Anda di halaman 1dari 7

FISIOLOGI HAID

Ciri
khas
kedewasaan
manusia
ialah
adanya
perubahan-perubahan siklik pada alat kandungannya sebagai
persiapan untuk kehamilan. Hal ini adalah suatu proses yang kompleks
dan harmonis meliputi serebrum, hipotalamus, hipofisis, alat-alat
genital, korteks adrenal, glandula tireoidea, dan kelenjar-kelenjar lain
yang kini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Dewasa ini telah banyak diketahui tentang apa yang terjadi
pada perubahan-perubahan siklik tersebut di atas dengan jalan
mempelajari perubahan-perubahan siklik yang sama pada kera. Pada
siklus haid endometrium dipersiapkan secara teratur untuk menerima
ovum yang dibuahi setelah terjadi ovulasi, di bawah pengaruh secara
ritmik
hormon-hormon
ovarium:
estrogen
dan
progesteron.
Hormon-hormon ini dapat ditemukan antara lain di dalam air kencing,
dan pengeluarannya setiap 24 jam dapat diukur, estrogen sebagai
estriol dan progesteron sebagai pregnandiol. Pemeriksaan urine tiap 24
jam ini dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi ovarium normal.
Pekerjaan ini amat rumit, sehingga hanya dilakukan bila memang
sungguh-sungguh diperlukan.
Di klinik, untuk mengetahui apakah ada ovulasi cukup dengan
mengerjakan biopsy endometrium. Biopsi ini dikerjakan pada hari
pertama haid untuk menghindarkan kemungkinan mengganggu
kehamilan muda. Bila ada ovulasi, maka dapat ditemukan
bagian-bagian endometrium dalam masa sekresi.
Perubahan siklik hormonal ini dapat pula dilihat pada suhu basal,
sitologi vaginal, getah serviks, dan pH getah vagina. Adanya ovulasi
diikuti oleh pembentukan korpus luteum yang mengeluarkan
progesteron; dapat dilihat bahwa suhu basal pada saat ovulasi turun
untuk kemudian naik dan menetap di sekitar 37 0, sampai pada
permulaan haid turun lagi. Dalam hal menilai sitologi vaginal dapat
dikemukakan bahwa mukosa vagina memang mencerminkan keadaan
hormonal wanita yang diambil usap vaginanya. Dari usap vagina yang
diambil secara berturut-turut, dapat ditentukan apakah ovulasi telah
terjadi dan bila ovulasi terjadi, ini dapat diketahui menentukan
persentase indeks kariopiknotik. Dihitung 100 - 200 sel-sel superfisial,
intermedier, dan parabasal. Bila ditemukan 75% sel-sel superfisial dan
sel-sel intermedier, maka ini menunjukkan masa proliferasi. Bila
ditemukan sel-sel intermedier dan 35% sel-sel superfisial, maka ini
berarti pascaovulasi ;Pemeriksaan sitologi vaginal memerlukan usap
vagina yang lebih baik, tidak boleh ada infeksi. Pewarnaan secara

Shorr atau modifikasi menurut Papanicolaou telah memberikan hasil


yang memuaskan bagi yang telah dapat pelatihan dalam vaginal.
Cara yang lebih sederhana untuk menilai apakah ada ovulasi
ialah dengan menilai getah serviks. Pada hari ke 9 sampai ke 15 siklus
haid getah serviks lebih cair dan bila diambil dari kanalis servikalis
dengan pinset, getah tersebut tidak terputus -putus sampai sepanjang
10 - 20 cm. Gejala ini disebut Spinnbarkeit. Bila getah serviks ini
dikeringkan di atas kaca obyek dan dilihat di bawah mikroskop. Akan
tampak kristalisasi getah tersebut dalam bentuk daun pakis.
Bertambahnya yang keluar pada ovulasi dapat mengubah pH getah
vagina. Pengukuran perubahan pH ini memerlukan alat yang sensitif.
Lamanya siklus haid yang normal atau yang dianggap sebagai siklus
haid klasik adalah 28 hari ditambah atau dikurangi dua sampai tiga
hari. Siklus ini dapat berbeda-beda pada wanita yang normal dan
sehat.
Pada tiap siklus dikenal tiga masa utama, ialah sebagai berikut:
1) Masa haid selama dua sampai delapan hari. Pada waktu itu
endometrium dilepas, sedangkan
pengeluaran hormon-hormon
ovarium paling rendah (minimum).

2) Masa proliferasi sampai hari keempat belas. Pada waktu itu


endomentrium tumbuh kembali, disebut juga endometrium
mengadakan proliferasi. Antara hari kedua belas dan keempat belas
dapat terjadi pelepasan ovum dari ovarium yang disebut ovulasi.
3) Sesudahnya, dinamakan masa sekresi. Pada ketika itu korpus
rubrum menjadi korpus luteum yang mengeluarkan progesteron. Di
bawah pengaruh progesterone ini, kelenjar endometrium yang
tumbuh berkeluk-keluk mulai bersekresi dan mengeluarkan getah
yang mengandung glikogen dan lemak. Pada akhir masa ini stroma
endometrium berubah ke arah sel-sel desidua, terutama yang
berada diseputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini
memudahkan adanya nidasi.

Sekarang ternyata bahwa dalam proses ovulasi bukan hanya harus


ada suatu kerja sama yang harmonis antara korteks serebri,
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium, melainkan ada pengaruh pula dari
glandula tireoidea, korteks adrenal, dan kelenjar-kelenjar endokrin lain.
Dewasa ini ternyata prostaglandin dan serotonin mempunyai peranan
pula dalam ovulasi dengan mempengaruhi hipotalamus dan hipofisis.
Pula ditemukan pengaruh ACTH terhadap korteks adrenal dikaitkan
dengan sistem renin angiotensin di ovarium pada ovulasi.
Dalam sistem endokrin beberapa susunan saraf pusat tertentu
seperti glandula pinealis, glandula amigdalae, dan hipokampus
mempunyai hubungan neural dan humoral - yang disebut juga
hubungan neurohumoral - dengan hipotalamus dan hipofisis. Di dalam
hipotalamus sendiri terdapat releasing hormones dalam jumlah yang
sedikit sekali. Zat-zat ini lalah polipeptida yang kecil sekali, terdiri atas
sejumlah asam amino tertentu.
Dikenal: 1) FSH - RH yang merangsang hipofisis untuk
mengeluarkan FSH (follicle stimulating hormone releasing hormone); 2)
LH - RH yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan LH (luteinizing
hormone - releasing hormone); 3) PIH (prolactme inhibiting hormone)
yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin; dan 4)
beberapa RH untuk somatotropin, TSH (thyroid stimulating hormone),
dan ACTH (adrenocorticotropbic hormone).
Pada tiap siklus haid FSH (follicle stimulating hormone) dikeluarkan
oleh lobus hipofisis yang menimbulkan beberapa folikel primer yang
dapat berkembang dalam ovarium. Umumnya satu folikel,
kadang-kadang juga lebih dari satu, berkembang menjadi folikel de
Graaf yang membuat estrogen. Estrogen ini menekan FSH, sehingga
lobus anterior hipofisis dapat mengeluarkan hormon gonadotropin
yang kedua, yakni LH (luteinising hormone). Seperti telah diuraikan,
kedua hormon gonadrotropin (FSH dan LH) adalah di bawah pengaruh
hormones (RH) yang disalurkan dari hipotalamus ke hipofisis.
Penyaluran sangat dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen
terhadap hipotalamus. Pula oleh pengaruh dari luar, seperti cahaya,
bau-bauan melalui bulbus olfaktorius, dan hal-hal psikologik. Salah
satu contoh ialah di negara bermusim dingin dan panas kehamilan
terjadi lebih banyak pada musim semi (mulai ada cahaya) ini panas
(adanya banyak cahaya). Sampai di mana bau-bauan mempunyai
pengaruh terhadap manusia masih harus diselidiki lebih lanjut. Akan
tetapi, apa yang ditemukan pada percobaan dengan pheromones
(bau-bauan yang merangsang berahi) pada kera menyokong dugaan
bahwa bulbus olfaktorius mempunyai peranan untuk mempengaruhi
pengeluaran releasing hormones. Pheromones terdiri atas berbagai
asam lemak, seperti asam asetat, propionat, isobutirat, isovaleriat, dan
isokaproat. Bahwa faktor psikologik mempunyai peranan pula dapat
ditemukan antara lain pada wanita dengan pseudocyesis.

Bila penyaluran releasing hormones normal berialan baik, maka


produksi gonadotropin-gonadotropin akan baik pula, sehingga folikel de
Graaf selanjutnya makin lama makin menjadi matang dan makin
banyak berisi likuor follikuli yang mengandung estrogen. Estrogen
mempunyai pengaruh terhadap endometrium: menyebabkan
endometrium tumbuh atau berproliferasi. Waktu ketika proses
berproliferasi terjadi disebut masa proliferasi.
Dibawah pengaruh LH folikel de Graff menjadi lebih matang,
mendekati permukaan ovarium, dan kemudian terjadilah ovulasi (ovum
dilepas oleh ovarium). Pada ovulasi ini kadang-kadang terdapat
perdarahan sedikit yang akan merangsang peritoneum di pelvis,
sehingga timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain
(imettschmerz). Pula dapat diikuti oleh adanya perdarahan vagina
sedikit. Setelah ovulasi terjadi, dibentuklah korpus rubrum (berwarna
merah oleh karena perdarahan di atas), yang akan menjadi korpus
luteum (warnanya menjadi kuning) di bawah pengaruh hormon-hormon
LH dan LTH (luteotrophic hormones), suatu hormone gonadotropin
juga. Korpus luteum menghasilkan hormon progesteron. Progesteron
ini mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang telah
berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkeluk-keluk
dan bersekresi (masa sekresi).
Bila tidak ada pembuahan, korpus luteum berdegenerasi dan ini
mengakibatkan bahwa kadar estrogen dan progesteron menurun.
Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada
arteri yang berkeluk-keluk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis
dengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Sesudah itu
terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yang
nekrotik. Proses ini disebut haid atau mensis. Bilamana ada
pembuahan dalam masa ovulasi, maka korpus luteum tersebut di atas
di pertahankan, bahkan berkembang menjadi korpus luteum
graviditatis (gambar 4 -1 B)

Anda mungkin juga menyukai