Seksio sesarea berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat risiko morbiditas dan mortalitas
ibu dibandingkan pada persalinan vaginal. Kematian ibu akibat risiko operasi caesar itu
sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Serikat pada tahun 1965 sampai dengan
1978 dilaporkan bahwa angka kematian ibu terjadi satu di antara 1.635 operasi (Petitti 1983),
dan ditegaskan bahwa hanya setengah dari kematian tersebut benar-benar disebabkan
langsung dari operasi caesar.
Sebagai contoh tahun 1988 Sachs melaporkan, penyebab langsung hanya 7 dari 27 kematian
pada lebih dari 121.000 kasus operasi caesar yang dilakukan di Massachusetts tahun 19761984. Meskipun ada yang menyebutkan angka kematian ibu adalah 22 per 100.000 untuk
seluruh kasus operasi caesar, untuk kematian langsung akibat operasi ini hanya 5,8 per
100.000 kasus.
Memang ada pendapat bahwa trauma lahir jauh lebih kecil pada operasi caesar dibanding
persalinan per vaginam, akan tetapi tetap harus diingat bahwa operasi caesar berisiko pada
ibunya. Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi caesar adalah 40-80 tiap
100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding
persalinan per vaginam. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan persalinan per vaginam. Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10
persen dari seluruh angka kematian ibu.
Risiko komplikasi :
1. Komplikasi ibu : perdarahan banyak, infeksi, perlekatan organ-organ pelvis pascaoperasi.
2. Komplikasi janin : depresi susunan saraf pusat janin akibat penggunaan obat-obatan
anestesia (fetal narcosis).
Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyakan kematian ibu ini sehubungan
dengan anestesi umum, 50% diantaranya karena aspirasi isi lambung. Tabun 1980 di Inggris
terdapat 29 kematian ibu dengan anestesi umum, 16 orang di antaranya disebabkan aspirasi
isi lambung, sedangkan yang 11 orang mengalami cardiac arrest karena kesukaran intubasi.
Dengan anestesi regional ibu masih dalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada,
sehingga kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu tidak menerima
banyak macam obat dan perdarahannya lebih sedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini
bebas daripada obat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.
A. DEFINISI
Seksio sesarea adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat
pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk apabila mengeluarkan bayi dari
rongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun pada kehamilan abdominal. Seksio
sesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan.
Syarat Seksio sesarea :
1. Uterus dalam keadaan utuh (karena pada sectio cesarea, uterus akan diinsisi). Jika
terjadi ruptura uteri, maka operasi yang dilakukan adalah laparotomi, dan tidak
disebut sebagai sectio cesarea, meskipun pengeluaran janin juga dilakukan per
abdominam.
2. Berat janin di atas 500 gram.
Indikasi Seksio sessrea :
Prinsip :
1. keadaan yang tidak memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan/atau
Indikasi ibu : panggul sempit absolut, tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan
obstruksi, stenosis serviks / vagina, plasenta previa, disproporsi sefalopelvik, ruptura
uteri membakat, riwayat obstetri jelek, riwayat seksio sesarea sebelumnya, dan
permintaan pasien.
Kerr) maupun secara vertikal (irisan Krnig). Segmen bawah uterus relatif kurang vaskular
dibandingkan korpus uteri, sehingga diharapkan perdarahan yang terjadi tidak seberat
dibandingkan pada sectio cesarea cara klasik. Irisan lain yaitu irisan klasik, merupakan irisan
vertikal pada korpus uteri hingga ke fundus dan irisan ini jarang digunakan. Irisan pada
segmen bawah rahim mempunyai keuntungan yaitu hanya membutuhkan sedikit pembebasan
kandung kemih dari myometrium. Apabila irisan meluas ke lateral maka perlukaan dapat
mengenai satu atau kedua pembuluh darah uterus oleh karena itu penting untuk membuat
irisan pada uterus cukup luas untuk mengeluarkan bayi tanpa membuat robekan lebih lanjut.
Apabila diperlukan perluasan irisan lebih dianjurkan secara tumpul untuk mengurangi jumlah
kehilangan darah, insidensiperdarahan postpartum dan kebutuhan transfusi selama seksio
sesarea. Perluasan secara tumpul juga mengurangi risiko laserasi pada bayi. Irisan vertikal
rendah dapat diperluas hingga ke fundus pada kasus-kasus dimana diperlukan ruang yang
lebih luas. Pembebasan kandung kemih yang lebih luas sering diperlukan untuk menjaga agar
irisan tersebut tetap berada pada segmen bawah rahim. Apabila irisan vertikal meluas ke
bawah dapat terjadi perlukaan menembus serviks hingga ke vagina atau kandung kemih.3,11
Irisan transversal pada segmen bawah rahim lebih dianjurkan karena lebih mudah untuk
ditutup, terletak pada lokasi yang paling jarang untuk terjadi ruptur pada kehamilan
berikutnya dan tidak menyebabkan perlengketan dengan usus maupun omentum.3,11,13
2. sectio cesaria klasik :
Insisi abdomen vertikal di garis median, kemudian insisi uterus juga vertikal di garis median.
Irisan klasik biasanya dikerjakan pada keadaan-keadaan dimana segmen bawah rahim tidak
dapat terpapar dengan jelas karena ada perlengketan dengan kandung kemih akibat operasi
sebelumnya, atau terdapat mioma pada daerah segmen bawah rahim maupun karsinoma
serviks yang invasif. Beberapa indikasi lain yaitu letak lintang dengan janin yang besar, pada
beberapa kasus plasenta previa anterior, pada beberapa kasus dengan bayi yang sangat kecil
terutama pada presentasi bokong dimana segmen bawah rahim masih tebal, dan pada
beberapa kasus obesitas maternal dimana uterus bagian atas lebih mudah untuk
ditampilkan.3,11,13
Irisan klasik (vertikal) dapat menghindari perluasan ke lateral yang berbahaya dan
memberikan ruang yang cukup lebar untuk mengeluarkan janin.Dilakukan pada keadaan
yang tidak memungkinkan insisi di segmen bawah uterus misalnya akibat perlekatan pasca
operasi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau janin
besar dalam letak lintang, atau plasenta previa dengan insersi di dinding depan segmen bawah
uterus. . Kerugiannya adalah dapat terjadi perdarahan yang cukup parah karena jaringan
segmen atas korpus uteri sangat vaskular, kemungkinan terjadi perluasan ke kandung kemih
dan vagina serta berisiko untuk terjadinya ruptur uterus pada kehamilan berikutnya.3,11,13
Penutupan dinding uterus
Dinding uterus dapat dijahit 1 lapis (single layer) maupun 2 lapis (double layer). Di Inggris,
penutupan dinding uterus dengan 2 lapis lebih banyak dikerjakan (96% kasus). Penutupan
dinding uterus 1 lapis dengan jelujur terkunci membutuhkan waktu operasi yang lebih singkat
dan lebih sedikit jahitan hemostatik yang diperlukan.2,7 Apabila masih terdapat perdarahan
dapat dipertimbangkan untuk jahitan hemostatik tambahan dengan jahitan angka-8 untuk
mengontrol perdarahan yang persisten.3,11,13
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan tidak adanya risiko perioperatif maupun jangka
panjang terhadap penutupan uterus 1 lapis. Morbiditas ibu lebih rendah, jumlah darah yang
hilang lebih sedikit, hemostasis yang lebih baik, dan penyembuhan luka uterus yang lebih
baik. Persalinan vaginal setelah seksio sesarea (VBAC) dengan penutupan uterus 1 lapis
relatif aman.3,11,13
Penutupan peritoneum
Penutupan peritoneum (viserale dan parietale) merupakan bagian dari prosedur standar
pembedahan dan bertujuan untuk mengembalikan bentuk anatomi, mendekatkan jaringan dan
mengurangi infeksi dengan membentuk sawar anatomik. Di Inggris, penelitian baru-baru ini
melaporkan bahwa 66% dokter bedah tidak menutup peritoneum parietale.7 Lapisan
peritoneum yang baru akan terbentuk dalam beberapa hari setelah irisan ditutup.3,11,13
Teknik nonclosure peritoneum ini biasanya digunakan pada metode operasi Misgav Ladach.
Pada metode ini jendalan darah dibersihkan dari kavum abdomen tetapicairan amnion tidak
diaspirasi karena cairan amnion mempunyai efek bakteriostatik. Konsekuensi tidak
diaspirasinya cairan amnion keluar dari kavum abdomen dapat memperlambat timbulnya
peristaltik pasca operasi.6,8 Nonclosure peritoneum pada seksio sesarea mempersingkat lama
operasi, mengurangi kebutuhan analgetik pasca operasi, mengurangi komplikasi pasca
operasi serta pulihnya fungsi usus lebih cepat dibandingkan dengan peritoneum yang dijahit
(closure peritoneum), dengan demikian masa pulih pasien akan lebih cepat. Peritoneum yang
dibiarkan terbuka tidak meningkatkan risiko terjadinya perlengketan, dehisensi luka maupun
lama pulih luka.3,11,13
3. sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean hysterectomy).3,13
4. sectio cesarea transvaginal.3,13
C. KOMPLIKASI SEKSIO SESAREA
Setiap tindakan operasi caesar punya tingkat kesulitan berbeda-beda. Pada operasi kasus
persalinan macet dengan kedudukan kepala janin pada akhir jalan lahir misalnya, sering
terjadi cedera pada rahim bagian bawah atau cedera pada kandung kemih (robek). Dapat juga
pada kasus bekas operasi sebelumnya-dimana dapat ditemukan perlekatan organ dalam
panggul-sering menyulitkan saat mengeluarkan bayi dan dapat pula menyebabkan cedera
pada kandung kemih dan usus. Cedera ini tak jarang cukup berat.1,2,13
Walau pun jarang tetapi fatal adalah komplikasi emboli air ketuban yang dapat terjadi selama
tindakan operasi, yaitu masuknya cairan ketuban ke dalam pembuluh darah terbuka yang
disebut sebagai embolus. Jika embolus mencapai pembuluh darah pada jantung, timbul
gangguan pada jantung dan paru-paru dimana dapat terjadi henti jantung dan henti nafas
secara tiba-tiba. Akibat-nya adalah kematian mendadak pada ibu.2,13
Komplikasi lain yang dapat terjadi sesaat setelah operasi caesar adalah infeksi yang banyak
disebut sebagai morbiditas pascaoperasi. Kurang lebih 90% dari morbiditas pascaoperasi
disebabkan oleh infeksi (infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, dan luka
operasi).nyeri bila buang air kecil, luka operasi bernanah, luka operasi terbuka dan sepsis
(infeksi yang sangat berat). Bila mencapai keadaan sepsis, risiko kematian ibu akan tinggi
sekali.2
Tanda-tanda infeksi antara lain demam tinggi, perut nyeri, kadang-kadang disertai lokia
berbau, Hal-hal yang memudahkan terjadinya (faktor predisposisi) komplikasi antara lain
persalinan dengan ketuban pecah lama, ibu menderita anemia, hipertensi, sangat gemuk, gizi
buruk, sudah menderita infeksi saat persalinan, dan dapat juga disebabkan oleh penyakit lain
pada ibu seperti ibu penderita diabetes mellitus (sakit gula). Antibiotik profilaksis dapat
menurunkan terjadinya risiko infeksi pada operasi.2
II. TEKNIK ANESTESI
Dalam kondisi ibu dan fetus normal, GA dan RA yang dilakukan dengan terampil hampir
sama pengaruhnya terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan
kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA, maka RA untuk bedah Cesar
lebih disukai. RA akan memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi
(terutama saat digunakan teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya mengikuti
proses kelahiran bayi mereka, dan memberikan pengobatan rasa sakit pascaoperasi yang lebih
baik.10
A. BLOK SPINAL (SUBARAKHNOID)
Pemasukan suatu anestetika lokal ke dalam ruang subarkhnoid untuk menghasilkan blok
spinal telah lama digunakan untuk seksioa sesarea, dan untuk persalinan vaginal wanita
normal dengan paritas kecil. Pertama kali iadikemukakan oleh J Leonard Corning yang
menyuntikkan kokain ke dalam ruangan subaraknoid pada tahun 1885. Kemudian Bier
pertama mencoba untuk pembedahan pada tahun1899 dan Kreis melakukan tehnik ini untuk
menghilangkan nyeri persalinan pada tahun 1900. 4,5,12
Pada tahun 1979 di Amerika Serikat analgesia subaraknoid dan epidural adalah teknik yang
sering dilakukan (62%) pada tindakan seksio cesaria dan analgesia subaraknoid menjadi
pilihan nasional. 4
Teknik ini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai kelainan paru-paru, diabetes
mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan
metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan. 9
Spinal anesthesia punya banyak keuntungan seperti kesederhanaan teknik, onset yang cepat,
resiko keracunan sistemik yang lebih kecil, blok anestheti yang baik, perubahan fisiologi,
pencegahan dan penanggulangan penyulitnya telah diketahui dengan baik; analgesia dapat
diandalkan; sterilitas dijamin pengaruh terhadap bayi sangat minimal; pasien sadar sehingga
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan
merupakan kenikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu. disertai jalinan psikologik berupa
kontak mata antara ibu dengan anak dan penyembuhan rasa sakit pasca operasi yang
ditawarkan oleh morfin neuraxial, potensi untuk hipotensi dengan teknik ini merupakan risiko
terbesar bagi ibu. 4,5,10
1. Perubahan kardiovaskuler pada ibu
Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaituserabut saraf preganglionik otonom,
yang merupakan serat saraf halus (serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akan
terjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah tertumpuk di pembuluh darah tepi
karena terjadi dilatasi arterial, arteriol dan post-arteriol. Pada umumnya serabut preganglionik
diblok dua sampai empat segmen dikranial dermatom sensoris yang diblok.4
Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada banyaknya serat simpatis yang
mengalami denervasi. Bila terjadi hanya penurunan tahanan tepi saja, akan timbul hipotensi
yang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah jantung akan timbul hipotensi
berat.4
Perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani seksio cesaria dengan blok subaraknoid
telah diselidiki oleh Ueland. Pada posisi terlentang terjadi penurunan rata-rata tekanan darah
dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg; penurunan rata-rata curah jantung 34% (dari 5400
menjadi 3560 ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkan denyut
jantung mengalami kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi 109 kali/menit). Pengaruh
pengeluaran bayi terhadap hemodinamik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung 52%
(2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan denyut jantung menurun 11
kali/menit, disertai kenaikan rata-rata tekanan sistolik 21,8 mmHg, diastolik 6,3 mmHg,
kenaikan tekanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75 cm H2 O. Keadaan ini disebabkan
karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke dalam sirkulasi utama akibat kontraksi
uterus.4
Menurut laporan Wollmann setelah induksi pada pasien yang berbaring lateral tanpa akut
hidrasi sebelumnya, tekanan arteri rata-rata turun dari 89,2 3,3 menjadi 64,0 3,6 mm-Hg,
tekanan vena sentral rata-rata turun dari 6,0 0,9 menjadi 2,0 0,9 cm H2 O. Setelah bayi
lahir tekanan arteri rata-rata menjadi 86,0 13 mmHg dan tekanan vena sentral menjadi 12,6
2,0 cm H2 O (hipotensi yang telah diatasi dengan akut hidrasi memakai 1000 ml cairan
dekstrosa 5% di dalam laktat atau Ringer). Pasien tersebut diblok setinggi T2 T6. 4
2. Pengaruh terhadap bayi
Pengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar uri terhadap bayi dapat
diabaikan. Menurut Giasi pemberian 75 mg lidokain secara intratekal akan menyebabkan
kadar obat 0,32 mikrogram/ml di dalam darah pasien. Protein plasma dan eritrosit akan
mengikat 70% lidokain di dalam darah. Selain itu efek uterine vaskular shunt akan
menyebabkan lebih sedikit lagi konsentrasi lidokain di dalam bayi. Bonnardot melaporkan,
konsentrasi morfin di dalam bayi sangat kecil bilamana diberikan secara intratekal sebanyak
1 mg morfin untuk mengurangi rasa nyeri karena persalinan. Penyebab utama gangguan
terhadap bayi pasca seksio cesaria dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi yang
menimbulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia maternal. Besarnya efek tersebut
terhadap bayi tergantung pada berat dan lamanya hipotensi. 4,5
Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurunan tekanan darah rata-rata. Bila
tekanan darah rata-rata turun melebihi 31%, arus darah uterus turun sampai 17%. Sedangkan
penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan disertai dengan penurunan arus darah
uterus sebanyak 65%. 4
Banyak penulis melaporkan efek hipotensi terhadap bayi berupa perubahan denyut jantung,
keadaan gas darah, skor Apgar dan sikap neurologi bayi. Gambaran deselerasi lambat denyut
jantung bayi terjadi bila tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4 menit bradikardia
selama 10 menit, atau tekanan sistolik mencapai 80 mmHg lebih dari 4 menit.4,10
Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yang mengalami hipotensi karena analgesia
subaraknoid pada tindakan seksio cesaria, sering dijumpai bayi dengan skor Apgar yang
rendah serta interval mulai menangis yang panjang.4
Menurut Moya skor Apgar yang rendah ditemukan pada ibu yang mengalami penurunan
tekanan sistolik, yang mencapai 90 - 100 mgHg selama 15 menit. Beberapa penyelidik
mengemukakan bahwa bayi yang baru dilahirkan sedikit lebih asidotik pada pasien yang
mengalami hipotensi. Faktor lamanya hipotensi lebih besar pengaruhnya daripada besarnya
tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak teraba tonjolanprocesus spinosus.
selain itu diperhatikan hal-hal dibawah ini :
1. Informed consent (izin dari pasien)
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang, punggung, dan lain lainnya.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, hemotokrit, PT (prothrombin time) dan PTT (partial thromboplastin time). 6
E. TEKNIK SPINAL ANESTESI
Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.
Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.
Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi penderita.
Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada, kedua tangan memegang kaki
yang ditekuk sedemikian rupa sehingga lutut dekat ke perut penderita.
L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karena adanya edema jaringan.
Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.
Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.
-- Beri anestetik lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml
Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal infiltrasi dahulu, juga tanpa
introducer dengan bevel menghadap ke atas.
Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xylocain
5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.
Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan diberi bantal sehingga perut
penderita agak miring ke kiri, tanpa posisi Trendelenburg.
Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasi boleh mulai.
Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menit
pertama, selanjutnya tiap 15 menit.
Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebih dari 20 mmHg dibanding semula,
efedrin diberikan 10 - 15 mgl.V.
Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik, sehingga tidak perlu diberikan
metergin IV oleh karena sering menimbulkan mual dan muntah-muntah yang mengganggu
operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.
Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa ke ruangan, dapat diberikan sedatif
atau hipnotika.6,9
Pada penusukan mungkin yang keluar bukan liquor tapi darah, sebab di bagian anterior
maupun posterior medulla spinalis terdapat sistim arteri dan vena. Apabila setelah 1 menit
liquor yang keluar masih belum jernih sebaiknya jarum dipindahkan ke segmen yang lain.
Bila liquor tidak jernih, sebaiknya anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dari
liquor. Adapun jarum yang dipakai paling besar ukuran 22, kalau mungkin pakai jarum 23
atau 25. Makin kecil jarum yang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakit kepala
sesudah anestesi (post spinal headache). Obat spinal anestesi yang paling menonjol adalah
tetrakain dan dibukain, yang mempunyai efek kuat dan kerjanya lebih lama.