Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak
menyenangkan pada bagian atas perut (Almatsier, 2004). Istilah 'dispepsia' berasal
dari bahasa Yunani '-' (dys-) dan '' (pepse), dikenal sebagai gangguan
pencernaan. Ini pertama kali tercatat dalam pertengahan abad 18 dan sejak saat itu
telah banyak digunakan (Baron et al. 2006).
Dispepsia fungsional adalah suatu kondisi yang sangat umum dengan
prevalensi tinggi di seluruh dunia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Patofisiologi dispepsia telah diselidiki selama dua dekade terakhir (Brun & Kuo,
2010). Dispepsia mempengaruhi sampai 40 persen orang dewasa setiap tahun dan
sering didiagnosis sebagai dispepsia (nonulcer) fungsional. Gejala berupa kepenuhan
setelah makan, cepat kenyang, atau nyeri epigastrium atau terbakar tanpa adanya
penyebab struktural. Gejala-gejala ini dapat berdampingan dengan gejala gangguan
pencernaan fungsional, seperti gastroesophageal reflux dan irritable bowel syndrome,
serta kecemasan dan depresi (Loyd dan McClellan, 2011). Legarde dan Spiro
menyebutnya sebagai dispepsia fungsional untuk keluhan tidak enak perut bagian atas
yang bersifat intermiten sedangkan dengan pemeriksaan tidak didapatkan kelainan
organis. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien berupa rasa penuh di ulu hati
sesudah makan, kembung, sering bersendawa, cepat kenyang, anoreksia, nausea,
vomitus, rasa terbakar di ulu hati dan regurgitasi. Dispepsia fungsional ini umumnya
bersifat kronis dan sering kambuh (Mudjaddid, 2009).
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa dispepsia
fungsional mempengaruhi 29% dari populasi studi karyawan di Amerika Serikat
(Shaib dan El-Serag, 2004). Dalam populasi studi dari Eropa 20,6% dari subyek
mengalami epigastrium gejala selama 12 bulan sebelumnya (Piessevaux et al. 2009).
Di negara-negara Asia belum banyak data tentang dispepsia tetapi diperkirakan

Universitas Sumatera Utara

dialami oleh sedikitnya 20% dalam populasi umum. Data Depkes tahun 2004
menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien rawat
inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3% (Harahap Y, 2009). Sementara di
Indonesia, berdasarkan penelitian pada 120 mahasiswa Institut Pertanian Bogor telah
menunjukkan bahwa tingkat stres berhubungan dengan munculnya dispepsia
(Susanti, 2010).
Sejak beberapa ratus tahun sebelum masehi, para ahli Socrates dan
Hypocrates, yang menyebutkannya melancholi dan mengakui bahwa faktor psikis
berperan penting pada kejadian dan perjalanan penyakit seseorang. Walaupun
kemudian mengalami perkembangan (sesuai alam fikiran pada zamannya), namun
akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak hanya terletak pada sel
atau jaringan saja, tetapi terletak pada organisme yang hidup dan kehidupan, tidak
ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali hubungannya dengan faktorfaktor lingkungan yaitu lingkungan bio-sosio-kultural dan agama (Mudjadid, 2001
dikutip dari Tarigan, 2003).
Faktor psikis dan emosi (seperti pada ansietas dan depresi) dapat
mempengaruhi fungsi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam
lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung serta
menurunkan ambang rasa nyeri. Pasien dispepsia umumnya menderita ansietas,
depresi dan neurotik lebih jelas dibandingkan orang normal ( Mudjaddid, 2009).
Tuntutan akademis kuliah dimasa sekarang tidak jarang begitu berat.
Mahasiswa merasa dituntut untuk meraih pencapaian yang telah ditentukan, baik oleh
pihak fakultas atau universitas maupun dari mahasiswa itu sendiri. Tuntutan ini dapat
memberi tekanan yang melampaui batas kemampuan mahasiswa itu sendiri dan dapat
memicu terjadinya stres pada mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa
Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang akan menghadapi berbagai kegiatan
akademik untuk melihat hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia. Alasan
penentuan lokasi antara lain untuk menjaga homogenitas dari sampel.

Universitas Sumatera Utara

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah

sebagai berikut : Apakah ada hubungan tingkat stres dengan kejadian dispepsia
fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara?.

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini yaitu mencari hubungan
tingkat stres dengan kejadian dispepsia fungsional pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2. Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1.

Mengetahui tingkat stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatera Utara.

2.

Mengetahui angka kejadian dispepsia fungsional pada Mahasiswa


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan membawa manfaat-manfaat yaitu :
1.

Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir


secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu
penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar.

Hasil

penelitian

ini

diharapkan

mampu

meningkatkan

pengetahuan peneliti mengenai dispepsia fungsional.

Universitas Sumatera Utara

2. Bagi mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi tentang


tingkat stres dan dispepsia fungsional pada mahasiswa

3.

Bagi peneliti lain

Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar


untuk penelitian lebih lanjut tentang hubungan tingkat stress
dengan dispepsia fungsional.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai