Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani; achondros yaitu tidak memiliki kartilago

dan plasia yaitu pertumbuhan. Istilah yang pertama kali digunakan oleh Parrot (1878) ini
secara harfiah berarti pembentukan kartilago menjadi tulang tulang (terutama tulang
panjang) yang terganggu. Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit genetika yang
diturunkan secara autosom dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena
adanya mutasi dalam gen secara spontan.
Akondroplasia adalah salah satu bentuk kekerdilan tubuh yang sering dijumpai. Nama
lain

dari

Akondroplasia

ini

diantaranya

adalah

Achondroplastic

dwarfism,

Chondrodystrophia fetalis, Chondrodystrophy syndrome, dan Congenital osteosclerosis.


Walaupun akondroplasia secara harafiah berarti tidak adanya pembentukan kartilago,
masalah yang mendasari keadaan ini bukan pembentukan kartilago, melainkan konversi
kartilago menjadi tulang.1,2
Penyakit ini merupakan kelainan kongenital tulang rawan. Gangguan terutama pada
pertumbuhan tulang-tulang panjang, paling sering pada tulang lengan dan tungkai.
Penyakit ini merupakan displasia skeleton murni yang diturunkan secara autosomal
dominan. 1,2,3
Penyakit ini memberikan gambaran perawakan pendek pada tubuh dan anggota gerak
yang tidak proporsional. Pemendekan anggota gerak terutama pada segmen proksimal
yang disebut rhizomelia.1
Seseorang yang mengidap Achondroplasia ini memiliki lengan tangan dan kaki yang
pendek. Umumnya kepala dan tulang belakang mereka normal, namun dengan adanya
lengan dan kaki yang pendek tersebut menyebabkan kepalanya terlihat lebih besar. Selain
itu terjadi penonjolan yang cukup ekstrim pada bagian dahi dan hidung (hidung pelana).
Terjadi pula pembentukan midface deficiency yang terlihat mencolok pada bagian rahang
penderita. Saat menginjak usia dewasa terjadi pula perkembangan otot yang berlebihan.
Penyakit lain yang mungkin timbul sebagai komplikasi penyakit ini adalah gangguan
pendengaran seperti infeksi telinga bagian tengah dan gangguan saraf. Tinggi badan
penderita biasanya tidak lebih dari 130cm. Namun intelegensi, mental dan kemampuan
reproduksi penderita penyakit ini tidak mengalami gangguan.
1

Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen faktor reseptor
pertumbuhan fibroblast 3, atau FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan
pendek kromosom 4p16.3 Gen FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal
pembentukan protein yang terlibat dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang,
khususnya pembentukan tulang secara osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen
FGFR3 bertanggungjawab pada hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus,
terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus
disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja
sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel
mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi
membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk
kondrosit yang secara bertahap menjadi dewasa membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah
itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut
terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan
(growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan
maturasi

kondrosit

yang

sinkron.

Adanya

mutasi

gen

FGFR3

padaAchondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana


kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates)
menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.
Besarnya kemungkinan terlahirnya bayi yang mengidap Achondroplasia adalah
1/10.000 kelahiran hidup. Selain itu pula didapatkan sekitar 80% Achondroplasia terjadi
karena adanya mutasi genetik yang terjadi secara spontan. Penyakit ini merupakan
penyakit genetika yang dapat diturunkan oleh autosom dominan maupun karana mutasi
yang terjadi secara spontan, artinya meskipun kedua orang tua tidak memiliki gen penyakit
ini, mereka memiliki kemungkinan untuk melahirkan seorang anak yang mengidap
Achondroplasia. Apabila salah satu orang tua memiliki gen penyakit ini maka
kemungkinan anaknya mengidap penyakit ini sebesar 50%, heterozygot achondroplasia.
Jika kedua orang tua menderita Achondroplasia, maka peluang untuk mendapatkan anak
normal 25%, anak yang menderitaAchondroplasia 50% dan 25% anak dengan
homozigot Achondroplasia (biasanya meninggal). Achondroplasia dapat terjadi pada lakilaki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama besar. Fakta menarik yang
ditemukan dari penyakit ini adalah bahwa jumlah anak yang terlahir mengidap penyakit
Achondroplasia kemungkinanya semakin besar seiring dengan semakin tuanya usia ayah
2

sedangkan kebanyakan penyakit genetik lebih banyak terkait seiring dengan bertambahnya
usia ibu. Penyakit Achondroplasia ini merupakan suatu penyakit yang menyebabkan cacat
secara morfologi yang juga mempengaruhi kinerja organ organ tubuh. Penyakit
komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih
sehingga penderita penyakit ini dapat memiliki jangka waktu hidup yang normal.
Makalah ini akan membahas mengenai penyakit Achondroplasia, bagaimana penyakit
ini dapat diwariskan dan gen apa yang menyebabkan terjadinya penyakit ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878). Achondroplasia
berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan plasia: pertumbuhan.
Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/ pertumbuhan kartilago,
walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia memiliki kartilago. Masalahnya

adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago menjadi tulang terutama pada tulangtulang panjang.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh gangguan
osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada
lengan pendek kromosom 4p16. Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulangtulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang
panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial.
Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia
Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital.
2.2. Penyebab
Achondroplasia disebabkan oleh mutasi dominan autosomal pada gen FGFR3
(fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16. Gen FGFR3
berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat dalam
pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara osifikasi
endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggung jawab pada hampir semua
kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada nukleotida 1138
pada gen FGFR3. Perubahan basa nukleat glisin menjadi arginin ini terjadi pada posisi
380. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C. Mutasi-mutasi ini mengakibatkan
protein tidak bekerja sebagaimana mestinya, sehingga mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan tulang

Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel
mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi
membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk
kondrosit yang secara bertahap menjadi matur membentuk hipertrofik kondrosit. Setelah
itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada regio tersebut
terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk pelat pertumbuhan
(growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai melalui differensiasi dan
maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3 pada Achondroplasia
menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral, dimana kecepatan perubahan
sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan (growth plates) menurun sehingga
pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.
Pada lingkup kraniofasial yang terpengaruh adalah basis kranium dan bagian tengah
wajah (midface) karena bagian-bagian ini dibentuk secara osifikasi endokondral. Rongga
kranium dan maksila dibentuk secara osifikasi intramebranosa, sedangkan mandibula
dibentuk melalui osifikasi periosteal dan aposisi Basis kranium yang kurang berkembang
pada penderita Achondroplasia berpengaruh pada perkembangan maksila, karena
pertumbuhan basis kranium akan mendorong maksila ke anterior dan ke bawah. Saat
perlekatan maksila ke ujung anterior basis kranium, perpanjangan atau pertumbuhan basis
kranium akan mendorong maksila ke anterior. Sampai usia 6 tahun, pergerakan dari
pertumbuhan basis kranium adalah bagian penting dalam pertumbuhan maksila ke anterior.
Kegagalan perkembangan atau pertumbuhan basis kranium secara normal pada penderita
Achondroplasia, memberikan karakteristik midface deficiency atau hypoplasia midface.
Hal ini yang mengakibatkan maksila menjadi retrognatik, sedangkan mandibula normal
atau sedikit prognatik, sehingga menghasilkan hubungan rahang Klas III. Hypoplasia
midface juga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan atas sehingga meningkatkan
resiko gangguan pernafasan, gangguan fonetik dan infeksi telinga
5

Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance namun


sekitar 85-95% kasus merupakan mutasi genetik yang spontan. Apabila salah satu orang
tuanya mengalami penyakit ini maka anaknya memiliki potensi terkena penyakit ini
sebanyak 50 persen. Dan apabila kedua orang dua terjangkit penyakit ini maka
kemungkinan keturunannya mengalai penyakit ini lebih besar lagi. Mutasi pada
Achondroplasia sangat erat kaitannya dengan kenaikan umur sang ayah, penelitian
menujukan bahwa mutasi gen pada achondroplasia tertutama diturunkan dari sang ayah
dan terjadi saat pembentukan sperma (spermatogenesis).

2.3. Epidemiologi
Akondroplasia merupakan suatu bentuk yang cukup umum dari dwarfisme. Sekitar
85-90% kasus merupakan mutasi genetik. Akondroplasia pertama kali ditemukan oleh
Parrot (1878). Angka kejadian kelainan ini adalah 1/25.000 kelahiran.1 Sumber lain
mengatakan bahwa di Amerika Serikat, akondroplasia merupakan penyakit herediter yang
paling umum terjadi menyangkut perawakan pendek yang tidak seimbang. Kasus ini
terjadi 1 dalam 15.000-40.000 kelahiran hidup. 2,3,4,5
Tidak ada hubungan antara ras dengan kasus akondroplasia. Ditemukan lebih banyak
penderita akondroplasia pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Akondroplasia
dapat dideteksi saat antenatal. Akondroplasia diturunkan secara autosomal dominan. Jika
salah satu orang tua menderita akondroplasia, 50% kemungkinan akan diturunkan kepada
anaknya. Jika kedua orang tua memiliki kelainan ini, kemungkinannya akan meningkat
75%. 1,3,4,5,6

Walaupun demikian, kira-kira 80% dari orang dengan akondroplasia memiliki orang
tua yang berperawakan sedang atau rata-rata. Hal ini disebabkan oleh mutasi baru dari gen
FGFR3. Komplikasi dari akondroplasia mempengaruhi seluruh kelompok usia. Pasien
dengan tipe homozigot dari akondroplasia jarang yang mampu bertahan hidup karena dapat
mengalami masalah serius yang berkaitan dengan pertumbuhan tulang dan biasanya akan
meninggal pada saat lahir atau beberapa lama setelah lahir oleh karena kegagalan napas.
2,4,5

2.4. Ciri ciri dan Gejala Sindrom Achondroplasia


Achondroplasia adalah suatu kondisi yang berbeda yang biasanya dapat diketahui
pada saat lahir.

Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal
lebih pendek (rhizomelia). Cranium biasanya lebih besar daripada presentil ke 97 pada

lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan hidung rata.


Kepala besar dengan dahi menonjol, tulang pipi yang kurang menonjol, dan hidung

yang kecil
Jari-jari bayi yang terkena achondroplasia pendek dan jari tengah memiliki kelainan
atau kecacatan. Kebanyakan persendiannya dapat memanjang lebih dari normal.

Sebagai contoh, lutut dapat memanjang melampaui titik berhenti yang normal.
Bayi dengan achondroplasia akan mengalami hypotonia. Hal ini disebabkan karena
kepala yang besar, terutama dibandingkan dengan seluruh tubuh, anak dengan
achondroplasia akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan dibandingkan
anak-anak lainnya.

2.5. Diagnosa
A. Diagnosis Klinik
Akondroplasia dapat didiagnosis berdasarkan karakteristik klinis dan gambaran
radiologi. Pada bayi, dimana diagnosis mungkin sulit dilakukan, dan pada seseorang
dengan gejala yang tidak khas, tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi
mutasi dari gen FGFR3 (lokus 4p16.3). 2,4
7

Diagnosis akondroplasia ditegakkan berdasarkan gejala klinik yaitu perawakan tubuh


dan anggota gerak yang pendek, tidak proporsional, disertai kepala yang besar (brakisefal)
dengan penonjolan frontal, penonjolan tulang mandibula dan hidung pesek. 1
Gibbus pada daerah lumbal merupakan tanda umum akondroplasia dan akan
menghilang pada tahun pertama. Selanjutnya punggung akan menjadi lurus dan berganti
dengan lordosis lumbal. Pada kasus ini ditemukan adanya lordosis setinggi vertebra torakal
12 sampai lumbal 5.1
Batang tubuh dan tungkai pendek. Tungkai bengkok dan segmen tungkai proksimal
lebih pendek (rhizomelia). Diameter kranium biasanya lebih besar daripada persentil ke-97
dengan penonjolan dahi (frontal bossing), bagian tengah wajah sering mengecil, nostril
menyempit dan jembatan hidung rata (saddle nose). Biasanya ada brakidaktili dan
menyerupai trident. Siku mungkin terbatas dalam ekstensi dan pronasi. 3
Ciri-ciri dari akondroplasia selalu nyata saat lahir. Kebanyakan dari individu yang
menderita kelainan ini memiliki intelegensi yang normal. Pada bayi, hipotoni ringan
sampai sedang, dan kemampuan perkembangan motorik sering terlambat. Bayi kesulitan
menegakkan kepalanya karena hipotonia dan besarnya ukuran kepala. 1,4
Masalah respirasi dapat terjadi pada anak dan bayi. Obstruksi dari jalan napas dapat
berasal dari pusat pernapasan karena kompresi dari foramen magnum atau yang berasal
dari obstruksi karena penyempitan rongga hidung. Gejala dari obstruksi jalan napas
termasuk stridor dan apnu saat tidur. Individu yang mengalami hal ini sering tidur dengan
posisi hiperekstensi leher. Dwarfisme dengan akondroplasia merupakan sebab primer dari
pemendekan anggota gerak. tungkai biasanya lurus pada bayi, tetapi lutut menjadi bentuk
valgus saat anak-anak mulai berjalan. Pada anak yang sudah mampu berjalan, lutut
berubah menjadi bentuk varus. Jari tangan dan kaki memendek. 4
Infeksi telinga bagian tengah sering terjadi pada bayi dan anak karena kecilnya ukuran
dari saluran hidung dan karena disfungsi pada tuba eustachius. Infeksi telinga yang
menetap dapat menyebabkan penurunan pendengaran. Mandibula juga dapat membesar.
Hal ini mengakibatkan gigi berdesak-desakan.3,4
Manifestasi klinik dari akondroplasia dapat dirangkum sebagai berikut : 3,4,13

Pemendekan anggota gerak (terutama lengan dan tungkai bagian proksimal) atau
rhizomelia yang dapat dikenali pada saat lahir

Pembesaran kepala dengan penonjolan dahi (frontal bossing)

Hipoplasi bagian tengah wajah/bentuk wajah kurang berkembang, saddle nose


(jembatan hidung menjadi rata/hidung berbentuk seperti pelana)

Tangan berbentuk trident, dimana antara jari tengah dan jari manis terdapat jarak
sehingga tangan seperti garpu bersusuk tiga

Pembatasan ekstensi siku, tetapi tidak mempengaruhi penderita akondroplasia


untuk dapat beraktivitas secara normal

Gibus di regio torakolumbal pada bayi. Tulang belakang membengkok dengan


penonjolan bokong pada anak dan orang dewasa, waddling gait.

Genu varum

Gambar 1
Gambar 1. contoh anak yang mengalami akondroplasia
B. Gambaran Radiologi
Gambaran radiologik menunjang diagnosis yaitu ditemukannya basis kranium yang
kecil, kepala relatif lebih lebar dari wajah dengan penonjolan frontal dan hipoplasia
mandibula, pemendekan tulang-tulang panjang dan pelvis yang sempit. Riwayat adanya
akondroplasia dalam keluarga semakin memperkuat diagnosis ini. 4
1. Foto Polos X-Ray
a. Vertebra
Roentgenogram menampakkan diameter anteroposterior dari korpus vertebra pendek,
tetapi tinggi dari tulang vertebra tidak berkurang secara signifikan. Pada regio
9

torakolumbal (vertebra torakalis bawah atau vertebra lumbalis atas), satu atau dua dari
korpus vertebra dapat tampak seperti baji anterior atau menonjol seperti moncong peluru
(bullet-nosed). Korpus vertebra torakolumbal mungkin mirip seperti yang ditemukan pada
sindrom Hurler. Lekuk-lekuk dari bagian posterior tulang vertebra dapat terlihat, utamanya
vertebra lumbalis. 3,6
Gambar 2

Gambar 3

Gambar 2. Stenosis spinalis. Korpus vertebra posterior berlekuk-lekuk


di antara daerah distal, di atas teka yang opak. 6
Gambar 3. Penyempitan progresif dari kanalis vertebralis daerah
lumbal, bullet-nose vertebra, dan lordosis lumbalis. Tulang-tulang iga
memendek.4

Kanalis spinalis pada daerah lumbal meruncing ke arah

kaudal sehingga jarak

interpedinkulus berkurang dari L1 sampai L5 (pedikel tampak pendek), berlawanan dengan


pelebaran kaudal pada normalnya. Ini merupakan tanda yang membedakan akondroplasia,
walaupun tidak tampak pada bayi baru lahir. Ruang diskus bertambah karena pada
penampakan lateral akan menunjukkan pengecilan dari kanalis spinalis. Gejala yang berat
dari protrusi diskus intervertebralis kemungkinan besar akan berkembang pada masa
mendatang. Stenosis spinalis pada regio lumbosakral merupakan faktor predisposisi yang
penting dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan radikulografi, CT atau MRI. 3,6
b. Pelvis
10

Pelvis menjadi pendek, kecil dan diameternya berkurang. Sayap iliaka menjadi lebih
lebar dan sedikit memberikan gambaran batu nisan (tombstone appereance). Asetabulum
letak posterior dan atap asetebulum menjadi horizontal. L5 letak lebih dalam dan
kemiringan pelvis berlebihan menyebabkan penonjolan dari gluteus dan bentuk punggung
lordosis. Lekukan sakroiskiadika yang sempit dan dalam (champagne glass appereance).
3,6

Gambar 4.

Gambar 5.

Sayap iliaka melebar dengan atap


asetabulum
menjadi
horizontal.
Penyempitan jarak interpedikel pada
daerah lumbosakral dan kerusakan
pada metafisis femur bagian distal. 6

Penyempitan
progresif
jarak
interpedikel dengan gambaran
pelvis champagne-glass. Kedua
tungkai lurus pada bayi. 4

c. Tulang-tulang Panjang
Tulang panjang, panjangnya berkurang, terutama pada segmen tungkai proksimal,
tampak agak lebar dan pendek gemuk. Pemendekan paling besar pada falang. Tubulus
tulang memendek, tampak melebar dan memiliki insersi otot yang jelas. Humerus dan
11

femur lebih dipengaruhi dibandingkan dengan tulang-tulang distal (rhizomelia). Fibula


memanjang dan membengkok. Celah sendi mengalami pelebaran ke arah proksimal
epifisis dan metafisis dan dapat tampak berbentuk V (tanda sirkumfleksi). Keterlambatan
proses osifikasi dan pengurangan diameter anteroposterior menyebabkan ujung tulang
femur, misalnya pada bayi menampakkan densitas radiolusen. Defek yang terjadi pada
anak yang lebih tua berada di epifisis dari tuberkulum tibia karena kelebihan kartilago
yang tidak terkalsifikasi pada usia ini. 3,6

Gambar 6.

Gambar 7

Gambar 6. Humerus membengkok ke posterior, menyebabkan ekstensi lengan


berkurang. Dislokasi kaput radius ke arah posterior juga dapat menjadi salah
satu penyebab.4
Gambar 7. Tanda sirkumfleksi
(inverted V configuration), yang
mengakibatkan gaya berjalan waddling gait.4

d.

Perubahan Tulang Tengkorak


Perubahan-perubahan ini penting untuk diagnosis dari akondroplasia. Tulang kalvaria

(atap tengkorak) relatif membesar dibandingkan dengan wajah disertai dengan penonjolan
frontal dan hipoplasia maksila, tetapi basis krani memendek. Sela tursika dapat mengecil.
Foramen magnum mengecil dan berbentuk corong (funnel-shapped) yang tidak teratur. 3,6
Hidrosefalus dapat terjadi dan telah dihubungkan oleh penyebab mekanik ini.

Gambar 8.
Pembesaran kalvaria kranii (atap
tengkorak). Perhatikan adanya
pembesaran
mandibula
dan
penonjolan
frontal
(frontal
bossing). 4

12

e. Dada
Diameter anteroposterior dada berkurang disertai pemendekan iga anterior. Gambaran
radiologis

akondroplasia

serupa

dengan

pseudoakondroplasia,

tapi

pada

pseudoakondroplasia kelainannya di epifisis, sedangkan akondroplasia terletak di


metafisis. Dengan foto lateral tulang belakang pada pseudoakondroplasia terlihat
penonjolan di pusat vertebra yang berasal dari permukaan depan, sedang pada
akondroplasia kelainan pada arkus bagian belakang. 3,6
Tulang-tulang iga menjadi pendek, ujung anterior costa melebar, sternum pendek dan
lebar/besar. Skapula memiliki bentuk ganjil/aneh, di mana skapula akan kehilangan
sudutnya yang tajam. Fossa glenoid kecil dalam hubungannya dengan kaput humerus. 3,6

Gambar 9
Pemendekan tulang-tulang iga.4

f. Tangan dan Kaki


Tubulus tulang dari tangan dan kaki terlihat pendek dan melebar, tetapi tulangtulang karpal dan tarsal sedikit dipengaruhi. Pemendekan paling besar pada falang. Tangan
berbentuk trident sering ditemukan, di mana semua jari hampir memiliki panjang yang
sama, berpasangan ditambah dengan ibu jari dan menjauh satu dengan yang lain.3,6

13

Gambar 10.
Tangan berbentuk trident (Trident hands).
Jari-jari melebar dengan panjang yang
hampir sama.4

2. CT-Scan
CT-Scan menunjukkan bahwa anak-anak dengan akondroplasia memiliki beberapa
derajat penekanan foramen magnum. Sekitar 96% anak-anak, foramen magnum kurang
dari 3 standar deviasi. CT-Scan dan atau MRI dapat menggambarkan perubahan ini. 4
Kanalis spinalis yang kecil terjadi pada servikal sejak lahir, tetapi gejala dari stenosis
kanalis servikalis secara umum tidak timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Pencitraan
preoperatif dengan CT, CT mielografi dan atau MRI penting untuk suatu operasi. 4
Sensitivitas CT mielografi lebih besar daripada mielografi konvensional. CT
menggambarkan tulang lebih mendetail daripada MRI. MRI memiliki keuntungan bebas
dari radiasi, tetapi banyak klinikus yang menganggap bahwa derajat stenosis biasanya
paling baik dilihat dengan menggunakan mielografi. 4
Fossa posterior dari otak dan sumsum tulang lebih baik terlihat pada MRI daripada CT.
Edema sumsum tulang dan perubahan-perubahan yang menyertai myelomalacia biasanya
tidak dapat dilihat dengan CT. CT-Scan juga hanya memberikan kelainan yang menyertai
secara tidak langsung, seperti syringomyelia, sedangkan MRI menunjukkan karakteristik
secara langsung dan lebih jelas. 4

3. MRI
Pada kanalis spinalis, kelainan yang menyertai akondroplasia seperti syringomyelia dan
perubahan myelomalacia dapat dicitrakan dengan baik oleh MRI. Pada syringomyelia,
MRI akan memperlihatkan cairan sentral yang mengisi kavitas.4,15

14

Pada stenosis spinalis, MRI juga dapat mendemonstrasikan protrusi diskus


intervertebralis dan osteofit yang menyebabkan penekanan tulang belakang serta
hidrosefalus. MRI merupakan teknik nonivasif yang ideal untuk anak-anak karena tidak
menggunakan radiasi ionisasi. MRI memiliki keuntungan lebih daripada CT-scan untuk
menampilkan secara mendetail mengenai sumsum tulang bagian fossa kranialis posterior. 4
Pemeriksaan klinis dan MRI yang lebih dini perlu dilakukan untuk menentukan apakah
bayi dengan akondroplasia mengalami kompresi medula bagian servikal. Dengan diagnosis
yang lebih cepat, dekompresi sedang pun dapat ditangani dengan baik untuk menghindari
komplikasi serius yang sering menyertai kompresi ini, termasuk kematian mendadak. 4
CT menggambarkan secara mendetail tentang tulang dan tingkatan stenosis spinalis
lebih baik dibandingkan dengan MRI. 4

Gambar 11.
Potongan sagital vertebra bagian
servikal.
MRI
menunjukkan
penyempitan foramen magnum pada
level C1, ruang subarachnoid tidak
terlihat jelas. Pasien berumur 6 tahun
dengan tanda defisit neurologi.4

4. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat dilakukan pada pemeriksaan antenatal terhadap wanita yang
memiliki risiko akondroplasia. Ultrasonografi merupakan suatu modalitas yang noninvasif
dan baik untuk menilai keadaan ventrikel pada bayi sebelum fontanela menutup. USG
mungkin dapat ditambah dengan CT dan atau MRI kepala untuk memonitor kompresi dari
foramen magnum. 4
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Patel dan Filly pada 15 fetus dengan
risiko akondroplasia tipe homozigot, disimpulkan bahwa pembentukan lengkung
15

pertumbuhan femoral pada trimester kedua dengan sonogram serial memungkinkan kita
untuk membedakan tipe homozigot, heterozigot dan fetus normal dari kedua orang tua
yang menderita akondroplasia tipe heterozigot. 4

C. Tes Molekul Genetik


Tes molekul genetik dapat digunakan untuk mendeteksi mutasi gen FGFR3. Beberapa
tes 99% sensitif dan tersedia pada laboratorium klinik. Seorang dokter dapat mendiagnosis
penyakit ini sejak neonatus berdasarkan gejala-gejala fisik yang didapatkan. Untuk
mengkonfirmasi dwarfisme yang disebabkan oleh akondroplasia ini dapat digunakan foto
polos X-ray. 4,13
2.6.

DIAGNOSIS BANDING
Walaupun lebih dari 100 displasia tulang yang menyebabkan perawakan pendek telah

diketahui, banyak di antaranya yang jarang ditemukan, dan semuanya memiliki gambaran
klinik dan radiologi yang membedakannya dengan akondroplasia. Berbeda dengan
displasia skeletal lainnya, tanda-tanda klinik dari akondroplasia terlihat saat lahir, tetapi
tidak disertai dengan insufisiensi napas.4
1. Hipokondroplasia sering sukar untuk dibedakan dari keadaan-keadaan perawakan
pendek yang lain. Namun, dapat disimpulkan bahwa vertebra lumbal dan tungkai
merupakan daerah yang paling sering menjadi fokus diagnosis untuk penyakit ini.
Untuk mengurangi risiko kesalahan diagnosis, evaluasi radiologi dan pemeriksaan fisis
diperlukan terutama untuk pasien yang tidak memiliki kelainan genetik.4
2. Pseudoakondroplasia merupakan displasia spondiloepimetafisis yang ditandai dengan
perawakan pendek yang tidak seimbang, kelemahan ligamen dan osteoarthritis
prekoks. Pada kebanyakan keluarga, penyakit ini dapat pula diturunkan secara
autosomal dominan.4
3. Akondrogenesis merupakan dwarfisme letal yang diturunkan secara autosomal resesif.
Kedua osifikasi endokondral dan membranosa dipengaruhi. Kalvaria, tulang belakang,
dan tulang-tulang panjang dapat dipengaruhi dan sering terjadi fraktur iga yang
berulang. Pemendekan anggota-anggota gerak sangat buruk. Kranium dan tulang16

tulang kurang terosifikasi. Penyempitan rongga dada juga menyertai kondisi ini, tetapi
kepala tidak membesar relatif terhadap postur tubuh. Polihidramnion juga selalu
terjadi.4
4. Chondroectodermal dysplasia atau Ellis-van Creveld syndrome merupakan penyakit
genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dengan tampilan yang bermacammacam. Tulang-tulang iga sangat pendek. Penyakit ini disertai dengan pemendekan
tulang anggota-anggota gerak, penyempitan rongga toraks, polidaktili, dan penyakit
jantung bawaan. Kira-kira 50% pasien memiliki defek septum atrial (ASD) yang besar.
Ukuran dari rongga toraks sangat menyolok ketika dibandingkan dengan ukuran
abdomen dan kepala.4
5. Osteogenesis imperfekta tipe IIa merupakan keadaan letal yang diturunkan secara
autosomal dominan. Kalvaria kranii penderita menjadi tipis yang mungkin dapat kolaps
dan pasien ini juga mempunyai anggota-anggota gerak yang pendek, menebal dan
membengkok oleh karena terjadi fraktur multipel.4,14
6. Displasia diastrofik merupakan suatu penyakit autosomal resesif dengan kontraktur
multipel dan ibu jari yang melengkung ke dalam (hitchhikers thumb).4
7. Displasia tanatoforik terjadi secara sporadik dan merupakan displasia skeletal yang
bersifat letal terbanyak. Sekitar 14% pasien memiliki kepala berbentuk daun semanggi
(cloverleaf skull). Penyakit ini mungkin diturunkan pula secara autosomal resesif.
Displasia tanatoforik ditandai dengan penyempitan rongga toraks dan mikromelia.
Pembesaran ukuran kepala dengan dahi yang menonjol, kadang-kadang hidrosefalus
dan polihidramnion pada masa fetus. Jaringan-jaringan lunak pada anggota gerak
mungkin menebal. Displasia tanatoforik ini lebih sering terjadi pada fetus laki-laki
daripada fetus perempuan.4
8. Fibrokondrogenesis merupakan suatu penyakit autosomal resesif yang disertai dengan
kalvaria krani yang tipis. Sering pula terjadi kolaps sutura. Tulang-tulang anggota
gerak menjadi pendek dan tipis, tulang-tulang iga tipis dan sulit untuk divisualisasikan
pada foto thoraks. Tulang belakang tidak termineralisasi dengan baik dan metafisis
menjadi lebar.4

17

2.7. Penanganan
Salah satu komplikasi dari akondroplasia adalah hidrosefalus yang biasanya
diakibatkan dari obstruksi foramen magnum dan karena sindrom kompresi medula spinalis
segmen lumbalis dan akar saraf, maloklusi gigi, gangguan pendengaran karena otitis media
berulang dan strabismus (akibat dismorfisme kraniofasial). Pembengkokan kaki dan kifosis
menetap dapat juga memerlukan perhatian. Di samping pengenalan segera dan pengobatan
yang tepat, manajemen masalah psikologis pada masa kanak-kanak harus diperhatikan.
Terapi segera dan tepat terutama diperlukan pada setiap episode otitis media akut.
Hidrosefalus tidak lazim tetapi harus dikenali seawal mungkin. Ada beberapa sumber
mengatakan bahwa fisioterapi dan penahan selama masa anak-anak dan dapat
memperbaiki komplikasi kifosis infantil yang lama atau lordosis berat yang dapat
memperjelek stenosis lumbalis pada umur dewasa. Osteotomi dapat terindikasi tepat
sebelum atau selama remaja untuk mengoreksi pembengkokan kaki progresif berat. 3
2.8. Prognosis
Harapan hidup pada akondroplasia adalah normal, kecuali untuk sedikit (jarang)
penderita dengan hidrosefalus atau dengan komplikasi berat kompresi medula spinalis
servikalis atau lumbalis. Rata-rata tinggi orang dewasa pada akondroplasia sekitar 131,5
cm pada pria dan 125cm pada wanita. 3 Bayi yang homozigot pada akondroplasia jarang
yang bertahan hidup lebih dari beberapa bulan. Akondroplasia yang bersifat homozigotik
disebabkan oleh adanya 2 alel yang mutan pada nukleotida 1138 dari gen FGFR3,
merupakan penyakit yang serius sehubungan dengan perubahan-perubahan radiologi yang
secara kualitatif berbeda dari kebanyakan kasus akondroplasia. Kematian dini terjadi
karena insufisiensi pernapasan yang berhubungan dengan kecilnya kavum toraks dan
defisit neurologis karena stenosis medula spinalis daerah servikal. Kematian karena
penyakit jantung yang terjadi pada umur 25-35 tahun, sepuluh kali lebih tinggi
dibandingkan dengan kematian pada populasi umum. 4

2.9. Pencegahan
18

Satu-satunya bentuk pencegahan adalah melalui genetika konseling, yang dapat


membantu orang tua mereka menilai risiko memiliki anak dengan achondroplasia.
Pembelajaran dan penelitian mengenai penyakit ini, pencegahan dan penanggulangannya
dirasakan perlu mendapat perhatian yang besar dan mendalam sehingga kemunculan
penyakit ini pada kelahiran bayi dapat diminimalisir, dengan begitu angka kematian dan
jumlah individu pengidap penyakit ini pun dapat dikurangi.

BAB III
19

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Achondroplasia merupakan suatu penyakit genetika yang diturunkan secara autosom
dominan, namun sebagian besar kasus juga terjadi karena adanya mutasi dalam gen secara
spontan.

Achondroplasia disebut

juga dwarfisme atau

kekerdilan.

Pada

penyakit Achondroplasia, kelainan menyebabkan pertumbuhan tulang, terutama pada


bagian tangan dan kaki, menjadi terhambat dimana pada saat itu juga terjadi proses
penebalan tulang. Tingkat prevalensi achondroplasia diperkirakan antara 0,5 dan 1,5 dari
10.000 kelahiran dengan kadar mutasi 0.000014. Achondroplasia memiliki gejala yang
dapat diketahui sejak lahir seperti tungkai yang pendek, tulang-tulang yang pendek, kepala
yang besar, dll. Diagnosis molekul achondroplasia sebelum kelahiran mungkin dilakukan
jika ada kecurigaan diagnosis atau peningkatan risiko (seperti orangtua memiliki riwayat
achondroplasia). Dalam suatu keluarga dengan kedua orang tua memiliki achondroplasia,
diagnosis prenatal mungkin sangat berguna. Sedangkan, untuk pengobatan sindrom
achondroplasia, saat ini telah tersedia banyak pilihan pengobatan untuk penderita
achondroplasia, diantaranya terapi peptida BMN-111 dan operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hartiono, V dan Satriono, R. Sub.Bagian Endokrinologi BIKA FK - Unhas RSUP
Dr.

Wahidin

Sudirohusodo.

Akondroplasia.

[online].

Available

from:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15_Akonroplasia.pdf/15_Akonroplasia.html

20

2. Best,

M.A,

MD,

MPH,

MBA,

FCAP,FASCP.Achondroplasia.[online].

Availablefrom:http://www.accessdna.com/condition/Achondroplasia/15?gclid

COXav5fRiqACFdRR6wodJ2bFcA URL : www.freemedicaljournals.com


3. Hall, B.D. Akondroplasia. Gangguan Tulang dan Sendi. In: Nelson Ilmu Kesehatan
Anak (Nelson Textbook of Pediatrics) Edisi 15 Vol.3. Nelson, MD et.al. Trans:
Wahab, Prof.DR.dr.SpA. EGC. Jakarta. 2000; 2397-2398
4. Khan, A.N. MBBS, FRCS, FRCP, FRCR. Achondroplasia. [online]. Available from
: http://emedicine.medscape.com/article/415494-overview
5. Favus, M.J and Vokes, T.J. Achondroplasia. Paget Disease and Other Dysplasias
of The Bone. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 15th Ed. Braunwald
et.al. Mc.Graw Hill. India. 2003; 2244
6. Renton, P and Green, R. Achondroplasia. Congenital Skeletal Anomalies : Skeletal
Dysplasias, Chromosomal Disorders. In : Textbook of Radiology and Imaging.
Volume II. 7th Edition. Sutton D. (Editor). Elsevier Churchill Livingstone.
Philadelphia. 2003; 1062, 1138-1141
7. Reiter, E.O and Rosenfeld, R.G. Achondroplasia. Normal and Aberrant Growth.
In : Williams Textbook of Endocrinology. 10th Ed. Larsen, et.al. Saunders.
Philadelphia. 2003; 1034-1035
8. Murray, J.R.D, Holmes, E.J, Misra, R.R. Dysplasia:Developmental Disorders. In:
A-Z of Musculoskeletal and Trauma Radiology. Misra, R.R. Cambridge University
Press. Cambridge. 2008; 55
9. Bracchman. Skeletal Dysplasias. Scoliosis and Kyphosis. In: Campbells Operative
Orthopaedics. Vol2. 10th Ed. Canale, S.T. Mosby. Toronto. 2003;1931-1933
10. Helms, C.A. Achondroplasia. Miscellaneous Bone Lesions. In: Fundamental of
Diagnostic In Radiology. 2nd Ed. Brant, W.E, Helms, C.A. Lippincott Williams and
Wilkins. Virginia. 2007; 1183-1185
11. Carter, M.A. Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi. Gangguan Sistem
Muskuloskeletal dan Jaringan Ikat. In: Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis
Penyakit. Vol.2. Ed.6. Price, S.A, Wilson, L.M. Trans: Pendit,dkk. EGC. Jakarta.
2006; 1357-1363
12. DeWitt,
R.C,

MD.

Achondroplasia.

[online].

Available

from:

Available

from:

http://healthtools.aarp.org/galecontent/achondroplasia-2/3
URL:www.freemedicaljournals.com
13.

Anonym.

Achondroplasia.

[online].

http://www.lifescript.com/Health/A-Z/Conditions_AZ/Conditions/A/Achondroplasia.aspx?
21

gclid=CPrZ6JzPiqACFclA6wodQHCsdA&trans=1&du=1&ef_id=135
0:3:s_09ca01afe9b7cdae46cf140e563f6a96_2630480431:S4TrldB
briUAAHamMm4AAABA:20100224090421
URL :www.freemedicaljournals.com
14. Eastman, G.W, MD. Generalized Bone Diseases. Disease of The Bone. In: Getting
Started in Clinical Radiology, From Image to Diagnosis. Eastman, G.W, Wald, C,
Crossin, J, MD. Thieme. Germany. 2006; 135-137
15. Patel, P.R. Siringomielia. Neuroradiologi. In: Lecture Notes Radiologi Ed.2. Patel,
P.R. Trans: Umami, V, dr. Erlangga. Jakarta; 286

22

Anda mungkin juga menyukai