Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam
kompetensi, ketrampilan, dan sikap. Belajar juga merupakan aktivitas yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman. (Baharudin dan Wahyuni 2007:11).
Menurut Hilgrad dan Bower dalam Baharudin dan Wahyuni (2007:13)
menyatakan belajar adalah Belajar (to learn) memiliki arti:1) to gain knowledge,
comprehension, or mastery of trough experience or study; 2) to fix in the mind or
memory, memorize;3) to acquire trough experience;4) to become in forme of to find out.
Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau
menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan
mendapat informasi atau menemukan. Dengan demikian, belajar memiliki arti dasar
adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Selain itu pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik atau guru agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu
dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut aktivitas,
kreatifitas, dan kearifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta
didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan, secara efektif dan menyenangkan.
Dalam hal ini guru harus dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat
ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan
pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang
lalu. Guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran pemilihan dan penggunaan
media pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, keterampilan menilai
hasil belajar, serta memilih dan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran.
Dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua kegiatan yang sinergik, yakni guru
mengajar dan siswa belajar. Guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar.
Sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman
belajar sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, psikomotorik, dan
afektif. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang efektif
dan akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa
berada pada tingkat yang optimal.
Proses pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi yang
berkualitas. Oleh karena itu guru sebagai salah satu komponen penting keberhasilan
pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mampu
membangkitkan kemauan siswa untuk terus belajar.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, manusia saat ini
banyak dituntut untuk selalu ikut serta dalam perjalanan waktu yang semakin mutakhir.
Begitu juga dalam hal pendidikan, pembelajaran harus sudah mengadopsi kerangka

keilmuan modern dalam rangka mengejar kesetaraan dengan manusia di belahan dunia
lainnya. Guru yang biasanya dianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan sudah
seharusnya dirubah, yaitu dengan banyak menggunakan berbagai sumber yang dapat
menambah pengetahuan siswa.
Proses

pembelajaran

membutuhkan

metode

yang

tepat.

Kesalahan

menggunakan metode, dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang


diinginkan. Dampak yang lain adalah rendahnya kemampuan bernalar siswa dalam
pembelajaran matematika. Hal ini disebabkan karena dalam proses siswa kurang
dilibatkan dalam situasi optimal untuk belajar, pembelajaran cenderung berpusat pada
guru, dan klasikal. Selain itu siswa kurang dilatih untuk menganalisis permasalahan
matematika, jarang sekali siswa menyampaikan ide untuk menjawab pertanyaan
bagaimana proses penyelesaian soal yang dilontarkan guru.
Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah
mereka belum bisa menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana
pengetahuan itu akan digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi
dan motivasi diri belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka.
Para siswa kesulitan untuk memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep
matematika, fisika, atau biologi), karena metode mengajar yang selama ini digunakan
oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa
tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat berguna bagi kehidupan mereka di
masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di tempat kerja kelak. Oleh
karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi jawaban dari masalah
ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL).

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang


cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan
cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta
didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan
dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam
memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Menurut teori pembelajaran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika
siswa (peserta didik) memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa
sehingga dapat terserap kedalam benak mereka dan mereka mampu menghubungannya
dengan kehidupan nyata yang ada di sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan
bahwa pikiran secara alami akan mencari makna dari hubungan individu dengan
linkungan sekitarnya.
Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual
kegiatan pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di
laboratorium, tempat kerja, sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik
(guru) untuk pintar-pintar memilih serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul
berhubungan dengan kehidupan nyata, baik konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi,
kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang
dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna
antara ide-ide abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep

diinternalisasi melalui menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh,


kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana
kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan
untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin. Atau kelas biologi atau
kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan mempelajari penyebaran AIDS
atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Di Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir belum
menerapkan metode Contextual Teaching and Learning. Cara mereka memperoleh
informasi dan motivasi belum tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu
mereka.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di Sekolah
Dasar Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
B.

Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang di atas dapat diidentifikasi masalahnya sebagai

berikut :
1. Masih ada peserta didik yang kurang mengerti dengan apa yang mereka pelajari.
2. Masih kurangnya penerapan tentang metode yang tepat dalam penyampaian
pelajaran yang diajarkan.
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka rumusan masalahya adalah :


Bagaimanakah Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning
di Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir?

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektifitas Penerapan
Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di Sekolah Dasar Negeri Di
Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
E.

Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan memberi manfaat bagi pengembangan ilmu administrasi publik,
khususnya manajemen sumber daya manusia.
2. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penelitian
sendiri dan penelitian selanjutnya guna mengetahui Efektifitas Penerapan Model
Pembelajaran Contextual Teaching Learning di Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan
Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Efektifitas Pembelajaran
Untuk menciptakan efektivitas pembelajaran yang baik guru harus memiliki
kreatifitas, hal ini dapat menciptakan suasana belajar siswa yang menyenangkan.
Kreatifitas sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang
baru dan untuk mencapai tujuan yang lebih baik, baik berupa gagasan maupun karya
nyata, yang relatif berbeda dengan apa yangsudah ada sebelumnya.
Starawaji (2009) mengatakan efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
effective yang berarti berhasil, tepat atau mujur. Efektivitas menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai
tujuannya.

Slameto (2010:92) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif adalah


pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif. Pembelajaran akan efektif
jika waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru melakukan ceramah dan waktu yang
besar adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa.
Belajar yang efektif siswa berusaha memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa
bila seseorang mampu menciptakan masalah dan menemukan kesimpulan lebih lanjut
Slameto, mengemukakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi
beberapa syarat. Syarat-syarattersebut antara lain: (1) belajar secara aktif, baik secara
mental maupun fisik. (2) adanya variasi metode dalam pembelajaran, (3) adanya
motivasi, (4) kurikulum yang baik dan seimbang, (5) adanya pertimbangan perbedaan
individu (6) adanya perencanaan sebelum pembelajaran (7) adanya suasana yang
demoratis, (8) penyajian bahan pelajaran yang merangsang siswa untuk berfikir, (9)
interaksi semua pelajaran, (10) kaitan antara kehidupan nyata kehidupan sekolah,
(11) kebebasan siswa dalam interaksi pembelajaran, (12) pengajaran remedial.
Menurut Eggen dan Kauchak dalam Fauzi (2009) mengemukakan bahwa :
Pembelajaran

yang

efektif

apabila

siswa

secara

aktif

dilibatkan

dalam

pengorganisasian dan penentu informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif


menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya
meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan
berfikir siswa.
Keefektifan pembelajaran yang dimaksud di sini adalah sejauh mana
pembelajaran IPA berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang
dapat dilihat dari ketuntasan belajar.

Menurut Suryosubroto dalam Fauzi (2009) dalam agar pelaksanaan


pengajaran IPA efektif yang perlu diperhatikan adalah:
1.

Konsistensi kegiatan belajar dengan kurikulum dilihat dari

aspek: tujuan pembelajaran, bahan pengajaran, alat pengajaran yang digunakan ,


dan strategi evaluasi.
2.

Keterlaksanaan kegiatan belajar mengajar meliputi :

a)

Menyajikan alat, sumber dan perlengkapan belajar,

b)

Mengkondisikan kegitan belajar mengajar,

c)

Menggunakan waktu yang tersedia untuk kegiatan belajar mengajar

secara efektif,
d)

Motivasi belajar siswa

e)

Menguasai bahan pelajaran yang akan di sampaikan

f)

Mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar

g)

Melaksanakan komunikasi interaktif kepada siswa

h)

Melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar.

Dapat disimpulkan bahwa efektifitas guru mengajar nyata dengan


menyajikan kreatifitas guru yang sesuai materi pembelajaran dapat dilihat dari
keberhasilan siswa dalam menguasai apa yang diajarkan guru itu. Efektifitas
pembelajaran dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan, implementasi, dan
evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan fungsinya

masingmasing. Tinjauan utama efektifitas pembelajaran adalah kompetensi siswa.


Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada
sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
2. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Menurut Nurhadi (2004) mengungkapkan sistem kontekstual adalah suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat makna dalam
bahan yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks
kehidupannya sehari-hari.
Sementara The Washington State Consortium for Contextual Teaching and
Learning (Nurhadi, 2004:12), merumuskan pengajaran kontekstual adalah pengajaran
yang memungkinkan peserta didik memperkuat, memperluas, dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar di sekolah dan
diluar sekolah untuk memecahkan persoalan yang ada dalam dunia nyata. Nurhadi
(2004: 13) menyebutkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar pada
saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual
adalah suatu pembelajaran yang selalu berupaya untuk mengaitkan materi pelajaran
dengan dunia nyata siswa sehingga nantinya diharapkan siswa akan dapat lebih
mudah memahami materi pelajaran tersebut dan dapat memahami masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dan sekaligus mampu memecahkan masalah
tersebut dengan menerapkan materi yang telah diperolehnya di sekolah.
3. Pengertian Pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)

Menurut KUBI dalam Kesuma dkk (2010:57) kata kontekstual (contextual)


berasal dari kata context yang berati hubungan, konteks, suasana dan keadaan
(konteks). Sehingga Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diartikan
sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara
umum contextual mengandung arti: yang berkenan, relevan, ada hubungan atau
kaitan langsung, mengikuti konteks; yang membawa maksud, makna, dan
kepentingan.
Menurut Depdiknas dalam Kesuma (2010:58) mengemukakan bahwa
Contextual Teaching and Learning adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Howey R, Keneth dalam bukunya Rusman (2010:190) mengatakan bahwa
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah pembelajaran yang
memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman
dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk
memecahkan masalah yang bersifat simulatif atau nyata, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama.
Belajar melalui apa yang dialami dan apa yang dipelajari akan lebih bermakna
jika dibanding dengan pembelajaran yang berorientasi penguasaan materi.
Pembelajaran yang berorientasi dengan penguasaan materi telah terbukti berhasil
dalam evaluasi dalam jangka pendek tetapi gagal dalam membekali peserta didik
memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang.
Dari devinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan Contextual
Teaching and Learning disingkat menjadi CTL adalah suatu pendekatan yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Landasan filosofis CTL adalah kontruktivisme yang menekankan bahwa
belajar tidak hanya sekedar menghafal,tetapi mengkontruksiksan atau membangun
pengetahuan dan ketrampilan baru lewat fakta-fakta yang dialami (Muslich 2004:41).
Konteks yang bermakna lebih dari sekedar kejadian-kejadian yang terjadi disuatu
tempat dan waktu. Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan
menolong siswa melihat makna dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan
cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian
mereka yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.
Sistem CTL menurut Johnson dalam Syaiful Sagala (2010:67) merupakan
proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam
materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek
akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem
tersebut meliputi delapan komponen berikut: membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur
sendiri, melakukan kerjasama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk
tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian
autentik.
Tujuan pembelajaran kontekstual menurut Khilmiyah dalam Tukiran, Mifta
(2011:50) adalah untuk membekali peserta didik berupa pengetahuan dan
kemampuan (skiil) yang lebih realitis karena inti pembelajaran ini adalah untuk
mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini

diusahakan teori yang dipelajari teraplikasi dalam situasi yang riil. Bagi guru metode
ini membantu untuk mengaitkan materi yang diajarkan dengan dengan dunia nyata
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan sebelumnya (pior
knowledge) dengan aplikasinya dalam kehidupan mereka di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan
contextual teaching and learning (CTL) merupakan konsep belajar dimana guru
menghadirkan situasi nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa.
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah salah satu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu
diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena
siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya, pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademik mereka dalam berbagai macam
tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu, siswa dilatih
untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi.
Bila pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) diterapkan
dengan benar, diharapkan siswa akan berlatih untuk dapat menghubungkan apa yang
diperoleh dikelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada dilingkungannya. Untuk
itu, guru perlu memahami konsep pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) terlebih dahulu dan dapat menerapkannya dengan benar. Agar siswa dapat

belajar lebih efektif, guru perlu mendapat informasi tentang konsepkonsep


pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dan penerapannya.
Karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL,
antara lain:
a.

Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan

yang sudah ada (activating knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak
terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki
keterkaitan satu sama lain.
b.

Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh

dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu


diperoleh secara dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya,
c.

Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan

yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan yakini, misalnya
denagn cara meminta tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang
diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
d.

Mempraktikkan

pengetahuan

dan

pengalaman

tersebut

(applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus


dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan
perilaku siswa.
e.

Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap straregi pengembangan

pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.

4. Konsep Dasar Setrategi Pembelajaran CTL


CTL adalah suatu pendekatan yang menekankan pada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Menurut Joko dalam
(www.wordpress.com) Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami :
1.

CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk

menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses


pengalaman secara langsung.
2.

CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan

antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa
dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan
mudah dilupakan.
3.

CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami


materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat
mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari hari.
4.

Pendekatan

kontekstual

(Contextual

Teaching

and

Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan


antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan


masyarakat. CTL dapat merangsang siswa belajar aktif, dapat menimbulkan
motivasi pada siswa untuk belajar, belajar berpikir kritis, melatih siswa untuk
berkomunikasi, membantu siswa dalam mempertajam pelajarannya, melatih
siswa percaya diri, dan lain sebagainya. Pembelajaran kontekstual (CTL)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
5. Komponen P embelajaran Contextual Teaching Learning (CTL)
Ada tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dikelas. Ketujuh komponen
itu adalah Konstruktivisme, bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry),
masyarakat belajar (Learning Comunity), pemodelan (Modelling), Refleksi
(Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Sebuah kelas
dikatakan menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) jika
menerapkan komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Keterkaitan ketujuh komponen tersebut digambarkan dalam bagan berikut ini:
Gambar 1 Komponen contextual teaching and learning

Dari masing-masing komponen terebut akan dijelaskan dalam uraian berikut


ini:
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan
baru

dalam

struktur

kognitif

anak

berdasarkan

pengalaman.

Menurut

konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi


dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan
terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan
kemampuan subjek untuk menginterpretasikan objek tersebut. Kedua faktor itu
sama penting, dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statis tetapi bersifat
dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta konsep atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
b.Inkuiri
Inquiri Artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan
penemuan melalui proses berpikir secara sistimatis. Pengetahuan bukanlah
sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan
sendiri.
Inquiri pada dasarnya adalah suatu ide yang komplek, yang berarti banyak
hal bagi banyak orang, dalam banyak konteks. Inquiri adalah proses pembelajaran
didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis.

Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari
proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru
bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi
merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri
materi yang dipahaminya. Belajar pada dasarnya merupakan proses mental
seseorang yang tidak terjadi secara mekanis. Melalui proses mental itulah
diharapkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional
maupun pribadinya.
Proses inquiri dapat dipakai dalam berbagai topik mata pelajaran. Secara
umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
1. Merumuskan masalah,
2. Mengajukan hipotesis.
3. Mengumpulkan data.
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
5. Membuat kesimpulan.
Penerapan asas ini dapat dipakai dalam proses proses contextual teaching
and learning (CTL), dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas
yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa harus didorong untuk menemukan
masalah. Apabila masalah telah dipahami dengan batasan-batasan yang jelas,
selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis atau jawaban sementara sesuai
dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis itulah yang akan menuntut
siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Manakala
data telah terkumpul selanjutnya siswa dituntut untuk menguji hipotesis sebagai
dasar dalam merumuskan kesimpulan. Asas menemukan seperti ini, merupakan
asas yang penting dalam pembelajaran contextual teaching and learning (CTL).

Melalui proses berfikir yang sistematis diatas, diharapkan siswa memiliki sikap
ilmiah, rasional, dan logis, yang kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar
pembentukan kreativitas. Siklus yang terdiri dari mengamati, bertanya,
menganalisis, dan menemukan teori. Baik perorangan maupun kelompok.
1. Diawali dengan pengamatan, lalu berkembang untuk memahami konsep atau
fenomena.
2. Mengembangkan dan menggunakan ketrampilan berfikir kritis.
c. Bertanya (questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat
dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu. Sedangkan
menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna
untuk:
a.

Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi

pelajaran
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c.

Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

d. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.


e.
d.

Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.


Masyarakat belajar
Dikutip oleh Wina sanjaya dari Leo Semenovich Vygotsky, seorang

psikolog Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang


banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin
dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep
masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh

melalui kerja sama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dengan
berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar formal maupun dalam lingkungan
yang terjadi secara alamiah.
e. Permodelan (modeling)
Permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
yang dapat dicontoh siswa.Yang dimaksud dengan asas Modelling adalah proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan
sebuah alat, atau bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing, guru olah raga
memberikan contoh bagaimana cara melempar bola, guru kesenian memberi
contoh bagaimana cara memainkan alat musik, guru biologi memberikan contoh
bagaimana cara menggunakan thermometer dan lain sebagainya.
Proses modelling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru
memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalkan siswa yang
pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan
kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap
sebagai model. Modelling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL), sebab melalui modelling siswa dapat
terhindar dari pembelajaran yang teoritis abstrak yang dapat memungkinkan
verbalisme.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang
dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa
pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu
akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi

bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui proses refleksi
siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuk, atau menambah
khazanah pengetahuannya.
g.Penilaian nyata (authentic assessment)
Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh
perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh
aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek
hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian penilaian
nyata.

B.

Penelitian Terdahulu Yang Relevan


Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan penulis lakukan

adalah penelitian dari Rintar, dengan judul : Efektifitas Pengunaan Model


Pembelajaran Contextual Teaching Learning Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada
Mata Pelajaran Kerja Bangku di SMK, yang narasinya sebagai berikut : Penelitian ini
merupakan penelitian quasi experiment yang dilakukan di SMK Muhammadiyah 1
Salam pada kelas X Teknik Pemesinan dengan kelas X MP A sebagai kelas eksperimen
dan kelas X MP B sebagai kelas kontrol. Kelas X MP A sebagai kelas eksperimen
mengalami perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran CTL dalam kegiatan
belajar mengajarnya, sedangkan kelas X MP B sebagai kelas kontrol tetap menggunakan
strategi pembelajaran ceramah, mencatat dan tanya jawab (metode belajar konvensional)
dalam kegiatan belajar mengajarnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
efektivitas penggunaan model pembelajaran contextual teaching learning terhadap
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran kerja bangku di SMK Muhammadiyah 1

Salam, sekaligus untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa pada kelas kontrol
dan kelas eksperimen. Hasil penelitian menunjuukan bahwa : Prestasi siswa pada kelas
kontrol yang menggunakan model pembelajaran ceramah (konvensional) kurang
memuaskan. Hal ini terlihat pada nilai rata-rata kelas 75,03. Nilai tengah dari data
tersebut adalah pada nilai 75,62. Nilai terbanyak yang diperoleh adalah pada pada nilai
74. Prestasi siswa pada kelompok eksperimen yang menggunakan pembelajaran model
CTL cukup memuaskan terbukti dengan perolehan nilai rata-rata 81,44. Nilai tengah dari
data tersebut adalah pada nilai 83. Nilai terbanyak yang diperoleh adalah pada pada nilai
86. Terdapat perbedaan antara hasil belajar kelompok eksperimen dengan menggunakan
pembelajaran model CTL dan kelompok kontrol dengan menggunakan pembelajaran
ceramah (konvensional)

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Perspektif Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Menurut
Bigdan dan Taylor (2000:3) bahwa metode kualitatif merupakan prosedur penelitian
yang menhasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari
orang-orang dan prilaku yang diamati.
Dengan menggunakan pengukuran data kualitatif, diharapkan peneliti dapat
mempelajari sedalam-dalamnya fenomena sosial yang terjadi, dalam hal ini adalah
fenomena sumber daya manusia yang diharapkan dapat memberikan gambaran
tentang Efektifitas Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di
Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
Metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sesuatu yang tengah
berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu (Surakhmad, 1994:27). Lebih jauh metode ini bertujuan untuk menjawab
pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada saat sedang berlangsungnya proses riset.
Metode ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang

lain. Ia pun memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi


perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai
masalah.

B. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu jenis penelitian
yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status atau gejala yang
ada yakni keadaan menurut gejala apa adanya. Penelitian yang dimaksud tidak hanya
terbatas pada pengumpulan data tetapi juga meliputi analisis dan interpretasi tentang
arti data tersebut. Penelitian deskriptif pada umumnya merupakan penelitian non
hipotesis, sehingga dalam penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis (Suharsimi
Arikunto, 1996:245)
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan maka dalam penelitian ini
akan difokuskan pada permasalahan sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Fokus
menurut Moleong (1997:2) adalah bagian masalah yang dirumuskan.
Adapun dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Efektifitas
Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di Sekolah Dasar
Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012:38)

Menurut Hatch dan Faraday (Sugiono, 2012:20), variabel dapat didefinisikan


sebagai atribut dari seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang
dengan yang lain atau objek dengan objek yang lain.
1. Klasifikasi Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2012:38).
Variabel dalam penelitian ini berupa variabel mandiri yaitu Efektifitas
Penerapan Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning di Sekolah Dasar
Negeri Di Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir. Variabel ini bersifat
mandiri karena tidak mempengaruhi dan dipengaruhi atau dihubungkan dengan
variabel lain
2. Definisi Konseptual
a.

Contextual teaching learning (CTL) adalah konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.5
Pengetahuan dan keterampilan siswa dapat diperoleh dari usaha siswa
mengkontruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia
belajar.
b. Starawaji (2009) mengatakan efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
effective yang berarti berhasil, tepat atau mujur. Efektivitas menunjukkan taraf
tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai
tujuannya. Slameto (2010:92) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif.

Pembelajaran akan efektif jika waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru
melakukan ceramah dan waktu yang besar adalah untuk kegiatan intelektual
dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa. Belajar yang efektif siswa berusaha
memecahkan masalah termasuk pendapat bahwa bila seseorang mampu
menciptakan masalah dan menemukan kesimpulan.
3. Definisi Operasional
Definisi operasional diartikan oleh Sofian Effendi dalam Singarimbun
(2005:46-47) : Semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu
variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu
penelitian lain yang inginmenggunakan variabel yang sama.
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini mengacu pada teori
efektifitas, secara rinci tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel 2
Variabel, Dimensi dan Indikator Penelitian
Variabel
Efektifitas
Penerapan
Model
Pembelajaran
Contextual
Teaching
Learning

D. Unit Analisis

Dimensi
1. Kinerja

2. Manfaat

Indikator
Cara penyampaian metode
pembelajaran
Kemampuan guru dalam
menyampaikan mata pelajaran
Kemampuan peserta didik
dalam memahami pelajaran
Seberapa besar pengaruh
penerapan CTL terhadap siswa
Penerimaan siswa pada
metode CTL

Yang dimaksud unit analisis dalam penelitian ini adalah lembaga dan individu. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Pemulutan
Kabupaten Ogan Ilir.

E. Informan Kunci
Dalam suatu penelitian kulitatif, peranan informan sangat begitu penting,
karena dari informan lah semua data penelitian dapat diperoleh dengan akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan, (Setiaji, 2004:7).
Informan adalah orang yang dinilai paling mengetahui tentang objek
permasalahan yang sedang diteliti yaitu : kepala sekolah, guru, murid SD N dan orang
tua murid.
F. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.

Kualitatif, yaitu data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang

mengandung makna.
b. Kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk angka-angka.
2. Sumber Data
Berkenaan dengan itu, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian
oleh peneliti perorangan maupun organisasi.
2. Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek
penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh

pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun non
komersial.

G. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dipergunakan guna memperoleh informasi dalam penelitian
ini diantaranya meliputi :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di lapangan
terhadap fenomena yang terjadi pada saat proses penelitian sedang berlangsung.
Pengamatan dilakukan dengan cara mengkaitkan dua hal, yaitu : informasi
(apa yang terjadi) dengan konteks (hal-hal yang berkaitan disekitarnya) sebagai
proses pencarian makna.
Menurut Nasution (1998:58), informasi yang terlepas dari konteksnya
akan kehilangan makna yang berarti. Observasi ini menyangkut pula pengamatan
aktifitas atau kondisi prilaku (behavioral observation) maupun pengamatan non
perilaku (non behavioral observation). Dengan pengamatan ini diharapkan dapat
mencatata pristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proposional
maupun pengetahuan yang langsung diperoleh dari data; memahami situasisituasi sulit yang berkembang di lapangan; dan sebagai re-check data yang ada
sebagaimana dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (dalam Meleong,2001:125126).
Selain itu menurut Patton (dalam Meleong, 2001:129) dalam pengamatan
dibutuhkan jugasentizising concept (konsep yang dirasakan) yang memberikan

kerangka dasar guna menarik inti penting dari suatu pristiwa, kegiatan atau
prilaku tertentu.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu usaha untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan dan untuk
dijawab secara lisanpula melalui tanya jawab yang terarah. Peneliti berpedoman
kepada pertanyaan-pertanyaan baru.
Validitas penelitian terletak pada kedalaman menggali informasi yang
mencakup beberapa hal, yaitu : pertanyaan deskriptif, pertanyaan komparatif dan
pertanyaan analisis.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan, meneliti dokumen-dokumen, catatan-catatan, arsip-arsip serta
laporan penelitian yang sudah ada sehingga dapat menunjang pelaksanaan
penelitian ini dari sumber-sumber resmi yang dapat dipertanggung-jawabkan.
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis model
interaktif (interactive model of analisys) yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman (1992:15).
Teknik analisis data model interaktif berlangsung dalam tiga tahap berikut :
1. Reduksi Data
Reduksi data dimaksudkan untuk menyusun data hasil wawancara ke dalam
bentuk uraian secara lengkap dan rinci. Kemudian kepadanya dilakukan reduksi
atau pemilihan data yang berkaitan dengan pokok atau penting yang hanya
berkaita dengan permasalahan penelitian.

Reduksi data dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung


sehingga dapat disusun hasil wawancara (hasil penelitian) secara lengkap.

2. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dibuat guna memeudahkam peneliti dalam melihat
keseluruhan data hasil wawancara atau melihat bagian khusus dari hasil
wawancara.
Dalam penelitian ini, penyajian data disusun dalam bentuk teks naratif (kumpulan
kalimat) yang dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam
suatu bentuk yang mudah dibaca atau diinterpretasikan.
Dengan cara ini peneliti dapat melihat apa yang sedang terjadidan dapat menarik
kesimpulan secara tepat.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian
dan verifikasi dilakukan guna perbaikan dan pencocokan data secara teus menerus
selama proses penelitian berlangsung.
Pada penelitian ini, kegiantan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan suatu siklus kegiatan yang
interaktif dan komprehensif yang dilakukan secara teliti dan rinci sehingga
diperoleh hasil penelitian yang akurat.
I.

Rencana Sistematika Laporan


Sistematika penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai
berikut :

BAB I

: Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,


dan manfaat penelitian.
BAB II

: Tinjauan pustaka, yang berisi landasan teori yang

digunakan dalam pembahasan penelitian ini.


BAB III

: Metodologi penelitian, yang berisi perspektif

pendekatan penelitian, ruang lingkup penelitian, variabel penelitian,


unit analisis, informan, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan
data, dan rencana sistematika laporan.
BAB IV

: Deskriptif wilayah penelitian, yaitu gambaran umum

/ keadaan umum dari lokasi penelitian.


BAB V

: Hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian,

merupakan inti dari penulisan laporan penelitian ini.


BAB VI
dari penulisan

: Kesimpulan dan saran, yang merupakan begian akhir


laporan ini.

Anda mungkin juga menyukai