DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal > 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (FK UNPAD, 2005).
Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Against Epilepsy
(Commission on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan
kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya. (IDAI, 2011)
EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan bentuk kejang yang sering dijumpai dan terjadi pada 25%
anak. Kejang demam tidak berhubungan dengan adanya kerusakan otak dan hanya sebagian
kecil saja yang akan berkembang menjadi epilepsi.Insiden kejang demam 2,2-5% pada anak
dibawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan
1,2-1,6 : 1. (IDAI,2011).
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak usia 6 bulan 5 tahun. Kejadian
kejang demam sederhana 80-90% dan kejang demam kompleks 20%. 8% kasus kejang
demam berlangsung lebih dari 15 menit dan 16% kasus berulang dalam 24 jam. (FK UNPAD,
2005)
ETIOLOGI
Kejang disertai demam dapat disebabkan oleh infeksi susunan saraf (meningitis,
ensefalitis, atau abses otak), epilepsi yang belum terdiagnosis yang dicetuskan oleh demam,
atau kejang demam sederhana. Yang disebutkan terakhir merupakan predisposisi genetik
terhadap kejang dicetuskan oleh demam yang sering didapatkan pada anak berusia 6 bulan
sampai 6 tahun. Keadaan ini terjadi pada 2% sampai 4% anak; sebagian besar antara usia 1
sampai 2 tahun (usia rata-rata 22 bulan).
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam, misalnya tonsilitis (peradangan pada amandel),
infeksi pada telinga, dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernapasan akut, otitis media akut,
pneumonia, gastroenteritis akut, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Soetomenggolo, 2000)
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko berulangnya kejang demam, adalah (1) riwayat kejang demam dalam
keluarga; (2) usia kurang dari 18 bulan; (3) temperature tubuh saat kejang, makin rendah
temperatur saat kejang makin sering berulang; dan (4) lamanya demam. Anak dengan kejang
demam kompleks hanya memiliki risiko 7% untuk mengalami kejang demam kompleks
kembali Adapun faktor risiko terjadinya epilepsy di kemudian hari adalah (1) adanya
gangguan perkembangan neurologis; (2) kejang demam kompleks; (3) riwayat epilepsy
dalam keluarga; dan (4) lamanya demam. Peluang terjadinya epilepsy 2% jika terdapat satu
faktor risiko dan 10% jika terdapat dua atau tiga faktor risiko. (IDAI, 2011)
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
tinggi rendahnya ambang kejang seeorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C
atau lebih. Dari kenyataan inilah dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Ilmu Kesehatan Anak FK UI,
2002).
MANIFESTASI KLINIK
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau
tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang demam diikuti hemiparesis
sementara (Hemeparesis Tood) yang berlangsung beberapa jam sampai hari. Kejang
unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang
berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Kejang berulang
dalam 24 jam ditemukan pada 16% paisen (Soetomenggolo, 2000).
Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila
suhu tubuh (dalam) mencapai 39C atau lebih. Kejang khas yang menyeluruh, tonik-klonik
beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pasca-kejang.
Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik yang memerlukan pengamatan menyeluruh (Nelson, 2000).
DIAGNOSA
Beberapa hal dapat mengarahkan untuk dapat menentukan diagnosis kejang demam
antara lain:
1. Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
Lama timbulnya dari demam ke kejang
Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan
anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi SSP (gejala ISPA, infeksi
demam
Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique,
Laseque
Pemeriksaan nervus kranial
6
papil edema
Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll
Pemeriksaan neurologi: tonus, motoric, reflex fisiologis, reflex patologis.
(IDAI, 2010).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain,
misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan, misalnya Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, morfologi sel, Na, K, Ca, klorida,
glukosa darah.
Pungsi lumbal
Indikasi pungsi lumbal adalah menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi
SSP (meningitis). Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
sulit untuk menentukan meningitis atau bukan hanya dari pemeriksaan neurologis, gejala
rangsang meningen seperti kaku kuduk dapat tidak ditemukan. Anjuran mengenai pungsi
lumbal pada kejang demam adalah:
1. Harus dilakukan pada bayi usia kurang dari 12 bulan yang mengalami kejang demam
pertama
2. Dianjurkan bayi 12 18 bulan
3. Tidak dilakukan secara rutin pada bayi usia lebih dari 18 bulan. Pungsi lumbal
dilakukan bila secara klinis dicurigai mengalami meningitis.
Elektroensefalografi
DIAGNOSA BANDING
ISPA
Pneumonia
Bronkitis, dan penyakit pencetus lainnya yang mungkin menimbulkan kejang demam
PENATALAKSANAAN
Biasanya kejang demam berlangsung singat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam
waktu 35 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau
8
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke
rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal
10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 48 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat
intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis
kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Pemberian diazepam dosis 0,3 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat demam dapat
menurunkan risiko berulangnya kejang demam. Dizepam dapat diberikan selama demam
(biasanya 2-3 hari).
Diazepam secara rektal juga dapat digunakan dengan dosis 5 mg untuk berat badan
kurang dari 10 kg, 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg.
Pemberian fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam (FK UNPAD, 2005).
Indikasi pemberian antikonvulsan rumat
Fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis dan asam valproate 20-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis terus menerus dapat digunakan untuk menurunkan risiko
berulangnya kejang demam. Antikonvulsan rumat diberikan selama 1 tahun.
Perlu dibertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian obat antikonvulsan
rumat. Efek samping yang harus diperhatikan pada pemakaian fenobarbital adalah penurunan
fungsi kognitif dan gangguan perilaku. Sedangkan asam valproate dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada anak kurang dari 2 tahun
disamping harga yang cukup mahal.
Antikonvulsan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut:
1. Kejang lama lebih dari 15 menit
2. Ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal/parsial
EDUKASI PADA ORANGTUA
10
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat kejang,
sebagian besar orangtua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus
dikurangi dengan cara:
1. Cegah Demam pada anak dan informasikan untuk memberikan diazepam oral saat
2.
3.
4.
5.
anak demam
Meyakinkan bahwa kejang demam pada umumnya mempunyai prognosis yang baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya
efek samping obat.
6.
7.
8.
9.
PROGNOSIS
Risiko berulangnya kejang demam
Kejang demam akan terjadi kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah:
1.
2.
3.
4.
dilaporkan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Behrman., Kliegman. & Arvin. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Poorwo, Sumarmo S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 59 62
Soetomenggolo TS. 2000. Kejang demam. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting.
________. 2005.Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Ed-3. Bandung : FK
UNPAD
________. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1. Jakarta:
PP IDAI
________. 2011.Kumpulan Tips Pediatri. Ed 2. IDAI
13