PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Enzim amilase termasuk dalam enzim amilolitik yaitu enzim yang dapat mengurai pati
menjadi molekul-molekul penyusunnya. Amilase merupakan salah satu enzim yang
sangat dibutuhkan industri pangan maupun nonpangan (Sumbali & Mehrotra, 2009).
Enzim jenis ini dapat diproduksi oleh mikroorganisme, tumbuhan dan hewan.
Mikroorganisme memiliki kelebihan dibandingkan dengan sumber enzim yang lain
sehingga industri memilih mikroorganisme sebagai sumber enzim (Uhlig, 1998).
Mikroorganisme yang dipilih untuk memproduksi amilase secara masal berasal dari
kelompok bakteri dan kapang. Menurut Ray (2008) kapang memiliki kemampuan yang
lebih baik dalam mengurai karbohirat kompleks dibandingkan dengan mikroorganisme
yang lain. Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae merupakan kapang yang sering
digunakan sebagai penghasil amilase. Enzim yang dihasilkan oleh A. niger maupun
A. oryzae dikategorikan dalam Generally Regarded As Safe (GRAS) oleh FDA
sehingga aman diaplikasikan pada produk pangan (Coleman et.al, 2002; Gregg, 2002).
Salah satu bahan yang berpotensi untuk dijadikan media bagi mikroorganisme
menghasilkan enzim amilase adalah kulit pisang. Indonesia merupakan negara tropis
penghasil pisang dalam skala besar. Pisang memiliki prospek yang sangat baik, rata-rata
produksinya meningkat sekitar 3.3% setiap tahunnya (BPS, 2012). Pisang Kepok
merupakan jenis yang paling banyak dikonsumsi. Sekitar 55,8% bagian buah pisang
kepok dapat dikonsumsi, selebihnya hanya akan menjadi limbah (Hardiman, 1982).
Berdasarkan pada bagian pisang yang tidak termanfaatkan (sekitar 44,2%), maka
terdapat peluang memanfaatkan kulit pisang kepok sebagai media tumbuh
Aspergillus niger dan Aspergillus oryzae untuk menghasilkan crude enzim amilase
(Gambar 1). Pemanfaatan kulit pisang kepok tersebut memberi pengaruh adanya
peluang bagi industri pangan dalam memenuhi kebutuhan akan enzim amilase yang
(a)
(b)
Gambar 1. Kulit pisang kepok (sekitar 44,2% bagian yang tidak dapat dikonsumsi) (a)
dan buah pisang kepok (55,8% bagian yang dapat dikonsumsi) (b)
c
(a),
-amilase
(b)
dan
Reaksi yang melibatkan enzim merupakan reaksi katabolik yaitu dimana suatu substrat
kompleks akan diurai menjadi zat yang lebih sederhana. Enzim -amilase
menghidrolisis pati dengan memotong ikatan -1.4 glukosidik secara acak. Ikatan -1.4
glukosidik dihidrolisis oleh amilase dimulai dari rantai terluar. Sedangkan enzim
glukoamilase, selain menghidrolisis ikatan -1.4 glukosidik juga menghirolisis ikatan
-1.6 glukosidik (Uhlig, 1998).
Enzim amilase mempunyai peran yang sangat banyak dalam proses pengolahan
makanan atau bahan makanan. Pada proses pengolahan pati jagung menjadi sirup dan
dextrosa, ketiga jenis amilase berperan sangat penting. Amilase juga berperan dalam
pembutan roti, adonan roti yang ditambahkan amilase dapat mengembang lebih baik.
Demikian pula dalam industri minuman anggur, amilase berfungsi untuk menghasilkan
anggur yang rendah kalori. Pada industri jus buah, amilase digunakan untuk mengurangi
kekeruhan akibat pati yang terkandung dalam buah (Sumbali & Mehrotra, 2009).
Dalam dunia industri, sumber amilase yang dipilih adalah mikroorganisme seperti
kapang dan bakteri (Uhlig, 1998). Dalam industri, kapang menjadi pilihan utama
dibandingkan sumber lain karena kapang dapat menghasilkan enzim yang cukup
banyak, mudah di ekstrak sebab produksi enzimnya bersifat ekstrasellular, media yang
dibutuhkan murah dan tersedia setiap waktu, dan secara umum tidak menghasilkan
racun (Sumbali & Mehrotra, 2009). Selain itu, kapang mudah dimodifikasi untuk
mendapatkan enzim yang diinginkan (Rehm & Reed, 1987). Kapang yang banyak
digunakan
untuk
memproduksi
amilase
adalah
Aspergillus
niger
dan
Aspergillus oryzae. Sedangkan bakteri yang sering digunakan adalah Bacillus subtilis
dan Bacillus dhastaticus (Sumbali & Mehrotra, 2009).
yang
paling
baik
dalam
mengurai
polisakarida
dibandingkan
(Ray, 2008). Aspergillus termasuk dalam genus: Aspergillus dan family: Euritaceae.
A. niger memiliki konodia berbentuk bulat besar berwarna hitam, coklat hitam atau
ungu coklat (Benneth & Klich dalam Mediana, 2000) (Gambar 3a).
Sedangkan
A. oryzae memiliki konidia berwarna kuning sampai hijau dan mungkin membentuk
sklerotia (Frazier & Westhoff, 1988) (Gambar 3b). Secara umum Aspergillus spp.
memiliki suhu optimum antara 35oC sampai 37oC. Lingkungan yang dubutuhkan agar
A. niger dan A. oryzae dapat tumbuh secara optimum berkisar antara pH 5,0 sampai 7,0
(Frazier & Westhoff, 1988).
Aspergillus oryzae digunakan dalam fermentasi pertama dalam pembuatan kecap dan
tauco. Selain itu, dalam produksi miso dan sake, kapang ini juga memiliki peran penting
(Frazier & Westhoff, 1988). Sedangkan Aspergillus niger sering digunakan untuk
proses pembuatan asam sitrat dari sukrosa (Ray, 2008). Enzim yang berasal dari
A. niger dan A. oryzae aman dikonsumsi oleh manusia. Hal ini dikerenakan A. niger
merupakan kapang yang tidak bersifat pathogen dan tidak menghasilkan racun bagi
manusia (Coleman et.al, 2002; Gregg, 2002).
Kandungan nutrisi yang banyak dalam kulit pisang kepok membuat edible portion
tersebut memiliki potensi yang besar untuk dijadikan media tumbuh bagi
mikroorganisme. Pada 100g kulit pisang kepok mengandung 4,82% abu, 16,47 %
lemak, 5,92% protein, 20,96 % serat kasar dan 40,74% karbohidrat (Murphi, 1994).
Berdasarkan uji pendahuluan, kandungan pati dalam kulit pisang kering yang digunakan
dalam penelitian ini sebesar 12,95 % dengan kadar air 10.9 % (dry basis).
1.2.4. Fermentasi
Selain kandungan nutrisi, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme seperti tingkat keasaman, kadar air, keberadaan zat-zat penghambat
(inhibitor) dalam media tumbuh (Frazier & Westhoff,1988). Fermentasi fasa padat dapat
mengoptimalkan hasil fermentasi yang melibatkan kapang di dalamnya. Hal ini
berkaitan dengan kelarutan nutrisi dan ketersediaan oksigen dalam media yang dapat