Disusun oleh :
Andik Eko Marianto 125100101111055
M. Kharis Abdullah
125100107111020
Panji Wijayanto
125100402111005
125100107111055
I. DEFINISI
Virus adalah makhluk hidup terkecil yang ditemukan saat ini dengan ukuran
25-250 nanometer (1 nanometer = sepersejuta milimeter). Dikarenakan
ukurannya yang amat kecil, virus tidak dapat terlihat dengan mikroskop cahaya
dan hanya dapat diamati dengan mikroskop beresolusi tinggi, seperti mikroskop
elektron. Struktur virus lebih sederhana jika dibandingkan dengan makhluk
mikroskopis lainnya, seperti bakteri, kapang, ataupun kamir. Virus umumnya
mengandung materi genetika berupa DNA (asam deoksiribonukleat) atau RNA
(asam ribonukleat) dan tidak pernah keduanya, yang terbungkus dalam suatu
protein serta kadang-kadang lipida. Virus tidak memiliki organ atau struktur untuk
metabolisme. Oleh karena itu, virus harus meminjam dengan cara hidup
menumpang pada makhluk hidup lainnya. Dikarenakan harus menumpang pada
makhluk hidup lainnya, virus dikatakan bersifat parasit mutlak (obligate parasite),
yang artinya hanya dapat hidup pada jaringan atau sel yang hidup. Jadi, virus
hidup dengan baik pada daun tanaman hidup, misalnya. Akan tetapi, jika daun
tersebut dipetik dan kemudian mati, virus akan sukar bertahan. Hal yang sama
diketahui untuk virus dalam jaringan sel hewan, yang akan hidup dengan baik
pada hewan hidup, tetapi akan sukar bertahan jika hewan tersebut mati.
Virus pada umumnya memiliki sifat spesifik pada inang tertentu (host
specific). Artinya, virus yang menyerang hewan tertentu tidak menyerang
manusia dan sebaliknya. Meskipun demikian, beberapa virus ditemukan bersifat
zoonosis, artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus menyerang
semua makhluk hidup, termasuk manusia, hewan, tumbuhan, dan bakteri. Ketika
menyerang, virus menginjeksikan DNA atau RNA-nya
untuk kemudian
komoditas pangan :
Kondisi cemaran alfatoksin pada jagung relatif tinggi. Hal ini dapat
disebabkan pada saat panen jagung tidak segera dikeringkan sehingga tercemar
oleh aflatoksin dan mengandung 94 ppb alfatoksin. Untuk mengatasi hal tersebut
maka jagung perlu dikeringkan segera hingga kadar air biji dibawah 14%.
b. Okratoksin
Okratoksin memunyai sifat karsinogenik, terutama Okratoksin A (OA) yang
bisa menyebabkan kerusakan ada ginjal hewan maupun manusia. Okratoksin A
ini umumnya banyak dihasilkan dari kapang Aspergilus ochraceus, Penicillium
viridicatum. Okratoksin ini biasanya secara alami terdapat biji-bijian, kacangkacangan dan buah-buahan. Kaang jenis Penicillium viridicatum basanya
tumbuh pada suhu antara 0-310C dengan suhu optimal 200c dan pH optimum 67, sedangkan A. ochraceus tumbuh antara suhu 8-37 0C.
Ada 3 jenis Okratoksin diantaranya adalah :
Okratoksin A (OA)
Okratoksin B (OB)
Okratoksin C (OC)
Okratoksin C (OC)
Okratoksin merupakan senyawa yang teratogenik, mutagenik, dan berpotensi
menebabkan kerusakan pada ginjal karena zat tersebut yang masuk ke dalam
tubuh (saluran pencernaan) didistribusikan oleh darah terutama ginjal. P.
Viridicatum dapat memproduksi Ochratoksin dan Griseofulvins.
Efek terhadap kesehatan:
Agen etiologi penyakit ginjal pada babi dan dapat ditularkan ke manusia
(dibuktikan dengan deteksi ochratoksin dalam serum manusia di Eropa).
Batas maksimum okratoksin dalam bahan pangan
No
Bahan Pangan
.
1.
2.
3.
4.
10
5.
6.
Kopi sangrai
7.
Kopi instan
10
8.
Bir
Gambar bahan makanan yang terkena Okratoksin :
c. Zearalenon
0,2
adalah
6,8-dihidroksizearelenon,
8-hidroksizearalenon,
3-
imonoglobulin.
Zearalenon
terikat
pada
reseptor
estrogen
yang
berpengaruh terhadap tanskripsi inti sel dan fumonisin. Hal ini, dapat menyebabkan
kekacauan yang menyebabkan kekacauan pada metabolisme sphingolipid yang
mencegah sintase siramida dalam mengkatalisator pembentukan dehidroseramida
dari sphingosin.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri et al. 2005. Efek Aflatoksin B1 (AFB1) Pada Embrio Ayam. JITV Vol 10 No 2
tahun 2005 :167.
Infomedion. 2010. Bahaya Mikotoksin. http://info.medion.co.id diakses pada 10
Desember 2012/
J. W. Bennett and M. Klich.2003. Mycotoxins. Clinical Microbiology Reviews, Vol. 16,
No. 3: 497-508.
Mulyawanti et al.2006. Aflatoksin Pada Jagung Dan Cara Pencegahannya. Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian Vol.2 2006 : 23-34
Widiastuti.2006. Mikotoksin: Pengaruh Terhadap Kesehatan Ternak dan Residunya
Dalam Produk Ternak Serta Pengendaliannya. WARTAZOA Vol. 16 No.3 Th .
2006 : 116-122
Wikipedia . 2012.Mikotoksin. http://id.wikipedia.org/ diakses pada 10 Desember
2012.
Yenny.2006. Aflatoksin Dan Aflatoksikosis Pada Manusia.Jakarta. Universa Medicina
Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1: 43-48.