Asma Bronkial
Asma Bronkial
I. Definisi
Asma adalah penyakit heterogen, dikarateristikan dengan inflamasi
kronis saluran pernapasan. Didefinisikan dengan riwayat gejala respiratorik
seperti mengi, sesak napas, dada rasa tertekan dan atau batuk, oleh karna
limitasi aliran udara ekspirasi (GINA, 2014).
Menurut NHLBI (Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis
and Management of Asthma 2007) asma adalah penyakit inflamasi kronik
saluran napas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinophil,
limfosit T, makrofag, neutrophil, dan sel epitel.
Pada
individu
rentan
proses
inflamasi
tersebut
menyebabkan
wheezing atau mengi yang berulang, sesak napas, dada rasa penuh (chest
tightness) dan batuk terutama malam dan atau menjelang pagi (Wibisono
et al, 2010).
II.
Epidemiologi
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di
hubungan
kuat
antara
hiperesponsif
saluran
nafas
dengan
gen untuk atopi dan airway hypereactivity (AHR) dijumpai pada kromosom
yang sama.
2. Gender dan Ras
Pada anak, asma lebihs sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi
menjadi berlawanan pada pubertas dan dewasa. Di Amerika Serikat, ras
kulit hitam diketiahui mempunyai risiko tinggi kematian, tidak terdantung
status sosial ekonomi dan pendidikan. Prevalensi secara keseluruhan
wanita lebih banyak dari pria.
3. Faktor Lingkungan
Penyebab terpenting asma adalah alergen dan occupational factor.
Beberapa studi epidemiologi menunjukan korelasi antara paparan alergen
dan prevalensi asma serta perbaikan asma bila paparan alergen menurun.
Alergen indoor yang penting adalah: tungai debu rumah, alergen hewan
(kucing, anjing, roden), alergen kecoak dan jamur. Debu rumah terutama
beberapa senyawa organic dan inorganic. Outdoor alergen termasuk
didalamnya bahan-bahan dari pohon, weeds dan grasses serta fungi, dan
molds dan yeast.
4. Polusi Udara
Bahan polusi/polutan didalam maupun diluar rumah memiliki kontribusi
perburukan
gejala
asma
dengan
merangsang
bronkokonstriksi,
risiko
atopi
dan
rhinitis
alergi
pada
dewasa
dan
berkembang
perpindahan
ke
kota
dihubungkan
dengan
perubahan dari bahan bakar biomassal seperti kayu, batu bara, dan
animal waste ke gas dan listrik (Wibisono et al, 2010).
IV. Patofisiologi
napas
yang
terlibat
Sel mast
Eosinophil
Sel limfosit T
Sel dendritic
Makrofag
Neutrophil
pathogenesis asma
Sel epitel saluran napas Kemokin
Sel otot polos saluran
Sitokin
napas
Sel endotel
Cysteinyl leukotriene
Sel
fibriblast
dan
Histamine
mioifobroblast
Nitrit okside
Saraf saluran napas
Prostaglandin D2
C. Hipersekresi Mukus
Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa
peningkatan volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas.
Penebalan dan perlengketan dari sekret tidak hanya sekedar penambahan
produksi musin saja tetapi terdapat juga penumpukan sel epitel,
pengendapan albumin yang bersal dari mikrovaskularisasi bronkial,
eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis
(Makmuri et al, 2008). Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme
patofisiologi yaitu mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami
metaplasia dan hyperplasia dan mekanisme patofisologi hingga terjadi
sekresi sel granulasi. Degranulasi diprovokasi oleh mediator inflamasi,
dengan aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel
mast, leukotrien, histamin, produk neutrofil non-protease.
V. Diagnosis
Beberapa hal yang khas pada asma, jika terdapat pada pasien, maka
meningkatkan kemungkinan pasien tersebut memiliki penyakit asma:
-
Terdapat lebih dari satu gejala yaitu mengi, sesak napas, batuk, dan
dada rasa tertekan, terutama pada dewasa.
Gejala lebih berat pada malam hari atau pada pagi hari
Nyeri dada
derajat
asma
berdasarkan
gambaran
klinis
sebelum
termasuk
olahraga/latihan,
menghindari
efek
samping
obat,
tidak diperlukan), variasi harian APE kurang dari 20%, nilai APE normal atau
mendekati normal, efek samping obat minimal (tidak ada), tidak ada
kunjungan ke unit gawat darurat.
Penatalaksanaan/terapi asma dibagi menjadi non farmakologi dan
farmakologi. Non farmakologi termasuk diantaranya edukasi, menghindari
pencetus, dan olahraga sebagai tambahan. Farmakologi dibagi menjadi
controller atau obat pengendali dan reliever atau obat pelega.
Menurut PDPI 2003, Program penatalaksanan asma meliputi 7 komponen:
1. Edukasi
2. Menilai dan memonitor keparahan asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Farmakologi
1). Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk
mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi proses
inflamasi yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten, dan sering disebut sebagai obat pencegah.
Berbagai obat yang mempunyai sifat sebagai pengontrol, antara lain:
Corticosteroid inhalasi, corticosteroid sistemik, sodium chromoglicate,
nedochromil sodium, methylxanthine, agonis 2 kerja lama (LABA) inhalasi,
Leukotriene modifiers, antihistamin (antagonis H1) generasi kedua
a. Corticosteroid Inhalasi.
Sebagai anti inflamasi, kortikosteroid bekerja melalui beberapa mekanisme
yaitu:
1) Menghambat metabolism arachidonic acid sehingga mempengaruhi
produksi leukotriene dan prostaglandin.
2) Mengurangi kebocoran mikrovaskuler
memberikan
hasil
yang
lebih
baik
daripada
terapi
lipat.
otot
polos,
untuk
memperbaiki
dan
atau
menghambat
lain-lain)
c)
Xanthine (Aminophylline)
drive
dan
memperkuat
otot-otot
pernapasan
dan
c. Anticholinergic
Anticholinergic
inhalasi
(ipratropium
bromide)
menghambat
perangsangan nervus vagus di post ganglion. Obat ini bekerja dengan cara
menurunkan tonus nervus vagus intrinsik saluran pernapasan. Selainitu,
obat ini juga menghambat refleks bronkokonstriksi yang ditimbulkan oleh
inhalasi iritan. Efek bronkodilatasi tidak seefektif agonis 2 kerja singkat.
Mula kerjanya lama dan membutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek
maksimal.
Beberapa
penelitian
menunjukkan
bahwa
ipratropium
bromide
ASMA EKSASERBASI
Definisi asma eksaserbasi adalah episode peningkatan sesak napas,
batuk, mengi (wheezing),dada terasa berat, atau kombinasi gejala-gejala
tersebut secara cepat dan progresif, Ditandai dengan penurunan aliran udara
ekspirasi, dinilai dari arus puncak ekspirasi (APE) atau volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP-1) (GINA, 2012)
Eksaserbasi asma adalah perburukan progresif dari sesak, batuk,
wheezing, dada terasa berat atau kombinasi dari beberapa gejala ini.
Eksaserbasi khas ditandai oleh penurunan aliran nafas ekspirasi yang dapat
diukur dengan pemeriksaan faal paru. Eksaserbasi biasanya mencerminkan
kegagalan penatalaksanaan jangka panjang atau terjadi paparan dengan
triger. Derajad berat eksaserbasi asma bervariasi dari ringan sampai yang
mengancam jiwa (PDPI, 2003)
Derajat berat ringannya serangan asma:
Gejala Klinis
Sesak nafas
Serangan Ringan
Sesak bila berjalan.
Masih dapat
berbaring.
Berbicara
Dapat
menyelesaika
n
kalimat
Serangan
Sedang
Sesak bila
bicara.
Lebih enak
duduk,
berbaring sesak
Berbicara
terputus-putus
Serangan Berat
Sesak
walau
istirahat.
Duduk
Membungkuk
kedepan
Sukar
Bicara
karena sesak.
Kadang-kadang
gelisah
Selalu gelisah
Selalu gelisah
Frekuensi
nafas
Meningkat
Meningkat
> 30x/menit
Otot
otot
bantu nafas
Biasanya
tidak
Digunakan
Biasanya
digunakan
Biasanya
digunakan
Kesadaran
Sedang,
hanya akhir
ekspirasi
Bising mengi
Nadi/menit
< 100
Pulsus
paradoksus
Tidak ada
<10mmHg
APE Sesudah
pemberian
bronkodilator
> 80%
PO2(tanpa O2)
PCO2
SaO2%
Normal
< 45 mmHg
> 95%
Keras
100-120
Biasanya keras
> 120
<60%
Dari perkiraan
Atau nilai terbaik
> 60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%
satu
sampai 4
Sebagai alternatif :
-
teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika penderita
sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol .
Kortikosteroid :
Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak
bertahan ( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi )
setelah 1 jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 1 mg/ kg
BB. Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan fungsi paru
kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan ini tetap
dipertahankan di rumah . Penderita jangan menunda nunda untuk datang
ke ru mah sakit bila :
-
3jam
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan
Dokter
Paru
Indonesia.
Pedoman
Diagnosis
&