Anda di halaman 1dari 10

Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang terjadi akibat kekurangan metabolisme glukosa,

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dari sel-sel beta. Keadaan ini menyebabkan tingginya
kadar gula darah (hiperglikemia). Ditandai oleh tiga hal, yaitu Poliuri (meningkatnya keluaran urin),
polidipsi (meningkatnya rasa haus), polifagia (meningkatnya rasa lapar). Kadar glukosa darah normal
adalah 60-100mg/dL dan glukosa serum, 70-110 mg/dL. Ketika kadar glukosa darah lebih besar dari
180 mg/dL, dapat terjadi glukosuria (gula dalam urin).
Diabetes mellitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia,
perubahan metabolism lipid, karbohidrat, dan protein, dan peningkatan resiko komplikasi penyakit
pembuluh darah. Diabetes mellitus dibagi menajdi beberapa jenis yaitu diabetes mellitus tipe 1
(diabetes bergantung-insulin atau IDDM) dan diabetes mellitus tipe 2 (diabetes tak bergantung-insulin
atau NIDDM). Diabetes mellitus atau intoleransi karbohidrat juga menyebabkan kondisi atau sindrom
tertentu lainnya.
Baik DM tipe 1 ataupun tipe 2 memiliki komponen genetic dan lingkungan. Terdapat
sejumlah factor yang menyebabkan seseorang beresiko tinggi terhadap DM tipe 2. Riwayat keluarga
yang positif DM dapat diprediksi terhadap penyakit ini. Terdapat dasar genetic yang kuat untuk DM
tipe 2, tetapi mekanisme genetic yang terlibat belum diketahui. Kerusakan sel- pancreas dan
berkurangnya sensitiitas jaringan terhadap insulin harus muncul sebelum fenotip DM tipe 2 terlihat.
Namun, DM tipe 2 dianggap sebagai penyakit yang sangat heterogen, dan sepertinya melibatkan
banyak gen yang berbeda. Selain itu, factor lingkungan juga dapat berperan. Oleh karena itu, DM tipe
2 dianggap sebagai penyakit multifactor.
Setiap kombinasi di antara factor genetic dan lingkungan yang melebihi nilai ambang dapat
menyebabkan DM tipe 2. Dasar genetic untuk DM tipe 2 disebut MODY2, mengalami mutasi pada
gen glukokinase yang menjadi penyebab utama diabetes. Karena menurunnya aktivitas glukokinase,
pasien tersebut mengalami peningkatan ambang batas glikemia untuk pelepasan insulin. Hal ini
selanjutnya menyebabkan kondisi hiperglikemia sedang secara terus menerus. Bentuk MODY tersebut
bersifat familial, karena sifat pewarisan dominan autosom, dan tampaknya cukup berbeda dan tipe
umum pada DM tipe 2 seperti bentuk MODY lainnya.
Pada DM tipe 1, tingkat pewarisan pada kembar identik hanya 25-50%. Hal ini diduga bahwa
pengaruh lingkungan maupun genetic berperan penting untuk penyakit ini.namun, factor genetic DM
tipe 1 sudah terkontrol respons imun. Ada banyak bukti bahwa DM tipe 1 dapat disebabkan oleh
penyakit autoimun sel- pancreas.
Kondisi pada DM tipe 2 tidak terlalu jelas. Sebagian besar penelitian menunjukan bahwa
terjadi penurunan masa sel- pada pasien DM tipe 2. Obesitas, durasi diabetes, dan hiperglikemia
berpotensial kuat mengacaukan penafsiran data, tetapi penelitian yang disertai pengendalian variablevariable tersebut melaporkan terjadinya penurunan volume sel- sekitar 50% pada DM tipe 2

dibandingkan dengan subjek control nondiabetes konsentrasi insulin plasma 24 jam pada pasien
dilaporkan bervariasi dari rendah sampai normal, bahkan relative meningkat pada nilai subjek control.
Hampir semua bentuk diabetes mellitus disebabkan oleh menurunnya konsentrasi insulin
dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan menurunnya respon jaringan perifer terhadap insulin
(resistensi insulin). Abnormalitas ini menyebabkan perubahan pada metabolism karbohidrat, lipid,
keton, dan asam amino. Ciri utama sindrom ini adalah hiperglikemia.
Insulin menurunkan konsentrasi glukosa dalam darah dengan cara menghambat produksi
glukosa di hati dan menstimulasi ambilan dan metabolisme glukosa oleh otot dan jaringan adipose.
Kedua efek penting ini terjadi saat konsentrasi insulin yang berbeda. Produksi glukosa dihambat
maksimal setengahnya dengan konsentrasi insulin sekitar 20 U/mL, sedangkan penggunaan glukosa
maksimal sebagian distimulasi sekitar 50 U/mL.
Pada kedua tipe diabetes, glucagon (kadarnya yang meningkat pada pasien yang tidak diobati)
melawan efek insulin hati dengan cara menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis, tetapi
efeknya relative kecil terhadap pengguna glukosa di perifer. Dengan demikian, pasien diabetes karena
defisiensi insulin atau resistensi insulin dan hiperglukagonemia, terjadi peningkatan produksi glukosa
di hati, penurunan ambilan glukosa di perifer, dan berkurangnya konversi glukosa menjadi glikogen di
hati.
Perubahan pada sekresi insulin dan glucagon juga memberikan efek yang besar terhadap
metabolisme lipid, keton dan protein pada konsentrasi rendah yang dibutuhkan untuk menstimulasi
ambilan glukosa insulin menghambat lipase sensitive-hormon di jaringan adipose, sehingga
menghambat hidrolisis trigliserida yang disimpan di adiposit. Hal ini meniadakan kerja lipolitik
katekolamin, kortisol, dan hormone pertumbuhan, serta mengurangi konsentrasi gliserol (sesuatu
substrat untuk glukoneogenesis) dan asam lemak bebas (suatu substrat untuk produksi badan keton
dan bahan bakar yang diperlukan untuk glukoneogenesis). Kerja insulin ini kurang baik untuk pasien
diabetes karena menyebabkan meningkatnya glukoneogenesis dan ketogenesis.
Diabetes merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pelepasan insulin yang tidak adekuat
disebabkan oleh glukagon yang berlebihan.
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan yang paling sering terjadi. Salah satu
kelenjar endokrin yaitu pankreas sebagai insulin tidak normal. Diabetes terdapat 2 tipe, yaitu:
1. Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM (tipe I))
Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolute yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis
sel berat. Akibat dari dekstruksi sel , pankreas gagal merespon adanya glukosa dan diabetes tipe I
menunjukkan gejala seperti polidipsia, polifagia dan poliuria. Diabetes tipe ini biasanya terjadi
sebelum usia 15 tahun dan mengakibatkan penurunan berat badan, hiperglikomia, hetoksidosis,

asteroksis, kerusakan retina dan gagal ginjal. Diabetes tipe I memerlukan insulin endeogen untuk
menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupan.
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM (tipe II))
Penyakit ini disebabkan oleh penurunan fungsi sel yang menyebabkan kadar insulin bervariasi
dan tidak cukup untuk memelihara homeostasis glukosa. Pada diabetes tiepe II ini terjadi resistensi
insulin yang disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor insulin. Tipe ini sering terjadi pada usia lebih
dari 35 tahun. Diabetes tipe II memerlukan obat-obat hipoglikemik oral untuk memelihara konsentrasi
glukosa darah dalam batas normal. Pengurangan berat badan, melakukan program diet juga dapat
menurunkan resistensi insulin dan memperbaiki hiperglikemia pada penderita.
Gejala gejala penyakit diabetes melitus adalah polyuria yaitu volume urin yang banyak atau
sering buang air kecil, polydipsia yaitu cepat merasa haus, polyphagia yaitu banyaknya makan yang
dapat menyebabkan meningkatnya glukosa dalam darah.
Kadar glukosa serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-110 mg/dl (kurang dari 110
mg/dL). Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama
kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dl. Jika konsentrasi tubulus naik melebihi
kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urine, dan keadaan ini disebut sebagai glikosuria.
Adapun tabel kontrol gula darah adalah sebagai berikut:
Tabel Kontrol Gula Darah
Kadar

gula

darah
diabetes

Kadar

Pemeriksaan

penderita

Sebelum

makan

(mg/dL)
90-130

(puasa)
Setelah makan
Dua
jam
setelah

90-130
120-160

< 110
< 140

makan
Sebelum tidur

110-150

< 120

gula

darah

normal (mg/dL)
< 110

Sedangkan metformin, metformin diperkenalkan pada tahun 1957. Obat ini digunakan secara
luas. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat dan telah banyak digunakan pada
Eropa dan Kanada. Metformin yang diberikan tungga atau kombinasi dengan sulfonilurea
memperbaiki kontrol glikemia dan konsentrasi lipid pada pasien yang merespon kurang baik terhadap
diet atau sulfonilurea saja.
Metformin terutama diabsorpsi dari usus kecil. Obat ini stabil, tidak berikatan dengan protein
plasma dan diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Waktu paruhya sekitar 2 jam. Dosis
maksimum harian metformin yang dianjurkan di USA adalah 2,5 g diminum dalam tiga dosis bersama
makanan.

Metformin bersifat antihiperglikemia, bukan hipoglikemia. Obat ini tidak menyebabkan


pelepasan insulin pada pankrean dan tidak menyebabkan hipoglikemia, bahkan dalam dosis besar.
Metformin tidak memiliki efek yang signifikan pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan
atau somatostatin. Metformin menurnkan kadar glukosa terutama dengan cara mengurangi produksi
glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak.
Mekanisme penurunan produksi glukosa di hati oleh metformin masih kontroversial, tetapi
banyak data menunjukkan efek penurunan glukoneogenesis. Metformin juga dapat menurunkan
glukosa plasma dnegan cara mengurangi absorpsi glukosa dari usus,tetapi kerja ini belum tebukti
memiliki relevansi klinis. Waktu puncak metformin 1,5-3,5 jam. Sedangkan waktu paruh metformin
adalah 1,5-4,5 jam.
Tujuan dilakukannya percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan efek
obat-obat antidiabetes yaitu metformin. Metformin merupakan obat-obatan hipoglikemik oral
golongan biguanida. Mekanisme kerja metformin adalah dengan mengurangi pengurangan glukosa
hati dan sebagian besar akan menghambat glukonoegenesis. Efek yang sangat penting dari metformin
adalah kemampuannya untuk mengurangi hiperlipidemia (konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL
menurun dan kolesterol HDL meningkat). Metformin mudah diabsorbsi melalui oral, tidak terikat
dengan protein serum, tidak dimetabolisme dan dieksresikan melaui urin.
Sebelum dilakukan percobaan, tikus dipuasakan terlebih dahulu (menurut literatur, puasa
dilakukan selama 12 jam) dan pemeriksaan pada pagi hari adalah saat yang paling tepat untuk
mengetahui kondisi diabetes yang sebenarnya karena saat pagi hari adalah saat kadar glukosa pada
tingkat tertinggi.
Langkah awal dalam percobaan antidiabetes ini adalah, tikus diperiksa kadar gula darah
sebelum diberi perlakuan (dengan metformin maupun glukosa) dengan menggunakan alat glukometer.
Sampel darah tikus yang digunakan diambil dari darah yang keluar dari ekor tikus. Kadar gula darah
tikus sebelum diberi perlakuan adalah sebesar 128 mg/dL. Langkah selanjutnya adalah pemberian
obat antidiabates yaitu mentformin melalui oral. Seteah itu dilakukan pengamatan dengan mengukur
kadar gula darah tikus pada menit ke 30, menit ke 60 dan menit ke 90. Setelah itu pada menit ke 90,
tikus diberikan glukosa melalui oral. Setelah itu pada tikus, diamati kadar gulanya setelah menit ke 15
setelah pemberian glukosa. Tujuan pemberian glukosa ini adalah untuk meningkatkan kadar gula
darah tikus.
Dari kurva hasil diatas, dapat dilihat bahwa hasil yang didapat mengalami fluktuatif. Pada
menit ke-0 setelah pemberian metformin, kadar gula tikus tersebut sebesar 128 mg/dL. Apabila
dibandingkan dengan literatur, kadar gula darah normal seharusnya adalah <110 mg/dL. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tikus tersebut mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi ini dapat terjadi
karena beberapa faktor. Faktor pertama karena tikus tersebut mengalami diabetes. Faktor kedua
karena timbulnya keadaan stres atau sakit sehingga menyebabkan kadar gula meningkat secara
berlebihan. Pada praktikum ini, pengambilan darah tikus dilakukan dengan memotong sedikit bagian

dari ekor tikus sehingga dimungkinkan tikus tersebut mengalami kesakitan dan stres. Akibatnya gula
darah tikus mengalami peningkatan.
Kenaikan kadar gula darah saat stres ini terjadi karena stres dapat merangsang hipotalamus
untuk memproduksi CRH (Corticosteroid Releasing Hormon). Setelah itu CRH

diterima oleh

hipofisis anterior. Kemudian hipofisis anterior memproduksi ACTH (Adrenocorticotropic Hormon)


dan diterima oleh korteks adrenal. Setelah itu korteks adrenal mengeluarkan hormon kortisol yang
dapat meningkatkan glukoneogenesis.
Pengamatan kadar gula selanjutnya dilakukan pada menit ke 30, kadar gula darah tikus
mengalami kenaikan menjadi 137 mg/dL. Kenaikan ini terjadi sampai menit ke 60. Pada menit ke 60,
gula darah tikus ini mencapai 169 mg/dL. Hal ini merupakan hal yang kurang wajar karena
seharusnya setelah diberikan metformin, kadar gula tikus berkurang karena metformin merupakan
obat antidiabetes yang dapat menurnkan kadar glukosa, terutama dengan cara mengurangi produksi
glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak.
Hal ini dimungkinkan terjadi karena efek obat yang belum mencapai konsentrasi puncak.
Selain itu, hal ini terjadi dimungkinkan karena obat metformin yang diberikan tidak sesuai dengan
VAO yang seharusnya, karena ketika pemberian metformin secara oral ini, terdapat volume obat yang
dimuntahkan oleh tikus sehingga menyebabkan dosis metformin yang dimetabolisme oleh tubuh tikus
juga berkurang.
Pada menit ke 90, metformin sudah memberikan efek terhadap kadar gula darah tikus. Pada
menit ini kadar gula tikus menurun menjadi 142 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa metformin
sudah mulai bekerja dan memberikan efek. Pada referensi yang kami dapatkan, waktu puncak plasma
metformin terjadi pada 1,5 sampai 3,5 jam setelah pemberian metformin. Akan tetapi pada praktikum
ini belum dapat disimpulkan apakah pada menit ke 90 ini metformin sudah mengalami waktu puncak
karena pengamatan kadar metformin pada tikus ini terakhir dilakukan pada menit ke 90. Apabila
pengamatan masih dilakukan sampai menit ke 120 setelah pemberian metformin, data pada menit ke
120 tersebut bisa dapat dijadikan perbandingan sehingga nantinya dapat disimpulkan pada menit ke
berapa metformin ini mencapai kadar puncak.
Setelah menit ke 90, pada tikus diberikan glukosa secara oral. Kemudian 15 menit setelah
pemberian glukosa, dilakukan pengamatan terhadap kadar glukosa tikus. Kadar glukosa tikus ini
mengalami kenaikan drastis, dari 142 mg/ dL menjadi 234 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa
glukosa yang diberikan secara oral tersebut dapat dimetabolisme dengan baik sehingga menyebabkan
meningkatnya kadar glukosa tikus, karena tujuan pemberian glukosa ini adalah untuk meningkatkan
kadar glukosa tikus. Selain itu, kenaikan kadar glukosa darah ini juga menunjukkan bahwa metformin
sudah tidak dapat memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah dikarenakan kadar glukosa yang
dimiliki tikus terlalu tinggi.

Diabetes melitus adalah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin
relativ yang terjadi jika produksi indulin tidak sesuai dengan kebutuhannya
maupun defisiensi absolute yang terjadi jika pancreas tidak berfungsi lagi dalam
mensekresi insulin.
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan yang paling sering terjadi.
Salah satu kelenjar endokrin yaitu pankreas sebagai insulin tidak normal.
Diabetes terdapat 2 tipe, yaitu :
1.
Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM ; tipe I) disebabkan oleh
defisiensi absolut atau penghancuran sel yang dapat mengurangi produksi
insulin. Biasanya terjadi sebelum usia 15 tahun dan mengakibatkan penurunan
berat badan, hiperglikomia, hetoksidosis, asteroksis, kerusakan retina dan gagal
ginjal. Karena sel batu pada langerhans rusak maka pasien membutuhkan injeksi
insulin.
2.
Diabetes melitus tidak tergantung insulin,(N-IDDM;tipe II) disebabkan oleh
penurunan pelepasan insulin atau kelainan respon jaringan terhadap insulin yang
menyebabkan hiperglikemia, tetapi tidak hetoksidosis. Tipe ini sering terjadi
pada usia lebih dari 35 tahun
Gejala gejala penyakit diabetes melitus adalah Polyuria yaitu volume urin yang
banyak atau sering buang air kecil,Poltpipsia yaitu kurangnya cairan dalam
tubuh,Polyphagia yaitu banyaknya makan yang dapat menyebabkan
meningkatnya glukosa dalam darah.
Kadar glukosa serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-110
mg/dl. Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi
dari 110 mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hamper semuanya
diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi
160-180 mg/dl. Jika konsentrasi tubulus naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut
akan keluar bersama urine, dan keadaan ini disebut sebagai glikosuria.
Tujuan dilakukanny percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan
menentukan efek bat-obat antidiabetes yaitu glibenklamin, metformin, glukofan,
dan infus teh hijau 5% pada hewan coba mencit (Mus musculus).
Pada praktikum ini digunakan hewan uji yaitu mencit jantan, hal ini disebabkan
karena mencit betina mengalami fase estrus dimana pada fase ini terjadi
peningkatan hormone estrogen dan hormone pertumbuhan yang akan
mempengaruhi sekresi insulin.
Sebelum perlakuan mencit dipuasakan terlebih dahulu dipuasakan untuk
menghilangkan faktor makanan. Walaupun demikian faktor variasi biologis dari
hewan tidak dapat dihilangkan sehingga faktor ini relatif dapat mempengaruhi
hasil.
Sebelum pemberian obat antidiabetes hewan uji terlebih dahulu diinduksi
dengan glukosa 10 % hal ini bertujuan agar kadar glukosa hewan uji meningkat
sehingga mudah diuji dengan obat-obat antidiabetes dan dapat dilihat efek
terapi dari obat obat antidiabetik oral yang digunakan.
Mekanisme kerja obat-obat hipoglikemik oral secara umum ada 4 yaitu:

1.
Menurunkan absorbsi karbohidrat yaitu golongan biguanid Metformin, dan
Akarbose dari golongan glikooksidase inhibitor.
2.
Menurunkan sekresi insulin yaitu golongan sulfonilurea generasi kedua dan
Miglitinid.
3.

Menurunkan ambilan glukosa dihati yaitu golongan Biguanid.

4.
Meningkatkan ambilan glukosa dijaringan periver yaitu golongan sulfonil
urea generasi kedua tiasolidindion dan biguanid.
Mekanisme kerja dari golongan sulfonilurea yaitu mengontrol glukosa tanpa
meningkatkan insulin, golongan ini biasa digunakan untuk pengobatan DM tipe I.
Golongan Biguanid memproduksi glukosa dihati tanpa menurunkan absorbsi
karbohidrat, dan melakukan glukogenolisis dihati atau penguraian glukosa.
Golongan glukosidase inhibitor mekanisme kerjanya menghambat enzim
glukosidase yang merombak karbohidrat menjadi gula yang terdapat diusus
halus, golongan ini biasa digunakan untuk pengobatan DM tipe II. Golongan
miglitinid mekanisme kerjanya yaitu merangsang sekresi insulin, sedangkan
golongan Tiazolidindion mengurangi resistensi insulin dan golongan ini cocok
untuk pengobatan DM tipe II.
Obat hipoglikemik oral dari golongan sulfonylurea yang digunakan yaitu
Glibenklamin dengan mekanisme kerjameningkatkan sekresi insulin dari sel beta
pulau langerhans,sedangkan pada pengobatan jangka panajang efek utamanya
adalah meningkatkan efek insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan
pengeluaran glukosa dari hati (efek ekstra pankreatik)
Sedangkan Obat Hipoglikemik Oral dari golongan Biguanid yang digunakan
adalah Metformin dengan mekanisme kerja menurunkan glukosa darah tidak
tergantung pada adanya fungsi pankreatik sel-sel B. Glukosa tidak menurun
pada subjek normal setelah puasa satu malam,tetapi kadar glukosa darah pasca
prandial mereka menurun selama pemberian biguanid. Mekanisme kerja yang
diusulkan adalah stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan
peningkatan eliminasi glukosa dari darah, penurunan glukoneogenesis hati,
melambatkan absorbsi glukosa dari saluran cerna dengan peningkatan
perubahan glukosa menjadi laktat oleh enterosit dan penurunan kadar glukagon
plasma.
Percobaan ini digunakan alat glukometer, dengan alasan bahwa alat glikometer
merupakan alat yang otometik memudahkan dalam memperoleh hasil glokosa
darah, periksaan dengan menggunakan alat ini memerlukan waktu yang reltif
singkat, akurat, waktu tesnya minimal 30 detik. Adapun cara penggunaan dari
alat glukometer tersebut yaitu penyaiapan alat dan strip glukotest, masukka
strip glukotest kedalam bagian ujung glukometer, teteskan darah pada tempat
reagen strip glukotest, kemudian dibaca kadar gula yang tertera pada layar
glukometer, dimana mekanisme kerja dari alat glukometer yaitu dalam strip
terdapat enzim glukooksigenase yang mana jika sampel darah mengenai strip
maka akan langsung terbaca oleh glukometer.
Pada percobaan kali ini dilakukan dengan membandingkan efek dari obat-obat
anti diabetes melitus golongan sulfonylurea yaitu Glibenklamin, golongan
biguanid yaitu Metformin, dan Glukovan serta herba teh hijau dengan

konsentrasi 5 %, tetapi karena ada factor kesalahan jadi Cumana obat metformin
dan infuse the hijau yang diuji cobakan
Adapun hasil dari % penurunan setelah induksi pada obat metformin yaitu
sebesar 44,64 % sedangkan pada infuse the hijau yang diberikan dengan 2
perbandingan antara infuse teh hijau pertama dan infuse teh hijau kedua didapat
hasil % penurunan setelah induksi sebesar 21,18 %
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa obat
golongan biguanide memberikan efek yang lebih cepat bila dibandingkan
dengan infuse the hijau. Hal ini dapat dilihat dari penurunan kadar glukosa
darah mencit dari pengukuran setelah dipuasakan,kadar setelah induksi hingga
menit ke 90 setelah pemberian obat. Kadar glukosa mencit menurun dan
mendekati kadar glukosa normal yaitu 79 mg/dl. Dimana Kadar glukosa normal
manusia adalah 70 mg - 120 mg/dl sedangkan pada mencit 62-175 mg/dl.
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa penurunan kadar
glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan oleh
perangsangan sekresi insulin dipankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan
perangsangan oleh glukosa, karena ternyata pada saat hiperglikemia gagal
merangsang sekresi insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obat tersebut
masih mampu merangsang sekresi insulin. Itulah sebabnya mengapa obat-obat
ini sangat bermanfaat pada penderita diabetes dewasa yang pankreasnya masih
mampu memproduksi insulin.
Beberapa faktor kesalahan yang mungkin mempengaruhi data yang diperoleh
yaitu, kurangnya mencit jantan yang diujikan sehingga praktikum tidak efesien,
kurangnya waktu puasa mencit, kurangnya ketelitian praktikan dalam
menimbang mencit sehingga akan berpengaruh pada volume pemberian pada
mencit dan tidak sempurnanya suatu obat masuk kedalam tubuh mencit akibat
cara perlakuan pemberian yang salah.

Diabetes merupakan suatu grup sindrom heterogen yang semua gejalanya


ditandai dengan peningkatan gula darah yang disebabkan oleh defisiensi insulin
relative atau absolute.
Pada praktikum kali ini dilakukan uji kadar gula darah pada mencit. dengan
memakai alat glukometer yang merupakan alat yang dipakai untuk mengukur
kadar gula darah. Pertamatama diukur kadar gula darah awal dari mencit, setelah
kadar gula darah awal mencit diketahui, diinduksi dengan pemberian sediaan
glukosa 50% dibiarkan selama 15 menit kemudian diukur kadar gula darahnya
mencit pertama diberi Na CMC, mencit kedua diberi glukovance dan mencit ketiga
diberi glibenklamid dan mencit ke empat diberi metformin.
Untuk mencit yang diberi Na CMC, setelah diberi sediaan, diukur gula
darah dan kadar gula darahnya meningkat terus sampai pada menit ke 10, dan
turun kembali pada menit ke 20 dan 30. Na CMC pada percobaan ini berfungsi
sebagai kontrol, yang tidak memberikaan efek, jadi penurunan kadar gula darah
pada menit ke 20 dan 30 dikarenakan induksi glukosa telah bereaksi dengan
insulin sehingga kadar gula darah kembali pada kadar gula darah normal.
Untuk mencit yang diberi glibenklamid, setelah diberi obat, kadar gulanya
terus meningkat sampai menit 10 namun pada menit ke 20 dan 30 belum diketahui
apakah kadar gula darahnya terus bertanbah atau sebaliknya. Ini dikarenakan
praktikan kehabisan strip untuk pengukur kadar gula darah. Akan tetapi sesuai
dengan literetur obat glibenklamid merupakan obat turunan sulfonylurea yang
dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat ini termasuk obat anti diabetika.

Sehingga ada kemungkinan seandainya pengukuran kadar gula darah dilanjutkan


pada praktikum ini maka pada menit ke 20 atau menit 30 kadar gula darah akan
turun melewati kadar gula darah awal kemudian kembali pada kadar gula darah
normal. Obatobat golongan ini berguna dalam pengobatan pasien diabetes tidak
tergantung insulin (NIDDM) yang tidak dapat diperbaiki hanya dengan diet.
Mekanisme kerja glibenklamid yaitu merangsang sekresi insulin dari granul
sessel langerhans pankreas. Ransangannya melalui interaksinya dengan ATP
sensitif K chanel pada membran sel sel yang menimbulkan depolarisasi
membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca
maka ion Ca
++

akan masuk sel merangsang granula yang berisui insulin dan


akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah ang euivalen dengan peptida C.
Kecauli itu sulfonilurea dapat mengurangi klirens insulin di hepar.
Pada pemberian obat metformin, setelah diberi obat, kadar gulanya terus
meningkat sampai menit ke10 namun pada menit ke 20 dan 30 belum diketahui
apakah kadar gula darahnya terus bertambah atau sebaliknya. Ini dikarenakan
praktikan kehabisan strip untuk pengukur kadar gula darah. Akan tetapi sesuai
dengan literetur obat metformin merupakan obat turunan biguanida yang tidak
dapat merangsang sekresi insulin. Sehingga obat ini digolongkan sebagai obat
antihipoglikemi. Sehingga ada kemungkinan seandainya pengukuran kadar gula
darah dilanjutkan pada praktikum ini maka pada menit ke 20 atau menit 30 kadar
gula darah akan terus naik sampai glukosa yang diinduksi ketubuh mencit habis
bereaksi dengan insulin baru kadar gula darah kembali pada kadar gula awal atau
normal.
mekanisme kerja metformin yaitu berdaya mengurangi resisten insulin,
meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin.
Menurut literatur obat yang efektif menurunkan kadar gula darah yaitu
glibenklamid dimana selama 24 jam dapat tercapai regulasi gula darah optimal
yang mirip pola normal. Adapun gula darah normal yakni 80 120 mg/ dL
sedangkan kadar darah tinggi yaitu 248 372 mg / dL

2.1 Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan
metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin.
Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi
produksi insulin oleh selsel
beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya
sel-sel tubuh
terhadap insulin.
Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak
normal, suatu
resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai
dengan adanya
peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum,
ketiga elemen diatas
telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau
penyembuhan diabetes.
Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh
distribusi
glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana
berbeda distribusi glukosa

pada setiap individual dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi
glukosa juga dapat
menjadi parameter untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai
defenisi diagnosis
untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat
populasi bukan sering
atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina
dan ginjal spesifik
menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi

Anda mungkin juga menyukai