Anda di halaman 1dari 28

AWASLU

B
BULETIN

EDISI 08, AGUSTUS 2014

Badan Pengawas Pemilihan Umum

Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014

Pengadilan terhadap Proses


Demokrasi Indonesia

Bawaslu
Peringati HUT
Kemerdekaan RI
ke-69

Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak

Mengawasi Pemilu,
Menjaga Integritas,
Netralitas, dan
Objektifitas

MK Putuskan
Tolak Seluruh
Permohonan
Prabowo-Hatta

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Sengketa Pilpres dan Pengadilan Demokrasi

Di sisi lain, KPU yang mengklaim


sudah bekerja berdasarkan
AWASLU
aturan dan tidak melakukan kecurangan apalagi manipulasi
Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014
pun ikut menyerahkan barang Pengadilan terhadap Proses
buktinya. Keterangan dan alat
Demokrasi Indonesia
bukti itu juga mendapat dukungan dari pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Di tangan MK, harga diri dan
nama baik demokrasi dipertaruhkan. Di palu mahkamah, kinerja KPU dan Bawaslu sebagai
penyelenggara pemilu dibuktikan kebenarannya. Maka, suatu
kelegaan bagi penyelenggara
pemilu tatkala MK akhirnya memutuskan menolak gugatan
sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres
2014.
Kelegaan itu tentu bukan lantaran memihak salah salah
satu pihak peserta pemilu. Kelegaan itu berarti penyelenggara
pemilu telah berhasil mengawal suara rakyat untuk menentukan pemimpinnya lima tahun ke depan.

BULETIN

Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan hasil


Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. Pasangan calon presiden dan
calon wakil presiden nomor urut 2 Joko Widodo - Jusuf Kalla
dinyatakan sebagai pemenang pemilu berdasarkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pilpres 2014.
Tetapi, meski sempat meminta publik untuk menunggu hasil resmi pilpres versi KPU, masih ada pihak yang tidak menerima keputusan KPU tersebut. Tim pasangan calon nomor urut
1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menuding ada kecurangan
yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif yang
melibatkan penyelenggara pemilu. Kecurangan itu disebut
sebagai penyebab kekalahan Prabowo-Hatta pada perhelatan
demokrasi yang puncaknya digelar 9 Juli lalu.
Masih dalam suasana Idul Fitri 1435 Hijriah, Mahkamah
Konstitusi bersidang. Sejak pagi hingga malam hari sidang
digelar untuk mencari pihak mana yang memang benar berdasarkan hukum. Kebenaran demokrasi seakan-akan sedang
diadili di ruang sidang MK di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Pihak penggugat dan pihak yang digugat saling adu argumentasi dan alat bukti. Tim Prabowo-Hatta menyerahkan sedikitnya 60 alat bukti untuk mendukung kebenaran versinya.

Bawaslu
Peringati HUT
Kemerdekaan RI
ke-69

EDISI 08, AGUSTUS 2014

Badan Pengawas Pemilihan Umum

Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak

Mengawasi Pemilu,
Menjaga Integritas,
Netralitas, dan
Objektifitas

MK Putuskan
Tolak Seluruh
Permohonan
Prabowo-Hatta

Salam Awas

Daftar isi:

BADAN

UM

UM
SI
IK INDO

A S L U

BL

RE

Divisi Update
Divisi Organisasi dan SDM
Bawaslu Gelar Rakor Persiapan Evaluasi Pengawasan Pemilu di
Luar Negeri ..................................................................................................... 15
Divisi Pengawasan
Bawaslu Evaluasi Program Pengawasan Pemilu ............................. 17
Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
Sidang Sengketa PHPU Pilpres di Makamah Konstitusi ..... 18
Sudut Pandang
Pengawas Pemilu Berperan terhadap Perkembangan
Demokrasi Indonesia .............................................................................. 20
Putusan MK dan DKPP TIdak BIsa Dibandingkan ..................... 21
Ekspose Daerah ............................................................................................ 22
Hentikan Perkara Wabup, Bawaslu Jateng Sayangkan
Sikap Polres Purbalingga ................................................................... 22
Ketua Bawaslu Apresiasi Sentra Gakkumdu Sulteng ........ 24
Masyarakat Kaltim Menolak Pilkada Melalui DPRD ................ 24
Galeri ................................................................................................................ 24

Buletin BAWASLU ini diterbitkan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum, sebagai wahana informasi kepada
khalayak serta ajang komunikasi keluarga besar pengawas Pemilu di seluruh tanah air. Terbit satu bulan sekali.

AS PEMIL
AW
IH
A
NG

PE

Dari Redaksi ................................................................................................... 2


Laporan Utama
Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014, Pengadilan terhadap
Proses Demokrasi Indonesia.................................................................... 3
Opini
Pilpres yang Menguras Emosi ...................................................... ...... 6
Sorotan
Noken dalam Pemilu di Indonesia .................................................... 8
Kekurangan Pemilu Bukan Berarti Kecurangan ......................... 9
Investigasi
Kontroversi Pembukaan Kotak Suara oleh KPU Tanpa
Perintah MK .................................................................................................. 11
Bawaslu Terkini
Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi Nama Baik Pimpinan
Bawaslu RI ................................................................................................... 12
Profil Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak
Mengawasi Pemilu, Menjaga Integritas, Netralitas dan Objektivitas
.............................................................................................................................. 14

Penerbit: Bawaslu RI Pengarah: Dr. Muhammad, S.IP., MSi, Nasrullah, SH., Endang Wihdatiningtyas, SH., Daniel Zuchron, Ir. Nelson
Simanjuntak ; Penanggung jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si Redaktur: Jajang Abdullah, S.Pd, M.Si, Tagor Fredy, SH, M.Si, Drs.
Hengky Pramono, M.Si, Ferdinand ET Sirait, SH, MH, Pakerti Luhur, Ak, Nurmalawati Pulubuhu, S.IP, Raja Monang Silalahi, S.Sos, Hilton
Tampubolon, SE, Redaktur Bahasa: Saparuddin, Ken Norton Pembuat Artikel: Falcao Silaban, Christina Kartikawati, Muhammad Zain,
Ali Imron, Hendru, Irwan; Design Grafis dan Layout: Christina Kartikawati, Muhammad Zain, Muhtar Sekretariat: Tim Sekretariat Bawaslu
Alamat Redaksi: Jalan MH. Thamrin No. 14 Jakarta Pusat, 10350. Telp./Fax: (021) 3905889, 3907911. I www.bawaslu.go.id

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Sengketa Hasil Pemilu Presiden 2014

Pengadilan terhadap
Proses Demokrasi Indonesia

MUHTAR

Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi

Pemilu Presiden dan Wakil


Presiden (Pilpres) 2014 menjadi hajatan demokrasi yang
menyedot banyak energi.
Semakin hari suhu politik
Indonesia semakin panas. Bukan cuma media massa, media
sosial pun dipenuhi bahasan
politik mulai dari proses penyelenggaraan Pemilu oleh
penyelenggara Pemilu hingga
kabar soal kandidat.

anya diikuti oleh dua pasangan


calon disinyalir sebagai alasan
mengapa Pilpres 2014 menjadi
pemilu yang paling panas sepanjang sejarah demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998. Adalah Prabowo Subianto
dan Hatta Rajasa sebagai pasangan
calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1. Sedangkan peserta nomor
urut 2 adalah pasangan Joko Widodo
dan Jusuf Kalla.
Prasangka dan curiga kerap mendorong kedua belah pihak saling lapor.
Tak ayal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun kebanjiran laporan. Anggota
Bawaslu Nelson Simanjuntak sempat
berkelakar, fenomena saling lapor antar-kedua pasangan calon presiden dan
wakil itu memiliki sisi positif. Keduanya jadi saling mengawasi, katanya.
Tetapi, peserta pilpres bukan hanya
mencurigai lawan politiknya. Penyelenggara pemilu juga turut dicurigai.

Independensi dan netralitas Komisi


Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu
dipertanyakan. Tidak jarang, tim sukses
pasangan calon akan menuduh lawan
politiknya bekerja sama melakukan kecurangan dengan penyelenggara pemilu
setempat jika di suatu daerah pasangan
yang diusungnya kalah suara.
Misalnya, tim Prabowo-Hatta yang
menuding adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres di Papua karena
adanya penggunaan sistem noken. Di
wilayah-wilayah yang menerapkan noken, pasagan Jokowi-JK menang.
Di sisi lain, tim pasangan Jokowi-JK
menuding kubu Prabowo-Hatta melakukan kecurangan di wilayah Madura,
Jawa Timur hingga dapat menang telak
di wilayah tersebut.
Atas dasar kecurigaan dan barang
bukti yang dimilikinya, tim PrabowoHatta pun menggugat KPU sebagai pihak yang berwenang menetapkan hasil

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Sambungan: Sengketa Hasil ....


pilpres. Dalam Surat Keputusan KPU
Nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014,
KPU menetapkan, pasangan PrabowoHatta memperoleh 62.576.444 suara
atau 45,85 persen sedangkan JokowiJK memperoleh 70.997.833 suara atau
53,15 persen.
Selasa, 25 Juli 2014 malam, beberapa jam menjelang penutupan pendaftaran gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), Prabowo, Hatta
bersama dengan tim hukumnya dan sejumlah perwakilan dari Partai Koalisi,
resmi untuk mendaftarkan gugatan pemilu presiden yang dilaksanakan 9 Juli
lalu.
Kuasa hukum tim Prabowo-Hatta,
Didi Supriyanto mengatakan, pihaknya
menemukan adanya pelanggaran pemilu
yang tersebar di 33 provinsi. Dia mengklaim terjadi kecurangan di 52 ribu tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh
Indonesia yang melibatkan 21 juta suara.
Dia bahkan menyatakan optimistis
bisa membuktikan kecurangan yang
dilakukan penyelenggara pemilu yang
dilakukan secara terstruktur, sistematis
dan massif.
Kalau data memang itu valid karena
memang itu data orisinil yang kita dapat
langsung dari KPU. Itu ada pelanggaran-pelanggaran yang sifatnya sporadis
ada beberapa daerah yang terkait dengan kepala daerah, di beberapa daerah
ada rekomendasi Bawaslunya tidak dilaksanakan, ada yang harus pemungutan
suara ulang tetapi tidak dilaksanakan
dan lain sebagainya. Jadi memang berbagai macam temuan temuan di lapangan yang kami sampaikan ke Mahkamah
Konstitusi ini, kata Didi Supriyanto.
Di sisi lain, Panitera MK Kasianur
Sidauruk mengatakan, tim PrabowoHatta menyerahkan 60 alat bukti dalam
tiga bundel dokumen saat pendaftaran
gugatan. Alat bukti yang diserahkan
antara lain foto, surat teguran, rekomendasi Bawaslu pada KPU dan beberapa
alat bukti lainnya. Alat bukti ini masih
mungkin ditambah saat dalam persidangan.
Dalam gugatannya, kubu PrabowoHatta meminta MK membatalkan surat

Kalau data memang


itu valid karena memang
itu data orisinil yang kita
dapat langsung dari KPU.
Itu ada pelanggaranpelanggaran yang
sifatnya sporadis ada
beberapa daerah yang
terkait dengan kepala
daerah, di beberapa
daerah ada
rekomendasi Bawaslunya tidak dilaksanakan,
ada yang harus
pemungutan suara
ulang tetapi tidak
dilaksanakan dan lain
sebagainya. Jadi memang
berbagai macam temuan
temuan di lapangan
yang kami sampaikan ke
Mahkamah Konstitusi
ini,

Didi Supriyanto

keputusan KPU yang memenangkan


Jokowi-JK dengan mengubah perolehan
suara menjadi 67.139.153 suara untuk
Prabowo-Hatta dan 66.435.124 suara
untuk Jokowi-JK. Sehingga total pemilih sah sebanyak 133.574.277 suara.
Jika MK berpendapat lain, penggugat memohon MK memerintahkan
pemungutan suara ulang di beberapa

wilayah yang mereka nilai bermasalah


di 5.349 TPS yang tersebar di Provinsi
Jawa Timur seperti Surabaya, Sidoarjo,
Malang, Kota Batu, Jember, dan Kabupaten Banyuwangi. Pemungutan suara
ulang juga diminta dilakukandi TPS
Nias Selatan, dua TPS di Kabupaten
Gianyar-Bali, kemudian di Papua di 14
kabupaten yang memakai noken dan di
Papua Barat.
Terkait sistem noken, MK menyatakan, penggunaan sistem itu sah.
Penggunaan sistem noken adalah sah
menurut hukum karena dijamin UUD,
kata Hakim MK Wahidudin Adams, Kamis (21/8/2014). Dalam masa transisi
noken atau sistem ikat suara masih bisa
dibenarkan. Tetapi harus dikondisikan
penyelenggara secara tertib dan disaksikan saksi atau kepala suku.
MK menilai sistem noken sesuai
dengan putusan MK sebelumnya yang
telah mengizinkan penggunaan noken
di beberapa daerah di Papua. Dan sistem
noken juga kerap digunakan saat Pemilihan Kepala Daerah Papua. Menimbang
berdasarkan diatas penilaian dengan
sistem noken dalam PHPU presiden di
Papua, Mahkamah berpandangan mahkamah menghormati sistem ikat dan noken, ujar Adam.
Selain keberatan soal noken, tim
Prabowo-Hatta menuding, KPU telah
melakukan kecurangan yang merugikan
pihaknya. Di sisi lain Bawaslu dituding mendiamkankecurangan tersebut.
dugaan kecurangan yang disampaikan
pemohon adalah kasus pembukaan
kotak suara oleh KPU sebelum diperintahkan MK. Namun, keberatan itu
dimentahkan MK. MK berpendapat,
pembukaan kotak suara sudah dilakukan
dengan transparan dan akuntabel sesuai
dengan Pasal 326 ayat (2) dan ayat (4)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang MK. Pasalnya, Pembukaan kotak suara oleh KPU telah mengundang
para saksi dan pihak kepolisian.
Di sisi lain, Komisioner KPU Sigit
Pamungkas menyampaikan, pembukaan
kotak suara dapat dipertanggungjawabkan. Berita acara dari pembukaan kotak
suara bisa menjadi dasar pertanggungjawaban langkah KPU itu.

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

MUHTAR

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah (kanan) dan Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak hadir dalam Sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi
Apakah pembukaan kotak suara
itu hasilnya bisa dipertanggungjawabkan atau tidak? Ada berita acara yang
menunjukkan pembukaan itu adalah pekerjaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Maka ini tidak melanggar dimensi
etis tata kelola yang baik yang dijabarkan dalam peraturan tentang kode etik,
tutur Sigit.
Bawaslu juga tidak luput dari tudingan melakukan kecurangan. Hal itu
segera dibantah Nelson Simanjuntak.
Menurut Nelson, lembaganya sudah
memetakan potensi pelanggaran, termasuk yang dilakukan kepala daerah.
Terstruktur itu harus ada tindakan dari
orang yang bersifat struktural, tapi kami
tak terima laporan, ujarnya.
Hampir dua pekan persidangan berlangsung, pemohon dan termohon saling adu alat bukti. Sebagai termohon,
KPU juga didukung alat bukti yang
diajukan Bawaslu baik di tingkat pusat
maupun daerah. Atas dasar alat bukti
dan keterangan saksi di persidangan,
MK akhirnya memutuskan menolak seluruh permohonan kubu Prabowo-Hatta.
Terhadap dalil pengabaian Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4)
dalam penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih tetap

(DPT), MK menilai, DPT telah melalui


proses pemutakhiran dari tingkat bawah
sampai pada struktur yang tertinggi.
Apabila ada keberatan mengenai
DPT, seperti penambahan dan modifikasi jumlah pemilih, seharusnya permasalahan diselesaikan penyelenggara
dan peserta melalui mekanisme yang
menurut hukum tersedia pada tahap-tahap sebagaimana diuraikan di atas, ujar
hakim anggota Maria Farida Indrati saat
membacakan pertimbangan hakim.
Terkait dalil Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb), Mahkamah
berpendapat, warga negara yang dapat
memilih adalah yang terdaftar dalam
DPT. Permasalahannya ada warga negara yang secara hukum telah memenuhi
syarat untuk memilih, tetapi tidak terdaftar dalam DPT. Mahkamah pun
mengutip Pasal 27 ayat (1) UUD 1945,
pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-VII/2009, bertanggal 6 Juli 2009, dan Peraturan KPU.
DPTb, DPK, dan DPKTb yang diatur dalam PKPU harus dinilai sebagai
implementasi penyelenggaraan Pemilu
dalam rangka memenuhi pelaksanaan
hak konstitusional warga negara untuk
memilih. Secara materiil, DPTb, DPK,
dan DPKTb yang diatur dalam PKPU

tidak bertentangan dengan hukum atau


konstitusi, kata dia.
Terkait dalil ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif yang
berupa mobilisasi pemilih di 46.013
TPS, Mahkamah menilai seluruh TPS
yang dipersoalkan oleh Pemohon tidak
terkait dengan perselisihan hasil perolehan suara.
Putusan MK tersebut mengukuhkan
bahwasanya demokrasi di Indonesia semakin menunjukkan kematangannya.
Kekurangan dalam hal penyelenggaraan
adalah hal yang sulit dihindari. Namun
tentu kekurangan tidak serta merta berarti kecurangan.
Semua pihak, baik yang menang
maupun kalah, diminta untuk menerima
dan menghormati putusan MK dengan
legowo. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y
Thohari meminta semua pihak menerimanya. Sebab putusan itu bersifat final
dan mengikat. Sebagai pimpinan MPR,
saya tidak dalam posisi menilai substansi keputusan MK seperti yang Anda
tanyakan. Saya hanya bisa mengatakan
bahwa dalam perspektif konstitusi keputusan MK tentang sengketa hasil pemilu
itu final dan mengikat, ujarnya, Jumat
(22/8/2014).
[Dey]

Opini

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Pilpres yang Menguras Emosi


Oleh:
Vidi Vici Batlolone

Suatu kali, saat membawa saya,


seorang supir taksi mengelak pertanyaan saya soal pilihannya pada Pemilu
Presiden (Pilpres) 2014. Saya ragu mau
jawab, Mas. Soalnya, pernah dimarahi
penumpang karena berbeda pilihan, katanya.
Dia cerita, ada dua orang penumpang
yang menanyakan siapa yang dia pilih di
pilpres, Joko Widodo alias Jokowi atau
Prabowo Subianto. Ketika si supir menjawab, penumpang tadi malah memojokannya. Mereka berdebat sampai salah
satu penumpang bilang, lu supir taksi,
tahu apa sih soal politik?
Saya jadi bingung, Mas. Mereka
yang tanya saya sudah jawab, eh mereka
malah marah-marah
Sejak itu si Supir jadi ragu untuk menjawab pertanyaan penumpang soal pilpres. Kalau ngobrol, masalah yang lain
saja deh.
Pemilu Presiden 2014 mungkin memang pemilu yang paling diikuti masyarakat dengan antusias sekaligus paling
menguras emosi masyarakat. Sepanjang
ingatan saya ikut tiga kali pemilu legislatif dan dua kali pemilu presiden serta
beberapa pemilu lokal, belum pernah ada
yang polarisasinya seperti Pilpres 2014
ini.
Masyarakat seolah terbelah tajam ke
dalam dua kubu. Pembicaraannya di sosial media, pun dalam percakapan langsung bisa menimbulkan ketegangan. Bahkan di sosial media, gara-gara pilpres ini
antar teman saling memaki, menghina,
dan terakhir memutuskan kontak.
Di Pemilu sebelumnya seingat saya tidak seperti ini. Pada 2009, di sosial media
(paling tidak di newsfeed akun Facebook
saya), pemilu hanya dibicarakan selintas
saja. Yang angkat bicara pun biasanya
orangnya itu-itu saja, kebanyakan temanteman wartawan juga. Tapi di pemilu 2014
ini, newsfeed Facebook, linimasa Twitter
seperti jalan raya yang berjejer poster dan
spanduk kampanye. Semua orang seolah

jadi juru kampanye. Semua orang seperti


jadi pengamat politik. Meme-meme lucu,
positif, negatif, menghina, ada semua.
Melukiskan kreatifitas yang tak habishabisnya.
Itu membuat saya berpikir, sejauh ini,
Pilpres 2014 menjadi yang paling menarik yang darinya kita bisa belajar banyak
soal kampanye dan perilaku masyarakat.
Banyak analisis mengatakan Pilpres
2014 yang baru saja digelar ini menarik
karena hanya ada dua pasang calon. Saya
kurang sepakat, di pemilu kepala daerah
pun sering calon yang bersaing cuma dua.
Di Pilpres 2004, pemilu putaran kedua
pun hanya ada dua calon Susilo Bambang
Yudhoyono- Jusuf Kalla versus Megawati- Hasyim Muzadi, tetapi dinamika
di masyarakat rasanya tidak seperti sekarang.
Mungkin yang membuat pemilu kali
ini ketegangannya lebih intens, karena
dua tokoh yang dianggap mewakili dua
karakter berbeda. Perbedaan ini juga
membelah mimpi masyarakat kepada dua
idealisme kepemimpinan.
Guru Besar Politik Universitas Diponegoro Fahri Ali melukiskan, Prabowo
dianggap memenuhi bayangan orang soal
pemimpin yang tegas, berani dan cerdas.
Dia akan mengembalikan harga diri bangsa yang selama ini dipersepsikan sering
diinjak-injak bangsa lain. Prabowo sendiri memang sejak semula mencitrakan
dirinya seperti itu, misalnya dengan iklan
politiknya sejak tahun 2004 sebagai ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia
(HKTI). Masih ingat, saya, nada suara
Prabowo Subianto di layar kaca yang
melukiskan ketegasan saat mengatakan
Saya Prabowo Subianto
Ketegasan dan keberaniannya juga
misalnya ditunjukan dengan gaya berpakaian yang sekilas meniru presiden pertama RI Soekarno, yang memang terkenal
berani apalagi dengan ungkapannya Inggris kita linggis, Amerika kita setrika
Sementara Joko Widodo memang ti-

dak segagah Prabowo Subianto. Dalam


penampilan fisik juga tidak ingin memberikan kesan kekuatan dan ketegasan
seperti Soekarno. Dia berdandan seperti
orang kebanyakan. Dengan badan kurus,
celana bahan, baju kotak-kotak dan sepatu kets, dia seperti pegawai rendahan di
perusahaan. Seperti guru di sekolah swasta, seperti petani yang mau ke undangan,
seperti tetangga di rumah kita yang setiap
pagi mau berangkat kerja.
Tapi justru di situlah orang menyukainya. Karena dia memang seperti kita.
Formula yang kemudian dipakai untuk
mendefinisikan Jokowi adalah merakyat.
Sisi-sisi kesederhanaan inilah yang kemudian dikapitalisasi tim dan relawan
Jokowi, mengubek-ubek emosional masyarakat dengan citra pemimpin merakyat
dan sederhana.
Para pendukung Jokowi juga
mendefinisikan dualisme Prabowo dan
Jokowi sebagai kekuatan lama orde baru
yang mengekang dan otoriter melawan
kekuatan baru di mana rakyat yang punya
kuasa. Pendukung Prabowo juga sepertinya meyakini alur orde baru tersebut, namun mereka menyempurnakannya. Mereka tidak melihat orba dari sisi penindasan
hak orang untuk berpendapat, atau kekejaman rezim, tapi dari sisi ketentraman
dan kestabilan politik di era orde baru.
Nah, Prabowo diimajinasikan sebagai
pemimpin yang akan menyempurnakan
kebaikan-kebaikan orde baru.
Menurut saya polarisasi yang tercipta
di masyarakat sehingga menimbulkan
situasi yang emosional ketika membahas pilihan capres, akibat ekspektasi
yang berlebihan kepada kedua calon pemimpin. Jokowi dengan kesederhanaanya
diharapkan menjadi pemimpin yang juga
peka terhadap penderitaan rakyat. Karena
masyarakat sudah frustasi dengan pemimpin-pemimpin politik yang berjarak
dengan rakyat, yang telinganya kedap jeritan rakyat karena terhalang jendela hitam
mobil mewah, yang korupsi, plesiran, dan

Opini

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

GOOGLE.COM

tidak dengar apa-apa.


Prabowo mewakili kepemimpinan
politik yang tegas, galak, berani, karena
masyarakat juga sudah muak dengan korupsi yang tidak pernah hilang, hukum
yang tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Kampanye Hitam
Tim sukses masing-masing mengeksploitasi citra-citra ini, berebut wacana
publik. Tapi repotnya, bukan itu saja tim
kampanye juga saling melakukan strategi
fitnah, memfitnah untuk membusukan
karakter calon yang lain.
Fitnah dan pembusukan karakter inilah
yang paling banyak saya temukan di sosial
media (setidaknya di newsfeed Facebook
dan linimasa Twitter). Banyak sekali isi
dan bentuknya, dan sayangnya, saya prihatin sekali karena banyak teman-teman
yang saya kira dari kalangan terdidik, ikut
menyebarluaskannya. Mungkin karena
terlampau semangat atau saking fanatiknya, mereka begitu saja menyebarkan
kebohongan tanpa klarifikasi fakta-faktanya atau minimal kalau sulit menceknya,
memeriksanya dulu dengan akal sehat.
Begitu banyak kebohongan yang
beredar, membuat saya takjub. Memang
ada tangan-tangan kotor di kedua kubu
yang bertugas memanipulasi informasi,
memainkan kesadaran masyarakat, memporak-porandakan apa yang diketahui
masyarakat. Menipu.
Tangan-tangan ini memanfaatkan
media massa, cetak maupun elektronik.
Memborbardir masyarakat dengan informasi-informasi salah agar kemudian

menjadi kebenaran. Saya jadi ingat katakata yang konon milik Hitler. Kebohongan yang terus menerus diucapkan lambat
laun akan menjadi kebenaran.
Buya Syafii Maarif mengatakan di
kampungnya, Sumatera Barat, banyak
yang percaya Jokowi adalah non-Muslim.
Teman-teman saya banyak yang percaya
Prabowo berpisah dengan mantan istrinya
Titiek Soeharto karena presiden kedua RI,
Soeharto, mertuanya, tidak menyukainya.
Macam-macam berita konyol beredar
dan gilanya yang menyebarkan tementemen sendiri, yang menurut saya (seharusnya) terdidik. Mereka kirim alamat
situs-situs berita tidak jelas, dengan narasumber anonim atau yang kredibilitasnya meragukan, akun-akun anonim yang
kualitas informasinya payah.
Beberapa kali sebuah kabar sudah terbukti kebohongannya, misalnya foto surat suara yang tidak ada foto Jokowi-JK.
Kesan yang ditimbulkan, penyelenggara
pemilu curang, berpihak pada PrabowoHatta. Belakangan diketahui, foto tersebut palsu, hanya hasil rekayasa gambar.
Kemudian ada juga foto Jokowi sedang menjalani ibadah umroh, yang
katanya mengenakan irham terbalik.
Belakangan diketahui, itu juga hasil
rekayasa. Lalu, ada foto tim sukses Prabowo bagi-bagi nasi bungkus berisi uang Rp
50 ribu. Setelah diselidiki ternyata tidak
benar, karena foto uang di dekat kotak
nasi ternyata gambar tempelan.
Meski sudah banyak kejadian tipu menipu lewat gambar, kawan-kawan yang
seharusnya pintar menimbang informasi

ini tetap saja ikut menyebarkannya.


Di kampanye kali ini juga saya sedih melihat jatuhnya kredibilitas media,
kredibilitas jurnalistik. Orang lebih banyak mempercayai akun-akun anonim di
media sosial. Kepercayaan terhadap pers
mainstream yang bekerja menggunakan
standar jurnalistik yang lebih baik, turun.
Pers umum dianggap sudah tercemar.
Tudingan ini tidak lepas dari kenyataan bahwa memang banyak institusi pers
yang sudah jadi media propaganda.
Saya benci kampanye hitam, karena
itu membodohi dan merusak. Tapi saya
belakangan jadi realistis juga, kampanye model begini tidak bakal hilang. Di
Amerika Serikat saja yang demokrasinya
maju, rakyat lebih makmur, masih ada
kampanye hitam. Presiden Barack Obama
pernah diserang kampanye hitam bahwa
dia Muslim, tujuannya untuk mengungkit-ngungkit sentimen anti-Muslim di
Amerika.
Kampanye hitam tetap dilakukan
karena memang ada pasarnya, yaitu
orang-orang yang malas berpikir, tidak
kritis pada informasi. Orang-orang terdidik juga banyak yang begini, terutama
mereka yang gandrung pada teori konspirasi. Disuapi apa pun yang berbau konspirasi, langsung percaya.
Karena kampanye hitam bakal terus
ada, jadi saya pikir seperti menggantang
angin menyerukan tim sukses dan politisipolitisi itu untuk berhenti. Di atas panggung mereka pasti bicara yang manismanis soal program dan visi misi. Tetapi
begitu turun, merencanakan perbuatanperbuatan nista.
Saya, tak tahu dapat ilham dari mana,
tapi percaya pada kekuatan rakyat. Orang
boleh berkampanye yang macam-macam,
tapi tidak akan mempan di dalam masyarakat yang semakin dewasa berpolitik.
Masyarakat yang cerdas, bakal memaksa
politisi lebih cerdas lagi. Masyarakat
yang cerdas, akan melahirkan pemimpin
yang bagus juga.Dengan sendirinya masyarakat yang dewasa berpolitik, akan
menjadi kekuatan yang memaksa pemerintah bekerja efektif. (vd)
Penulis adalah
Wartawan Sinar Harapan,
peliput pemilu

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Noken dalam Pemilu di Indonesia

Mekanisme pemungutan suara


dengan sistem noken di beberapa wilayah di Papua menjadi salah satu materi gugatan
gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilu
Presiden (Pilpres) 2014 yang
diajukan tim kuasa hukum
pasangan calon presiden dan
calon wakil presiden Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa kepada
Mahkamah Konstutusi (MK).
Tim menilai, sistem pemungutan suara itu tidak demokratis
dan sarat kecurangan.

KOMPAS.COM

Sistem noken di Papua


Papua tidak dilaksanakan pemilu
presiden di 14 kabupaten pegunungan
seperti pemilu umumnya dengan sistem
noken atau ikat, kata kuasa hukum
Prabowo-Hatta, Maqdir Ismail, di Gedung
Mahkamah Konstitusi, Selasa (6/8/2014).
Kecurangan itu disinyalir karena
ternyata sebelumnya tidak ada musyawarah tingkat kampung. Sistem noken
dilakukan dengan intervensi penyelenggara. Sehingga termohon (KPU) langsung memberi suara ke capres nomor urut
dua, ujarnya.
Tuduhan kecurangan dalam penerapan
sistem noken itu kemudian menuai protes
banyak pihak. Salah satu protes dikemukakan waga Papua, Iche Margareth R
Korwa. Ia mengatakan, sistem noken telah
diakui MK pada 9 Juni 2009 melalui surat
nomor surat No 47-48/PHPU-A-VI/2009
yaitu, pada Pilkada Kabupaten Yahokimo.
Ia mengatakan, diperbolehkannya
sistem noken justru yang mendorong masyarakat Papua berantusias berpartisipasi
dalam Pemilu 2014. Selain telah disahkan MK, noken menjadi keraifan lokal,
sehingga semua pihak seharusnya lebih
bijak melihat tanah Papua.
Sebelum pemungutan suara Pemilu
2014, Komisioner Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor


Laila menanyakan keabsahan sistem noken dan ikat dalam pelaksanaan pemilihan umum. Dia mengatakan, pihaknya
khawatir sistem itu akan ditiru bahkan
dijadikan panutan di tempat-tempat lain.
Selain itu, kedua cara pemungutan suara
ini berpotensi mengakibatkan pertikaian
hingga konflik.
Penggunaan sistem noken itu kemudian memunculkan pertanyaan, Apakah
sistem noken dalam pemilu mencerminkan demokrasi?
Noken merupakan tas anyaman tradisional Papua yang dibuat dari kulit kayu
dan digunakan orang Papua yang mendiami pegunungan.
Hasyim Sangaji, saksi ahli dalam persidangan sengketa Pilpres 2014 menyampaikan, bahwa sistem noken khas Papua
dan sudah dipraktikkan sejak 1970-an.
Dengan sistem ini, suara pemilih diletakkan dalam kantung-kantung yang sudah
berisi nama calon. Sebelum suara diserahkan, di suatu desa telah digelar musyawarah mengenai rekam jejak calon yang
akan dipilih. Dari musyawarah itulah
muncul kesepakatan antara kepala suku
dan masyarakat tentang kantong mana
yang akan diisi oleh pemilih.

Kisah lain menyebutkan, sistem noken sudah diberlakukan sejak referendum


rakyat Papua, waktu itu Irian Barat pada
1969. Saat itu, Presiden Soeharto menggelar penentuan pendapat rakyat (Pepera)
untuk seluruh warga Papua.
Dalam referendum itu, setiap warga
Papua diharuskan memilih apakah ingin
bergabung dengan Indonesia. Karena
jangkauan dari satu wilayah pemilihan ke
wilayah pemilihan lain terlampau jauh,
ditetapkan pemilihan dengan musyawarah
yang dipimpin ketua adat untuk menentukan pilihan. Dalam hajatan itulah, muncul
istilah sistem noken yang berarti seluruh
pendapat warga Papua dikumpulkan menjadi satu suara. Dengan demikian, dapat
disimpulkan, sistem noken adalah simbol
musyawarah tertinggi untuk penentuan
pendapat di Papua.
Dari sudut pandang MK, Hakim MK,
Aswanto memaparkan, dalam sistem kebudayaan masyarakat Papua, pengambilan keputusan dilakukan dengan sistem
noken atau ikat. Mekanisme noken atau
ikat dapat berdasarkan musyawarah bersama atau otoritas kepala suku yang merupakan representasi keputusan masyarakat.
Kenyataan empiris pemilu di Papua dengan menggunakan sistem noken atau ikat

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Kekurangan Pemilu Bukan Berarti Kecurangan

Tim kuasa hukum pasangan calon


presiden dan wakil presiden Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa, dalam berkas
gugatan perselisihan hasil pemilihan
umum (PHPU) Pilpres 2014 ke MK
menyatakan, banyak terjadi kecurangan
yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif. Kecurangan tersebut
bahkan disebut melibatkan penyelenggara pemilu terutama di tingkat daerah.
Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak menilai kekurangan dalam
penyelenggaraan pemilu 2014 adalah
hal yang tidak dapat dipungkiri. Tetapi,
dia menolak jika kekurangan tersebut
didasari oleh kecurangan. Bahwa tidak
sempurna secara administrasi ya, tapi
bukan kecurangan, kata Nelson, Selasa
(6/8/2014).
Nelson mencontohkan, penggunaan
KTP atau identitas lain di TPS yang tidak
sesuai dengan domisili seperti banyak
dipermasalahkan tim Prabowo-Hatta. Ia
mengatakan, kasus tersebut hanya terkait
masalah prosedur, namun bukan pelanggaran. Hal itu akan menjadi pelanggaran
jika kemudian pemilih menggunakan hak
pilihnya lebih dari satu kali baik di tem-

pat pemungutan suara (TPS) yang sama


atau di TPS lain.
Tidak salah (memilih menggunakan
KTP tidak sesuai domisili), kecuali dia
berikan suara lebih dari satu kali ujarnya.
Ia mengatakan, jika ada dugaan
kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, Bawaslu pasti menindaklanjutinya.
Adapun jika pelanggaran terjadi dalam
proses rekapitulasi suara, maka perolehan suara akan dikoreksi secara berjenjang pada proses rekapitulasi.
Hal senada disampaikan Ketua KPU
Husni Kamil Manik. Ia mengatakan,
dalam proses rekapitulasi suara, yang
terjadi adalah kesalahan teknis penulisan
semata dan bukan kecurangan yang
disengaja.
Misalnya, angkanya yang dinyatakan delapan itu sesungguhnya nol dalam
dokumen aslinya. Tapi kemudian, karena
proses scan, mungkin ada yang tidak
lengkap, kemudian sepertinya menjadi
angka delapan. Tapi yang dihitung bukan
angka delapan, kata Husni.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Muchtar
mengatakan, kekurangan dan kelemahan

yang sulit dihindari dalam penyelenggaran Pilpres 2014 disebabkan kelemahan


hukum yang diatur Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden yang sudah
digunakan pada pemilu presiden 2009.
Dia mengatakan, ada beberapa hal
yang dianggap sudah tidak relevan dalam
UU tersebut, sebab UU nya tidak direvisi
sehingga dinilai banyak terjadi kelemahan. Karena itu, penyelenggaraan pemilu
2014, banyak terjadi kelemahan, kata
Zainal.
Aktivis anti korupsi dari Universitas
Gajahmada tersebut menilai, penyelenggaraan pemilu di Indonesia memang
selalu ada kelemahan, sehingga belum
bisa diharapkan berjalan sempurna.
Dia memperkirakan Mahkamah
Konstitusi sulit untuk mengabulkan
gugatan dari pasangan Prabowo Subianto
dan Hatta Rajasa perihal sengketa pemilu
presiden 2014. Saya melihat gugatan
yang diajukan diajukan pasangan Prabowo-Hatta lemah dan saksi-saksi yang
diajukan juga tidak banyak mendukung
gugatan, katanya.
[Dey]

dimulai pada pemilu 1971 di mana pemilu


legislatif, pemilu kepala daerah atau pilpres dilakukan melalui sistem noken,
terang Aswanto dalam sidang pembacaan putusan PHPU Pilpres 2014, Kamis
(21/8/2014).
MK mempertimbangkan putusan MK
Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009. Menurut mahkamah, pemilu di Yahukimo tidak
diselenggarakan sebagaimana mestinya
menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku, karena tidak dengan cara
mencoblos atau mencontreng, melainkan
kesepakatan warga atau aklamasi. MK
menimbang dapat memahami dan menghargai nilai budaya di Papua sehingga
MK menerima cara pemilihan kolektif
dengan aklamasi.
Karena mekanisme pemungutan suara didasarkan pada hukum adat setempat
dan tidak diatur dalam undang-undang
pemilu. Tapi konstitusi memberikan pengakuan terhadap perlindungan masyarakat adat dan hak-hak konstutisonal, jelas

Aswanto.
Diketahui, ada dua sistem noken yang
biasa digunakan masyarakat di pegunungan Papua. Salah satunya adalah pola big
men, yakni seluruh suara diserahkan atau
diwakilkan kepada ketua adat. Pola kedua
adalah pola noken gantung, yaitu warga
dapat melihat kesepakatan dan ketetapan
suara.
Berdasarkan putusan MK Nomor
6/32/PHPU.DPD/XII/2012
tertanggal
25 Juni 2012, sistem itu tak boleh dilaksanakan di tempat yang selama ini tidak
menggunakan sistem noken. Untuk daerah yang tidak lagi menggunakan sistem
noken, tidak disahkan menggunakan
sistem itu lagi. Menurut MK, sampai saat
ini masih terdapat di dearah tertentu.
Semua sistem noken harus diaplikasikan baik oleh penyelenggara pemilu.
Sistem noken atau ikat hanya dapat diakui
di tempat yang dilaksanakan secara terusmenerus. Tidak boleh dilaksanakan di
tempat yang tidak lagi menggunakan no-

ken, kata Aswanto.


Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, sistem noken dan ikat adalah
kejadian yang kasuistis. Jadi amat jarang
terjadi, kata dia. Menurut dia, sistem noken di Papua terpaksa dilakukan karena
pertimbangan geografis wilayah pegunungan yang susah diakses. Sehingga tak
semua warga suatu suku dapat turun gunung demi mencoblos di tempat pemungutan suara.
Selain itu Hamdan juga memperhitungkan jumlah suara yang diwakilkan.
Sebab jika suara yang diwakilkan jumlahnya sedikit ketimbang selisih peserta
pemilu yang menang dan kalah.
Jadi misal suara yang diwakilan itu
jumlahnya 500 tapi selisih kedua peserta
pemilu yang berperkara di MK lebih dari
5000 ya tidak akan berpengaruh, kata
Hamdan. Tapi kami tetap dukung Pemilu
yang jujur, adil, langsung, umum, bebas,
dan rahasia, kata dia.
[Dey]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

MK Putuskan
Tolak Seluruh Permohonan Prabowo-Hatta

WISNU

ahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan


yang diajukan oleh pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden nomor urut 1, Prabowo-Hatta dalam
pembacaan putusan yang disampaikan oleh Sembilan Hakim
Konstitusi, di Jakarta, Kamis (21/8) malam. Menolak permohonan yang diajukan pemohon untuk seluruhnya, ujar Ketua
Mahkamah Konstitusi. Permohonan Prabowo dan Hatta Rajasa
ditolak seluruhnya oleh MK berdasarkan hasil pemeriksaan
terhadap saksi dan bukti pemohon dan termohon serta keterangan yang disampaikan oleh pihak terkait dan keterangan Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Dalam pembacaan putusan setebal 4.390 halaman tersebut,
Hakim MK menjelaskan beberapa dalil yang tidak bisa dibuktikan oleh pemohon untuk menunjukkan dalil-dalil tersebut
bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. Bukti-bukti dan
saksi-saksi yang diajukan, juga tidak dapat menolong. Menanggapi putusan tersebut, Tim Kuasa Hukum Prabowo-Hatta,
Habibukhrohman menyatakan kecewa dengan putusan MK.
Menurutnya, terdapat banyak inkosistensi dalam putusan
yang dibacakan sejak pukul 02.30 WIB tersebut. Di satu sisi
dalam pertimbangan hukum, MK menyatakan bahwa suatu
dalil tidak melanggar, tetapi di sisi lain MK menyatakan tidak
memiliki kewenangan untuk memeriksanya. Ini kan (pertimbangan) tidak konsisten, tuturnya. Hal senada disampaikan
oleh kuasa hukum yang lain, Egy Sudjana yang mengatakan
bahwa putusan MK hanya seperti juru bicara bagi KPU.
Putusan MK dinilai sangat ganjil karena hampir semua dalil
permohonan ditolak. Keadilan yang ditunjukkan malam ini

sangat jauh dari substansi dan tidak mencerminkan kebenaran. MK tidak sekedar menjadi juru bicara KPU, tetapi juga
telah menciderai saksi-saksi dan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kecurangan tersebut ada, tuturnya. Sementara itu,
Anggota KPU Arief Budiman mengatakan menghargai putusan
MK yang final dan mengikat tersebut. Pihaknya akan segera
melakukan rapat pleno untuk menindaklanjuti putusan tersebut,
dan merencanakan langkah selanjutnya. [FS]

FOTO: HUMAS

Capres dan Cawapres nomor urut 1 Prabowo Subianto dan Hatta


Rajasa sesudah sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

10

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Kontroversi Pembukaan Kotak Suara


oleh KPU Tanpa Perintah MK
Di tengah sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2014 lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali mengambil
langkah kontroversial. Tanpa perintah
Mahkamah Konstitusi (MK), KPU
membuka kotak suara yang disegel yang
seyogiyanya dijadikan alat bukti dipersidangan Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum (PHPU) Pilpres 2014 di MK yang
diajukan pihak pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa.
Keberatan pertama kali
mencuat dari tim kuasa hukum
Prabowo-Hatta. Ketua Tim
Kampanye Daerah PrabowoHatta Provinsi DKI Jakarta
Muhammad Taufik bahkan
mencurigai, pembukaan kotak
suara yang dilakukan tanpa
perintah MK itu adalah upaya
KPU menghilangkan barang
bukti DPT, DKTb, DPK,
DPKTb.
Pembukaan kotak suara
di Jakarta dilakukan secara
serentak di lima wilayah. Aksi
tersebut, kata dia, dilakukan
terhadap 5.481 tempat pemungutan suara (TPS) yang selama
ini dipersoalkan pihaknya.
Sebelumnya, KPU mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446 tanggal 25 Juli
2014 yakni surat yang ditujukan kepada
KPU provinsi, kabupaten/kota seluruh
Indonesia untuk membuka kotak suara
mengambil A5 dan C7 untuk difotokopi
dan legalisir.
Badan Pengawas Pemilihan Umum
(Bawaslu) menyayangkan penerbitan
SE itu. Tindakan KPU membuka itu
bukan pidana tapi pelanggaran administrasi. Kalau pelanggaran administrasi itu
biasanya pelanggaran etik, ujar Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak.
Menurut Nelson, kalau memang KPU
harus membukanya, seharusnya KPU
meminta surat penguat legislasi dari MK.
Ke depan, Nelson meminta agar ada
aturan tegas bagi KPU bisa membuka

kotak suara untuk mempersiapkan diri


memberikan jawaban dalam gugatan
hasil Pemilu di MK.
Di sisi lain, KPU menegaskan,
pembukaan kotak suara sebelum diperintah MK adalah sah. Anggota tim hukum
KPU Ali Nurdin mengatakan, ada empat
alasan yang mendasari mereka membuka
kotak suara sebelum MK mengeluarkan
perintah. Pertama, kotak suara itu propertinya KPU, ujar Ali di Gedung MK,

Selasa (19/8/2014).
Kedua, ungkap Ali, kotak suara
tersebut dibuka dengan tujuan baik yakni
memberikan jawaban terkait dalil permohonan Prabowo-Hatta di MK sekaligus
juga kepada masyarakat. Ketiga, lanjut
dia, proses pembukaan kotak suara
dilakukan secara transparan dan terbuka
dengan mengundang pihak Bawaslu dan
Panwaslu.
Yang keempat, semua data tidak
kami ubah atau otak-atik. Kami kan
hanya menyampaikan datanya dan untuk
itu kami serahkan kepada Majelis, ujar
Ali.
Selain itu, lanjut Ali, KPU memiliki
dasar hukum membuka kotak suara berdasarkan Peraturan MK Nomor 4/2014
tentang Pedoman Beracara Dalam

11

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum


Presiden dan Wakil Presiden yakni
Pasal 9 yang mewajibkan pihak termohon untuk menyusun jawaban sebelum
sidang pemeriksaan dengan disertai alat
buktinya.
Tetapi, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ternyata
berpendapat berbeda. DKPP menyatakan,
pembukaan kotak suara tanpa perintah MK adalah pelanggaran kode etik.
Karena itu, DKPP memberi sanksi
peringatan kepada Ketua danAnggota KPU DKI Jakarta, Sumarno,
Dahliah Umar, M. Fadlilah,
Betty Epsilon Idroos, dan Moch.
Sidik. DKPP juga menjatuhkan
sanksi yang sama pada Ketua
dan anggota KPU Jakarta Utara
Abdul Muin, Yulis Setiawati,
Marlina, Arif Budianto, dan
Prianda Anatta kemudian, Ketua
dan Anggota KPU Jakarta Pusat,
Arif Bawono, Imam Hidayat,
Wahyu Dinata, Yose Rizal, dan
Ferid Nugroho. Lalu, juga kepada
Ketua dan ANggota KPU Jakarta
Timur Nurdin, Deden F. Radjab,
Sandra S. Taliki, Wage Wardana,
Pujadi dan Aryo Sanjaya kemuTIKA
dian Ketua dan Anggota KPU
Jakarta Selatan Muhammad Ikbal, Deti
Kurniawati, Agus Sudono, Dahlan, dan
Fathurachman.
DKPP juga memberi sanski peringatan kepada Ketua dan Komisioner
KPU Husni Kamil Manik, Ferry Kurnia
Rizkiansyah, Ida Budhiati, Arif Budiman, Hadar Nafis Gumay, Sigit Pamungkas, dan Juri Ardiantoro.
Bukan hanya memberi sanksi, DKPP
juga meminta KPU menerbitkan regulasi
yang berkaitan dengan pembukaan kotak
suara. Regulasi ini untuk menciptakan
kepastian hukum bagi penyelenggara
pemilu sendiri. Agar terdapat kepastian
hukum bagi jajaran penyelenggara Pemilu, kata anggota DKPP Valina Singka
Subekti, Kamis (21/8/2014).
[dey]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Tidak Terbukti Melanggar, DKPP Rehabilitasi


Nama Baik Pimpinan Bawaslu RI

Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie, Komisioner DKPP, Nur Hidayat Sardini, Saut Hamonangan Sirait, Valina Singka Subekti,
Anna Erliana dalam sidang kode etik penyelenggara Pemilu.

Dewan kehormatan penyelenggara pemilu (DKPP) menyatakan bahwa ketua dan


komisioner Bawaslu RI tidak
terbukti melanggar kode etik
penyelenggara pemilu serta
merehabilitasi nama baik seluruh teradu, yaitu Muhammad
(Ketua), Nelson Simanjuntak
(Pimpinan), Endang Wihdatingtyas (Pimpinan), Nasrullah
(Pimpinan), dan Daniel Zuhron
(Pimpinan) dalam sidang
Putusan DKPP, Kamis (21/8).

Pengadu sebelumnya mendalilkan


bahwa Badan Pengawas Pemilihan
Umum (Bawaslu) bersikap diam, dan
tidak menjalankan fungsinya sesuai tugas
yang diamanatkan oleh Undang Undang
menghadiri Rapat Pleno Penetapan Hasil
Pemilihan Persiden dan Wakil Presiden. Selain itu, Bawaslu juga dianggap
bersikap menerima dan seolah-olah
membenarkan tindakan KPU untuk mengabaikan temuan-temuan pelanggaran
pemilu yang harus diproses berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
Terkait dengan membenarkan setiap
tindakan KPU seperti yang disampaikan oleh Pengadu, Ketua Bawaslu RI
Muhammad menyatakan hal tersebut
tidak akurat dan tidak sesuai fakta.
Karena faktanya dalam proses rekapitulasi, Bawaslu selalu mengambil langkah
korektif apabila masih terdapat kesalahan
yang dilakukan oleh KPU. Bawaslu secara aktif dan berulangkali memberikan

12

masukan, pendapat dan koreksi kepada


KPU apabila terdapat pelanggaran, penyimpangan dan/atau kesalahan. Begitu
juga ketika diminta oleh KPU untuk
memberikan pendapat apabila masih terdapat keberatan dari saksi, Bawaslu telah
aktif memberikan masukan, pendapat
dan koreksi dalam bentuk rekomendasi.
Pelaksanaan praktik dikeluarkannya
rekomendasi dalam pelaksanaan rekapitulasi penghitungan suara ada dalam
bentuk rekomendasi tertulis dan ada juga
sifatnya lisan karena memerlukan tindakan hukum segera (immediately).
Sesuai dengan jawaban teradu dan
bukti yang disampaikan oleh teradu,
dewan kehormatan penyelenggra Pemilu
(DKPP) memutuskan untuk menolak permohonan pengadu untuk seluruhnya.
Sementara itu, Dewan kehormatan
Penyelenggra Pemilu (DKPP) memutuskan menjatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Teradu I atas nama

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Didimus Dogomo, Teradu II atas nama


Yohanes Iyai, Teradu III atas nama Ev
Emanuel Keiya, Teradu IV atas nama
Yulianus Agapa, dan Teradu V atas nama
Palfianus Kegou selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Dogiyai.
Memerintahkan kepada KPU
Provinsi Papua untuk menindaklanjuti
Putusan ini dan Memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilu Republik
Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan
Putusan, ujar Jimly Ashiddiqie, Ketua
DKPP.
Putusan DKPP berdasarkan keterangan Pdt. Robert Y. Horik, M.A (Ketua
Bawaslu Papua) yang menyampaikan
aduan tentang adanya dugaan pelanggaran pada waktu Rapat Pleno Rekapitulasi
Perhitungan Suara Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden di Tingkat Provinsi,
yang dilakukan oleh Ketua dan Anggota
KPU Kabupaten Dogiyai yaitu tidak
menindaklanjuti Rekomendasi Panwaslu
Kabupaten Dogiyai dan menggunakan
Form DB-1 DPRD PILEG bukan FORM
DB-1 PILPERS. Dan terhadap KPU Kabupaten Dogiyai yang belum menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu Kabupaten
Dogiyai tersebut Bawaslu Provinsi Papua
merekomendasikan kepada KPU Provinsi
Papua untuk segera melakukan Pemilu
Susulan Di Distrik Mapia Barat dan Mapia Tengah melalui Surat Rekomendasi
No. 360/Bawaslu-Papua/VII/2014.

KARTIKA

Suasana sidang kode etik penyelenggara Pemilu yang dilaksanakan di Gedung Kementerian Agama RI, Jakarta.
Pendapat berbeda (Dissenting
Opinion) untuk meminta pertanggungjawaban KPU RI, disampaikan
Anggota Majelis DKPP Nur Hidayat
Sardinimenyatakan Bahwa dalam
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2014, di Distrik Mapia
Tengah dan Mapia Barat Dogiyai Papua,
telah terjadi kegagalan dalam mendistribusikan logistik Pemilu atau tidak
tepat sasaran dan tepat waktu, sehingga
pemungutan dan penghitungan suara
(voting day) gagal dilakukan.
Hal ini berakibat hilangnya kesempatan untuk menggunaan hak pilih terhadap

18.022 pemilih di kedua distrik tersebut.


Terhadap gagalnya penggunaan hak memilih tersebut, sudah sepantasnya apabila
Teradu Ketua dan anggota KPU Dogiyai
dikenakan sanksi berupa pemberhentian
tetap. Dan patut kiranya apabila tidak
hanya KPU setempat yang diganjar dengan sanksi pemberhentian tetap, namun
otoritas Pemilu di jenjang atasnya, tak
terkecuali KPU RI, sebagai penanggung
jawab utama (leading sector) Pemilu,
layak untuk dimintai pertanggungjawaban terhadap gagalnya perwujudan
Pemilu sebagaimana prinsip Pemilu
berkedaulatan rakyat. [MM/FS]

KARTIKA

Ketua Bawaslu, Muhammad (tengah) didampingi Pimpinan Bawaslu Endang Wihdatiningtyas hadir dalam sidang kode
etik DKPP.

13

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak

Mengawasi Pemilu,
Menjaga Integritas,
Netralitas dan Objektivitas
Menjadi Koordinator Divisi Hukum
Badan Pengawas Pemilu (Bawslu), membuat Nelson Simanjuntak menjadi Komisioner Bawaslu yang memiliki peran paling
besar dalam mengawal sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu
Presiden (Pilpres) 2014.
Nelson bergelut dalam dunia pemilu
bukan hanya sejak dipercayakan menjadi
Anggota Bawaslu saja. Sejak 2004, lelaki
berdarah batak itu sudah mengurus pemilu.
Bahkan pada 2003 dia diminta untuk membantu Saut Sirait yang saat itu adalah Ketua
Panitia Pengawas Pemilu.
Karena saat itu banyak petinggi Panwaslu Nasional yang aktif di kelompok masyarakat sipil, Perkumpulan untuk Pemilu
dan Demokrasi (Perludem), Nelson pun
menceburkan dirinya di organisasi itu.
Biodata
Nama :
Nelson Simanjuntak
Tempat Tanggal Lahir :
Simargala, 15 Januari 1964
Pendidikan :
u Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatra Utara, 1981
u Fakultas Hukum
Universitas Kristen Indonesia, 2009
Pengalaman kerja :
u Anggota, Bawaslu, 2012-2017
u Anggota, Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu dari unsur Bawaslu,
2012-2017
u Tim Asistensi, Bawaslu, 2008-2012
u Aktivis, Perludem, 2004-2012
u Relawan, UNDP, 2004
u Wartawan, Satu Net, 2001
u Wartawan, Suara Bangsa, 1999
u Wartawan, Suara Pembaruan 1989-1994
u Aktivis, LSM Pendampingan Rakyat Kecil,
1988

Banyak berkenalan dan


berdiskusi dengan penggiat
pemilu membuat semakin
tenggelam di dunia kepemiluan. Pada 2008, ia menjadi tim asistensi hukum
Bawaslu. Mulanya, tidak
ada kepastian tentang honor
saya. Tapi karena terlanjur
cinta pada pemilu, saya piker saya ingin ikut berperan
memberi kontribusi pada
pemilu, kata Nelson di Jakarta, Rabu (19/11/2014).
Sebelum aktif di bidang pemilu, Nelson adalah
seorang jurnalis di beberapa media, salah satunya di
Suara Pembaruan. Menurutnya, menjadi wartawan
dan pengawas pemilu
sama-sama harus menjaga
integritas, netralitas dan objektivitas. Kesamaan itulah
yang membuatnya tidak kesulitan menyesuaikan diri
berganti profesi.
Visinya menjadi pengawas pemilu adalah
menciptakan pemilu yang menghasilkan pemimpin yang memikirkan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Bagi saya, mereka (anggota DPR, DPD,dan DPRD dan presiden dan
wakil presiden) harusnya mewujudkan citacita Indonesia merdeka yang tercantum di
Pembukaan UUD 1945, kata Nelson.
Karena itu, katanya, ada empat elemen
pemilu yang harus dibenahi. Keempat hal
itu adalah partai politik sebagai peserta
pemilu, hukum, pemilih dan penyelenggara pemilu. Sebagai salah satu elemen demokrasi, parpol harus diperbaiki terutama
dalam hal rekrutmen kader dan pencalonan
anggota legislatif. Nelson menyesalkan masih adanya praktik suap di dalam tubuh parpol untuk dapat mendaftar menjadi caleg.

14

Dalam hal hukum pemilu, ia mengatakan harus ada aturan yang jelas yang dituangkan secara eksplisit di undang-undang
terkait pemilu. Pemilu ini konflik kepentingan politik karena pertarungan perebutan
kekuasaan, karena itu harus ada aturan tegas
supaya tegas dialankan asas luber dan jurdil
itu, kata Nelson.
Penyelenggara pemilu juga harus meningkatkan profesionalitas dan netralitasnya. Bukan hanya komisioner, tapi juga
sekretariat, supaya bisa kita menjaga integritas penyelenggaraan pemilu dan pemilu itu
sendiri, kata Nelson.
Di sisi lain, pemilih harus memilih kandidat peserta pemilu yang memang memperjuangkan aspirasinya, bukan yang memberi
suap atau memiliki kedekatan emosional
dengannya. (dey)

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Divisi Oganisasi dan Sumber Daya Manusia

Bawaslu Gelar Rakor Persiapan Pelaksanaan


Evaluasi Pengawasan Pemilu di Luar Negeri

KARTIKA

Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas Inspektur Jenderal Kementerian Luar Negeri, Ibnu Said, Sekretaris
Inspektorat Kemlu, Bambang Antarikso

impinan Bawaslu, Endang


Wihdatiningtyas mengungkapkan bahwa ada hal yang sangat
positif ketika Bawaslu bisa
menghadirkan Pengawas Pemilu luar
negeri pada proses rekapitulasi nasional
di KPU. Dalam melakukan tugas pengawasan Pemilu di luar negeri keberadaan
panwas LN tidak dipandang sebelah
mata.
Panwas LN bekerja sangat baik,
terutama di Malaysia yang bisa
menjelaskan secara detail terkait dengan
pengawasan dropbox, kata Endang
Wihdatiningtyas saat menyampaikan
sambutan pada rapat koordinasi Persiapan Pelaksanaan Evaluasi Pengawasan
Pemilu di Luar Negeri, di Tangerang,
Jumat (15/8).
Selanjutnya Endang mengatakan

bahwa setelah melihat proses pengawasan tahun 2014 ini, ada peningkatan
baik dari proses bimtek maupun komunikasi. Kami memutuskan di pleno untuk
melakukan evaluasi secara keseluruhan,
baik dari pengawasan maupun kesekretariatannya. Pengawasan Pemilu di luar
negeri ditekankan pada dropbox dan pos
hantaran, serta memetakan lokasi TPS.
Kami berencana membagi evaluasi di
dua titik, agar dalam segi waktu, pengganggaran dan perencanaan bisa lebih
pantas, jelas Endang.
Sementara itu Inspektur Jenderal
Kementerian Luar Negeri, Ibnu Said
mengatakan bahwa evaluasi sangat
penting karena pemilu tidak akan pernah
berhenti dan selalu ada perbaikan. Selain
itu Ibnu Said mengusulkan agar di setiap
perwakilan Indonesia di luar negeri

15

supaya ada pengawas pemilu. Hadir


pula dalam rakor evaluasi ini antara lain
Sekretaris Inspektorat Kemlu, Bambang
Antarikso, Kepala Biro TP3, Bernad
D. Sutrisno, Kepala Bagian SDM dan
Tata Usaha Pimpinan Bawaslu, Roy
Siagian, Kepala Bagian Keuangan,
Ernawati Perangin-angin, Tenaga Ahli
Bawaslu, Ahsanul Minan dan Mulyadi, Tim Asistensi Bawaslu antara lain
Novance Silitonga, Ahsan Djafar, Sukri
Samosir, Pokja Waslu LN antara lain,
Umar Badarsyah, Teguh Rahardjo, Woro
Sawitri, Suyoto Herjan, Aan Djaman,
Sugiri, Gultom, Kasubbag Publikasi dan
Dokumentasi, Nurmalawati, Kasubbag
TU Setjen, Fara Dilla, Kasubbag TU
Pimpinan, Iris Pramono, para kasubbag
dan staf di Sekretariat Jenderal Bawaslu.
[CK]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Sidang Sengketa PHPU Pilpres


di Mahkamah Konstitusi

HUMAS

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan Nelson Simanjuntak hadir dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Presiden 2014 di MK.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang ke-8 perkara
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2014 yang dimohonkan oleh pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut satu Prabowo
Subianto-Hatta Rajasa pada hari Senin tanggal 18 Agustus 2014
diruang sidang Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang ke-8 ini
yaitu pengesahan alat bukti dari para pihak.
Dalam sidang ke-7 yang diselenggarakan hari Jumat (15/8)
lalu, beberapa ahli hukum tata negara dan politik telah memberikan keterangannya terkait materi permohonan. Salah seorang
ahli dari pihak pemohon, Yusril Ihza Mahendra meminta agar
MK dapat memutus konstitusionalitas dari pemilihan umum khususnya pemilihan Presiden dan wakil Presiden tahun 2014. Yusril mengharapkan MK RI dapat bertindak seperti MK Thailand
yang dapat menilai apakah pemilu yang dilaksanakan itu konstitusional atau tidak, sehingga putusan tidak hanya menyangkut
persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Di lain
pihak, mantan Hakim Konstitusi, Harjono selaku ahli dari pihak
Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon menjelaskan
bahwa dalil mengenai pelanggaran terstruktur, sistematis dan
masif, membutuhkan pembuktian yang kuat. Menurut Harjono,
harus ada suatu kaitan antara maksud untuk bisa menang dengan
cara yang curang. Sejauh ini ia menganggap bahwa kasus TSM
tidak bisa dibuktikan. Maka itu tidak termasuk sebagai alasan
terstruktur, sistematis dan massif yang akan mendorong MK
mengambil keputusan untuk dilakukannya pemungutan suara
ulang (PSU).

Sementara itu, saksi ahli pasangan capres-cawapres nomor


urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla, Saldi Isra menjelaskan bahwa
dalil besarnya jumlah DPKTB dibandingkan jumlah ketersediaan surat suara tambahan kisaran 2% dari DPT tidak dapat dipersoalkan. Sebab keduanya tidak linear dalam arti pengguna hak
suara yang tidak terdaftar dalam DPT atau pemilih yang menggunakan KTP tidak identik dengan jumlah surat suara tambahan
yang disediakan.
Ia pun memaparkan tidak ada satupun ketentuan yang mengatakan bahwa mereka yang terdaftar dalam daftar pemilih khusus atau daftar pemilih khusus tambahan hanya boleh menggunakan tambahan suara 2% tersebut. Dengan ruang yang tersedia
bagi setiap warga negara yang tidak terdaftar dalam DPT untuk
menggunakan hak pilihnya. Maka tidak ada alasan bagi penyelenggara Pemilu membatasai jumlahnya sepanjang pemilih yang
mengggunakan KTP memberikan haknya sesuai dengan syarat
dan waktu yang ditentukan. Serta masih tersedianya surat suara
di TPS tempat memberikan suara, maka wajib hukumnya bagi
penyelenggara pemilu untuk memfasilitasi mereka memberikan
hak pilihnya tanpa menilai dari jumlah surat suara tambahan.
Sebagaimana diketahui, permohonan yang terdaftar dengan
nomor registrasi 01/PHPU.PRES/XII/2014 ini menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 535/Kpts/KPU/
tahun 2014 tentang penetapan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dan hasil pemilihan umum Presiden dan wakil
Presiden tahun 2014. Keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 536/Kpts/KPU/tahun 2014 tentang penetapan pasangan

16

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran


calon Presiden dan wakil Presiden terpilih dalam pemilihan
umum Presiden dan wakil Presiden yang dikeluarkan oleh KPU
pada hari selasa (22/7) silam. Dalam keputusan nomor 535/
Kpts/KPU/tahun 2014 tersebut, telah ditetapkan perolehan suara
masing-masing pasangan calon sebagai berikut :
No

1
2

Nama pasangan calon Suara


Presiden

H. Prabowo Sbianto Ir.H.M. Hatta Rajasa

62.576.444

46,85%

Ir. H. Joko Widodo


Drs. H.M. Jusuf Kalla

70.997.833

53,15%

133.574.227

100,00%

Jumlah

hasil penghitungan perolehan suara dan hasil pemilihan umum


Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 tertanggal 22 juli 2014
juncto. keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 536/Kpts/
KPU/TAHUN 2014 tentang penetapan pasangan calon presiden
dan wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum presiden
dan wakil presiden tertanggal 22 juli 2014. Serta menyatakan
perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut :
No

1
2

Dalam permohonannya yang dibacakan pada sidang pertama Rabu (6/8) lalu, pasangan Prabowo Hatta menerangkan
pendapatnya bahwa penetapan rekapitulasi hasil penghitungan
suara tersebut tidak sah menurut hukum, karena perolehan suara
pasangan calon Presiden dan wakil Presiden nomor urut 2 atas
nama Joko Widodo Jusuf Kalla diperoleh melalui cara-cara
melawan hukum atau dengan disertai tindakan penyalahgunaan
kewenangan oleh KPU.
Selanjutnya dalam perbaikan permohonan yang diserahkan
kepaniteraan MK, Kamis (7/8) pada pukul 11.30 WIB. Pemohon menjelaskan bahwa selisih suara sebanyak 8.421.389 telah
diperoleh pasangan pemenang Pilpres melalui cara-cara yang
tidak benar, melawan hukum dan dengan disertai tindakan penyalahgunaan kewenangan oleh KPU selaku penyelenggara.
Cara-cara tersebut berupa perbuatan melakukan kecurangan dan
pelanggaran serius, yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif, sehingga mempengaruhi hasil perolehan suara yang berakibat merugikan pemohon.
Lebih lanjut pemohon menjelaskan pendapatnya bahwa telah
terdapat kese-ngajaan dari penyelenggara ditingkat bawah untuk
merubah hasil penghitungan suara secara sistematis dan terstruktur dengan tidak menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari Panwaslu Kabupaten/Kota dan/atau Bawaslu Provinsi
agar dilakukan pemungutan atau menghitungan suara ulang di
TPS yang terbukti/terdapat pelanggaran. Sehingga terjadi atau
diperoleh hasil penghitungan suara yang akhirnya memenangkan pasangan calon nomor urut 2 Joko Widodo Jusuf Kalla.
Pemohon juga mendalilkan, bahwa berdasarkan bukti-bukti
yang ada pada pemohon sesuai Form C1-DA1 dan DB1 diseluruh
Provinsi dan seluruh Kabupaten/Kota hasil rekapitulasi perolehan suara versi pemohon. dapat ditemukan adanya penambahan
perolehan suara pasangan calon Presiden dan wakil Presiden
nomor urut 2 sebanyak 1,5 juta suara dan ditemukannya pengurangan perolehan suara pasangan calon nomor urut 1 sebanyak
1,2 juta suara yang terdapat di 155.000 TPS seluruh Indonesia.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut, pasangan calon nomor urut
1 memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan
batal dan tidak sah atas keputusan Komisi Pemilihan Umum nomor 535/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang penetapan rekapitulasi

Nama pasangan calon Suara


Presiden

H. Prabowo Sbianto Ir.H.M. Hatta Rajasa

67.139.153

50,26%

Ir. H. Joko Widodo


Drs. H.M. Jusuf Kalla

66.435.124

49,74%

33.574.277

100,00%

Jumlah

Dengan demikian, pemohon pun meminta MK untuk menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut
1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sebagai presiden dan wakil
presiden terpilih periode 2014-2019 dan memerintahkan kepada
termohon untuk mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan pasangan calon yang terpilih yaitu Prabowo Subianto-Hatta
Rajasa periode tahun 2014-2019.
Dalam persidangan selanjutnya yang diselenggarakan pada
hari Jumat (8/8). KPU menyampaikan jawabannya bahwa permohonan Prabowo-Hatta tidak jelas atau kabur (obscuur libel).
Ali Nurdin kuasa hukum KPU selaku pihak termohon menjelaskan anggapannya, bahwa gugatan pemohon mengenai adanya
pelanggaran dalam proses rekapitulasi perhitungan suara tidak
disebutkan kapan, dimana, bagaimana dan pada tingkat apa
rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang yang dilanggara oleh pemohon. Baik pada tingkat TPS, PPS dan PPK
Provinsi atau Kabupaten/Kota.
Sedangkan terkait adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif. KPU menjelaskan, pemohon ternyata tidak dapat
menunjukan adanya perencanaan secara matang yang dilakukan
oleh termohon untuk melakukan pelanggaran, pemohon juga
tidak mampu menunjukan keterlibatan pemohon dari berbagai
tingkatan penyelenggara pemilu dalam melakukan pelanggaran
yang dituduhkan.
Senada dengan KPU, kuasa hukum pasangan calon nomor
urut 2 Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pihak terkait menilai
pasangan calon nomor urut 1 tidak memiliki kedudukan hukum
dalam mengajukan permohonannya. Hal ini disebabkan adanya
pernyataan Prabowo pada rapat pleno penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara dan hasil pemilihan umum presiden dan
wakil presiden tahun 2014 yang dilaksanakan Selasa (22/7) lalu
yang menyatakan menolak pelaksanaan pilpres dan menarik diri
dari proses rekapitulasi yang masih berlangsung.

17

[Sumber: MK dan dari berbagai sumber/IR]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Divisi Pengawasan

Bawaslu Evaluasi Program


Pengawasan Pemilu Tahun 2014

Ketua Bawaslu RI, Muhammad mengatakan evaluasi program-program kerja


di Bawaslu perlu dilakukan, kita harus
meningkatkan kinerja kerja kita pada tahun yang akan datang dengan mempelajari yang sudah dilakukan pada tahun
2014. Jika menemukan masalah kita sharing bersama, dengan sharing dan komunikasi yang baik Insya Allah kita bisa menemukan solusi yang lebih konferehenshif
dan menyehatkan organisasi Bawaslu.
Program kerja Tahun 2015 penting untuk
didiskusikan.
Walaupun pemilu legislatif dan Presiden telah selesai, kesemua itu tidak
mengurangi bobot pengawasan pemilu
oleh Bawaslu berkurang, sejumlah program kegiatan tahun 2015 perlu kita siapkan, yaitu Pemilu Kada. Yang terpenting
adalah menjaga lembaga ini tetap eksis
dan lebih jauh lagi peranannya untuk hadir dimasyarakat, kita perlu meyakinkan
publik bahwa Bawaslu itu memang ada.
Fungsi pengawasan pemilu itu suatu
kebutuhan para pihak pemilu sehingga
sangat dirindukan oleh setiap orang dan
terutama yang berkepentingan, ujar Muhammad.
Lebih jauh Ketua Bawaslu Muhammad menekankan hal tersebut dalam
kesempatan rapat evaluasi pelaksanaan
program kegiatan dilingkup Bawaslu tahun 2014 bertempat di Hotel milenium

Jakarta, Kamis (27/8). Lebih lanjut Muhammad menyatakan pengawasan akan


lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
dengan membangun center of knowledge.
Kalau peranan itu sudah dilakukan oleh
masyarakat Bawaslu tinggal melakukan
penanganan pelanggaran dan sengketa.
Muhammad berkeyakinan pada tahun
2015 kita harus dan mampu mengawalinya dengan sesuatu yang lebih baik, progresif dan sehat. Kelemahan di tahun
2014 menjadi bahan kajian dan dijadikan
penyempurnaan untuk menuju tahun 2015
dengan spirit kinerja lebih baik lagi, tegas Muhammad.
Sementara itu Sekjen Bawaslu RI Gunawan Suswantoro saat membuka acara
rapat terkait evaluasi pelaksanaan program kegiatan perbagian Bawaslu tahun
2014 ini mengatakan, kita perlu melakukan revolusi mental, jika di program tahun 2014 seluruh jajaran Bawaslu focus
pada pemilu pileg dan presiden termasuk
ikut andil dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilu legislatif
serta pemilu Presiden dan wakil Presiden
tahun 2014, maka pada tahun 2015 kita
semua sudah harus siap menghadapi pemilu kada.
Keberadaan dan peranan Bawaslu
harus tetap eksis mengawal proses pada
setiap perhelatan pemilu kada, demikian
Sekjen Bawaslu RI, Gunawan Suswan-

18

toro. Dikatakan Bawaslu memiliki patron pencegahan, patron-patron kita yang


bisa dikatakan berhasil akan kita tularkan
atau kita dorong kepada bawaslu Provinsi
dalam hal melakukan pengawasan dan
penindakan. Kita ajak masyarakat untuk
lebih mengetahui bahwa program Bawaslu itu penting.
Sementara itu Pimpinan Bawaslu,
Daniel Zuchron menambahkan. Gagasan
pengawas adalah inspektorasi, kita sebagai pengawas pemilu bukan eksekutif.
Pemilu kada adalah urusan daerah, dan
kita belum merumuskan antara pusat dan
daerah. Peranan Bawaslu kedepan akan
lebih rumit lagi dalam melaksanakan
pengawasan. Diharapkan jangan lagi
membedakan UU Pileg Pilpres dan Pemilu kada. Pada PHPU pileg dan pilpres.
Kalau tidak ada keterangan dari Bawaslu,
MK akan kebingungan dalam mengambil keputusan. Peranan ini menegaskan
Bawaslu merupakan induknya pengawas
pemilu di Indonesia. Tegas Daniel. Hadir
dalam rapat ini, ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron,
Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro,
Kepala Biro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal, Jajang Abdullah, Kepala
Biro Administrasi, Dermawan Adhi Santoso, serta para Kepala bagian (Kabag)
dan Kepala Subagian (Kasubag) di Bawaslu RI. [IR/NP]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Divisi Pengawasan

Mencari Arah Penyempurnaan Sistem Pemilu


Menjadi idaman bagi bangsa
Indonesia yakni sistem pemerintahan yang demokratis
dan kekuasaan sepenuhnya
ada ditangan rakyat. Artinya,
suara rakyatlah yang menentukan pemimpinnya untuk
masa depan. Selain itu, Pemilu
adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang Undang Dasar
WISNU
tahun 1945.
Ketua Bawaslu, Muhammad, Komisioner KPU, Juri Ardiantoro, Ketua Perludem,

engawasan Pemilu merupakan


suatu bagian yang tidak terpisahkan dalam penyelenggaraan Pemilu demi terciptanya Pemilu yang jujur
dan adil. Dalam kesempatan diskusi publik tentang rekomendasi perbaikan penyelenggaraan Pemilu yang diselenggarakan
oleh Pusat Studi Hukum Publik, di Hotel Red Top, Jalan Peceno-ngan, Jakarta
Pusat, Senin (25/8/2014).
Ketua Bawaslu Muhammad menyampaikan bahwa untuk menunjukkan bahwa
proses Pemilihan Umum itu berlangsung
secara demokratis paling tidak bisa dilihat dari tiga aspek, yaitu pertama adalah
aspek Pemilih, masyarakat ketika datang
ke TPS tidak dalam tekanan apapun, tanpa intimidasi dan merasa nyaman. Yang
kedua lanjutnya, adalah peserta Pemilu,
baik Caleg, Parpol maupun Capres dan
Cawapres, apakah sudah mengikuti peraturan yang ada. Yang ketiga adalah regulasi yang sudah memberikan penguatan
terhadap upaya terwujudnya Pemilu yang
demokratis.
Muhammad melanjutkan dalam diskusi ini, agar nantinya Bawaslu punya
fungsi yang lebih jelas dalam menjalankan tugasnya. Ke depan, bukan Bawaslu
ingin hak menyidik diberikan, paling ti-

Didik Supriyanto hadir dalam Diskusi Publik Rekomendasi Perbaikan Penyelenggaraan Pemilu di Hotel Red Top Jakarta, Senin (25/8).

Ke depan, bukan Bawaslu


ingin hak menyidik diberikan, paling tidak ketika
laporan masuk, Bawaslu
diberi kewenangan untuk
menyidik,

Ketua Bawaslu,
Muhammad
dak ketika laporan masuk, Bawaslu diberi
kewenangan untuk menyidik, tandasnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, semua laporan terkait pelanggaran Pemilu apakah administrasi, pidana
atau etik itu masuk ke Pengawas Pemilu,
setelah dikaji maka Bawaslu memberikan
rekomendasi. Harapannya, untuk memperbaiki penyelenggaraan Pemilu adalah
adanya satu Lembaga Peradilan Pemilu
yang mengatur tentang regulasi Pemilu,
Disampaikan dalam diskusi yang
sama, Didik Supriyanto, Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), bahwa perlunya menghidupkan

19

kembali gagasan kodifikasi undang-undang Pemilu. Penyatuan undang-undang


Pemilu tidak hanya dapat menghilangkan tumpang tindih dan kontradiksi pengaturan, tetapi juga dapat memudahkan
standarisasi pengaturan sehingga terhadap
substansi yang sama dalam Pemilu Legislatif, Pilpres dan Pilkada, pengaturannya
pun juga sama.
Enam undang-undang pemilu yang
ada hingga saat ini terdapat kekosongan
hukum dan tumpang tindih dalam pemilu, ujar Didik. Undang-Undang itu, lanjut Didik adalah Undang-Undang Nomor
32 tahun 20004 tentang Pemilihan Kepala
Daerah, Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2005 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-undang. Serta Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda. Dan UU no 42 tahun 2008
tentang Pilpres, Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Pemilu dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu anggota DPR,
DPD dan DPRD. [WB/FS]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Ketua Bawaslu, Muhammad

Pengawas Pemilu Berperan Terhadap


Perkembangan Demokrasi Indonesia
Dunia mengakui bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan
kualifikasi demokrasi yang terbaik. Hal
ini terbukti dari suksesnya penyelenggaraan pemilu yang melibatkan 190 juta
orang pemilih dan jutaan penyelenggara
pemilu.
Prinsip-prinsip pemilu demokratis
adalah adanya universalitas, kesetaraan,
kebebasan, kerahasiaan, transparansi
dalam penyelenggaraan Pemilu atau
yang kita kenal dengan luber jurdil, ujar
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad menyampaikan materi
mengenai penyelenggaraan dan pengawasan pemilu di Indonesia di Universitas
Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan,
Rabu (20/8/2014).
Muhammad menambahkan, upaya
peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia dilakukan dengan reformasi sistem
ketatanegaraan, partai politik, dan pemilu
serta lembaga penyelenggara pemilu.
Reformasi sistem penyelenggaraan

pemilu menjadi syarat


peningkatan demokrasi
di Indonesia, sebab,
kebijakan politik pascapemilu dinilai tidak berpihak pada kepentingan
masyarakat. Di sisi lain,
penyelenggara dicurigai
tidak netral.
Hal itu, kata dia,
berpengaruh pada
tingkat partisipasi pemilih. Di sisi lain, ada
pula rasa jenuh masyarakat untuk mengikuti pemilu karena
banyaknya penyelenggaraan pemilu termasuk
pilkada.
Terkait lembaga Pengawas pemilu,
Muhammad menuturkan, penguatan
masyarakat sipil adalah ciri masyarakat
modern. Pengawasan publik atau pengawasan partisipatif, akan sangat strategis

KARTIKA

mengingat keterbatasan personil pengawas Pemilu. Diharapkan pengawasan


penyelenggaraan pemilu dapat berjalan
efektif dengan adanya keterlibatan
masyarakat yang ikut mengawasi secara
langsung, kata Muhammad. [dey]

Ketua KPU, Husni Kamil Manik

Digugat ke Mana pun, KPU Siap


Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan siap menghadapi gugatan semua
pihak atas keputusan KPU tentang Pemilu
Presiden 2014. Ke mana pun gugatan
dilayangkan oleh pemohon, KPU akan
melayani.
Nah apabila masih ada pihak yang
mempersoalkan baik peradilan di pengadilan tata usaha negara (PTUN) atau pengadilan negeri kami akan terus mengikutinya dan akan terus merespons apa yang
menjadi perkembangan di peradilan itu,
kata Ketua KPU Husni Kamil Manik,
Jumat (22/8/2014).
Ia memprediksi, gugatan lain yang
akan dihadapinya tidak akan serumit dan
sesulit gugatan di Mahkamah Konsti-

tusi (MK). Misalnya, kata dia, gugatan


di PTUN akan menekankan pada surat
keputusan.
Persiapan menghadapi gugatan di
Pengadilan Negeri ataupun di PTUN tidak
serumit di MK tentunya. Karena biasanya
yang dipersoalkan itu adalah surat keputusan, dan tidak terlalu banyak alat bukti yg
diajukan, biasanya seperti itu, katanya.
Husni menyakini pada dasarnya KPU
telah menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu. Karena itu, KPU pun
menegaskan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan tersebut.
Jadi kami akan mengikuti perkembangan yg ada di peradilan itu, katanya.
[dey]
GOOGLE.COM

20

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini

KPU Perlu Evaluasi Manajemen Pemilu


KPU telah menyelenggarakan Pemilu
Legislatif dan Pemilu Presiden 2014. Meski demikian, penyelenggaraan diwarnai
dengan sengketa di Mahkamah Konstitusi
(MK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Karena itu, KPU dan
Bawaslu harus mengevaluasi manajemen
penyelenggaraan Pemilu 2014.
KPU perlu melakukan evaluasi
menyeluruh atas penyelenggaraan pemilu 2014 lalu, kata Direktur Eksekutif
Perkumpulan Pemilu Untuk Demokrasi
(Perludem) Titi Anggraini, Minggu (24/8).
Dia mengatakan, evaluasi harus
dilakukan mengingat, tugas KPU sebagai
penyelenggara pemilu masih berlanjut.
Setidaknya, lebih dari 200 pemilihan
umum kepala daerah (Pilkada) akan digelar pada 2015 nanti.
Evaluasi tersebut, menurut Titi, harus
segera dilakukan agar kredibilitas KPU
sebagai penyelenggara pemilu yang
profesional bisa dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Evaluasi meliputi
kerangka hukum menyangkut aturan
perundang-undangan penyelenggaraan

pemilu.
KPU juga disarankan
melakukan evaluasi teknis
dengan cara memperbaiki
manajemen penyelenggaraan pemilu. Untuk
memperbaiki kredibilitas
jajaran penyelenggara
pemilu di setiap level
manajemen. Perbaikan
manajemen ini sangat
penting menyangkut tata
kerja secara administratif
dan teknis, ujar Titi.
Menyongsong pelaksanaan pilkada, KPU juga
disarankan Titi untuk memperhatikan
aspek sosialisasi. Pelaksanaan pileg dan
pilpres menunjukkan, partisipasi masyarakat dalam setiap aspek mempengaruhi
pelaksanaan dan hasil pemilu.
Selain menyiapkan pelaksanaan
pilkada, evaluasi menyeluruh juga bisa
dijadikan KPU sebagai persiapan penyusuunan kerangka hukum. Menyambut
pelaksanaan Pilkada serentak pada 2019

RUMAHPEMILU.ORG

nanti. Khusus menyangkut kinerja penylenggaraan pemilu perorangan, Titi menyarankan KPU menyediakan mekanisme
reward dan punishment.
Putusan DKPP yang telah memberhentikan dan memberikan sanksi peringatan
harus dijadikan KPU untuk melakukan
perbaikan. Sekaligus menjadi mekanisme
kontrol internal dan deteksi dini terhadap
upaya penyimpangan yang dilakukan
jajaran KPU, ungkap Titi. [dey]

Pengamat Hukum Tata Negara, Refly Harun

Putusan MK dan DKPP Tak Bisa Dibandingkan


Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan
Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden RI 2014 tidak bisa dibandingkan
dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan
pelanggaran kode etik penyelenggara

pemilu.
DKPP dan MK tidak bisa dibandingkan MK menilai sisi alat bukti apakah
alat bukti sah atau tidak, lalu di DKPP
meniai apakah melanggar kode etik tapi
kan kategori ringan tidak ada intensi
apa-apa, tidak ada maksud apa-apa untuk
kemudian melakukan kecuranganTerlalu membesarbesarkan kalau putusan dua
institusi itu dibandingkan,
kata Pengamat hukum tata
negara Refly Harun, Jumat
(22/8/2014).
Sebelumnya, tim kuasa
hukum Pasangan Calon
Presiden dan Wakil Presiden Prabowo SubiantoHatta Rajasa menilai MK
GOOGLE.COM
tidak konsisten karena

21

menganggap sah pembukaan kotak suara


oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
untuk pengambilan bukti meskipun MK
menilai hal tersebut pelanggaran kode
etik. Sedangkan, dalam putusan sidang
dugaan pelanggaran kode etik DKPP,
KPU dianggap melanggar kode etik
sebagaimana pembukaan kotak suara ini
dipermasalahkan pemohon.
Pembukaan kotak suara dinilai
melanggar kode etik oleh DKPP tapi itu
pelanggaran ringan, sanksi cuma peringatan terhadap komisioner KPU pusat.
Sementara di MK, pelanggaran kode etik
di kotak suara, itu bukan wilayah mereka
untuk menilainya. Itu kewenangan institusi lain, yang dinilai MK adalah apakah
bukti pembukaan kotak suara itu bukti
yang sah untuk dipertanggungjawabkan,
jelas Refly. [dey]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Hentikan Perkara Wabup, Bawaslu Jateng


Sayangkan Sikap Polres Purbalingga

Pimpinan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah.


Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Jawa Tengah mengecam tindakan Kapolres Purbalingga yang melakukan
penghentian penyidikan terhadap kasus
dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Wakil Bupati Purbalingga
Tasdi. Kecaman tersebut disampaikan
oleh Koordinator Divisi Pengawasan dan
Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa
Tengah Teguh Purnomo di Semarang
Senin siang. Kami sangat menyayangkan dan mengecam sikap Kapores Purbalingga yang mengentikan perkara Pemilu
Pilpres, karena menurut kaca mata Bawaslu Jateng kasus tersebut dinilai tidak
kadaluwarsa dan sejak awal sudah masuk
ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu
(Gakkumdu) dan dinyatakan memenuhi
unsur pelangggaran, tapi kok dihentikan
ditengah jalan, tandas Teguh, komisioner
Bawaslu Jateng yang berlatar belakang
Advokat ini.
Teguh tidak sepaham dengan alasan
pihak Kepolisian Resort Purbalingga melalui Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/59.A/VII/2014/Res.
Pbg tertanggal 26 Juli 2014 dengan ala-

san bahwa syarat formil maupun materiil


tidak terpenuhi. Ia menambahkan bahwa,
kasus ini salah satu dari 4 perkara tindak
pidana Pemilu Pilpres 2014 yang dikawal
ketat oleh Bawaslu Jateng. Sebelumnya,
dua tindak pidana Pemilu 2014 yang terjadi di Kabupaten Sragen terkait angggota
KPPS dan masyarakat biasa melakukan
pencoblosan surat suara 2 kali telah divonis bersalah masing-masing dengan
hukuman 6 bulan kurungan dengan masa
percobaan 12 bulan dan denda 6 juta rupiah subsider 2 bulan kurungan. Terpidana
atas nama Mulyadi dan Nanto alias Poto,
warga Tegalombo, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen telah terbukti secara
sah dan meyakinkan melanggar pasal 236
UU No.42 tahun 2008. Sedangkan satu
kasus lagi yang masih dikawal Bawaslu
Jateng adalah petugas KPPS yang juga
PNS melakukan perusakan terhadap surat
suara yang telah dipergunakan sehingga
membuat 34 surat suara menjadi tidak sah.
Terkait perkara di Kabupaten Sukoharjo ini telah juga kami lakukan rekomendasi PSU (Pemungutan Suara Ulang),
namun tidak menggugurkan tindak pidana

22

pelakunya, tandas Teguh Bawaslu Jateng


berharap, semua pihak yang terlibat dalam
proses penanganan tindak pidana Pemilu
Pilpres 2014 baik itu Pengawas Pemilu,
Kepolisian dan Kejaksaan untuk dapat
berperspektif progresif dalam menangani
perkara Pemilu, yang termasuk lex specialis dan artinya membutuhkan perhatian
khusus. Kasus penghentian penyidikan
oleh kepolisian di Purbalingga ini dapat
menjadi preseden buruk dalam penanganan tindak pidana Pemilu di Indonesia.
Kesimpulan kepolisian yang mengatakan perkara tersebut tidak memenuhi
unsur materiil dan formil setelah perkara
tersebut sebelumnya disimpulkan telah
memenuhi unsur. Bahayanya lagi jika
ternyata ada unsur-unsur politis yang diduga mempengaruhi hal tersebut, tegas
Teguh. Pihaknya berharap,, baik Polda
Jateng maupun Kejaksaan Tinggi Jateng
untuk melakukan supervisi lebih lanjut
atas kasus tersebut. Bawaslu Jateng juga
akan melaporkan kasus ini ke Bawaslu
Republik Indonesia, mengingat kasus
ini sudah menasional. [Humas Bawaslu
Jateng/FS]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Rusak Surat Suara, Anggota KPPS Dibui Setahun


Perusak surat suara Pemilihan Umum
Presiden (Pilpres) 2014 di tempat pemungutan suara (TPS) 01 Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, Sukini, 54,
pada sidang Rabu siang kemarin, Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo
memvonis Sukini dengan hukuman 1 tahun penjara dengan denda Rp 12 juta.
Ketua Manjelis Hakim PN Sukoharjo,
Edwin Yudhi Purwanto menilai Sukini
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perusakan surat suara
pada penghitungan surat suara Pilpres
2014 hingga mengakibatkan surat suara
milik orang tidak sah. Karenanya Sukini
didakwa melanggar Pasal 234 UU No. 42
Tahun 2008 tentang Pilpres. Hal-hal yang
memberatkan terdakwa diantaranya, dia
berstatus sebagai PNS dan anggota KPPS
yang seharusnya menjadi panutan.
Demikian disampaikan Koordinator
Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar
Lembaga Bawaslu Jateng Teguh Purnomo
yang terus melakukan monitoring secara
ketat atas persidangan kasus tersebut
mengutip putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Jawa Tengah. Teguh menyitir isi
putusan bahwa yang memberatkan huku-

man tersebut Terdakwa juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan


di persidangan.
Sedangkan hal yang meringankan,
diantaranya terdakwa mempunyai tanggung jawab keluarga dan sopan selama
menjalani persidangan. Secara khusus,
Bawaslu Jateng menyambut baik atas
putusan kasus pidana Pemilu yang disidangkan di Pengadilan Negeri Sukoharjo
tersebut. Walaupun vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim adalah vonis hukuman
minimal dari pasal yang digunakan, namun kami tetap berikan apresiasi, karena
dari beberapa kasus di Jawa Tengah, hampir semua terbukti dan di hukum, namun
rata-rata hukumannya percobaan, tetapi
yang ini bukan percobaan, karena hukuman minimalnya adalah 12 bulan diterapkan ditambah dengan denda 12 juta rupiah, tandas Teguh. Komisioner Bawaslu
Jateng yang berlatarbelakang Advokat ini
menambahkan bahwa dari 4 perkara Pilpres 2014, dua diantaranya di Kabupaten
Sragen berupa penggunaan hak suara lebih dari satu kali diputus hukuman 6 bulan
masa percobaan 1 tahun.
Yang lebih parah lagi adalah yang

23

terjadi di kabupaten Purbalingga berupa


kampanye di luar jadwal yang diduga dilakukan oleh Wakil Bupati Purbalingga
Tasdi. Namun, prosesnya kandas di Polres
Purbalingga karena Polres Purbalingga
Surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3). Kami sangat kecewa dengan sikap
Kapolres Purbalingga yang justru mengeluarkan surat penghentian penyidikan,
makannya hal ini telah kami laporkan ke
Bawaslu RI untuk ditindaklanjuti, tandas
Teguh. Perlu Bongkar Aktor Dibelakang
Layar Bagi Bawaslu Jateng, Sukini Anggota KPPS 1 Desa Dukuh, Kecamatan
Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo bisa
jadi hanya merupakan pemain lapangan
yang ditugaskan untuk memenangkan
calon tertentu di TPS tersebut, dengan
cara merusak surat suara yang tadinya
sah. Yang belum terbongkar sampai vonis
di jatuhkan adalah siapa dalang atau orang
yang menyuruh lakukan hal tersebut. Ini
menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua,
baik jajaran Bawaslu Jateng, Kepolisian
dan Kejaksaan, karena Terdakwa sendiri
dalam persidangan tidak menceriterakan
hal tersebut secara gamblang, tandas
Teguh [Humas Bawaslu Jateng./FS]

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Ketua Bawaslu Apresiasi Sentra Gakkumdu Sulteng


Ketua Bawaslu, Muhammad mengapresiasi kinerja dan koordinasi jajaran Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakkan Hukum Terpadu) Sulawesi Tengah
(Sulteng) karena telah berhasil mengawal
proses Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2014. Hal tersebut dikatakan
Ketua Bawaslu, Muhammad saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi
Evaluasi Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) se-Provinsi Sulawesi
Tengah Tahun 2014, di Palu, Kamis (4/9).
Hadir dalam rakor ini, Ketua Bawaslu Provinsi Sulteng, Ratna Dewi Pettalolo, Anggota Bawaslu Sulteng, Asrifai
dan Zaidul Bahri Mokoagow dan peserta
dari Polda, Kejati dan Pengawas Pemilu
Sulteng. Kita patut syukuri dan ini atas
kinerja dan koordinasi yang baik dari
teman-teman di Sulawesi Tengah (Pengawas Pemilu, Polda dan Kejati) di Sentra
Gakkumdu, ujar Muhammad. Selanjut-

nya Ketua Bawaslu,


Muhammad menjelaskan bahwa sejak awal
Bawaslu, Kepolisian
dan Kejaksaan menyusun Sentra Gakkumdu (MoU ditandatangani Ketua Bawaslu,
Muhammad, Kapolri,
Timur Pradopo, Jaksa
Agung, Basrief AriefKARTIKA
red) yang disusun
Ketua Bawaslu, Muhammad dan Ketua Bawaslu Provinsecara berjenjang samsi Sulteng, Ratna Dewi Pettalolo dan Pimpinan Bawaslu
pai ke tingkat pusat,
Sulteng, Asrifai.
tidak sedikitpun ada
niat untuk menjadikan
memastikan Pemilu Legislatifdan PemiGakkumdu ini sebagai instrumen untuk
lu Presiden berjalan sesuai dengan yang
mencari-cari kesalahan peserta Pemilu.
kita harapkan. Yang benar harus dihargai,
Filosofinya Gakkumdu itu tidak untuk
yang curang harus diberi penindakan humenghukum. Kita tidak mencari kesalahkum, tegasnya.
an caleg atau capres dan seterusnya, tetapi
[CK]
semata-mata tujuan Gakkumdu adalah

Masyarakat Kalimantan Timur Menolak Pilkada Melalui DPRD


Pilkada merupakan sarana perwujudan demokrasi, artinya, kedaulatan penuh
berada ditangan rakyat. Sebagaiman amanah pasal 1 ayat 2 undang-undang dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945
(UUD NRI Tahun 1945) yang menyatakan
bahwa, kedaulatan berada ditangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar. Secara eksplisit, ketentuan tersebut
dapat dimaknai rakyatlah yang harus diberikan mandat untuk menentukan masa
depan bangsa ini. Termasuk dalam memeilih pemimpinnya sendiri. Untuk itu, Pilkada secara langsung merupakan jaminan
bagi setiap warga Negara untuk dapat menentukan hak pilihnya. Mengembalikan
Pilkada kepada DPRD, berarti memotong
hak politik tersebut
Setidaknya terdapat lima catatan mengapa Pilkada harus dilakukan secara langsung :
Pertama : adanya otonomi daerah
dalam rangka menjamin bagi rakyat ditingkat local.
Kedua : tafsir konstitusi terhadap
pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945
yang menyebutkan bahwa, kata Demokratis tidak harus melalui pemilihan

secara langsung, tidak berdasar. Dalam


konteks Negara modern, terlebih Negara
yang menjalankan system demokrasi seperti Indonesia. Pemilihan secara langsung
oleh rakyat adalah perwujudan kedaulatan
ditangan rakyat. Demokrasi perwakilan
yang tersimbolisasi melalui pemilihan
anggota DPRD memiliki dimensi yang
berbeda dengan pemilihan kepala Daerah.
Tafsir sila ke-4 pancasila mengenai permusyawaratan/perwakilan bukan hanya
tafsir terhadap RUU pilkada. Akan tetapi
harus dimaknai sebagai cara pengambilan
kebijakan dalam berbangsa dan bernegara. Penyempitan Pengertian hal tersebut
merupakan bentuk pengerdilan terhadap
Pancasila sebagai norma fundamental bernegara.
Ketiga : Sebagai bangsa yang besar, Indonesia harus memiliki konsistensi dalam
system ketatanegaraan. Penyelenggara pemilihan pemimpin Negara ini harus selaras
antara tingkat pusat dan tingkat local.
Keempat : alasan biaya mahal bukanlah alasan yang tepat untuk merubah norma hukum dengan cara mencabut hak konstitusional warga Negara. Upaya perbaikan
system Pilkada memang sebuah pekerjaan
yang besar bangsa ini. Namun bukan be-

24

rarti hak konstitusional itu dicabut dari


akarnya dan ditanam dilain tempat.
Kelima : tidak ada yang dapat menjamin bahwa Pilkada melalui DPRD tidak
menyuburkan politik transaksional dan
politik dinasti. Bahkan kita pernah merasakan sejarah bahwa Pilkada melalui
DPRD mengalami kegagalan dalam melahirkan Pemimpin yang amanah bahkan
menghambat tujuan otonomi daerah.
Secara keseluruhan, Pilkada langsung
yang berlaku selama ini bukannya tanpa
kekurangan. Namun solusi jalan pintas
dengan mengembalikan Pilkada melalui
DPRD juga tidak bijak. Manakala Pilkada
dilakukan melalui DPRD maka hal ini
adalah bentuk Korupsi Demokrasi. Sudah saatnya Indonesia mempunyai system
Pilkada yang hemat dan menjamin hak
Konstitusional warga Negara. Maka dari
itu semua, masyarakat Kalimantan Timur
rindu hadirnya Pilkada tanpa money Politic. Pilkada yang menjamin lahirnya pemimpin terbaik.
Kami bukan hanya ingin sejahtera
akan tetapi kami juga ingin dihargai sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan
bernegara .
[IR]

BULETIN
2014
BULETINBAWASLU,
BAWASLU,EDISI
EDISI08,
03,AGUSTUS
MARET 2014

Bawaslu Peringati HUT Kemerdekaan RI ke-69


Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melaksanakan
Upacara untuk memperingati Hari Ulang Tahun
(HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 di
Gedung Bawaslu, Jalan MH. Thamrin No.14 Jakarta, Minggu (17/8). Bertindak sebagai inspektur
upacara Pimpinan Bawaslu, Nasrullah dan sebagai
Komandan Upacara Kepala Bagian Humas dan
Kerjasama Antar Lembaga, Hengky Pramono.
Dalam acara yang dihadiri oleh seluruh pejabat
dan staf di Sekretariat Jenderal Bawaslu tersebut,
hadir juga Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan
Bawaslu Endang Wihdatiningtyas, dan Sekretaris
Jenderal Bawaslu, Gunawan Suswantoro.
Foto-foto : Humas Bawaslu
Pimpinan Bawaslu, Nasrullah sebagai inspektur upacara.

Pembacaan naskah Pembukaan UUD 1945.

Ketua Bawaslu, Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dan Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro.

25

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Tarik tambang

Lomba
Memperingati
HUT RI
ke-69
Bermain Futsal

Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro, Kepala Biro Administrasi Bawaslu, Adhi Santoso, Kepala Biro
Administrasi DKPP, Ahmad Khumaidi, Kabag Humas dan Antar Lembaga, Hengky Pramono mengikuti lomba balap kelereng.

26

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

Lomba Masak Nasi Goreng

Memeriahkan HUT Kemerdekaan RI ke-69, Sekretariat Jenderal Bawaslu RI


mengadakan lomba masak nasi
goreng bagi Pimpinan Bawaslu
dan pejabat Bawaslu. Ketua
Bawaslu, Muahammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Nelson
Simanjuntak, Sekjen Bawaslu,
Gunawan Suswantoro dan Kepala Biro Administrasi DKPP
Ahmad Khumaidi turut berpartisipasi mengikuti lomba ini.

Koki-koki Bawaslu

Pimpinan
Bawaslu,
Nasrullah serius
memasak nasi
goreng

Ketua Bawaslu, Muhammad dan Sekjen Bawaslu, Gunawan


Suswantoro memasak nasi goreng.

Pimpinan Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas dan Komisioner KPU, Ida


Pimpinan Bawaslu, Nelson Simanjuntak (kanan) dan Kepala Budhiati mengumumkan pemenang
lomba masak nasi goreng.
Biro Administrasi DKPP serius memasak nasi goreng

27

BULETIN BAWASLU, EDISI 08, AGUSTUS 2014

P
S
EMI
A
W
L
A
IH
G
A
N

WISNU

Pimpinan Bawaslu, Daniel Zuchron berbincang dengan Komisioner KPU,


Ferry Kurnia Rizkyansyah setelah pelaksanaan sidang perdana Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

UM

BADAN

PE

HUMAS

Ketua Bawaslu Muhammad, Pimpinan Bawaslu, Nasrullah, Pimpinan


Bawaslu, Endang Wihdatiningtyas, Sekjen Bawaslu, Gunawan Suswantoro, Kabiro Administrasi, Adhi Santoso, Kabiro Pengawasan,
Bernad D Sutrisno, Kabiro Hukum, Humas dan Pengawasan Internal,
Jajang Abdullah dan Kabiro Administrasi DKPP, Ahmad Khumaidi.

UM

A S L U
WISNU

Diskusi KJPP tentang pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan


Umum (Pemilu) 2014, di Gedung Bawaslu, Jumat (29/8).

N
O
IK IND

SI

BL

IRWAN

Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia (BAWASLU RI) membahas


Laporan Realisasi Penyerapan Anggaran Tahun 2013 antara Komisi II DPR
RI, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam Rapat Dengar Pendapat
(RDP) yang digelar di Gedung DPR RI, Senin (25/8).

RE

HENDRU

Ketua Bawaslu Muhammad berfoto bersama Panwaslu Kab/Kota SeSumatera Utara pada Rapat Koordinasi Evaluasi Sentra Gakkumdu
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014 di Hotel Grand Antares Medan, Senin (8/9)

HUMAS

Rapat persiapan Implementasi Perbawaslu Nomer 10 Tahun 2014 bertempat di Hotel Akmani Jakarta, juga dihadiri Kepala Biro Umum Bawaslu RI,
berlangsung selama 2 hari yaitu dari Tanggal 6 s.d 7 Agustus 2014.

28

Anda mungkin juga menyukai