Anda di halaman 1dari 6

ANIMAL PRODUCTION, September 2008, hlm.

15 1-156
ISSN 141 1 -2027 Terakreditasi No.56/DlKTIKeo/2OO5

Pengaruh Penambahan Adenosin Triphosphat Kedalam Pengencer


Semen terhadap Kualitas Spermatozoa Domba Ekor Gemuk
(Effects of A d d i n g Adenosine T r i p h o s p h a t e t o Semen Diluter on Quality of S p e r m a t o z o a
of Fat-Tailed Sheep)
',<>,

Edy Pramono" dan Taswin Rahman Tagama

ABSTRACT: The research aimed to investigate the effects of adding different levels of Adenosine Tripho5phate (ATP) to
semen diluter on quality of sperms of fat;taileA sheep. Treatments consisted of 5, 10 and 15 mg of ATP addition into semen
diluter (Egg Yolk Sodium Citric). Results showed that treatments have no significant effects on spermtltozoa motility,
significant effects on spermatozoa viability, and high significant effects on spermatozoa mortality. On average, sperm
~notilityfor control was 79.16 3.99%; ATP 5 mg = 84.13 + 5.36%; ATP 10 mg = 85.16 4.54%; and ATP 15 mg =
85.33 i 3.79 %; sperm viability for control was 25.28 + 0.49; ATP 5 mg = 26.17 + 1.53; ATP I0 mg = 27.56 + 1.48; and
ATP 15 mg = 28.34 + I.03 (hours); sperm mortality for control was 12.91 i 1.05%; ATP 5 mg = 15.59 i 5.12%; ATP 10
mg = 21.95 i 2.32%; and ATP 15 mg = 22.25 i 1.83 %; and quality af sperm for control was 198.216 i- 5.05; ATP 5 mg=
206.312 + 5.67; ATP I0 mg = 208.164 i 5.14; and ATP 1.5 mg = 207.104 + 5.90. It can be concluded that addition of ATP
into semen diluter was able to increase spermatozoa viability.

Key Words: Fat-tailed sheep, spermatozoa, viabilit), dilute!

Pendahuluan
Rendalinya pasokan daging kambing dan dotnba
untuk memenuhi kebutuhan nasional berkait
la~igsung dengan kinerja reproduksi dari ternak
domba dan kambing tersebut. Misalnya, rendahnya
angka kebuntingan aka11 berakibat langsung pada
rendahnya angka kelaliiran, seliingga akhirnya akan
berpengaruh secara langsung pada peningkatan
populasi.
Untuk meningkiatkan efisiensi reproduksi ternak
domba, maka yang perlu diperbaiki salah satunya
adalali aspek teknologi reproduksinya, terutama pada
sistem
perkawinan
sebaiknya
sudali
liarus
menggunaka~i Inseminasi Buatan (IB). Namun,
untuk keberhasilan program IB tersebut harus diiringi
dengan penggunaan semen yang berkualitas, karena
semua hasil IB akan bermuara pada fettilitas.
Optimalisasi pemanfaatan domba jantan dalatn
aplikasi program IB sangat tepat, karena dari hasil
penelitian dilaporkan- bahwa fertilitas domba jantan
yang dipeliliara secara sederliana masill menunjukka~i
angka yang cukup tinggi (Tagama dan Saleli, 1988).

* Korespondessi penulis : Telp (0281) 637778


Alamat Kuntor : Fakultas Peternakan Unsoed. JI. Dr. Suparno. Knrangwangkal, Purwoherto 53123 TclpIFux. (0281)-638792

Namun, kualitas spermatozoa yang secara,..umum


baik tersebut tidak diimbangi dengall da#tahan
hidup (viabilitas) spenn~tozoa, .justru viabilitas
spermatozoa dolnba sangat singkat. Kondisi tersebut
menurut Hafez (1980) karena terbatzisnya plasma
semen sebagai sumber nutrisi bagi spermatozoa,
sedangkan di lain piliak motilitas spermatozoa
pascaejakulasi sangat aktif. Akibat dari kondisi yang
bertolakbelakang tersebut, yaiti~siunbcr nutrisi yang
terbatas dan no ti lit as speknatozoa yallg aktif, maka
angka kematian spermatozoa aka11 meningkat.
Menurut Corteel (1977) dan Aamda1 (1 982) no ti lit as
spermatozoa yang sangat aktif akan berpengaruh
langsung pada peningkatan metabolisme seliingga
asam laktat yang merk~pakan produk limbah hasil
metabolisme akan menumpuk dan me~.upakanracun ,
baei soermatozoa.
Untuk dapat bergerak aktif spermatozoa
~nemerlukaii energi.
Surnber energi utama
spermatozoa adalali plasmaloge~i,dan rlga komponen
organik lainnya terutama yang berasal dari plasma
seminalis atau plasma semen, yaitu fiuhtosa, sorbitol,
dan Glicerilphosphoril Choline atau GPC (White,
1973; dan Lamming, 1990), dan dapat pula berasal
dari bahan dilutev atau pengencer semen (Pickett el
al., 1975; Saacke, 1978; dan Toelihere, 1985).
Ditambahkan ole11 Hunter (1980) dan Partodiliardjo
(1985) bahwa plasma semen nierupakar sarana c,ntuk

- .

152

ANIMAL PRODUCTION, Vol. 10, No 3,2008 : 151 - 156

berenang sekaligus sebagai sumber energi bagi


spermatozoa, yang dapat dimanfaatkan untuk
bergerak aktif (motil). Me~iurutRico (1 984); Rico
dan Socase (1984); Bearden dan Fuquay (2000); dan
Hafez dan Hafez (2000), energi yang diperlukan oleh
spermatozoa untuk motilitas berasal dari perombakan
ATP di dalam selubung mitokondria yang berada di
bagian tengah eltor spermatozoa melalui reaksi
penguraian menjadi Adeiiosiii Diphoq~liut(ADP) dan
Adenosin Monophosphtrt (AMP). Jika ATP d m ADP
habis, maka spermatozoa alkali berlienti bergerak.
Untuk ~nembangun ltenibali ATP dari ADP, atau
ATP dari AMP diperlukan sumber energi lain dari
luar.
Terkait dengan Itebutuhan energi yang selalu
meningkat bagi spermatozoa karena adanya aktivitas
motil, sedangkan di piliak lain lketersediaan energi
sangat terbatas, maka perlu dicari solusi untiik
niengatasi kondisi tessebut. Salah satu altesnatif
yang dapat digunakan adalah ~iielalui pemanfaatan
dengan
memodifikasi
teknologi . reproduksi
pengencer, yaitu penambahan zat-zat tertentu sebagai
pemerkaya dalam pengencer semen dengan harapan
agar kualitas semen terutama viabilitasnya dapat
meningkat. Penggil~iaanATP yang ditambaliltan ke
dalam pengencer sebagai zat pemerkaya semen
diharapkana dapat mengatasi berbagai kekurangan
terkait dengan energi yang diperlukan oleh
spermatozoa. Hafez dan Hafez .(2000) menyatakan
bahwa ATP merupaltan energi yang siap pakai,
dengan adanya ATP tersebut nialka spermatozoa akan
memanfaatkan ATP sebagai sumber energi terlebih
dahulu, dan sumber nutrisi lainnya dapat dillemat,
sehingga spermatozoa dapat bertahan lebili lama.
Tujuan penelitian ini adalah untult meningkatkan
kualitas spermatozoa domba eltor gemuk dengan
menambalikan ATP ke dalam pengencer semen.

Metode Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah semen dari enam ( 6 ) eLor doniba eltor gemuk
(DEG), dengan rataan bobot badan 33,80 0,17 kg;
0,40 bulan. Metode
dan rataan umur 39,SO
penelitial~ yang digunaltan adalali
iiietode
eksperimental dan rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), sebagai perlakuan
adalah pe~lambahan ATP lke dalam pengencer
Natrium Sitrat Kuning Telur (NSKT). Rincian

perlakuannya adalali Po (kontrol); PI (dosis ATP


sebanyak 5 mg); P2 (dosis ATP sebanyak 10 mg) ,
dan P3 (dosis ATP sebanyak 15 mg). Setiap
perlakuan diulang lima (5) kali berupa koleksi
semen. Komposisi pengencer yang digunakan adalah
50 ml Natrium Sitrat; 100 mg Kuning Telur; dan
penambahan antibiotik berupa penisilin dan
streptomisin masing-masing sebanyak 1.000 i.u. dan
0,s mg.
Peubah yang diamati adalah rnotilitas, aktivitas,
viabilitas, dan mortalitas spermatozoa.
Data
dianalisis menggunakan analisis ragam, dan jika
terdapat perbedaan pengaruh yang nyata hingga
sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji BedaNyata
Terkecil (BNT).

Hasil dan Pembahasan


Motilitas Spermatozoa
Evaluasi
motilitas
spermatozoa
DEG
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 s 10.
Hasil pengamatan motilitas dihitung dalam satuan
persen, dan yang dievaluasi adalah spermatozoa >;in;:
motilitasnya progresif atau maju ke depnn, ses11;li
dengan pendapat dari Hafez (1980), Benrdw dan
Fuquay (1980), Partodihardjo (1982), dan Toclillcre
(1985). Unti~kvaliditas data niaka sctiap sanipcl
dievaluasi sebaliyak tiga kali, dan rataall datanja dari
lima kali koleksi tertera pada Tabel 1.
Anglta motilitas spermatozoa DEG yang diberi
perlakuan ATP 'secara keseluruhan baik (Tabel I),
karena ~nasili berada dalam kisaran persentase
motilitas spermatozoa yang normal. Seperti yang
dilaporka~i oleh Hafez (1980), bahwa motilitas
spermatozoa domba yang berada dalam kisaran 70
sampai 90 persen adalah termasuk normal.
Ditarnbalikan oleh Lamming (1990) baliwa
persentase motilitas spermatozoa domba termasuk
normal jika berada dalam kisaran 70 sampai 90
persen.
Hasil analisis data nienunjukkan baliwa
penambalia~i ATP dalam pengencer semen tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap motilitas
spermatozoa DEG. Hal ini diduga karena dosis ATP
yang digunakan masili terlalu rendah, sehingga tidak
mamptr tr(rttrk rnerrirrgkatkan days gerak atatr
motilitas spermatozoa secara nyata, meskipun dari
peningkatan dosis ATP yang diberikan memberikan
peningkatan pula pada persentase motilitas
spermatozoa.

Pengaruh Penambahan Adenosin (Prarnono dan Tagama)

Tabel I. Rataan dan simpang baku (Sb) motilitas spermatozoa DEG pascaperlakuan (%)
:

Penambahan

Ulangan

Rataan Sb.

ATP

Kontrol
5 mg
I0 mg
15 mg

80,OO

73,5 1

76,56

85,40

80,33

79,16 i 3,99

76,s 1
90,OO

88,43
87,46

90,OO

81,25

84,13

84,13

8x37

77,s 1

85,16

85,16 i 4,54

89,5 1

88,40

78,63

84,66

85,33

85,33

* 5,36
* 3,79

Tabel 2. Rataan dan simpang baku (Sb) viabilitas spermatozoa DEG pascaperlalman (%)
Penambahan
ATP
Kontrol
5 mg
10 mg
15 mg

Ulangan

Rataan i Sb.

C;

25,67

24,67

25,67

25,33

24,67

25,2Sa + 0,49

27.33
28,OO

26,33
29,67

28,33

24,OO

25,33

26,17% l,53

27,OO

28,67

27,67

27,56 % I ,48

27,67

28,67

29,67

28,67

26,67

28,34% 1,O 3

"'.Superskrip yang berbrda pada kolom yang sama menunjukkan ada perbedaan pada P<0,05
Namun, secara statistik peningkatan persentase
motilitas tersebut belum memberikan pengaruh yang
nyata. Penyebab lain diduga karena kandungan
nutrisi dalam balian pengencer terutama kuning telur
tambahan
bagi
dapat
memberiltan
energi
spermatozoa. Hal ini diperkuat oleli Ortavant et al.
(1969); Evan dan Maxwell (1987) bahwa selai~i
enersi utama yang digunakan oleh spermatozoa untuk
motilitas berasal dari plasma semen, juga
spermatozoa akan memanfaatkan secara maksimal
sumber energi yang berasal dari luar, seperti kuning
telur, air susu, atau pun komposisi pengencer lainnya.
Hal
lain yang
memungkinkan
kurang
berpengarulinya perlakuan yang diberikan adalah
persediaan sumber energi dari plasma semen belu~n
terpakai semila, karena rentang waktu antara saat
koleksi semen, pemberian perlakuan, hingga evaluasi
kualitas semen tidak terlalu lama.

Viabilitas Spermatozoa
Evaluasi viabilitas spermatozoa bertujuan untuk
mengetahui kemampuan spermato'ih tetap bertahan
motil dalam kurun waktu tertentu pascaperlakuan,
disimpan secara invitro dalam suhu ruang. Evaluasi
motilitas dianggap selesai jika dalam populasi
spermatozoa yang diamati sudah lidak ada motilitas
(gerakan) sama sekali. Satuan yang digunakan untuk

viabilitas spermatozoa adalah jam. Rataan data


viabilitas dan simpang baku tertera pada Tabel 2.
Data viabilitas spermatozoa DEG pascaperlakuan
yang disimpan secara in vitro pada temperatur ruang
menunjukkan rataan yang tertinggi selama 28,34 +
1,03 jam; dan rataan data yang terendali adalah 25,28
+ 0.49 jam. Hasil ini tidak berbeda dengan laporan
Hafez (1980) bahwa spermatozoa domba yang
diencerkan
menggunakan
pengencer
NSKT
kemudian disimpan dalam temperatur almari es
(sekitar 4 sampai 5C) aka11 beltahan liidup motil
selama 25 sampai 30 jam. Di piliak lain, Tagama dan
Sale11 (1988) melaporkan bahwa spermatozoa domba
yang disimpan dalam temperatur ruang dengan
pengencer NSKT hanya dapat bertahan selama 4.32
jam saja.
Adanya perbedaan lama viabilitas yang sangat jauh
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
adalah
temperatur
penyimpanan,
komposisi
pengencer, dan saat evaluasi. Hafez (1980) dan
Beardeli dan Fuquay (1980) menyatakan bahwa
spermatozoa sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur. Oleli sebab itu, untuk mempertahankan
viabilitas spermatozoa dianjurkan semen harus segera
diencerkan menggunakan pengencer baltu yang
berkualitas, dan simpan pada temperatur refrigerator
dengan kisaran temperatur 4 sampai 5C.

ANIMAL PRODUCTION, V o l 10, No. 3.2008 : 151 - 156

Hasil analisis data ~nenu~iji~ltltanbaliwa


penambalian ATP dalam pengencer semen DEG
memberiltan pengaruli yang sangat nyata ( P 4 , O I )
terhadap viabilitas spermatozoa. Hasil penelitian ini
memperkuat laporan Adam dan Wei (1975); Amann
et al. (1982) bahwa ATP yang ditambahkan ke
dalam pengencer merupakan energi yang siap pakai,
seliingga saat terjadi penyatuan antara spermatozoa
dengan pengencer, maka zat ATP tersebut langsung
dimanfaatkan oleli spermatozoa sebagai su~nber
energi untult mempertaliankan liidup lebili lama.
l<ondisi ini terbukti dengan adanya peningltatan dosis
ATP dalam setiap perlakuan, ~naka viabilitas
spermatozoa DEG altan beltahan lebili lama.
Kenyataan tersebut sesuai dengan dengan laporan
Flipse dan Anderson (1969); Garbers et al. (1971);
dan Lindemann dan Gibbonns (1975) baliwa ATP
adalali salali satit bentult energi yang dapat digunaltan
oleh spermatozoa. Ditambaliltan oleh I-Iosltins ef a /
(1972) bahwa ATP dikonversiltan ke ADP altan
menghasilltan energi sebanyak 7.000 ltalori per mole.
Di saniping itu, ada faktor lain yang ikut
berltontribusi terliadap viabilitas spermatozoa, yaiti~
natrium sitrat yang terltandung dalam pengencer
memberiltan peran untuk menetralisir Itenaikan pH,
sehingga pH semen tetap stabil dan penimbunan
asam laktat dapat dicegah. Ditegaskan oleli Storey
dan Kayne (1977) baliwa natrium sitrat harus
ditambahkan dalam pengencer semen, ltarena sangat
fi~ngsional sebagai penyangga ( b e ) sehingga
perubalian pH secara drastis dapat diliindarkan.

Mortalitas Spermatozoa
Evaluasi motilitas spermatozoa mengacu pada
sensitivitas sel untuk menyerap zat warna tertentu.
Spermatozoa yang telali ~nati dindingnya sangat
permeable (mudah ditembus)
oleli zat warna,
sehingga spermatozoa yang menyerap warna
dianggap mati, dan yang tidak menyerap warna
dianggap hidup. Dalam evaluasi ~nortalitasdihitung
~ninimal sebanyak 200 ekor spermatozoa. Hasil

evaluasi mortalitas spermatozoa DEG tertera pada


Tabel 3.
Mencermati data yang tertera p:lda Tabel 3,
ternyata rataan mortalitas teltinggi atlalali 22,25 +
1,83 persen, sedangkan terendali adalalt 12,91 i 1,05
persen. Hasil ini tidak berbeda jauh tlmgan laporan
Hafez (1980) bahwa anglta mortalitai sperlnaozoa
domba masili termasuk normal jika berada dalam
kisaran 5 sampai 10 persen; Beardell dan Fuquay
(1980) memberiltan angka mortalitas ,lalam kisaran
10 sampai 20 persen; dan Toelihere (1985)
menyebutkan angka moitalitas sperm:~tozoa domba
masili ter~nasuknormal jika berada d a l m kisaran 15
sampai 20 persen.
Hasil analisis ragam menu~ij~~ltltan
baliwa
penambahan ATP dalam pengencer semen DEG
memberiltan pengaruli yang sangat nyata (P<0.01)
terhadap ~no~talitas
spermatozoa. Secaia keselurulian
dal-i data yang teltera pada Tabel 3 terliliat jelas
perbedaan yang tampak nyata, bal~wa semakin
ditingkatkan dosis ATP untuk setiap pcrlakuan tnalta
semaltin tinggi persentase mortalitas~iya. Hal ini
~ne~nbulttikan baliwa penambalian ATP yang
merupakan energi siap pakai langsung dimanfaatkali
oleli spermatozoa untult bergerak ak~if. Aktivitas
yang tinggi tersebut menyebabkan metabolisme
meningltat, seliingga beraltibat me11in;;katnya asam
laktat sebagai sisa liasil ~netabc~lismeyang
merupakan racun bagi spermatozoa (Peterson dan
Freund, 1975; Lindemann, 1978b Paltodihardjo,
1982; dan Toelihere, 1985).
Dala~n ltondisi ini
natrium- sitrat sebagai bzffer belum lnarnpil unti~k
menekan perubahan pH akibat aktivitah n~etabolisnie
spermatozoa yang terlalu aktif. 1 ernyata liasil
evaluasi ini saligat kontradiktif deligall peningkatan
viabilitas dan aktivitas seiring dengan ~neningkatnya
dosis ATP, karena liasil ini membuktikan pendapat
King (1993) baliwa semakin aktif n~otilitas ~nalta
aka11semakin cepat spermatozoa tersehut mengalami
kematian atau mortalitas.

Tabel 3. Rataan dan simpang baku (Sb) mortalitas spermatozoa DEG pascaperlakuan (%)
Penamballan

Ulangan
3
4
5
1 1.50
Kont~ol
12,70
14,lO
12,64
24,16
12,18
16,23
10,16
5 ~ng
18,24
25,33
23,14
2
1,42
10 mg
21,14
23,43
22,46
18,81
15 mg
".". Superskrip yang berbeda pada kolom yang salna menunjukkan ada perbedaan pad4 PeO.01
ATP

2
14.13
20,20
2 1,83
22,39

Rataan

* Sb

12,91% 1.05
18,59% 1 172
21,95%i2.32
22,25 % 1.83

Pengaruh PenambahanAdenom (PmmonodanTagama)

Tabel 4. Rataan dan slmpang baku (Sb) kualitas spermatozoa DEG (10~1ml/semen)
Penambahan
ATP

Ulangan
3

Kontrol

204,735

5 mg
10 mg
15 mg

203,433
196,350
199,241

203,111
197,614
202,601
200,113

198,415
198,63 1
204,514
203,316

210,124
207,651
205,610
197,253

192,311
203,213
198,145
215,416

K u a l i t a s Spermatozoa
Kualitas spermatozoa merupakan aspek yang
terakhir dievaluasi untuk mengetahui secara utuh
kondisi spermatozoa yang sesungguhnya terkait
dengan fertilitas, karena kualitas spermatozoa
merupakan hasil kali dari seluruh parameter yang
telah dievaluasi (Hafez, 1980). Oleh sebab itu,
segala upaya dimaksimalkan untuk meningkatkan
kualitas spermatozoa agar fertilitasnya meningkat
pula, termasuk salah satunya adalah melakukan
pengenceran dengan menambah zat pemerkaya.
Penggunaan ATP sebagai salah satu zat pemerkaya
dalam pengencer baku untuk semen domba dalam
penelitian ini merupakan upaya untuk meningkatkan
angka fertilitas spermatozoa. Data hasil perhitungan
untuk kualitas spermatozoa dari masing-masing
perlakuan tertera pada Tabel 4.
Rataan kualitas spermatozoa yang terendah
sebanyak 198,216 k 5,65 x 10~11n1
semen, dan rataan
yang tertinggi sebanyak 208,164
5,14 x 10~11n1
semen (Tabel 4).
Soenarjo (1983) menyanikan
bahwa untuk mengetaliui kualitas spermatozoa yang
dikaitkan dengan fertilitas dalam program IB, maka
diperlukan spermatozoa dalam jumlah tertentu untuk
sekali IB, atau lebih dikenal dengan dosis 1B. Terkait
dengan pernyataan tersebut, Sorensen (1979);
Bearden dan Fuquay (1980) menyatakan bahwa dosis
IB untuk ternak domba ~ninimalharus mengandung 5
sampai 6 x lo6 ekor spermatozoa, ~naka dengan
rataan kualitas spermatozoa DEG hasil penelitian ini
masih sangat layak untuk digunakan.
Hasil
perhitungan kualitas spermatozoa DEG penelitian
dengan mengacu pada dosis IB sebanyak 5 sampai 6
x lo6 ekor spermatozoa menunjukkan bahwa domba
betina yang diinseminasi sebanyak 40 ekor. Jadi,
kualitas semen DEG di atas masih memedyhi syarat
untuk digunakan dalam program IB dengan derajat
pengenceran 10 kali, dan setiap dosis harus
mengandung minimal 5 x 1 o6 ekor spermatozoa.

Kesimpulan

Rataan + Sb.
198,216 + 5,65
206,312 i 5-67
208,164h 5,14
201,104+ 5,96

Penambahan ATP dalam pengencer semen tidak


mempengaruhi motilitas spermatozoa DEG, namun
zat ATP yang ditambabkan dapat meningkatkan
viabilitas spermatozoa. Peningkatan lama waktu
viabilitas seiring dengan peningkatan dosis ATP
yang ditambahkan dalam pengencer semen.
Penambahan ATP yang merupakan energi siap
pakai ke dalam pengencer akan sangat tepat pada
semen cair yang akan segera digunakan karena
memberikan efek positif terhadap motilitas. Namun,
jika semen akan d i s h p a n dalam waktu yang relatif
agak lama, maka penambahan ATP tidak dianjurkan,
karena motilitas spermatozoa meningkat yang
akhirnya akan bermuara pada meningkatnya angka
mortalitas spermatozoa.

Daftar Pustaka
Aamdal, J., 1982. Artificial insemination in goats with
frozen semen in Norway. Proceedings of 3"'
lnlernational Conference on Goat Pr6duclion And
Disease. Tucson, Arizona.
Adam, D.E., dan J. Wei, 1975. Mass transport of ATP
within the motile sperm. Journal of Theoretical
Biology 49: 124-145.
Amann, R.P., S.R. Hay dan R.H. Hammertestedt, 1982.
Yield, characteristics, motility and CAMPcontent of
sperm isolated from seven regions of ram
epididymis. Biologv of Reproduction 27: 723-733.
Bearden, H.J., dan J.W. Fuquay, 1980. Applied Animal
Reproduction. 3"' ed. Prentice Hall, Upper Saddle
River, New Jersey.
Bearden, H.J., dan J.W. Fuquay, 2000. Applied Animal
Reproduction. 5Ih ed. Prentice Hall, Upper Saddle
River, New Jersey.
Corteel, J.M., 1977. Production, storage, and insemination
of goat semen. Proceedings of Symposium on
Management of Reproduclion In Sheep and Goats.
University of Wisconsin, Madison.

Rep~.odiiciio~iin Doine.slic 41?in1olj Academic


Evans, G.. dan M.W.C. Vas\velI,
1987. S U / ~ ~ I I ~ O I I ' S
Arrficirrl
1 i s e 1 i i 1 1 uf Sheep uud Goiii
Press. New York
Butterworths, Sydney.
1983.
!/i~rir Rqr-udiiisi ileiwni?.
Parmliha~(jo, S.,
Garbers, D.L., \ V D Lust. N . L . First dan H.A. Lardy,
Peiierbit Muatiara, Jakarva.
1971. Effects o f lpliosphodiestrase inl~ihirurs and
cyclic iiiicleotides on sperm respiration and motility.
ai
Peterson, R.N. dan M. Freund, 1975. The i ~ i l ~ i b k i of
Biochrinisirj, 10: 1825.
the no ti lily of huliian spermatozoa by varimis
pharmacological agents. Biology unnd Repruhciion
13: 552.
Flipse. R.J., dan W.R. Anderson, 1969. Metabolis~iiof
bovine semen. X I X . I'rocluct o f fi-uctose metabolism
Picbctt, B.Mr., L.D. Burwash, J.L..Voss, dan D.G. Black,
by washes sperliiatoroa. Jo11r17ulof Duir), Scie17ce.
1975.
Effect o f seminal extenders on equine
52: 1070.
fertility. .Joiinio/ of' Aninlo1 Science 40: 1 136.
Hafez, E.S.E., 1980. Re/mnd~icrionin Fririn A11iiiir11.s. 4"'
ed. Lea and Febiger. Philadelphia.
Rico, A.G., 1984.
Mztabolism o f Endogenous and
Emyenous Anabolic Agerits in Cattle. .Joz~mdof
Aiiimol Sciei~ce57: 226-232
Hafez, B , dan E.S.E. Hafer. 2000. Rep.pr.oduc~ionin Furm
Anbnois, 7"' e d Lea and Febiges, Philadelphia.
Rico, A.G. dan V.B. Socase, 1984. New Data on
Metabolism of Anaholic Agerits, irr: Roche, J.F. and
Hoslcins, D.D.,
E.R. Casillas dan D.T. Stephens. 1972.
D.O.'Callahan (Eds.). Manipulation o f Growth in
Cyclic A M P dependent protein kinases o f bovine
epididy~nal spermatozoa.
Farm Animals. Martinus N i j h o f f Publishes, Boston.
Biuche~i~icrr/ ond
48: 1331Biophj,.sicu/ Reseo~.c/i C'u~?~~riz!iiicniion
Saacke, R.G.,
1978. Factor affecting spermatozoon
I .; 3'8.
viabiiiiy iium collection 10 use. Proc~edi17gsof 7"'
I
017
A / c i / n s e i i i i i o n and
11. 3. b!AAH. Colhnbia.
Ri,/~roOiiiii~i,.

C.R.. 1978 \ ch\lP-induce11 iiicre,~:;~i ~ lli:,


;
Linde~iian~i,
~ i i o l i l i i yof tlcmc~nbi;inateclbull sperm ~nodels. (ell
1.3 (11: 0.

Tagaiiia.
I

TR.
i

I
!
Ptirisoh,.t~i

~
1

(81

. l e i . 1088. f e i i y i i a t a ~ i
I I I S:j - ~ ~ r ~ i i ~ i t u[lt~niba.
z~ii
Tnl.:Jla~Pc!crnahr;~i, iJi\!SOiD.

Anda mungkin juga menyukai