -12 jam.
Dosis
: Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB. Dosis lazim pasien dengan
berat 50 kg atau lebih adalah 600 mg perbulan dan dengan berat badan
kurang dari 50 kg adalah 450 mg perbulan.
Pengobatan dengan regimen MDT untuk pasien kusta tersebut diberikan secara gratis di
Puskesmas atau Rumah Sakit yang mengikuti program pemberantasan kusta Nasional.
Keberhasilan pengobatan pasien kusta tergantung pada penemuan penyakit dan pengobatan
secara dini, kepatuhan pasien kusta untuk berobat secara teratur, dukungan keluarga dan
masyarakat sekitar, serta keterampilan petugas dalam upaya pencegahan kecacatan.
Dengan pengobatan segera dan pasien kusta menelan obat dengan teratur sampai tuntas,
maka ia akan dinyatakan Release From Treatment (RTF/Sembuh). Dengan upaya deteksi dini
kecacatan dan upaya-upaya pencegahan yang dilakukan oleh petugas yang merawat dan pasien
kusta, maka diharapkan dapat mencegah dari kecacatan karena kusta.