Anda di halaman 1dari 16

SUKSES BELAJAR

(1)
Ahmad Zain An Najah, MA *
Alhamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb sekalian alam, shalawat dan salam ditujukan
kepada junjungan besar nabi Muhammad saw beserta para sahabat dan pengikutnya hingga hari
kiamat, amma badu :
Di bawah ini beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu dengan seksama , agar mampu
menguasai ilmu syarI secara baik.
( I ) Kaidah Umum Dalam Belajar
Sebelum memulai belajar, seorang penuntut ilmu hendaknya memahami dengan baik- baik kaidahkaidah yang diletakkan oleh para ulama untuk menjadi bekal para penuntut ilmu.
Kaidah kaidah kalau dipegang teguh dan dihayati, insya Allah akan banyak membantu para penuntut
ilmu di dalam mencapai cita-cita mereka
Diantara kaidah- kaidah tersebut adalah sbb :
Kaidah Pertama :
( )
Ilmu itu tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya, sehingga engkau memberikan kepadanya
semua yang engkau miliki
Artinya, bahwa seorang penuntut ilmu jika berniat untuk mempelajari suatu ilmu, mestinya ia berani
dan siap mengorbankan segala yang dimiliknya, dari harta, waktu, tenaga. Kemudian, seandainya dia
sudah mengorbankan yang dia miliki tersebut untuk mendapatkan ilmu, maka belum tentu dia
mampu meraih semua ilmu yang ada. Dan selama-lamanya dia tidak akan mampu menguasai seluruh
ilmu tersebut, kecuali hanya sebagiannya saja.
Kalau ini hasil orang yang bersungguh-sungguh di dalam menuntut ilmu, anda bisa membayangkan
bagaimana hasil orang yang setengah-setengah atau tidak bersungguh sungguh , serta tidak mau
berkorban di dalam menuntut ilmu.
Kaidah Kedua :
()
Belajarlah, karena seseorang itu tidak dilahirkan dalam keadaan berilmu
Artinya, seseorang tidak begitu saja menjadi seorang alim tanpa memalui proses dan usaha. Maka
seorang penuntut ilmu, jika ingin menjadi orang alim, hendaknya dia belajar dan terus belajar
sehingga cita-citanya tercapai.
Kaidah Ketiga :


Anda mengharapkan keselamatan, akan tetapi anda tidak mau mengikuti jalan jalan yang
mengantarkan kepada keselamatan tersebut.
Perbuatan anda tersebut bagaikan sebuah kapal yang berlayar di atas daratan.
Artinya, kalau seorang penuntut ilmu bercita-cita menjadi seorang alim , akan tetapi tidak mau
belajar dengan sungguh-sungguh dan tidakmau mengorbankan waktu, tenaga dan hartanya untuk
itu, maka orang semacam itu hanyalah berangan-angan saja, dan tidak mungkin akan berhasil
menggapai cita-citanya, selama dia tidak mau bersungguh- sungguh. Dia ibarat sebuah kapal yang

berhenti dan tidak bisa berjalan, karena sedang berada di daratan dan keadaan tersebut tidak akan
berubah sehingga dia dijalankan di atas air.
Kaidah Keempat :


Barang siapa yang belum pernah merasakan sama sekali kehinaan ketika belajar, maka niscaya dia
akan merasakan kehinaan karena bodoh selama hidupnya
Artinya, bahwa seseorang ketika sedang dalam proses belajar, dia akan mendapatkan kehinaan,
seperti dia harus datang merengek-rengek kepada seorang guru atau seorang alim supaya dia belajar
darinya, bahkan kadang dia harus merelakan sebagian harta untuk membayarnya demi mendapatkan
sebuah ilmu. Dia harus rela duduk di bawah, sedang gurunya duduk di atas kursi. Bahkan kadang dia
harus rela dimarahi, diperintah, bahkan dihukum , jika melakukan sebuah kesalahan. Itu semua
merupakan bentuk bentuk kehinaan di dalam proses belajar.
Seorang penuntut ilmu yang takut akan kehinaan seperti ini, otomatis dia tidak akan datang ke
majlis- majlis ilmu dan dia akan menjauhi guru guru dan orang- orang alim, karena takut diperintah
atau ditegur. Dengan demikian, selama- lamanya dia tidak akan pernah belajar, dan selama-lamanya
dia akan berada dalam kebodohan. Dan ketika dia bodoh, maka orang-orang disekitarnyapun tidak
akan menghargai dan menghormatinya, karena dia tidak mempunyai ilmu, dan selama-lamanya dia
akan dihinakan sepanjang hidupnya.
Kaidah Kelima :
( )
Pengetahuan tentang tata cara belajar itu jauh lebih penting dari pengetahuan tentang materi
pelajaran itu sendiri
Artinya, seorang penuntut ilmu hendaknya lebih dahulu memperhatikan dan mempelajari tata cara ,
tehnik-tehnik serta kiat-kiat belajar yang benar dan efesien sebelum dia memperhatikan dan
mempelajari materi pelajaran itu sendiri. Hal itu, karena mengetahui tata cara belajar yang baik, akan
mengantarkan kepada pemahaman dan penguasaan materi yang baik juga. Sebaliknya seorang
penuntut ilmu yang hanya memperhatikan materi pelajaran tanpa memilih metode belajar yang
benar, dikhawairkan dia tidak akan berhasil menguasai materi itu sendiri. Berapa banyak seorang
penuntut ilmu yang rajin dan tekun di dalam mempelajari materi pelajaran, akan tetapi karena tidak
didukung dengan sistem dan metode belajar yang benar, maka ketekunan tersebut tidak banyak
membuahkan hasil.
<![if !supportEmptyParas]> <![endif]>
( II ) Tujuh Unsur Yang Menunjang Belajar
Selain memahami kaidah-kaidah di atas, seorang penuntut ilmu harus memperhatikan juga unsurunsur penting yang menunjang proses belajar. Tanpa memperhatikan dan melaksanakan unsur-unsur
tersebut, barangkali cita-cita untuk menjadi seorang yang berilmu hanya tinggal angan-angan belaka.
Diantara unsur-unsur penting tersebut adalah :
Unsur Pertama : Meluruskan Niat
Seorang penuntut ilmu harus meluruskan niatnya terlebih dahulu, karena dengan niat yang lurus,
maka Allah akan memberkati ilmunya dan memudahkannya di dalam proses belajar, sebaliknya
seseorang yang salah niat dalam belajar, maka ilmunya tidak akan berkah dan amalannya tidak
diterima oleh Allah swt. Maka, betapa ruginya para penuntut ilmu yang salah niat. Dalam suatu hadist
disebutkan :
: :

Dari Kaab bin Malik r.a bahwasanya dia berkata : Saya telah mendengar Rosulullah saw bersabda :
( Barang siapa yang belajar degan tujuan untuk mendebat para ulama , atau mempermainkan orangorang bodoh, atau untuk mencari pengikut , niscaya Allah akan memasukkannya kepada api neraka )
( HR. Abu Daud ) (<![if !supportFootnotes]>[1]<![endif]>)

Ilmu syarI sendiri tabiatnya memang tidak akan bisa dikuasai dengan baik tanpa niat yang lurus.
Oleh karenanya, Imam Al Laits mengatakan : Sesungguhnya yang pertama kali harus dikerjakan
seorang penuntut ilmu adalah meluruskan niatnya, hal ini sangat penting agar dia bisa mengambil
manfaat dari ilmunya dan orang lainpun bisa mengambil manfaat darinya.
Dalam hal ini, hendaknya para penuntut ilmu berniat mencari ridha Allah dalam belajarnya, dan itu
teralisir dengan empat hal :
Pertama : Hendaknya ia berniat untuk menghilangkan kebodohan yang ia miliki. Allah berfirman :











Katakanlah : Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui. ? ( Qs
Az Zumar : 10 )
Kedua: Hendaknya dia beniat untuk dapat memebrikan manfaat kepada orng lain . Karena Rosulullh
saw bersabda : Sebaik-baik dari kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.
Ketiga : Hendaknya dia beniat untuk menghidupkan ilmu, karena ilmu kalau tidak dihidupkan,maka
akan ditinggal manusia dan akhirnya hilang.
Keempat : Hendaknya dia beniat belajar untuk diamalkan, karena ilmu tanpa amal, bagaikan pohon
tanpa buah, ilmu tersebut justru akan menjadi bumerang baginya pada hari kiamat.
Jika seseorang belum mampu mengikhlaskan niatnya di dalam belajar, jangan serta merta ia
langsung berhenti dan tidak mau belajar, tetapi tetaplah belajar, karena dengan belajar itu,
diharapkan niatnya berangsung angsur akan lurus. Imam Ghozali sendiri, ketika pertama kali
menuntut ilmu belum bisa meluruskan niatnya, setelah belajar dan mengetahui pentingnya
meluruskan niat, akhirnya beliau luruskan niatnya dalam belajar. Hal yang sama pernah dialami oleh
Mujahid, beliau berkata : Dahulu, ketika belajar petama kali, saya belum punya banyak niat, akan
tetapi akhirnya Allah memberikan saya rizki yang berupa niat yang lurus.
Unsur Kedua : Senantiasa Bertaqwa dan Menjauhi Maksiat :
Setelah meluruskan niat, seorang penuntut ilmu hendaknya selalu meningkatkan ketaqwaan-nya
kepada Allah swt dan berusaha untuk selalu menghindari maksiat, karena mkasiat adalah salah satu
faktor yang menghambat proses belajar. Imam SyafiI ketika kesulitan di dalam menghafal beliau
melapor kepada gurunya Waki yang tertuang dalam beberapa bait syairnya :


Pada suatu hari, aku mengadu kepada guru-ku Waki tentang kesulitan dalammenghafal, lalu beliau
berpesan agar aku menjauhi maksiat.
Beliau juga memberitahukan kepada-ku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tidak akan
diberikan kepada orang yang bermaksiat.
Unsur Ke-tiga : Semangat dan Optimis
Seorang penuntut ilmu seharusnya selalu optimis dan semangat di dalam mencari ilmu, tampang
menyerah ketika menghadapi berbagai rintangan dan tantangan. Sikap seperti ini akan membawanya
kepada keberhasilan dan kesuksesan. Semangat di dalam menuntut ilmu ini dicontohkan oleh para
ulama yang telah membuktikan keberhasilannya di dalam menuntut ilmu, diantaranya adalah :
Abu Bakar Al Qoffal Al Marwazi ( 411 H ) , beliau adalah salah satu ulama dari madzhab syafiI yang
mendirikan Madrasah Khurasiniyin . Sebelumnya, Al Qoffal, sebagaimana namanya, adalah seorang
tukang yang bekerja memperbaiki kunci dan gembok. Profesi tersebut ia tekuni sampai umur 30
tahun. Secara tiba-tiba beliau tertarik untuk belajar dan menekun ilmu-ilmu syareat. Karena
kesungguhannya yang luar biasa, akhirnya dalam waktu singkat beliau sudah menjadi ulama besar
dalam madzhab syafii. (<![if !supportFootnotes]>[2]<![endif]>)
Begitu juga yang dialami oleh Ibnu Hazm, yang sebelumnya adalah orang yang sangat bodoh dengan
ilmu syari. Ketika ia masuk masjid dan langsung duduk, dia ditegur oleh orang yang disampingnya
agar melakukan sholat tahiyatul masjid. Pada kesempatan lain, ketika beliau masuk masjid lagi dan
langsung sholat, beliaupun kena tegur karena kebetulan waktu itu adalah waktu dilarang untuk sholat

sunah. Merasa dirinya bodoh dan tidak mau dipermainkan orang, akhirnya ia bertekad untuk belajar
ilmu syarI dengan sungguh- sungguh. Akhirnya dia mengurung diri dengan banyak membaca dan
belajar dengan guru-guru. Dan dalam hitunganbulan, dia keluar lagi, dan kali ini sudah menjadi
seorang alim. Ibnu Hazmi terkenal sebagai pengibar bendera madzhab Dhohiriyah.
Kesungguhan di dalam belajar ini tidak hanya dimiliki umat islam saja, tetapi siapa saja yang mau
mempraktekkannya niscaya akan mendapatkan keberhasilan, lihat saja Thomas A. Edison, yang
dulunya adalah penjual koran di kereta api dan seorang yang tuli, John D. Rockefeller yang hanya
mempunyai upah enam dollar perminggu, Julius Caesar yang menderita penyakit ayan, Napoleon
punya orang tua kelas rendahan dan jauh dari katagori cerdas, Beethoven seorang yang tuli, Plato
yang berpunggung bungkuk dan Stephen Hawkins yang lumpuh. (<![if !supportFootnotes]>[3]<![endif]>) Semua
nama yang disebutkan tadi dengan segala kekuarangannya, ternyata mampu meraih kesuksesan
yang gemilang karena kesungguhan mereka yang luar biasa .
Hal yang sama juga dialami oleh K. H. Zarkasyi, ketika Pondok Pesantren Modern Gontor , pada
tangal 19 Desember, 1936, kalau itu di resmikan Kuliyatul Muallimin Al Islamiyah, dan pada tahun
pertama KMI hanya memiliki 16 murid saja, ditambah sebagian dari mereka tidak bisa menyelesaikan
program studi di KMI dengan berbagai alasan. Keadaan seperti itu, tidaklah membuat KH. Imam
Zarkasyi, salah seorang pendiri Pondok, surut dan pesimis, dengan optimis dan penuh semangat
beliau mengatakan : Biarpun tinggal satu saja dari 16 orang ini, program tetap akan kami jalankan
sampai selesai, namun yang satu inilah nantinya akan mewujudkan 10, 100 hingga 1000 orang (<![if !
supportFootnotes]>[4]<![endif]>)

Drs. H. Toto Tasmara, seorang ass. Vice President di Bank Duta, dan sebagai Corporate Secretary di
PT. Humpuss, serta inspektur di pelatihan, Achievements Motivation Training, ketika lulus SLTA
terpaksa harus mandiri membiayai hidup dan kuliyahnya, bahkan sempat selama satu tahun menjadi
seorang penarik becak dan kenek truck angkutan. Akhirnya beliau telah menjadi orang yang sukses
dan berhasil. (<![if !supportFootnotes]>[5]<![endif]>)
Ini sesuai dengan apa yang telah digariskan Alllah swt dalam firman-Nya, bahwa wilayah
( kepemimpinan ) tidak akan diperoleh seseorang kecuali melalui dua proses yaitu keyakinan dan
kesabaran :
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dan perintah
Kami ketika mereka sabar . Dan mereka menyakini ayat-ayat Kami ( QS As Sajdah 24 )
Al Khatib Al Baghdadi dalam bukunya Al Jami li Ahkam Ar Rawi wa Adab As Sami , menyebutkan
bahwa pada suatu hari ada seseorang yang hendak belajar hadist, mulailah ia mengikuti pelajaranpelajaran yang disampaikan oleh para masyayikh ( guru ) di masjid-masjid, setelah beberapa tahun
lamanya berjalan, tiba-tiba ia merasa bosan dan malas, karena selama dia belajar hadist ternyata
tidak banyak manfaat yang didapatkannya . Dia berkata pada dirinya : Sepertinya saya tidak cocok
belajar seperti ini. Akhirnya dia tidak mau belajar lagi. Pada suatu hari ketika sedang dalam
perjalanan, tiba-tiba dia melihat air yang menetes pada batu. Ternyata batu tersebut sudah berlubang
akibat tetesan air tersebut. Terpikir dalam dirinya Kalau air yang lunak dan lemah seperti ini bisa
melubangi batu yang sangat keras, maka apakah hati dan otak-ku yang lebih kuat dari air tidak bisa
melubangi ilmu yang tidak sekeras batu tadi. Akhirnya ia balik lagi ke masjid untuk menuntut ilmu
hingga menjadi ulama besar. (<![if !supportFootnotes]>[6]<![endif]>)
Unsur Ke -Empat : Dana Yang Mencukupi
Untuk menguasai ilmu-lmu syarI, tentunya tidak bisa hanya dengan mengandalkan modal dengkul.
Seorang penuntut ilmu memerlukan buku-buku bacaan , baik untuk dipelajarinya secara menyeluruh,
maupun sebagai referensi di dalam penelitiannya. Selain itu, juga diperlukan dana untuk transportasi
dan bekal untuk menemui para gurunya. Kenyataan membuktikan bahwa semakin banyak buku-buku
yang dimilikinya atau dibacanya, seorang penuntut ilmu semakin luas wawasan dan ilmunya, dan
akan dengan mudah melihatnya setiap waktu.
Ketika pengetahuan tentang ilmu- ilmu keislaman berkembang pesat pada zaman berdirinya Khilafah
Islamiyah, ternyata tidak lepas dari dana berlimpah yang dikucurkan oleh khalifah untuk kepentingan
ilmu syari. Lihat misalnya : Khalifah Al Hakim bi Amrillah, mendirikan sebuah bangunan megah pada
tahun 395 H yang diberi nama Dar Al Hikmah , di dalamnya dibangun juga perpustakaan yang
dinamakan Dar Al- Ulum . Perpustakaan ini mencakup puluhan ribu jilid buku yang belum pernah
dimiliki oleh perpustakaan lainnya. Selain itu, sang khalifah menjamin kehidupan dan keperluan para
ulama yang bekrja di dalamnya. (<![if !supportFootnotes]>[7]<![endif]>)
Begitu juga khalifah Al Mustanshir di tempat kediamannya Qordova telah mendirikan perpustakaan
yang mencakup 400.000 jilid buku, yang pada waktu itu belum dikenal percetakan. (<![if !supportFootnotes]
>[8]<![endif]>)

Unsur Ke-lima : Membutuhkan Waktu dan Proses


Seorang penuntut ilmu tidak boleh tergesa-gesa untuk segera menguasai semua ilmu yang
diinginkannya, tetapi dia harus bersabar, karena segala sesuatunya perlu proses. Dan ini merupakan
sunnatullah di dalam kehidupan : segala sesuatu perlu proses , atau seperti kaedah umum yang
telah diterangkan di atas bahwa seorang bayi yang lahir tidak langsung pintar, dia perlu belajar pelanpelan dan membutuhkan waktu sehingga besar dan menjadi pintar.
Seseorang yang tidak memahami kaedah semacam ini, cenderung gagal di dalam menguasai ilmu.
Sebagai contoh ringan di dalam kehidupan akedemis mahasiswa Al Azhar, ketika seseorang memulai
menghafal Al Quran secara tergesa-gesa dan berusaha menguasai hafalan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Dia tidak mau melakukan pengulangan atas hafalannya, maka dapat dipastikan
orang tersebut akan gagal dalam menghafal Al Quran.
Fenomena semacam ini, telah dipantau secara seksama oleh para ahli fiqh, sehingga mereka
menelurkan sebuah kaidah yang sangat penting sekali. Kaidah tersebut berbunyi :

Barang siapa yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu yang belum saatnya, maka justru
akan dihukum untuk tidak mendapatkannya. (<![if !supportFootnotes]>[9]<![endif]>)
Kaidah di atas juga berlaku bagi penuntut ilmu yang tergesa-gesa untuk menguasai suatu ilmu tanpa
proses yang wajar. Hal ini dikuatkan oleh imam Az Zuhri, beliau berkata :

Barang siapa yang belajar sekali langsung banyak, niscaya ilmu itu akan hilang semua darinya.
Karena sesungguhnya ilmu itu hanya bisa dicari secara pelan-pelan berkelang hari dan malam.
Seorang penyair pernah menulis :

.
Hari ini belajar, besok juga begitu, barang siapa yang mengambl ilmu sedkit-dikit, niscaya akan
mendapatkan darinya hikmah, karena sesungguhnya air yang melimpah itiu terdiri dari tetesantetesan . (<![if !supportFootnotes]>[10]<![endif]>)
Para ulama yang sudah terbukti keilmuan mereka, juga membutuhkan proses sehingga mereka
menjadi ulama yang tangguh. Lihat saja umpamanya Imam SyafiI, beliau menghabiskan waktunya
selama 20 tahun untuk mempelajari bahasa Arab. Padahal kalau diteliti, beliau adalah seorang
keturunan Arab asli yang lahir di kota Arab, yaitu Palestina, serta hidup dilingkungan Arab sejak kecil.
Selain itu, beliau juga fasih di dalam berbahasa Arab. Walaupun begitu, beliau tetap membutuhkan
waktu untuk mempelajari sesuatu yang sudah menjadi bahasanya sehari-hari. (<![if !supportFootnotes]>[11]<!
[endif]>)
Bagaimana dengan kita ?
Syekh Utsaimin, seorang ulama senior di Arab Saudi, karya-karya beliau banyak menghiasi
perpustakaan-perpustakan dan toko-toko buku, dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Salah
satu rahasia keberhasilan beliau adalah lamanya beliau mengajar di masjid besar di Unaizah,
beberapa kilometer dari kota Riyadh Saudi Arabia. Diperkirakan beliau mengajar berbagai disiplin
keilmuan di masjid tersebut selama kurang lebih 30 tahun , hingga hari wafatnya. (<![if !supportFootnotes]
>[12]<![endif]>)

Kaisar Nero pernah mengomentari pembangunan kota roma yang megah waktu itu, dia pernah
mengatakan bahwa : Rome is not built in one night ( kota Roma tidak dibangun dalam satu malam
) (<![if !supportFootnotes]>[13]<![endif]>) ,artinya untuk membangun sebuah kota yang indah dan besar tentunya
dibutuhkan waktu puluhan tahun lamanya, sama halnya dengan membangun sebuah keilmuan yang
tangguh.
Unsur Ke-enam : Rihlah Ilmiyah
Seorang penuntut ilmu hendaknya tidak segan-segan untuk melakukan perjalanan dengan
menuntut ilmu. Hal ini sangat penting, karena para ulama sudah berpencar di seluruh
Seseorang yang hanya belajar pada beberapa guru yang ada di daerahnya saja, tentunya tidak
disinilah pentingnya melakukan rihlah ilmiyah ( perjalanan untuk mencari ilmu ). Ada sebagian

tujuan
dunia.
cukup,
kawan

yang mugkin berpikiran bahwa membeli buku banyak-banyak dan dibaca sendiri sudah cukup, tidak
perlu jauh-jauh pergi untuk menuntut ilmu. Tentunya pikiran ini hanya bisa diterima ketika tidak ada
kesempatan lagi untuk meimpa ilmu di tempat yang jauh atau di negara seberang. Jika seseorang
mempunyai kesempatan untuk belajar di tempat yang jauh dan diperkirakan tempat tersebut
memang sangat kondusif untuk menuntut ilmu, karena mudah mengakses buku-buku dan menemui
para ulama, tentunya belajar di tempat tersebut jauh lebih baik, paling tidak dari segi pengalaman.
Dalam hal ini, Imam SyafiI pernah menulis bait-bait syiir yang memuat pujian terhadap aktivitas
rihlah ilmiyah. Beliau menulis :






Pergilah, niscaya engkau mendapatkan ganti apa yang engkau tinggalkan,
Dan selalulah bekerja keras, karena nikmatnya hidup ketika bekerja keras,
Saya melihat genangan air sangatlah merusak, jika ia mengalir maka akan bermanfaat, jika tidak,
maka akan merusak.
Singa ketika masih di hutan, tentunya tidak menakutkan, dan anak busur selama masih dalam
tempat, tidak akan mengenai sasarannya.
Matahari, jika tetap diam di tengah langit, maka semua manusia akan bosan, baik yang berbangsa
Aran maupun yang lainnya.
Emas jika masih di tempatnya, sepert tanah biasa, dan kayu wangi jika belum dipetik, harganya sama
dengan kayu bakar.
Jika si fulan pergi, maka dia akan dicari, dan jika fulan yang lain juga pergi, maka dia menjadi
langka,bagaikan emas.
Dalam kesempatan lainnya Imam SyafiI juga menulis :





Tinggalkan negaramu, niscaya engkau akan menjadi mulia, dan pergilah, karena bepergian itu
mempunyai lima faedah .
Menghibur dari kesedihan, mendapatkan pekerjaan, ilmu dan adab, serta bertemu dengan orangorang baik.
Jika dikatakan bahwa bepergian itu mengandung kehinaan,dan kekerasan, dan harus mlewati jalan
panjang, serta penuh dengan tantangan,
Maka bagi pemuda kematian lebih baik daripada hidup di kampung dengan para pembohong dan
pendengki.
Para ulama-pun melakukan perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, sebagaimana yang dilakukan oleh
Jabir bin Abdullah yang menempuh perjalanan selama dua bulan dari Madinah menuju Mesir, hanya
mencari satu hadits. Begitu juga yang dilakukan imam SyafiI sendiri, yang berpindah dari tempat
kelahirannya Palestina menuju Mekkah, kemudian dilanjutkan ke Iraq, kemudian ke Yaman, dan
akhirnya ke Mesir hingga wafat beliau.
Unsur Ke-tujuh : Dekat Dengan Guru

Tidak diragukan lagi, pentingnya guru di dalam suatu proses belajar. Tanpa bimbingan guru dapat
dipastikan seseorangakan gagal di dalam mencari ilmu. Diantara faedah belajar dengan guru adalah
sebagai berikut :
Pertama : Efisien waktu dan tenaga.
Belajar dengan guru jauh lebih efisien dibanding belajar sendiri melalui buku. Seorang penuntut ilmu,
jika tidak memahami suatu masalah, bisa langsung bertanya kepada gurunya, tanpa susah payah
dengan mencari jawabannya di buku-buku yang belum tentu di dapatnya. Dia akan mengetahui
selukbeluk ilmu yang dipelajarinya lewat keterangan gurunya yang sudah berpengalaman, bahkan dia
akan mengerti banyak buku dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing buku tanpa harus
membacanya dahulu, karena gurunya telah memberitahukan sebelumnya .
Kedua : Meminimalisir kesalahan.
Seorang penuntut ilmu yang belajar dengan seorang guru, maka kesalahannya akan relatif lebih
sedikit jika dibanding dengan yang belajar langsung dari buku. Banyak nasehat yang diberikan para
ulama dalam masalah ini, diantaranya adalah :

Barang siapa yang gurunya buku, maka salahnya lebih banyak dari benarnya.
Nasehat ini, walau tidak mutlak kebenarannya, paling tidak bisa memacu kita untuk selalu mendekati
dan belajar kepada para guru. Ada sebuah anekdot bahwa seseorang yang belajar lewat buku tanpa
mau bertanya kepada guru, suatu ketika membaca tulisan arab yang berbunyi :

Habbah Sauda adalah obat dari segala penyakit .
Mungkin karena salah cetak atau salah tulis, akhirnya orang tersebut membaca kalimat tersebut
dengan bunyi :

Ular hitam adalah obat untuk segala penyakit .
Bayangkan jika, orang tersebut benar-benar melaksanakan apa yang dibacanya, bukannya
kesembuhan yang didapat, akan tetapi kematian.
Pada masa-masa sekarang, banyak buku-buku yang dicetak tanpa diteliti dahulu, sehingga banyak
sekali kesalahan-kesalahan yang di dapat. Satu kalimat saja tidak tertulis, maka akibatnya akan fatal,
khususnya dalam masalah hukum, jika suatu masalah dihukumi halal, Seharusnya tertulis
La yahrum yang berarti tidak haram, karena satu huruf saja hilang, yaitu (lam alif), maka
tulisannya menjadi yahrum , yang berarti haram, seketika juga hukum yang tadinya mubah
berubah menjadi haram.
Untuk lebih jelasnya, kita akan berikan contoh yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dua
orang yang buta komputer, atau GAPTEK ( gagap teknologi ) , ingin belajar dan menguasai ilmu
ilmu yang ada kaitannya dengan komputer. Yang satu belajar melalui guru dan rajin bertanya serta
ikut kursus-kursus komputer, dan yang satu lagi, malas bertanya dan tidak mau mengikuti kursuskursus, dia hanya duduk di rumah mengandalkan sebuah buku panduan tentang komputer. Tentu
saja, yang belajar dengan guru akan lebih cepat bisa dan sedikit kesalahannya dibanding dengan
yang belajar sendiri. Bahkan yang belajar sendiri akan banyak merusak komputer, demikian juga ilmu
ilmu yang lain.
Ketiga : Belajar bersikap hati-hati.
Belajar dengan guru akan mendidik seseorang untuk bersikap hati-hati di dalam menentukan hukum.
Akhir-akhir ini banyak orang asbun ( asal bunyi ) dalam masalah agama. Dia tidak pernah belajar
tentang hukum syarI, tetapi hobinya berfatwa tentang masalah-masalah yang sama sekali tidak
dikuasainya. Ini sangat berbahaya bagi dirinya sendiri dan masyarakat. (<![if !supportFootnotes]>[14]<![endif]>)
Dalam hal ini, Imam SyafiI pernah berkata :


Barang siapa belajar dari buku, maka dia akan banyak mempermainkan hukum.

(<![if !supportFootnotes]

>[15]<![endif]>)

Keempat : Belajar adab dan sifat dari guru.


Tidak diragukan lagi, bahwa teman bergaul sangat mempengaruhi sikap dan sifat seseorang. Dalam
mahfudhat disebutkan :

Janganlah engkau bertanya tentang seseorang kepada dirinya langsung, tapi tanyalah kepada
temannya, karena seseorang akan selalu mengikuti temannya.
Hal ini dikuatkan dengan suatu hadist yang menyebutkan bahwa :


Perumpamaan teman yang baik, bagaikan penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberimu
minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya,atau kamu akan menghirup bau wangi darinya.
Asdapun permitsalan teman yang jelak, bagaikan tukang las, kemungkinan bajumu terbakar, atau
kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap . ( HR Bukhari )
Seorang penuntut ilmu yang selalu dekat dan sering bergaul dengan gurunya, niscaya dia akan
terpengaruh dengan akhlaq, adat dan beberapa sifat dan sikapnya. Ini sangat penting sekali, karena
akan membuat seorang penuntut ilmu untuk selalu semangat dan tidak mudah putus asa, khususnya
ketika melihat gurunya yang tenang,tegar dan tabah, serta sabar, tentunya dia akan ikut terpengaruh
dengan sifat-sifatnya. Hal inilah yang sering tidak dipahami oleh para penuntut ilmu. Dalam suatu
hikmah disebutkan :

Dekat-dekatilah orang-orang yang baik, walaupun kamu belum bisa seperti mereka, karena dekatdekat dengan mereka adalah suatu kesuksesan.
Oleh karena itu, para penuntut ilmu yang selalu mendekati guru-gurunya , kemungkinan besar
dikemudian hari , dia akan seperti mereka.
( III ) Urgensi Pengulangan dan Hafalan Dalam Belajar
Banyak orang mengira bahwa mengulang dan menghafal pelajaran akan membuat otak tidak
berkembang dan tumpul, karena tidak dilatih untuk berpikir. Pernyataan tersebut tidaklah benar,
karena sejarah membuktikan bahwa hafalan dan pengulangan ternyata mempunyai kekuatan yang
sangat luar biasa. Hal ini telah diakui para ahli, sebut saja Negara Jepang yang terkenal dengan
kemajuan teknologinya. Orang-orang besar mereka di dalam mendidik anak buahnya ternyata
menggunakan teori pengulangan dan hafalan. Teori pengulangan tersebut dikenal dengan teori (
Repetitive Magec Power ) yang berarti kekuatan ajaib dalam pengulangan. Di Jepang pola ini
diterapkan, di mana para instruktur mewajibkan para siswa eksekutifnya untuk mengucapkan kalimat
saya juara seratus kali dalam sehari selama masa latihan. Dan ini dimaksudkan untuk menjaga
energi agar tidak hilang. (<![if !supportFootnotes]>[16]<![endif]>)
Rahasia keberhasilan PT Matsushita Kotobuki Elektronik Indonesia , cabang dari PT Matsushita di
Jepang yang di pimpin oleh pendirinya Konosuke Matsushita yang telah menginfakkan dari uang saku
pribadinya sebanyak 291 Juta USD dan 99 Juta USD dari kas perusahaanya untuk kemanusiaan.
Perusahan ini mempunyai karyawan yang berjumlah 6000 orang. Ketika apel pagi, mereka semua
diwajibkan untuk selalu membaca dan mengulang-ulang tujuh prinsip, yaitu :

1. Untuk selalu berbakti kepada Negara melalui industri.


2. Untuk selalu berlaku jujur , terpercaya dan adil
3. Untuk selalu bekerjasama dengan keselarasan
4. Untuk selalu ramah tamah dan kesatria

5. Untuk selalu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.


6. Untuk selalu bersyukur dan berterimaksih. (<![if !supportFootnotes]>[17]<![endif]>)
Stephen R. Covey penah mengatakan tentang fungsi kebiasan dan mengulang-ulang suatu
perbuatan : Taburlah gagasan , petiklah perbuatan, taburlah perbuatan petiklah kebiasaan, taburlah
kebiasaan , petiklah karakter, taburlah karakter, petiklah nasib (<![if !supportFootnotes]>[18]<![endif]>)
William James, seorang ahli psikologi Amerika mengatakan bahwa apa saja yang anda lakukan 45
kali berturut-turut, maka akan menjadi kebiasaan. Menurut Doug Hooper Angka 45 tersebut
sangatlah logis. Begitu juga para guru dari Timur telah menjelaskan kebiasaan dengan cara sbb :
Kesinambungan suatu pemikiran atau tindakan dalam suatu jangka waktu akan menyebabkan
terbentunya sebuah alur, atau saluran di dalam otak. Orang mengatakan bahwa otak itu mirip tanah
liat, tempat suatu alur mudah terbentuk. Begitu hal itu terjadi, pemikiran seseorang secara alami
akan terus mengalir melalui arah tersebut, sebab hal itu merupakan garis dengan perlawanan yang
paling kecil. Tindakannya dilakukan mengikuti bawah sadar atau otomatis. Setelah anda keluar dari
alur atau saluran lama , maka pikiran anda secara alami akan mengalir melaului saluran yang
baru, sementara saluran yang lama berangsung- angsur hilang. (<![if !supportFootnotes]>[19]<![endif]>)
Pentingnya kebiasaan mengulang suatu pelajaran, akan terlihat jelas, ketika anda belajar
menyetir mobil atau mengendarai sepeda motor untuk pertama kalinya. Barangkali anda sudah tahu
tentang teorinya, hanya karena anda tidak pernah mengulangnya kembali, atau tidak membiasakan
diri untuk memakainya, maka anda akan terasa canggung dan asing, ketika mencobanya kembali.
Berikut ini adalah perkataan beberapa ulama tentang hafalan dan pengulangannya :
1/ Imam Zuhri dan Hasan Basri berkata : Ilmu itu menjadi hilang karena lupa dan tidak pernah
diulang-ulang.
2/ Abdurrahman ibnu Abi Laila berkata : Sesungguhnya cara menghidupkan hadist adalah dengan
selalu mengulangi-ulanginya kembali.
3/ Al-AshmaI pernah ditanya tentang hafalannya yang kuat, padahal teman-temannya sudah lupa,
beliau menjawab : Ya, karena saya sering mengulangi-ulanginya, sedang mereka tidak mau
mengulang-ulanginya kembali. (<![if !supportFootnotes]>[20]<![endif]>)
4/ ))
Membaca cepat sama bagikan membaca satu huruf, sedang mengulang-ulang sama dengan
membaca seribu huruf.
5/( )
Menghafal dua huruf lebih baik dari mendengar dua gendongan buku, memahami dua huruf lebih
baik dari menghafal dua baris . (<![if !supportFootnotes]>[21]<![endif]>)
Berapa banyak orang yang pernah menghafal Al Quran dan mendapatkan Ijazah sebagai sorang
hafidh atau hafidHah, karena tidak diulang-ulang kembali, ditambah dengan kesibukannya pada
urusan lain, akhirnya Al Quran kembali menjadi asing baginya, seakan-akan dia belum pernah
menghafalnya sama sekali.
Diantara fungsi hafalan adalah sebagai berikut :
<![if !supportLists]>1. <![endif]>Pengetahuan yang dihafal, akan tetap berada dalam otak
kita.
<![if !supportLists]>2. <![endif]>Mampu mengeluarkan hafalannya setiap saat dengan
mudah.
<![if !supportLists]>3. <![endif]>Bisa memanfaatkan waktu untuk belajar ilmu lain,
selainyang sudah dihafal. Hal ini sangat terlihat jelas, ketika seorang penuntut ilmu sedang
menghadapi ujian. Ketika dia sudah hafal Al Quran umpamanya, maka waktu yang tersisa bisa
untuk belajar atau menghafal pelajaran yang lain. Berapa banyak dari pelajar ketika ujian
waktunya habis untuk mempersiapkan hafalan Al Quran atau bait-bait syiir, seandainya dia
sudah hafal sebelumnya, tentunya akan banyak membantu dalam memahami pelajaran lain.

<![if !supportLists]>4. <![endif]>Manfaat hafalan juga akan terlihat dengan jelas, ketika
bukunya hilang, atau lampunya tiba-tiba mati pada malam hari, atau tiba-tiba ia buta. (<![if !
supportFootnotes]>[22]<![endif]>)

<![if !supportLists]>5. <![endif]>Bisa memanfaatkan waktu dengan mengulangi hafalannya


dimanapun ia berada, ketika sedang menyetir mobil, naik kendaran, sedang di atas pesawat,
atau sedang menunggu orang di tengah jalan, bahkan ketika sedang berdiri dalam antrian
yang panjang.
Rosulullah saw sendiri menganjurkan siapa saja yang sudah menghafal Al Quran agar selalu
mengulangi-ulangi terus .

Teruslah mengulangi ulang hafalan Al Quran, demi Dzat Yang jiwaku di tangan-Nya , hafalan Al
Quran itu lebih mudah lepas daripada unta yang diikat. ( HR Bukhari dan Muslim )

Sesungguhnya perumpamaan orang yanghafal Al Quran bagaikan orang yang mempunyai unta yang
terikat. Jika dia selalu menjaganya, niscaya tidak akan lari, sebaliknya jika dibiarkan, takayal unta itu
akan hilang. ( HR Bukhari dan Muslim)
Makanan yang menguatkan hafalan :
Diantara makanan atau minuman yang bisa menguatkan hafalan adalah :
<![if !supportLists]>1. <![endif]>Madu
<![if !supportLists]>2. <![endif]>Zabib ( anggur yang sudah dikeringkan ), sebaiknya
dimakan waktu pagi. (<![if !supportFootnotes]>[23]<![endif]>)
<![if !supportLists]>3. <![endif]>Ikan.
Prioritas Hafalan :
<![if !supportLists]>1. <![endif]>Al Quran . Dalam hal ini Imam Nawawi mengatakan :
Yang paling pertama adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang
terpenting, bahkan para salaf tidak mengajarkan Al Hadits dan Fiqih kecuali bagi siapa
yang telah hafal Al Quran , Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri
dengan hadits dan fikih tau yang lainnya sehingga menyebabkabn hilangnya sebagian
hafalan Al Quran atau hilangnya hafalan secara keseluruhan. (<![if !supportFootnotes]>[24]<![endif]>)
<![if !supportLists]>2. <![endif]>Hadist
<![if !supportLists]>3. <![endif]>Matan dari setiap ilmu. Yang dimaksud matan di sini
adalah buku asli yang ditulis di dalamnya point-point penting dalam setiap bidang keilmuan
atau ringkasan dari setiap bidang keilmuan.
( Makalah ini masih belum sempurna dan bersambung pada volume : 2 )
Kairo, 15 April 2007 M

15 LANGKAH EFEKTIF
UNTUK MENGHAFAL AL QURAN
Ahmad Zain An Najah, MA
Sesuatu yang paling berhak dihafal adalah Al Quran, karena Al Quran adalah Firman Allah, pedoman
hidup umat Islam, sumber dari segala sumber hukum, dan bacaan yang paling sering dulang-ulang
oleh manusia. Oleh Karenanya, seorang penuntut ilmu hendaknya meletakan hafalan Al Quran
sebagai prioritas utamanya. Berkata Imam Nawawi : Hal Pertama ( yang harus diperhatikan oleh
seorang penuntut ilmu ) adalah menghafal Al Quran, karena dia adalah ilmu yang terpenting, bahkan

para ulama salaf tidak akan mengajarkan hadits dan fiqh kecuali bagi siapa yang telah hafal Al Quran.
Kalau sudah hafal Al Quran jangan sekali- kali menyibukan diri dengan hadits dan fikih atau materi
lainnya, karena akan menyebabkan hilangnya sebagian atau bahkan seluruh hafalan Al Quran. ()
()

Imam Nawawi, Al Majmu,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66

Di bawah ini beberapa langkah efektif untuk menghafal Al Quran yang disebutkan para ulama,
diantaranya adalah sebagai berikut :
Langkah Pertama : Pertama kali seseorang yang ingin menghafal Al Quram hendaknya
mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah saja. Dengan niat ikhlas, maka Allah akan membantu anda
dan menjauhkan anda dari rasa malas dan bosan. Suatu pekerjaan yang diniatkan ikhlas, biasanya
akan terus dan tidak berhenti. Berbeda kalau niatnya hanya untuk mengejar materi ujian atau hanya
ingin ikut perlombaan, atau karena yang lain.
Langkah Kedua : Hendaknya setelah itu, ia melakukan Sholat Hajat dengan memohon kepada Allah
agar dimudahkan di dalam menghafal Al Quran. Waktu sholat hajat ini tidak ditentukan dan
doaanyapun diserahkan kepada masing-masing pribadi. Hal ini sebagaimana yang diriwayat
Hudzaifah ra, yang berkata :


Bahwasanya Rosulullah saw jika ditimpa suatu masalah beliau langsung mengerjakan sholat. ()
Adapun riwayat yang menyebutkan doa tertentu dalam sholat hajat adalah riwayat lemah, bahkan
riwayat yang mungkar dan tidak bisa dijadikan sandaran. ()
Begitu juga hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra yang menjelaskan bahwa Rosulullah saw
mengajarkan Ali bin Abu Thalib sholat khusus untuk meghafal Al Quran yang terdiri dari empat
rekaat , rekaat pertama membaca Al Fatihah dan surat Yasin, rekaat kedua membaca surat Al Fatihah
dan Ad Dukhan, rekaat ketiga membaca surat Al Fatihah dan Sajdah, dan rekaat keempat membaca
surat Al Fatihah dan Al Mulk, itu adalah hadist maudhu dan tidak boleh diamalkan. Sebagian ulama
lain mengatakan bahwa hadist tersebut adalah hadits dhoif . ()
Langkah Ketiga : Memperbanyak doa untuk menghafal Al Quran. ()
Doa ini memang tidak terdapat dalam hadits, akan tetapi seorang muslim bisa berdoa menurut
kemampuan dan bahasanya masing-masing. Mungkin anda bisa berdoa seperti ini :


.
Ya Allah berikanlah kepada saya taufik untuk bisa menghafal Al Quran, dan berilah saya kekuatan
untuk terus membacanya siang dan malam sesuai dengan ridhal dan tuntunan-Mu , wahai Yang Maha
Pengasih .
Langkah Keempat : Menentukan salah satu metode untuk menghafal Al Quran. Sebenarnya banyak
sekali metode yang bisa digunakan untuk menghafal Al Quran, Masing-masing orang akan
mengambil metode yang sesuai dengan dirinya. Akan tetapi di sini hanya akan disebutkan dua
metode yang sering dipakai oleh sebagian kalangan, dan terbukti sangat efektif :
Metode Pertama : Menghafal per satu halaman ( menggunakan Mushaf Madinah ). Kita membaca satu
lembar yang mau kita hafal sebanyak tiga atau lima kali secara benar, setelah itu kita baru mulai
menghafalnya. Setelah hafal satu lembar, baru kita pindah kepada lembaran berikutnya dengan cara
yang sama. Dan jangan sampai pindah ke halaman berikutnya kecuali telah mengulangi halamanhalaman yang sudah kita hafal sebelumnya. Sebagai contoh : jika kita sudah menghafal satu lembar
kemudian kita lanjutkan pada lembar ke-dua, maka sebelum menghafal halaman ke-tiga, kita harus
mengulangi dua halaman sebelumnya. Kemudian sebelum menghafal halaman ke-empat, kita harus
mengulangi tiga halaman yang sudah kita hafal. Kemudian sebelum meghafal halaman ke-lima, kita
harus mengulangi empat halaman yang sudah kita hafal. Jadi, tiap hari kita mengulangi lima halaman
: satu yang baru, empat yang lama. Jika kita ingin menghafal halaman ke-enam, maka kita harus
mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman dua, tiga, empat dan lima. Untuk
halaman satu kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali. Jika kita ingin menghafal halaman
ke-tujuh, maka kita harus mengulangi dulu empat halaman sebelumnya, yaitu halaman tiga, empat,
lima, dan enam. Untuk halaman satu dan dua kita tinggal dulu, karena sudah terulangi lima kali, dan
begitu seterusnya.

Perlu diperhatikan juga, setiap kita menghafal satu halaman sebaiknya ditambah satu ayat di
halaman berikutnya, agar kita bisa menyambungkan hafalan antara satu halaman dengan halaman
berikutnya.
Metode Kedua : Menghafal per- ayat , yaitu membaca satu ayat yang mau kita hafal tiga atau lima
kali secara benar, setelah itu, kita baru menghafal ayat tersebut. Setelah selesai, kita pindah ke ayat
berikutnya dengan cara yang sama, dan begiu seterusnya sampai satu halaman. Akan tetapi sebelum
pindah ke ayat berikutnya kita harus mengulangi apa yang sudah kita hafal dari ayat sebelumnya.
Setelah satu halaman, maka kita mengulanginya sebagaimana yang telah diterangkan pada metode
pertama . ()
Untuk memudahkan hafalan juga, kita bisa membagi Al Quran menjadi tujuh hizb ( bagian ) :

1. Surat Al Baqarah sampai Surat An Nisa


2. Surat Al Maidah sampai Surat At Taubah
3. Surat Yunus sampai Surat An Nahl
4. Surat Al Isra sampai Al Furqan
5. Surat As Syuara sampai Surat Yasin
6. Surat As Shoffat sampai Surat Al Hujurat
7. Surat Qaf sampai Surat An Nas
Boleh juga dimulai dari bagian terakhir yaitu dari Surat Qaf sampai Surat An Nas, kemudian masuk
pada bagian ke-enam dan seterusnya.
Langkah Kelima : Memperbaiki Bacaan.
Sebelum mulai menghafal, hendaknya kita memperbaiki bacaan Al Quran agar sesuai dengan tajwid.
Perbaikan bacaan meliputi beberapa hal, diantaranya :
a/ Memperbaiki Makhroj Huruf. Seperti huruf ( dzal) jangan dibaca ( zal ), atau huruf ( tsa) jangan
dibaca ( sa ) sebagaimana contoh di bawah ini :

< - / <
b/ Memperbaiki Harakat Huruf . Seperti yang terdapat dalam ayat-ayat di bawah ini :

/1
< ( - ( 124 : )











/2
( 116 : )

> <

( 35 : )









/3



< -
/4

( < 29: )







/5

:










( < 17
Langkah Keenam : Untuk menunjang agar bacaan baik, hendaknya hafalan yang ada, kita setorkan
kepada orang lain, agar orang tersebut membenarkan jika bacaan kita salah. Kadang, ketika
menghafal sendiri sering terjadi kesalahan dalam bacaan kita, karena kita tidak pernah menyetorkan

hafalan kita kepada orang lain, sehingga kesalahan itu terus terbawa dalam hafalan kita, dan kita
menghafalnya dengan bacaan tersebut bertahun-tahun lamanya tanpa mengetahui bahwa itu salah,
sampai orang lain yang mendengarkannya akhirnya memberitahukan kesalahan tersebut.

Langkah Ketujuh : Faktor lain agar bacaan kita baik dan tidak salah, adalah memperbanyak untuk
mendengar kaset-kaset bacaan Al Quran murattal dari syekh yang mapan dalam bacaannya. Kalu
bisa, tidak hanya sekedar mendengar sambil mengerjakan pekerjaan lain, akan tetapi mendengar
dengan serius dan secara teratur. Untuk diketahui, akhir-akhir ini alhamdulillah banyak telivisitelelivisi parabola yang menyiarkan secara langsung pelajaran Al Quran murattal dari seorang syekh
yang mapan, diantaranya adalah acara di televisi Iqra . Tiap pekan terdapat siaran langsung
pelajaran Al Quran yang dipandu oleh Syekh Aiman Ruysdi seorang qari yang mapan dan masyhur,
kitapun bisa menyetor bacaan kita kepada syekh ini lewat telpun. Rekaman dari acara tersebut
disiarkan ulang setiap pagi. Selain itu, terdapat juga di channel Al Majd , dan channel- channel
televisi lainnya. Acara-acara tersebut banyak membantu kita di dalam memperbaiki bacaan Al Quran.
Langkah Kedelapan : Untuk menguatkan hafalan, hendaknya kita mengulangi halaman yang sudah
kita hafal sesering mungkin, jangan sampai kita sudah merasa hafal satu halaman, kemudian kita
tinggal hafalan tersebut dalam tempo yang lama, hal ini akan menyebabkan hilangnya hafalan
tersebut. Diriwayatkan bahwa Imam Ibnu Abi Hatim, seorang ahli hadits yang hafalannya sangat
terkenal dengan kuatnya hafalannya. Pada suatu ketika, ia menghafal sebuah buku dan diulanginya
berkali-kali, mungkin sampai tujuh puluh kali. Kebetulan dalam rumah itu ada nenek tua. Karena
seringnya dia mengulang-ulang hafalannya, sampai nenek tersebut bosan mendengarnya, kemudian
nenek tersebut memanggil Ibnu Abi Hatim dan bertanya kepadanya : Wahai anak, apa sih yang
sedang engkau kerjakan ? Saya sedang menghafal sebuah buku , jawabnya. Berkata nenek
tersebut : Nggak usah seperti itu, saya saja sudah hafal buku tersebut hanya dengan mendengar
hafalanmu. . Kalau begitu, saya ingin mendengar hafalanmu kata Ibnu Abi Hatim, lalu nenek
tersebut mulai mengeluarkan hafalannya. Setelah kejadian itu berlalu setahun lamanya, Ibnu Abi
Hatim datang kembali kepada nenek tersebut dan meminta agar nenek tersebut menngulangi hafalan
yang sudah dihafalnya setahun yang lalu, ternyata nenek tersebut sudah tidak hafal sama sekali
tentang buku tersebut, dan sebaliknya Ibnu Abi Hatim, tidak ada satupun hafalannya yang lupa. ()
Cerita ini menunjukkan bahwa mengulang-ulang hafalan sangatlah penting. Barangkali kalau sekedar
menghafal banyak orang yang bisa melakukannya dengan cepat, sebagaimana nenek tadi. Bahkan
kita sering mendengar seseorang bisa menghafal Al Quran dalam hitungan minggu atau hitungan
bulan, dan hal itu tidak terlalu sulit, akan tetapi yang sulit adalah menjaga hafalan dan
mengulanginya secara kontinu.
Langkah Kesembilan : Faktor lain yang menguatkan hafalan adalah menggunakan seluruh panca
indra yang kita miliki. Maksudnya kita menghafal bukan hanya dengan mata saja, akan tetapi
dibarengi dengan membacanya dengan mulut kita, dan kalau perlu kita lanjutkan dengan menulisnya
ke dalam buku atau papan tulis. Ini sangat membantu hafalan seseorang. Ada beberapa teman dari
Marokko yang menceritakan bahwa cara menghafal Al Quran yang diterapkan di sebagian daerah di
Marokko adalah dengan menuliskan hafalannya di atas papan kecil yang dipegang oleh masingmasing murid, setelah mereka bisa menghafalnya di luar kepala, baru tulisan tersebut dicuci dengan
air.
Langkah Kesepuluh : Menghafal kepada seorang guru.
Menghafal Al Quran kepada seorang guru yang ahli dan mapan dalam Al Quran adalah sangat
diperlukan agar seseorang bisa menghafal dengan baik dan benar. Rosulullah saw sendiri menghafal
Al Quran dengan Jibril as, dan mengulanginya pada bulan Ramadlan sampai dua kali katam.
Langkah Kesebelas : Menggunakan satu jenis mushaf Al Quran dan jangan sekali-kali pindah dari
satu jenis mushaf kepada yang lainnya. () Karena mata kita akan ikut menghafal apa yang kita lihat.
Jika kita melihat satu ayat lebih dari satu posisi, jelas itu akan mengaburkan hafalan kita. Masalah ini,
sudah dihimbau oleh salah seorang penyair dalam tulisannya :

.
Mata akan menghafal apa yang dilihatnya- sebelum telinga- , maka pilihlah satu mushaf untuk anda
selama hidupmu. ()
Yang dimaksud jenis mushaf di sini adalah model penulisan mushaf. Di sana ada beberapa model
penulisan mushaf, diantaranya adalah : Mushaf Madinah atau terkenal dengan Al Quran pojok, satu
juz dari mushaf ini terdiri dari 10 lembar, 20 halaman, 8 hizb, dan setiap halaman dimulai dengan
ayat baru. Mushaf Madinah ( Mushaf Pojok ) ini paling banyak dipakai oleh para pengahafal Al Quran,
banyak dibagi-bagikan oleh pemerintah Saudi kepada para jamaah haji. Cetakan-cetakan Al Quran

sekarang merujuk kepada model mushaf seperti ini. Dan bentuk mushaf seperti ini paling baik untuk
dipakai menghafal Al Quran.
Disana ada model lain, seperti mushaf Al Quran yang dipakai oleh sebagain orang Mesir, ada juga
mushaf yang dipakai oleh sebagain orang Pakistan dan India, bahkan ada model mushaf yang dipakai
oleh sebagian pondok pesantren tahfidh Al Quran di Indonesia yang dicetak oleh Manar Qudus ,
Demak.
Langkah Keduabelas : Pilihlah waktu yang tepat untuk menghafal, dan ini tergantung kepada
pribadi masing-masing. Akan tetapi dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra,
disebutkan bahwasanya Rosulullah saw bersabda :



Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada yang mempersulit diri dalam agama ini kecuali dia
akan capai sendiri, makanya amalkan agama ini dengan benar, pelan-pelan, dan berilah kabar
gembira, serta gunakan waktu pagi, siang dan malam ( untuk mengerjakannya ) ( HR Bukhari )
Dalam hadist di atas disebutkan waktu pagi ,siang dan malam, artinya kita bisa menggunakan waktuwaktu tersebut untuk menghafal Al Quran. Sebagai contoh : di pagi hari, sehabis sholat subuh
sampai terbitnya matahari, bisa kita gunakan untuk menghafal Al Quran atau untuk mengulangi
hafalan tersebut, waktu siang siang, habis sholat dluhur, waktu sore habis sholat Ashar, waktu malam
habis sholat Isya atau ketika melakukan sholat tahajud dan seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu waktu yang sangat tepat untuk melakukan pengulangan hafalan
adalah waktu ketika sedang mengerjakan sholat sholat sunnah, baik di masjid maupun di rumah.
Hal ini dikarenakan waktu sholat, seseorang sedang konsentrasi menghadap Allah, dan konsentrasi
inilah yang membantu kita dalam mengulangi hafalan. Berbeda ketika di luar sholat, seseorang
cenderung untuk bosan berada dalam satu posisi, ia ingin selalu bergerak, kadang matanya
menengok kanan atau kiri, atau kepalanya akan menengok ketika ada sesuatu yang menarik, atau
bahkan kawannya akan menghampirinya dan mengajaknya ngobrol . Berbeda kalau seseorang
sedang sholat, kawannya yang punya kepentingan kepadanya-pun terpaksa harus menunggu
selesainya sholat dan tidak berani mendekatinya, dan begitu seterusnya.
Langkah Ketigabelas : Salah satu faktor yang mendukung hafalan adalah memperhatikan ayat-ayat
yang serupa ( mutasyabih ) . Biasanya seseorang yang tidak memperhatikan ayat-ayat yang serupa (
mutasyabih ), hafalannya akan tumpang tindih antara satu dengan lainnya. Ayat yang ada di juz lima
umpamanya akan terbawa ke juz sepuluh. Ayat yang mestinya ada di surat Surat Al-Maidah akan
terbawa ke surat Al-Baqarah, dan begitu seterusnya. Di bawah ini ada beberapa contoh ayat-ayat
serupa ( mutasyabihah ) yang seseorang sering melakukan kesalahan ketika menghafalnya :


(
> <
115 145 3

173

)

(

61

(
) 21 :

) 112 :

(





Untuk melihat ayat ayat mutasyabihat seperti ini secara lebih lengkap bisa dirujuk buku buku
berikut :

Duurat At Tanzil wa Ghurrat At Tawil fi Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat min Kitabillahi Al Aziz ,
karya Al Khatib Al Kafi.

Asrar At Tikrar fi Al Quran, karya : Mahmud bin Hamzah Al Kirmany.

Mutasyabihat Al Quran, Abul Husain bin Al Munady

Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Quran, karya Abu Dzar Al Qalamuni

Langkah Kelimabelas : Setelah hafal Al Quran, jangan sampai ditinggal begitu saja. Banyak dari
teman-teman yang sudah menamatkan Al Quran di salah satu pondok pesantren, setelah keluar dan
sibuk dengan studinya yang lebih tinggi, atau setelah menikah atau sudah sibuk pada suatu
pekerjaan, dia tidak lagi mempunyai program untuk menjaga hafalannya kembali, sehingga Al-Quran
yang sudah dihafalnya beberapa tahun di pesantren akhirnya hanya tinggal kenangan saja. Setelah
ditinggal lama dan sibuk dengan urusannya, ia merasa berat untuk mengembalikan hafalannya lagi.
Fenomena seperti sangat banyak terjadi dan hal itu sangat disayangkan sekali. Boleh jadi, ia
mendapatkan ijazah sebagai seorang yang bergelar hafidh atau hafidhah , akan tetapi jika
ditanya tentang hafalan Al- Quran, maka jawabannya adalah nihil.
Yang paling penting dalam hal ini bukanlah menghafal, karena banyak orang bisa menghafal Al Quran
dalam waktu yang sangat singkat, akan tetapi yang paling penting adalah bagaimana kita menjaga
hafalan tersebut agar tetap terus ada dalam dada kita. Di sinilah letak perbedaan antara orang yang
benar-benar istiqamah dengan orang yang hanya rajin pada awalnya saja. Karena, untuk menjaga
hafalan Al Quran diperlukan kemauan yang kuat dan istiqamah yang tinggi. Dia harus meluangkan
waktunya setiap hari untuk mengulangi hafalannya. Banyak cara untuk menjaga hafalan Al Quran,
masing-masing tentunya memilih yang terbaik untuknya. Diantara cara untuk menjaga hafalan Al
Quran adalah sebagai berikut :

Mengulangi hafalan menurut waktu sholat lima waktu. Seorang muslim tentunya tidak pernah
meninggalkan sholat lima waktu, hal ini hendaknya dimanfaatkan untuk mengulangi hafalannya.
Agar terasa lebih ringan, hendaknya setiap sholat dibagi menjadi dua bagian, sebelum sholat dan
sesudahnya. Sebelum sholat umpamanya :i sebelum adzan, dan waktu antara adzan dan iqamah.
Apabila dia termasuk orang yang rajin ke masjid, sebaiknya pergi ke masjid sebelum adzan agar
waktu untuk mengulangi hafalannya lebih panjang. Kemudian setelah sholat, yaitu setelah
membaca dzikir bada sholat atau dzikir pagi pada sholat shubuh dan setelah dzkir sore setelah
sholat Ashar. Seandainya saja, ia mampu mengulangi hafalannya sebelum sholat sebanyak
seperempat juz dan sesudah sholat seperempat juz juga, maka dalam satu hari dia bisa
mengulangi hafalannya sebanyak dua juz setengah. Kalau bisa istiqamah seperti ini, maka dia bisa
menghatamkan hafalannya setiap dua belas hari, tanpa menyita waktunya sama sekali. Kalau dia
bisa menyempurnakan setengah juz setiap hari pada sholat malam atau sholat-sholat sunnah
lainnya, berarti dia bisa menyelesaikan setiap harinya tiga juz, dan bisa menghatamkan Al Quran
pada setiap sepuluh hari sekali. Banyak para ulama dahulu yang menghatamkan hafalannya setiap
sepuluh hari sekali.

Ada sebagian orang yang mengulangi hafalannya pada malam saja, yaitu ketika ia
mengerjakan sholat tahajud. Biasanya dia menghabiskan sholat tahajudnya selama dua jam. Cuma
kita tidak tahu, selama dua jam itu berapa juz yang ia dapatkan. Menurut ukuran umum, kalau
hafalannya lancar, biasanya ia bisa menyelesaikan satu juz dalam waktu setengah jam. Berarti,
selama dua jam dia bisa menyelesaikan dua sampai tiga juz dengan dikurangi waktu sujud dan
ruku.

Ada juga sebagian teman yang mengulangi hafalannya dengan cara masuk dalam halaqah
para penghafal Al Quran. Kalau halaqah tersebut berkumpul setiap tiga hari sekali, dan setiap
peserta wajib menyetor hafalannya kepada temannya lima juz berarti masing-masing dari peserta
mampu menghatamkan Al Quran setiap lima belas hari sekali. Inipun hanya bisa terlaksana jika
masig-masing dari peserta mengulangi hafalannya sendiri-sendiri dahulu.

( Bersambung pada masalah lain dalam seri Sukses Belajar volume : 3 )

()

Hadist riwayat Abu Daud ( no : 1319 ), dishohihkan oleh Syekh Al Bani dalam Shohih Sunan Abu Daud , juz I, hal.
361
( )
Untuk mengetahui secara lebih lengkap tentang derajat hadits tersebut bisa dirujuk : Abu Umar Abdullah bin
Muhammad Al Hamadi, Al Asinatu Al Musyriatu fi At Tahdhir min As Solawat Al Mubtadiah, ( Kairo, Maktabah At
Tabiin, 2002 ) Cet Pertama, hal. 97 -120
()
Ibid, hal.21-39
()
Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Ashal Nidham Li Hifdhi Al Quran, ( Kairo, Maktabah Al Islamiyah, 2002 )
Cet. Ke-Tiga, Hal. 13
()
Ali bin Umar Badhdah, Kaifa Tahfadu Al Quran, hal. 6
()
Ibid. hal 12
()
Abu Dzar Al Qalamuni, Aunu Ar Rahman fi Hifdhi Al Quran, ( Kairo, Dar Ibnu Al Haitsam, 1998 ) Cet Pertama,
hal.16
()
Abu Abdur Rahman Al Baz Taufiq, Op. Cit, Hal. 15
()

Imam Nawawi, Al Majmu,( Beirut, Dar Al Fikri, 1996 ) Cet. Pertama, Juz : I, hal : 66

Anda mungkin juga menyukai