Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan manusia,
saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan saat dewasa
pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada wanita. Air dalam
tubuh terbagi kedalam dua kelompok besar, yaitu yang berada pada ruang
intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular. Ekstraselular lalu dapat
dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang interstitial serta plasma.
Dengan makan dan minum tubuh kita mendapatkan air, elektrolit,
karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta nutrisi lainya. Terapi cairan dibutuhkan
pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta nutrisi-nutrisi tersebut tidak
dapat terpenuhi secara peroral. Hal ini dapat terjadi pada kasus pasien yang harus
puasa dalam jangka waktu yang lama, karena pembedahan saluran cerna, dan
dibutuhkan juga pada kondisi pasien dengan perdarahan yang masif, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual-muntah tak berkesudahan, serta kondisikondisi lainnya.
Hampir

seluruh

pasien

yang

menjalani

prosedur

pembedahan

membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena. Pemeliharaan volume


intravaskular agar tetap pada batas yang normal normal sangatlah penting dalam
periode perioperatif. Penilaian voleme intravaskular serta pengantian dari cairan
dan elektrolit yang hilang selama prosedur pembedahan sedang berlangsung harus
dapat dilakukan dengan tepat. Kesalahan dalam penggantian cairan dapat
menyebabkan morbiditas yang cukup bermakna atau bahkan sampai kematian.
Mengingat akat hal-hal tersebut, maka penulis akan mencoba menguraikan
tentang terapi cairan dalam referat ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh1,2
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Total air dalam tubuh merepresentasikan kurang-lebih 60% dari berat
badan pada usia dewasa secara umum. Persentase dari air dalam tubuh sangat
bervariasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan adipositas karena otot
mengandung 75% air, sebaliknya jaringan adiposa hanya mengangandung 10%
air. Persentase kandungan air pada fetus sangat tinggi pada masa awal, namun
menurun secara progresif selama masa gestasi akhir dan 3 sampai 5 tahun pertama
kehidupan.
Air dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua komponen dasar, yaitu
intraselular dan ekstraselular. Kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran sel
yang permiabel terhadap air. Volume cairan ekstraselular lebih tinggi pada
individu-individu muda dan juga pada pria dibandingkan pada individu dengan
usia lanjut dan wanita. Di sisi lain, volume darah berkisar antara 60 sampai 65
mL/kgBB, dan didistribusikan 15% pada sistem arteri dan 85% pada sistem vena.
Komponen utama dari cairan ektraselular adalah plasma (30 sampai 35
mL/kgBB) dan cairan interstitial (120 sampai 165 mL/kgBB) sedangkan
komponen lainnya terdiri dari cairan pleura, cairan peritonem, aqueous humor,
keringat, urin, cariar limfe, serta cairan serebrospinal.
Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh4 3

Gambar 1: Body water compartments. The ability of a solution to expand the plasma volume is
dependent on the volume of distribution of the solute, so that while colloids are mainly distributed
in the intravascular compartment, dextrose containing solutions are distributed through the total
body water and hence have a limited and transient volume expanding capacity. Isotonic sodiumcontaining crystalloids are distributed throughout the extracellular space and in practice the
efficiency of these solutions to expand the plasma volume is only 20-25%, the remainder being
sequestered in the interstitial space.

Plasma merupakan komponen nonselular dari darah dan memiliki


kecenderungan untuk secara terus-menerus mencari keseimbangan dengan cairan
intestitial. Perbedaan utama antara plasma dibandingan dengan cairan interstitial
adalah konsentrasi proteinnya yang jauh lebih tinggi. Hal ini menyebabkan
plasma memiliki tekanan osmotik 20mmHg lebih tinggi dari cairan interstitial
serta cairan ekstraselular lainnya. Perbedaan ini berperan dalam proses menjaga
volume intravaskular. Cairan ekstraselular memiliki konsentrasi natrium, klorida,
dan bikarbonat yang lebih tinggi. Permibabilitas terhadap ion dan protein sangat
bervariasi pada masing-masing organ, dengan otak sebagai organ dengan
permiabilitas terendah sedangkan hepar sebagai organ dengan permiabilitas
tertinggi.
Tabel 1. Komposisi Elektrolit pada Cairan Tubuh
Elektrolit

Plasma

Cairan Interstitial

Cairan Intracellular

(mEq/L)
(mEq/L)
(mEq/L)
Na+
142
145
10
K+
4
4
159
Mg2+
2
2
40
Ca2+
5
3
1
Cl103
117
10
HCO325
27
7
Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med
7:462-465 2006.

2.2 Pergerakan Air2


Tekanan osmotik adalah tekanan yang dibutuhkan untuk mencegah difusi
cairan melalui membran semipermiabel ke dalam cairan lain yang konsentrasinya
lebih tinggi. Membran semipermiabel adalah membran yang dapat dilalui oleh air
sebagai pelarut, namun tidak dapat dilalui oleh zat terlarut.

Tekanan osmotik plasma ialah 285 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan


osmotik yang relatif sama dengan tekanan osmotik plasma disebut larutan
isotonik, jika lebih rendah disebut larutan hipotonik, sedangkan bila lebih tinggi
disebut larutan hipertonik.
Konsentrasi molar (mol) ialah jumlah zat yang setara dengan berat atom
atau berat molekul zat dalam garam (1 mol zat mengandung jumlah partikel yang
sama, yaitu 6,02 x 1023).
mMol = massa (mg) solute dalam 1 L larutan berat molekul solute =
massa(mg)dalam 1 L larutan
berat molekul

Miliosmol (mOsm/kg H20), unit untuk menyatakan tekanan osmotik bila solute
dilarutkan dalam 1 L larutan.
miliosmol( mOsm/kg H 20)=miliosmol(mmol /kg H 2 O x jumlah partikel)

Miliekuivalen (mEq/L) menyatakan konsentrasi elektrolit


mEq / L=mmol x jumlah muatanlistrik

2.3 Dehidrasi2,3
Dehidrasi ialah kekurangan air dalam tubuh yang dapat dikategorikan
menjadi dehidrasi ringan (kurang dari 5%), dehidrasi sedang (5 sampai 10%), dan
dehidrasi berat (lebih dari 10%). Sifat dehidrasi dapat berupa isotonik (kadar Na
dan osmolaritas serum normal), hipotonik atau hiponatremik (kadar Na kurang
dari 130mmol/L atau osmolaritas serum kurang dari 275 mOsm/L), atau dapat
juga hipertonik atau hipernatremik (kadar Na lebih dari 150 mmol/L atau
osmolaritas serum lebih dari 295 mOsm/L).

Tabel 2. Pedoman WHO Untuk Menilai Dehidrasi3

2.4 Macam Cairan pada Pembedahan1,2,3,4


Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti defisit cairan
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid atau koloid secara intravena.
Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa pada saat sebelum dan sesudah
prosedur pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah prosedur pembedahan, mengganti
kebutuhan rutin saat prosedur pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi
dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga.

Tabel 3. Kebutuhan Cairan Basal3

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga. Untuk


menggantinya sangat tergantung dengan besar-kecilnya prosedur pembedahan
Tabel 4. Kebutuhan Cairan Tambahan Berdasarkan Derajat Trauma3

Tujuan utama dari pemberian cairan intraoperatif adalah untuk menjaga


penghantaran oksigen yang adekuat, konsentrasi elektrolit yang normal, dan
normoglikemia. Kebutuhan total cairan terdiri dari compensatory intravascular
volume expansion (CVE), deficit replacement, maintenance fluids, restoration
of losses, dan substitution for fluid redistribution.
Rate of fluid = CVE + deficit + maintenance administration + loss + third space
Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid ataupun
cairan koloid untuk menjaga volume intravascular pada titik di mana bahaya yang
ditimbulkan pada keadaan anemia melebihi resiko dari prosedur transfusi.
Pada titik tersebut, kehilangan darah yang lebih lanjut digantikan dengan transfusi
sel darah merah untuk menjaga konsentrasi hemoglobin atau hematokrit. Pada
kebanyakan pasien, titik tersebut terjadi pada saat hemoglobin mencapai angka 7
dan 8 g/dL, atau hematokrit mencapai angka 21-24%. Pada pasien lanjut usia dan
pasien dengan kelainan kardio-pulmoner yang signifikan, angka hemoglobin 10 g/dL
umum digunakan. Batasan yang lebih tinggi dapat bermanfaat jika diperkirakan
kehilangan darah yang cepat terus berlangsung.

Pada praktik klinis, kebanyakan klinisi memberikan larutan ringer laktat


sejumlah 3 sampai 4 kali volume kehilangan darah, atau larutan koloid dengan rasio
1:1, sampai titik di mana transfusi perlu diberikan tercapai. Pada titik
tersebut, darah yang hilang digantikan unit demi unit, dengan reconstituted
packed red blood cells.
Pasien dalam kondisi yang hematokrit yang normal harus menerima transfusi
hanya jika telah kehilangan darah sebesar lebih dari 10 sampai 20% dari volume
darah. Jumlah kehilangan darah yang terjadi sampai menyebabkan hematokrit
mencapai angka 30% dapat dikalkulasikan dengan cara berikut:
1. Estimate blood volume
2. Estimate the red blood cell volume (RBCV) pada preoperative
hematocrit (RBCVpreop).
3. Estimate

RBCV

pada

kisaran

hematokrit

30%

(RBCV 30%),

diasumsikan volume darah normal tetap terjaga.


4. Kalkulasikan volume sel darah merah yang hilang saat hematokrit
mencapai kisaran 30%, RBCVlost = RBCVpreop - RBCV30%.
5. Allowable blood loss = RBCVlost x 3.
Tabel 5. Volume Darah Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin3

Pada panduan-panduan lain yang umum digunakan berupa: (1) 1 unit dari
sel darah merah dapat meningkatkan hemoglobin 1 g/dL dan hematokrit 2 sampai
7

3% pada usia dewasa, dan (2) transfusi sel darah merah sebanyak 10 mL/kg dapat
meningkatkan konsentrasi hemoglobin sebesar 3 g/dL dan hematokrit sebesar
10%.
Tabel 6. Komposisi Cairan Infus yang Tersedia Dipasaran4

2.5 Teknik Pemberian2,4


Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu yang singkat dapat digunakan
vena-vena di punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau
daerah kubiti. Pada pasien anak dan bayi sering digunakan daerah punggung
kaki, depan mata kaki dalam, atau pada daerah kepala. Pada pasien neonatus,
dapat juga digunakan akses vena umbilikalis.
Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti
trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1 sampai 3 hari untuk
menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari
3 hari, sebaiknya menggunakan kateter berukuran besar dan panjang yang
ditusukan pada vena femoralis, vena kubiti, vena subklavia, vena jugularis
eksterna atau interna yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau
di vena cava inferior atau superior.

Gambar 2. Panduan Terapi Cairan4

BAB III
KESIMPULAN
Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam
tubuh. Total air dalam tubuh merepresentasikan kurang-lebih 60% dari berat
badan pada usia dewasa secara umum. Hal ini mengisyaratkan bahwa
pemeliharaan kedaan cairan didalam tubuh menjadi sebuah proses yang penting.
Cairan tubuh yang hilang harus segera diganti untuk memelihara keseimbangan
cairan.
Dehidrasi ialah kekurangan air dalam tubuh yang dapat dikategorikan
menjadi dehidrasi ringan (kurang dari 5%), dehidrasi sedang (5 sampai 10%), dan
dehidrasi berat (lebih dari 10%). Kehilangan cairan tubuh tentunya akan
bermanifestasi pada tubuh. Sehingga, terapi cairan yang cepat dan tepat
merupakan kunci sukses dalam proses ini.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti defisit cairan
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid atau koloid secara intravena.
Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid ataupun
cairan koloid untuk menjaga volume intravascular pada titik di mana bahaya yang
ditimbulkan pada keadaan anemia melebihi resiko dari prosedur transfusi.
Pada titik tersebut, kehilangan darah yang lebih lanjut digantikan dengan transfusi
sel darah merah untuk menjaga konsentrasi hemoglobin atau hematokrit.

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Miller RD. Anesthesia 7th ed. Churchill Livingstone Philadelphia. 2009
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2009;
133-139
3. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4 ed. Appleton & Lange
Stamford. 2006
4. Tuck JP, Gosling P, Lobo DN, et al. British Consensus Guidelines on
Intravenous Fluid Therapy for Adult Surgical Patients. GIFTASUP. 7 March
2011

11

Anda mungkin juga menyukai