Anda di halaman 1dari 4

TUGAS SEJARAH

DAVID PARASIAN
XII IPS 1

Biografi KH. A. Wahid Hasyim


Nama : Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
Tanggal Lahir : 1 Juni 1914
Tempat Lahir : Jombang, Jawa Timur, Hindia
Belanda
Zodiak : Gemini
Meninggal : Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953
(umur 38)
Makam : Tebuireng, Jombang
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Anak : 6
KH. Abdul Wahid Hasyim (1914-1953) memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia,
khususnya sejarah Islam di Indonesia. Beliau merupakan pendiri Partai Nahdlatul Ulama
(NU), pernah menjabat sebagai Menteri Agama, dan anggota BPUPKI serta salah seorang
penandatangan Piagam Jakarta (Jakarta Charter), yaitu preambul UUD Republik Indonesia
yang ditandatangani pada 22 Juni 1945 di Jakarta.
Wahid Hasyim lahir pada tanggal 1 Juni 1914. Ayahnya, KH. Hasyim Asyari, adalah seorang
ulama besar dan pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Sejak
kecil ia belajar di pesantren Tebuireng dan berbagai pesantren lainnya, bahkan sampai ke
Mekah saat berusia 18 tahun. Ia sangat giat belajar dan memiliki hobi membaca yang sangat
kuat. Ia memperdalam ilmunya dengan berlangganan koran dan majalah, baik yang berbahasa
Indonesia maupun bahasa asing. Ia memang merupakan pribadi yang cerdas dan seorang
otodidak yang hebat.
Pada waktu berumur 24 tahun ia mulai aktif di organisasi NU dan tahun berikutnya ia
diangkat menjadi anggota Pengurus Besar NU. Pada tahun itu juga ia dipilih menjadi Ketua
MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia), sebuah badan federasi sejumlah organisasi sosialpolitik Islam dan wadah persatuan umat Islam. Ia terpilih kembali sebagai ketua dewan dalam
Kongres Muslimin Indonesia, yang merupakan kelanjutan MIAI. Tetapi organisasi ini
dibubarkan oleh jepang pada 1943 dan tidak lama kemudian berdiri wadah baru bernama
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Saat itu pemerintah pendudukan Jepang mendirikan Shumubu, yaitu badan urusan agama
Islam yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asyari selaku Ketua, KH. Abdul Kahar Muzakir

selaku Wakil Ketua dan KH A. Wahid Hasyim selaku Wakil Ketua. Tetapi Wahid Hasyim
yang kemudian ditunjuk sebagai pimpinan disana mewakili ayahnya yang tidak bisa
meninggalkan Jawa Timur. Badan ini yang menjelma menjadi Departemen Agama setelah
Indonesia merdeka.
Sebelum meninggalkan Indonesia, pemerintah Jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi
Tyoosakaiatau Badan Penyelirik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Wahid Hasyim ditunjuk sebagai salah satu anggotanya. Setelah sidang pertama, dibentuk
panitia kecil yang terdiri atas sembilan orang yang dipilih, salah satunya adalah Wahid
Hasyim. Tokoh lainnya adalah Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Abikoesno
Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, Haji Agus Salim, Achmad Soebardjo, dan
Muhammad Yamin. Panitia kecil ini berhasil mencapai suatumodus vivendi antara dua
kelompok yang berbeda pendapat, yaitu pihak nasionalis dan Islam mengenai dasar negara.
Panitia Sembilan ini menyetujui rancangan preambul UUD Republik Indonesia yang mereka
tandatangani pada 22 Juni 1945, yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta.
Setelah berakhir masa revolusi dan Indonesia mendapat kedaulatan, Wahid Hasyim diangkat
menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Hatta (20 Desember 1949 - 6 September 1950) dan
menduduki jabatan yang sama dalam dua kabinet berikutnya; Kabinet Natsir (6 September
1950 27 April 1951) dan Kabinet Sukiman (27 April 1951 3 April 1952). Banyak langkah
penting yang ia lakukan sebagai Menteri Agama, antara lain; mewajibkan pendidikan agama
di lingkungan sekolah umum, mendirikan sekolah guru agama, pendirian Perguruan Tinggi
Agama Silam Negeri pada 15 Agustus 1951 yang berkembang menjadi 14 Institut Agama
Islam negeri (IAIN) di 14 propinsi, dan lain-lain.
Saat itu Wahid Hasyim duduk sebagai Ketua Muda II Dewan Partai Masyumi, yang
merupakan satu-satunya partai politik Islam. Tetapi ia sering mengkritik kepemimpinan PB
Masyumi yang dianggap terlalu lemah. Hingga dalam kongres NU di Palembang pada April
1952, dimana ia bertindak sebagai pemimpin Kongres, NU memutuskan untuk lepas dari
Masyumi dan mengembangkan diri menjadi partai politik. Sebelumnya NU merupakan
anggota istimewa partai Masyumi.
Wahid Hasyim meninggal dunia pada 15 April 1953 dalam usia muda, belum genap 40 tahun.
Beliau meninggal dalam sebuah kecelakaan di Cimahi dan dimakamkan di Jombang di
pemakaman keluarga pesantren Tebuireng.

DAFTAR PUSTAKA

http://biografinya.blogspot.co.id/2013/03/kh-wahid-hasyim.html
http://www.biografipahlawan.com/2014/11/biografi-abdul-wahid-hasyim.html

Anda mungkin juga menyukai