PBL 1
PBL 1
Meninges
Meninges berfungsi untuk melindungi otak / medulla spinalis dari benturan atau
pengaruh gravitasi. Fungsi ini diperkuat oleh liquor cerebrospinalis yang terdapat dalam
spatium subarachnoidea.
Meninges terdiri dari 3 lapis :
1. Duramater
Merupakan pembungkus susunan saraf pusat (otak dan medulla spinalis) paling luar yang
terdiri dari jaringan ikat padat.
Lapis luar (lapis periosteal)
Melekat erat ke periosteum tengkorak. Terdapat jonjot jaringan ikat dan vasa ke
periosteum. Perlekatan terkuat pada sutura dan basis cranii.
Lapis luar melekat erat pada foramen occipitale magnum dan tidak berhubungan
dengan lapis luar duramater medulla spinalis.
Antara lapis luar dan lapis dalam dapat terjadi pembentukan celah sinus (venosus)
duraematris.
Lapis dalam (lapis meningeal)
- Menghadap ke arah arachnoidea
- Dilapisi mesotel, persis sama halnya dengan mesotel yang melapisi pleura,
perikardium pars serosa dan peritoneum. Mampu menghasilkan sedikit cairan
serosa, karenanya dia berfungsi untuk melubrikasi permukaan dalam duramater
dengan permukaan luar arachnoidea, sehingga gesekan yang terjadi antara keduanya
dapat diredam, yang pada gilirannya mencegah kerusakan yang mungkin terjadi.
- Lapis dalam duramater encephali lanjut menjadi lapis dalam duramater spinalis yang
membungkus medulla spinalis.
Antara duramater dengan arachnoidea terdapat cavum subdural, mengandung :
1
- Sedikit cairan serosa yang berfungsi meredam gesekan antara duramater dengan
arachnoidea.
- Menghubungkan vena cerebri superior ke sinus sagittalis superior, karenanya vena
penghubung tersebut sering disebut sebagai : Bridging Vein
2. Arachnoidea-mater
Merupakan selubung jaringan ikat tipis yang non-vaskular yang memisahkan duramater
dengan piamater.
Permukaan yang menghadap ke arah duramater dilapisi oleh mesotel yang membentuk
cairan serosa, seperti halnya lapis dalam duramater.
Tidak memasuki sulci dan gyri, kecuali pada falx dan tentorium.
Permukaan yang menghadap ke arah piamater punya pita-pita fibrotik halus : trabecula
arachnoidea.
Dipisahkan dengan duramater oleh cavum subdural yang berisi cairan serosa.
Dipisahkan dengan piamater oleh cavum subarachnoidea yang diisi oleh liquor
cerebrospinalis yang dibentuk oleh plexus chorioideus yang berada dalam setiap ruang
sistem ventriculi (ventriculus lateralis, tertius, dan quartus).
Arachnoidea-mater dan piamater sama-sama tipis dan lembut, keduanya disebut :
Leptomeningea.
3. Piamater
Merupakan selubung tipis yang kaya pembuluh darah dan langsung membungkus otak dan
medulla spinalis.
Antara piamater dengan otak / medulla spinalis tak ada rongga.
Pada permukaannya berjalan vasa dan nervi yang mengasuh otak dan medulla spinalis.
Dataran luarnya ditutupi oleh villi arachnoidea.
Pada waktu pembuluh darah menembus piamater untuk memasuki otak / medulla
spinalis, pembuluh darah tersebut akan mendapat selubung jaringan ikat dari piamater.
Piamater encephali membungkus seluruh permukaan otak dan cerebellum termasuk
sulci dan gyri.
Piamater spinalis lebih tebal dan kuat dan kurang mengandung vasa dibanding piamater
encephali.
Systema Ventricularis
Systema ventricularis berasal dari rongga tabung neuralis dan dindingnya dilapisi oleh
sel ependyma. Rongga systema ventricularis diisi oleh liquor cerebrospinalis.
Terdiri dari :
1. Ventriculus Lateralis
Berbentuk huruf C panjang dan menempati kedua hemisphaerum cerebri. Dia
berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monroi) yang
terletak di bagian depan dinding medial ventriculus.
Dibedakan :
Corpus, terletak dalam lobus parietalis
Cornu anterior, terletak dalam lobus frontalis
Cornu posterior, terletak dalam lobus occipitalis
Cornu inferior, terletak dalam lobus temporalis
Atrium s.trigonus, bagian yang terletak dekat splenium, dimana corpus dengan
cornu posterior dan inferior bertemu.
2
2. Ventriculus Tertius
- Terletak antara kedua thalamus kanan dan kiri.
- Berhubungan dengan ventriculus quartus melalui aquaeductus cerebri (Sylvii).
3. Ventriculus Quartus
- Terletak antara pons, medulla oblongata bagian atas dengan cerebellum.
- Ke bawah melanjutkan diri ke canalis centralis yang terdapat dalam medulla spinalis.
- Ke atas melanjutkan diri ke cavum subarachnoidea melalui 3 buah lobang di atap
ventriculus quartus, dimana liquor cerebrospinalis memasuki cavum subarachnoidea
tersebut, yaitu :
Foramen Magendie : pada ujungg bawah linea mediana dari atap ventriculus IV.
Sepasang Foramina Luschka : pada ujung recessus lateralis ventriculus quartus
antara flocculus cerebelli dengan N.glossopharyngeus.
4. Ventriculus Terminalis
Merupakan ujung paling bawah caudalis centralis yang sedikit melebar.
Sirkulasi :
Pada otak :
Dari ventriculus lateralis melalui Foramen Interventriculare (Monroi) berhubungan
dengan ventriculus III kemudian melalui aquaeductus cerebri (Sylvii) masuk ke dalam
ventriculus IV dan melalui Foramen Magendie (ditengah atap ventriculus IV) dan
For.Interventriculare (Luschka) (dipinggir atap ventriculus IV) masuk ke dalam cavum
subarachnoidea dan cisternae.
Pada medulla spinalis :
Dalam cavum subarachnoidea spinalis dimana ke cranial berhubungan dengan
ventriculus IV melalui Foramen Magendie dan Foramen Luschka. Sebagian besar LCS akan
diabsorbsi oleh villi arachnoidale, sebagian kecil memasuki celah perineuralis dari
Nn.Craniale et spinales dan berakhir pada saluran limfe. Aliran LCS dimungkinkan karena
adanya denyut nadi vasa craniales et spinales dan adanya gerakan columna vertebralis.
1.2 Mikroskopik
Meninges
Susunan saraf pusat dilindungi oleh tengkorak dan kolumna vertebralis.Ia juga
dibungkus membrane jaringan ikat yang disebut meninges.Dimulai dari lapisan paling luar,
berturut-turut terdapat dura mater, araknoid, dan piamater. Araknoid dan piamater saling
melekat dan seringkali dipandang sebagai satu membrane yang disebut pia-araknoid.
a. Dura mater
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat yang berhubungan
langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang membungkus medulla spinalis
dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding
tipis,jaringan ikit longgar, dan jaringan lemak.
Dura mater selalu dipisahkan dari araknoid oleh celah sempit, ruang subdural.
Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel
selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim.
b. Araknoid
Araknoid mempunyai 2 komponen: lapisan yang berkontak dengan dura mater dan
sebuah system trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan piamater. Rongga diantara
trabekel membentuk ruang Subaraknoid, yang terisi cairan serebrospinal dan terpisah
sempurna dari ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang melindungi
susunan saraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak.
4
Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh
epitel selapis gepeng seperti yang melapisi dura mater. Karena dalam medulla spinalis
araknoid itu lebih sedikit trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater.
Pada beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater membentuk julursn-juluran
yang berakhir pada sinus venosus dalam dura mater.Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel
endotel dari vena disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal
ke dalam darah dari sinus venosus.
c. Pia mater
Pia mater terdiri atas jarinagn ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah.
Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau
serat saraf. Di antara pia mater dan elemen neural terdapat lapisan tipus cabang-cabang
neuroglia, melekat erat pada pia mater dan membentuk barier fisik pada bagian tepi dari
susunan saraf pusat yang memisahkan SSP dari cairan brospinal.
Pia mater menyusuri seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup
kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. pia mater di lapisioleh sel-sel
gepeng yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalai
torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler.
Lain-lain
15-45
mg/dl
5-15 mg/dl
Glukosa
50-75
mg/dl
- Nitrogen
nonprotein
10-35 mg/dl
- Tes
Kahn
dan
Wassermann
(VDRL)
negatif
Untuk sebagian besar, cairan serebrospinal terdapat dalam suatu sistem yang terdiri
dari 2 bagian yang saling berhubungan. Bagian internal dari sistem terdiri dari 2 ventrikel
lateralis, foramen interventrikular, ventrikel ketiga, aqueduktus serebrum, dan ventrikel
keempat. Bagian eksternal terdiri dari rongga subaraknoid dan sisterna. Hubungan antara
bagian internal dan eksternal terjadi melalui 2 apertura lateral dari ventrikel keempat
(foramen Luschka) dan apertura medial dari ventrikel keempat (foramen Magendie). Pada
orang dewasa, volume cairan serebrospinalis total dalam seluruh rongga secara normal kirakira 150 ml; bagian internal (ventrikular) dari sistem mengandung kira-kira setengah jumlah
ini. Antara 400 dan 500 ml cairan serebrospinal diproduksi dan direabsorbsi setiap hari.
Tekanan
Tekanan rata-rata cairan serebrospinal yang normal adalah 70-180 mm air; perubahan
yang berkala terjadi menyertai denyutan jantung dan pernapasan. Tekanan meningkat bila
terdapat peningkatan pada volume intrakranial (misalnya, pada tumor), volume darah (pada
perdarahan), atau volume cairan serebrospinal (pada hidrosefalus), karena tengkorak dewasa
merupakan suatu kotak yang kaku dari tulang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap
penambahan volume tanpa kenaikan tekanan.
6
Sirkulasi
Kebanyakan dari cairan serebrospinal berasal dari pleksus koroideus di dalam
ventrikel lateralis otak. Cairan berjalan melalui foramen interventrikular ke dalam garis
tengah ventrikel ketiga; lebih banyak cairan serebrospinal yang diproduksi di sini oleh
pleksus koroideus dalam atap ventrikel. Cairan kemudian bergerak melalui aqueduktus
serebrum di dalam otak tengah dan masuk ke dalam ventrikel keempat yang berbentuk belah
ketupat, dimana pleksus koroideus menambahkan lebih banyak cairan. Cairan meninggalkan
sistem ventrikular melalui apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan
memasuki rongga subaraknoid. Dari sini cairan mungkin mengalir di atas konveksitas otak
atau ke dalam rongga subaraknoid spinal.
Sejumlah kecil direabsorbsi (melalui difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di
pia atau di dinding ventrikular, dan sisanya berjalan melalui jonjot araknoid ke dalam darah
vena (dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah, kebanyakan di atas konveksitas superior.
Tekanan cairan serebrospinal minimum harus ada untuk mempertahankan reabsorbsi. Karena
itu, terdapat suatu sirkulasi cairan serebrospinal yang terus-menerus di dalam dan di sekitar
otak dengan produksi dan reabsorbsi dalam keadaan yang seimbang.
Pemahaman yang jelas mengenai perjalanan sirkulasi melalui ventrikel ke dalam dan
melalui rongga subaraknoid mempunyai arti yang sangat penting dalam klinis dan praktek.
Bayangan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging) dan memperlihatkan bahwa
aliran cairan serebrospinal lebih cepat melalui (dan tepat dari hilir) bagian-bagian sempit
dalam saluran yang dilaluinya.
2.1 Pungsi Lumbal
Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Pungsi,
Sisternal Pungsi atau Lateral Servikal Pungsi. Lumbal Pungsi merupakan prosedur neuro
diagnostik yang paling sering dilakukan, sedangkan sisternal pungsi dan lateral servikal
pungsi dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
Indikasi
1. Untuk mengetahui tekanan dan mengambil sampel untuk pemeriksaan sel, kimia, dan
bakteriologi.
2. Untuk membantu pengobatan melalui spinal, pemberian antibiotika, antitumor, dan
spinal anastesi.
3. Untuk membantu diagnosa dengan penyuntikan udara pada pneumoencephalografi
dan zat kontras pada myelografi.
Kontra Indikasi Lumbal Pungsi
1. Adanya peninggian tekanan intrakranial dengan tanda-tanda nyeri kepala, muntah,
dan papil edema.
2. Penyakit kardiopulmonal yang berat.
3. Ada infeksi lokal pada tempat Lumbal Pungsi.
Persiapan Lumbal Pungsi
1. Periksa gula darah 15-30 menit sebelum dilakukan LP.
2. Jelaskan prosedur pemeriksaan, bila perlu diminta persetujuan pasien / keluarga
terutama pada LP dengan risiko tinggi.
Teknik Lumbal Pungsi
1. Pasien diletakkan pada pinggir tempat tidur, dalam posisi lateral decubitus dengan
leher, punggung, pinggul, dan tumit lemas. Boleh diberikan bantal tipis di bawah
kepala atau lutut.
2. Tempat melakukan pungsi adalah pada kolumna vertebralis setinggi L 3-4, yaitu
setinggi crista iliaca. Bila tidak berhasil dapat dicoba lagi intervertebrale ke atas atau
ke bawah. Pada bayi dan anak setinggi intervertebrale L4-
3. Bersihkan dengan yodium dan alkohol daerah yang akan dipungsi.
4. Dapat diberikan anastesi lokal lidocain HCL.
5. Gunakan sarung tangan steril dan lakukan pungsi, masukkan jarum tegak lurus
dengan ujung jarum yang mirip menghadap ke atas. Bila telah dirasakan menembus
jaringan meningen penusukan dihentikan, kemudian jarum diputar dengan bagian
pinggir yang miring menghadap ke kepala.
6. Dilakukan pemeriksaan tekanan dengan manometer dan tes Queckenstedt bila
diperlukan. Kemudian ambil sampel untuk pemeriksaan jumlah dan jenis sel, kadar
gula, protein, kultur bakteri, dan sebagainya.
Komplikasi
1. Sakit kepala. Biasanya dirasakan segera sesudah lumbal pungsi, ini timbul karena
pengurangan cairan serebrospinal.
2. Backache, biasanya di lokasi bekas pungsi disebabkan spasme otot.
3. Infeksi
4. Herniasi
5. Intrakranial subdural hematom
6. Hematom dengan penekanan pada radiks
7. Tumor epidermoid intrasipnal
Manfaat
LP sangat penting untuk alat diagnosa. Prosedur ini memungkinkan melihat bagian
dalam seputar medulla spinalis, yang mana memberikan pandangan pada fungsi otak juga.
Prosedur ini relatif mudah untuk dilaksanakan dan tidak begitu mahal. Dokter yang
berpengalaman, LP akan menurunkan angka komplikasi. Ia akan melakukannya dengan cepat
dan dilaksanakan di tempat tidur pasien.
3. Memahami dan Menjelaskan Tentang Kejang Demam
3.1 Definisi
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang
mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat
sementara. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering
juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di
bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan.
Kejang demam adalah kejang yang disebabkan oleh demam pada bayi dan anak kecil,
dapat didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal
8
lebih dari 38C) yg disebabkan suatu proses ekstrakranium. Sebagian besar kejang terjadi
pada hari pertama anak demam. Selama kejang, sebagian besar anak sering kehilangan
kesadaran dan tubuhnya bergetar di kedua sisi tubuh dan lainnya biasanya hanya sebatas kaku
atau berkedut di sebagian sisi tubuh, seperti tangan atau kaki saja atau sisi kiri dan sisi kanan
saja. Anak-anak yang rentan mengalami kejang berulang tidak dapat disebut sebagai epilepsi
karena epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang tidak dipicu oleh demam (National
Institute of Neurological Dissorders and Stroke, 2010).
Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan lain
harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam.
3.2 Klasifikasi
Kriteria kejang demam menurut tesis Lumbang Tobing, adalah:
1. Adanya kejang dan demam.
2. Tak ada defisi neurologik lain sebelum dan sesudah serangan kejang.
3. Likuor normal.
Saat ini klasifikasi kejang demam menurut Livingston sudah mulai ditinggalkan,
namun berkembang dari pendapat tersebut saat ini kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi 2 yaitu:
A. Kejang demam sederhana, dengan diagnosis :
1. Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun
2. Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat dan umumnya
3. Berhenti sendiri
4. Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
5. Tidak berulang dalam 24 jam
6. .Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
B. Kejang demam kompleks, dengan diagnosis :
1. Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun
2. Kejang berlangsung lebih dari 15menit
3. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
4. Terjadi lebih dari 1x dalam 24 jam
5. Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
(Hardiono, 2006)
3.3 Etiologi
Etiologi Kejang Demam
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering
disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
9
Konvulsi jauh lebih sering terjadi dalam 2 tahun pertama dibanding masa kehidupan
lainnya. Cedera intrakranial saat lahir termasuk pengaruh anoksia dan perdarahan serta cacat
kongenital pada otak, merupakan penyebab tersering pada bayi kecil.
Pada masa bayi lanjut dan awal masa kanak-kanak, penyebab tersering adalah infeksi
akut (ekstra dan intrakranial). Penyebab yang lebih jarang pada bayi adalah tetani, epilepsi
idiopatik, hipoglikemia, tumor otak, insufisiensi ginjal, keracunan, asfiksia, perdarahan
intrakranial spontan dan trombosis, trauma postnatal,dan lain-lain.
Mendekati pertengahan masa kanak-kanak, infeksi ekstrakranial akut semakin jarang
menyebabkan konvulsi, tapi epilepsi idiopatik yang pertama kali tampil sebagai penyebab
penting pada tahun ketiga kehidupan, menjadi faktor paling umum. Penyebab lain setelah
masa bayi adalah kelainan kongenital otak, sisa kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
keracunan timbal, tumor otak, glomerulonefritis akut dan kronik, penyakit degeneratif otak
tertentu dan menelan obat.
Kejang demam dapat timbul oleh berbagai sebab, terutama infeksi. Semua jenis
infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat
menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
adalah infeksi saluran pernafasan atas (tonsilitis, faringitis), otitis media akut, gastroenteritis,
pneumonia, bronkhitis, morbili, dan sebab lain yang tidak diketahui.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam :
a. Demam itu sendiri
b. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit
e. Gabungan semua faktor diatas
(Lumbantobing, 2007)
3.4 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dn permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dpat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
10
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion Na,
dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut
potensial membran dari sel neuron.
11
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Pada keadaan-keadaan tertentu akan
menyebabkan perbedaan keseimbangan potensial membran sel neuron, disebabkan oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi, aliran listrik dari
sekitarnya
c. Perubahan patofisiologis dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang
dapat terjadi tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Pada anak
dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih.
3.5 Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunklosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut:
* Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
* Kejang umum tonik dan atau klonik
* Umumnya berhenti sendiri
* Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
* Kejang lama, > 15 menit
* Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
* Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Meningitis
Ensefalitis
Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat
(otak). Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis.
Pemeriksaan
Anamnesis:
Biasanya didapatkan riwayat kejang deman pada anggota keluarga lainnya (ayah, ibu atau
saudara kandung).
* Pemeriksaan neurologis:
Tidak didapatkan kelainan
* Pemeriksaan laboratorium:
Tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah
perifer, elektrolit dan gula darah. Darah tepi, darah lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit )
untuk mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.
* Pemeriksaan radiologi:
X-ray kepala, CT Scan kepala (untuk mengidentifikasi lesi serebral, misalnya: infark,
hematoma, edema serebral, dan abses) atau MRI tidak rutin dan hanya dikerjakan atas
indikasi
* Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS):
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Bayi < 12 bulan: diharuskan
2. Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
* Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG):
Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang
demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal). Untuk membuktikan
jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini
dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak direkomendasikan. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas.
* Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan cairan
serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6-6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit
13
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis
terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian
diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien
demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg
(BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. Efek samping
diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy
dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 1540 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 / 2)
yaitu :
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara
dan menetap.
Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau
rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
Edukasi pada Orangtua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua, karena saat anak
kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan edukasi yang tepat bagi orangtua seputar kejang demam, contohnya :
1. Memberi penjelasan apa yang dimaksud kejang demam
2. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
3. Memberitahukan cara penanganan kejang
4. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
5. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat
Mikroorganisme
(Bakteri, Virus, Jamur, Protozoa)
Masuk melalui
Hematogen, Trauma, prosedur bedah atau ruptur
Serebri
Kerusakan Neurologik
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah
dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan
dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
4.4 Manifestasi Klinis
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun. Tanda Kernigs
dan Brudzinky positif. (Harsono., 2003)
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa
yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala,
pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa
pegal kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas. Gejala pada bayi
yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, muncul bercak pada kulit, tangisan
lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan
kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.
17
Meningitis Bakterial
Meningkat
Keruh
> 1000/ml
Predominan PMN
Sedikit meningkat
Normal/menurun
Meningitis Virus
Biasanya normal
Jernih
< 100/ml
Predominan MN
Normal/meningkat
Biasanya normal
Meningitis TBC
Bervariasi
Xanthochromia
Bervariasi
Predominan MN
Meningkat
Rendah
4.6 Penatalaksanaan
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai meningitis, maka
pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah langkah yang baik untuk menjamin
kesembuhan serta mengurang atau menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan
kepada penderita tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.
Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis
yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara
lain Cephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan
oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan
Carbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Treatment atau therapy
lainnya adalah yang mengarah kepada gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam
(paracetamol), shock dan kejang (diazepam) dan lain sebagainya.
Pengobatan ajuvan dengan kortikosteroid (biasanya deksametason) mengurangi
tingkat kematian, gangguan pendengaran dan kerusakan saraf pada remaja dan orang dewasa
dari negara berpendapatan tinggi yang memiliki tingkat HIV yang rendah. Mekanisme
mungkin adalah penekanan peradangan terlalu aktif. Oleh karena itu pedoman Profesional
merekomendasikan dimulainya deksametason atau kortikosteroid sama hanya sebelum dosis
pertama diberikan antibiotik, dan terus selama empat hari. Bahkan di negara-negara
berpenghasilan tinggi, manfaat kortikosteroid hanya tampak ketika mereka diberikan sebelum
dosis pertama antibiotik, dan terbesar dalam kasus H. influenzae meningitis, kejadian yang
mengalami penurunan secara dramatis sejak pengenalan vaksin Hib.
18