Volume II Nomor 4, Agustus 2011
Volume II Nomor 4, Agustus 2011
ISSN : 2087-9105
Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Pendek Pada Remaja
Di Kabupaten Gunung Mas
Vissia Didin, Maria Julin Rarome, Heti Ira Ayue ........................................................
Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 7-23 Bulan
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES PALANGKA RAYA
16
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Taksiran Berat Janin Ibu Hamil Trimester III
Di Palangka Raya
Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna .................................................
21
27
40
Pengaruh Pemberian Regimen Air Susu Ibu Pada Perawatan Tali Pusat Terhadap
Waktu Pelepasan Tali Pusat
Tri Ratna Ariestini, Christine Aden, Ester Inung Sylvia ..............................................
50
ISSN : 2087-9105
TIM REDAKSI
Penanggung Jawab
Pelindung
Penyunting Ahli
Penyunting Pelaksana
Pelaksana TU
Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 - 3230730
Email
: forumkesehatanpky@gmail.com,
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id
Terbit 2 (dua) kali setahun.
ISSN : 2087-9105
PENGANTAR REDAKSI
Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam
Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian
dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka
diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
FORUM KESEHATAN merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang
menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun
informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya
bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya
berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama FORUM KESEHATAN
volume kedua nomor keempat ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh, kami
akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akan
muncul pada penerbitan penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan
kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya FORUM KESEHATAN volume
kedua nomor keempat ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada
Dewan Redaksi yang telah meluangkan waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah
hasil penelitian/karya ilmiah yang telah disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan
naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan FORUM
KESEHATAN ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam FORUM KESEHATAN volume
kedua nomor keempat ini dapat menambah wawasan dan memberikan pencerahan bagai
lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.
Tim Redaksi
ISSN : 2087-9105
DAFTAR ISI
Hal.
Berat Badan Lahir Rendah Sebagai Faktor Risiko Pendek Pada Remaja
Di Kabupaten Gunung Mas
Vissia Didin, Maria Julin Rarome, Heti Ira Ayue ........................................................
Hubungan Penyapihan Dini Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Usia 7-23 Bulan
Di Puskesmas Pahandut Palangka Raya
Noordiati, Legawati, Riyanti ..........................................................................................
13
23
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Taksiran Berat Janin Ibu Hamil Trimester III
Di Palangka Raya
Christine Aden, Natalansyah, Marselinus Heriteluna ..................................................
32
42
48
Pengaruh Pemberian Regimen Air Susu Ibu Pada Perawatan Tali Pusat Terhadap
Waktu Pelepasan Tali Pusat
Tri Ratna Ariestini, Christine Aden, Ester Inung Sylvia ..............................................
54
Abstrak
Defisit pertumbuhan tinggi badan anak usia kurang dari 5 tahun banyak didapatkan di negara
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. WHO melaporkan di tahun 1992 terdapat kurang lebih lima
puluh persen anak berumur kurang dari 5 tahun diklasifikasikan sebagai pendek (stunted), keadaan ini
masih tetap bertahan sampai dengan tahun 1997. Tahun 2010, di Asia mengalami penurunan drastic
yaitu 28%. Walaupun di Asia telah terjadi penurunan yang drastis, namun di Indonesia (dan beberapa
provinsi) prevalensi stunting masih lebih tinggi (37%) dan masih merupakan masalah di beberapa
provinsi di Indonesia. Jika keadaan ini di Indonesia tidak mengalami perubahan dari tahun ke tahun,
maka dapat membawa dampak terutama pada perkembangan kognitif anak di usia remaja. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui apa yang menjadi factor penyebab terjadinya stunted di Kabupaten
Gunung Mas. Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil dari 3 sekolah yang mewakili.
Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistic. Hasil penelitian menunjukan variabel yang
dapat mempengaruhi defisit tinggi badan anak pada usia remaja adalah BBLR, faktor genetik (tinggi
badan bapak), kebiasaan minum susu, dan pemberian ASI. Berdasarkan penelitian tersebut
disarankan perlunya peran orang tua dalam memantau perkembangan anak sejak dini, perbaikan
kondisi sosial ekonomi, edukasi bagi orang tua, revitalisasi fungsi posyandu, dan penyuluhan nutrisi
bagi remaja.
Kata Kunci: Pendek, Remaja, Kabupaten Gunung Mas, BBLR
Abstract
Height growth deficits of children aged less than 5 years found in many Southeast Asian
countries, including Indonesia. WHO report in 1992 there were approximately fifty percent of
children younger than 5 years were classified as short (stunted), this situation persisted until 1997. In
2010, in Asia has decreased drastically at 28% 3. Although in Asia there has been a drastic decline,
but in Indonesia (and some provinces) the prevalence of stunting was higher (37%) and is still a
problem in some provinces in Indonesia. If this situation in Indonesia did not change from year to
year, it could have an impact especially on children's cognitive development in adolescence. This
study aims to determine what the cause of stunted factor in Gunung Mas. This study uses primary
data drawn from three schools are represented. Data were analyzed using logistic regression test. The
results showed a deficit of variables that can affect a child's height in adolescence are genetic factors
(father's height), the habit of drinking milk, breastfeeding, and low birth weight. Based on these
studies suggested the role of parents in monitoring children's development, improvement of
socioeconomic conditions, education for parents, revitalization posyandu function, and nutrition
education for adolescents.
Keywords: Stunted, Adolesecent, Gunung Mas District, LBW
1
Pendahuluan
Defisit pertumbuhan tinggi badan anak
usia kurang dari 5 tahun banyak didapatkan di
negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia1,2.
WHO melaporkan di tahun 1992 terdapat kurang
lebih lima puluh persen anak berumur kurang dari
5 tahun diklasifikasikan sebagai pendek (stunted),
keadaan ini masih tetap bertahan sampai dengan
tahun 19971. Defisit pertumbuhan di sebagian
negara berkembang terjadi pada masa balita3,4. Ada
beberapa penyebab terjadinya defisit pertumbuhan
pada masa balita, pada negara berkembang faktor
utamanya adalah tidak cukupnya asupan makanan,
infeksi, dan berat badan pada waktu lahir3,4.
Ditemukan juga bahwa umur dan status gizi dari
ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Ibu
yang kurang gizi berpotensi mempunyai janin yang
kecil. Faktor sosial ekonomi secara tidak langsung
mempengaruhi status gizi anak, tetapi lebih
dikarenakan ketersediaan pangan dan asupan
makanan di keluarga serta meningkatnya kesakitan
pada anak1.
Anak-anak yang mengalami stunting pada
masa balita (early childhood) biasanya akan
menjadi anak yang lebih pendek pada masa dewasa
(adults)5. Lebih lanjut, satu diantara orang dewasa
yang memiliki ukuran pendek berasal dari masa
kanak-kanak yang pendek juga (stunted). Hal
tersebut akan berakibat pada saat mereka
memasuki usia dewasa dan bekerja akan
mengurangi kapasitas atau kemampuan kerja
mereka. Di lain pihak wanita yang bertubuh
pendek berisiko mempunyai bayi yang kecil.
Seperti dilaporkan oleh Klebanoff et al, terjadi efek
antargenerasi, yaitu bayi-bayi dengan berat badan
lahir
rendah
nantinya
akan
mengalami
keterlambatan pertumbuhan. Keadaan yang rentan
(misalnya infeksi dan asupan makanan tidak
cukup) yang kumulatif menyebabkan proses
pertumbuhan kerangka tubuh lambat atau stunting
(defisit pertumbuhan) atau biasa disebut sebagai
pendek, dengan panjang badan yang dicapai tidak
sesuai dengan umur.
Pertumbuhan dan perkembangan anak
merupakan
proses
panjang
yang
berkesinambungan. Derajat kesehatan anak pada
Metodologi
Jenis penelitian ini adalah penelitian cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah
Menengah Umum (SMU) di Kabupaten Gunung
Mas. Waktu penelitian yaitu pada bulan Oktober
Desember 2011. Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh remaja yang bersekolah di sekolah
menengah umum di Kabupaten Gunung Mas.
Sampel, besar sampel pada penelitian ini dihitung
berdasarkan rumus Lameshow dengan dengan
2
Hasil
Penimbangan berat badan saat bayi hanya
dilakukan pada 78,3% responden. Rerata berat
lahir yaitu 3024 659 gram dengan nilai median
3000 gram. Berat lahir terendah yaitu 1000 gram
dan yang terbesar yaitu 5000 gram. Pengukuran
panjang badan bayi dilakukan oleh 69,7%
responden. Rerata panjang badan 46,3 8,9 cm
dengan nilai median 48 cm. panjang badan
terendah 28 cm dan tertinggi 65 cm. Tujuh puluh
persen responden adalah anak ke-1 sampai dengan
anak ke-3. Urutan anak ke-5 atau lebih yaitu
sebesar 19,5%. Jumlah saudara kandung 1-3 orang
sebesar 49,8%, sedangkan jumlah saudara kandung
empat atau lebih dari empat 50%. Jumlah saudara
kandung terbanyak yaitu 11 orang.
Kebiasaan makan anak diukur dengan
menggunakan metoda food frequency sejumlah
bahan makanan atau makanan jadi selama harian
dan minggu. Frekuensi makan responden sebagian
besar yaitu 3 kali sehari (80,9%). Hasil penelitian
menunjukan bahwa konsumsi protein per hari
cukup besar, meliputi telur (32,5%), minum susu
(31,8%), dan makan ikan segar (25,6%). Konsumsi
sayur-sayuran per hari juga besar yaitu sebesar
55,6%. Konsumsi buah-buahan per hari yaitu
21,3% anak yang mengkonsumsi buah-buah setiap
harinya. Konsumsi makan remaja yang paling
digemari (ukuran setiap hari) yaitu mie (40,4%),
gorengan (44%), minum teh (27,4%), dan minum
softdrink (23,1%).
Dari hasil bivariate ditemukan variable yang
memenuhi kriteria kandidat model adalah BBLR
Pembahasan
Defisit Pertumbuhan Tinggi Badan Remaja
Ukuran badan yang lebih pendek pada umur
tertentu dapat disebut sebagai pendek (shortness)
atau retardasi pertumbuhan (stunting). Pendek
merupakan deskriptif untuk ukuran badan yang
lebih pendek untuk umur tertentu. Definisi ini
sama tidak mencerminkan sebab terjadinya pendek
tersebut dan juga tidak mencerminkan suatu
keadaan baik normal maupun patologis. Stunting
merupakan definisi yang umumnya dipakai untuk
menyatakan bahwa pendek merupakan suatu
keadaan yang patologis. Stunting mencerminkan
suatu proses kegagalan dalam mencapai
pertumbuhan linier yang potensial sebagai akibat
adanya status kesehatan atau status gizi.
Tabel 1. Hasil Analisis Bivariate (Chi Square) Karakteristik Awal Remaja terhadap
Kejadian Pendek di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)
Variabel
Independent
Jenis
Kelamin
TB/U
Normal Stunted
laki-laki
perempuan
Nama Sekolah
24
35,3%
48
32.5%
68
100.0%
151
100.0%
0,609
0,017
132
56
188
BBLR
%
Jumlah
%
70.2%
15
48.4%
29.8%
16
51.6%
100.0%
31
100.0%
Jumlah
%
Jumlah
%
61
70.9%
86
64.7%
25
29.1%
47
35.3%
86
100.0%
133
100.0%
0,930
Jumlah
129
48
177
0,000
72.9%
27.1%
100.0%
18
24
42
42.9%
57.1%
100.0%
57
18
75
76.0%
24.0%
100.0%
90
54
144
62.5%
37.5%
100.0%
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
33
67.3%
90
68.7%
24
61.5%
16
32.7%
41
31.3%
15
38.5%
49
100.0%
131
100.0%
39
100.0%
Kurun
Tidak
Ya
Jumlah
%
4 bln
Jumlah
%
< 4bln
Jumlah sdr
Kandung
44
64.7%
103
68,2%
Jumlah
ASI
Nilai P
Normal
Manuhing
Penyakit kronis
Jumlah
%
Jumlah
%
Total
1-2 org
3-5 org
>5 org
Jumlah
0,044
1
0,571
0,404
Tabel 2. Hasil Analisis Bivariate (t-test tidak berpasangan) Faktor Genetik (TB orang tua) terhadap
Kejadian Pendek di Kapubaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)
n
Rerata
SD
Nilai
P
TB Ibu
Pertumbuhan TB/U
Stunted
72
152,6
7,4
Normal
147
153,6
5,3
0,326
Rerata
Nilai
SD
TB Ibu
Pertumbuhan TB/U
Stunted
72
161,4
7,3
Normal
147
163,5
7,4
0,052
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariate (t-test tidak berpasangan) Faktor Kebiasaan Makan Remaja
terhadap Kejadian Pendek, Kapubaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, 2011 (n=219)
Kebiasaan Makan Remaja
Kejadian Stunted
Stunted
Total
Nilai P
Non Stunted
Tidak pernah
11
50
11
50
22
100
0,996
Mingguan
39
31
87
69
126
100
0,108
Setiap hari
22
31
49
69
71
100
Tidak pernah
37,5
15
62,5
24
100
0,500
Mingguan
46
33,3
92
66,7
138
100
0,634
Setiap hari
17
70,2
17
29,8
57
100
Tidak pernah
27
30,7
61
69,3
88
100
0,291
Mingguan
38
32,8
78
67,2
116
100
0,229
Setiap hari
46,7
53,3
15
100
Tidak pernah
38,1
13
61,9
21
100
0,182
Mingguan
55
35
102
65
157
100
0,115
Setiap hari
22
32
78
41
100
Tidak pernah
16
34,8
30
65,2
46
100
0,029
Mingguan
40
38,8
63
61,2
103
100
0,162
Setiap hari
16
22,9
54
77,1
70
100
Tidak pernah
11
40,7
16
59,3
27
100
0,542
Mingguan
33
30
77
70
110
100
0,536
Setiap hari
28
34,1
54
65,9
82
100
Tidak pernah
22
33,3
44
66,7
66
100
0,744
Mingguan
33
32
70
68
103
100
0,854
Setiap hari
17
34
33
66
50
100
Kejadian Stunted
Stunted
Total
Nilai P
Non Stunted
Tidak pernah
22,7
17
77,3
22
100
0,529
Mingguan
35
34,7
66
65,3
101
100
0,144
Setiap hari
32
33,3
64
66,7
96
100
Tidak pernah
14
23,7
45
76,3
59
100
0,584
Mingguan
33
34,7
62
65,3
95
100
0,305
Setiap hari
25
38,5
40
61,5
65
100
Tidak pernah
10
19,6
41
80,4
51
100
0,394
Mingguan
54
38,6
86
61,4
140
100
0,460
Tidak pernah
15
27,8
39
72,2
54
100
Mingguan
47
34,6
89
65,4
136
100
0,350
Setiap hari
10
34,5
19
65,5
29
100
0,726
Tidak pernah
34
30,1
79
69,9
113
100
Mingguan
36
36,7
62
63,3
98
100
0,185
Setiap hari
25
75
100
0,311
Tidak pernah
18,2
18
81,8
22
100
Mingguan
30
39,5
46
60,5
76
100
0,154
Setiap hari
38
31,4
83
68,6
121
100
0,491
Tidak pernah
14
26,4
39
73,6
53
100
Mingguan
48
40,3
71
59,7
119
100
0,042
Setiap hari
10
21,3
37
78,7
47
100
0,162
Setiap hari
28,6
20
71,4
28
100
Tabel 4. Model Akhir Analisis Regresi Logistik Berganda antara Determinan Stunted
dengan Kejadian Pendek pada Remaja, Kabupaten Gunung Mas, Kalteng, 2011 (n=219)
No.
1
Variabel
OR
95% CI
Nilai P
BBLR
1.6
0,701 3,792
0,256
Normal
1
1,868 8,525
0,000
Kondisi lahir
Penyakit Kronis
Ya
Tidak
3.9
1
Variabel
OR
95% CI
Nilai P
<4 bulan
1.54
1,377 5,068
0,077
4 bulan
1
0.9
0,907 0,991
0,017
Tidak pernah
2.3
0,996 5,333
0,051
Mingguan
1.2
0,428 3,123
0,775
Setiap hari
ASI
TB Bapak (cm)
Makan buah
perumpuan percepatan pertumbuhan dimulai kirakira satu setengah tahun sebelum laki-laki dan
hampir lengkap pada usia 13,5 tahun, dalam tahun
perubahan puncak tinggi badan bertambah kirakira 8 cm. Setelah ini, kecepatan pertumbuhan
tinggi badan berkurang, dan pada umur 18 tahun
pertumbuhan tinggi badan hampir lengkap. Untuk
anak laki-laki masih terjadi pertambahan tinggi
badan kira-kira 2,5cm lagi.
Antropometri remaja bervariasi sangat
signifikan di dunia. Pertumbuhan berbeda antara
kelompok-kelompok dan berhubungan dengan
status nutrisi, tingkat social ekonomi, tingkat
urbanisasi, dan ketinggian tempat. Untuk individu
remaja pertumbuhan mungkin terbatas pada
beberapa factor, diantaranya lamanya kekurangan
nutrisi, infeksi, dan penyakit kronis. Terdapat bukti
bahwa anak yang mempunyai pengalaman pada
masa anak-anak dengan kemiskinan dan kemudian
diadopsi oleh keluarga kaya dapat menunjukkan
kejar tumbuh dan perkembangan pubertas yang
lebih cepat mencapai batas normal8. Indikator
antrometri dalam hal ini stunting untuk remaja
yaitu <-2 Z skor adalah sama dengan yang
digunakan untuk anak-anak. Meskipun prevalensi
yang diharapkan untuk stunting selama remaja
lebih rendah lebih rendah, rekomendasi ini
merupakan kelanjutan dari usia muda. Jika pada
penelitian ini stunting pada remaja 33% itu berarti
kelanjutan stunting di usia kanak-kanak.
Defisit pertumbuhan tinggi badan anak telah
dialami sejak usia 1-2 tahun, baik pada anak
7
Kondisi
Sosial
Ekonomi,
Kesehatan
Lingkungan, dan Defisit Pertumbuhan Tinggi
Badan Remaja
Pertanyaan mengenai seberapa besar defisit
pertumbuhan dan kesehatan yang buruk pada masa
balita dapat mempengaruhi tinggi badannya diusia
remaja dapat dijawab dengan beberapa pendekatan.
Pada subbab ini dibahas mengenai kondisi sosial
ekonomi dan kesehatan lingkungan Pendekatan
pertama yaitu dengan pendekatan sosial ekonomi
anak. Kondisi sosial ekonomi rendah dan kondisi
lingkungan yang buruk pada anak terus menerus
tanpa suatu perbaikan menyebabkan anak terpapar
pada keadaan yang buruk, sehingga membuat
pertumbuhan anak terhambat.
Pada penelitian ini tidak dapat diukur
perubahan status social ekonomi orang tua remaja
sehingga tidak dapat diketahui apakah remaja yang
dahulu berasal dari keadaan miskin berubah
kondisi menjadi keadaan yang lebih baik
pertumbuhan fisiknya mengalami perubahan yang
lebih baik juga.
Faktor Genetik dan Defisit Pertumbuhan
Tinggi Badan Remaja
Pengaruh
genetik
bersifat
heredokonstitusional yang berarti bahwa bentuk untuk
konstirusi sesorang ditentukan oleh faktor
keturunan. Dengan kata lain, seorang anak akan
besar dan tinggi bila ayah dan ibunya juga besar
dan tinggi. Dilaporkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara tinggi badan bapak dan juga
ibu terhadap defisit pertumbuhan tinggi badan
anak. Setiap kenaikan 1 cm tinggi badan bapak,
akan menurunkan pertumbuhan tinggi badan
10
11
12
13
Pendahuluan.
Penyakit infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) masih merupakan masalah
kesehatan yang utama karena merupakan
penyebab kematian dan kesakitan yang
terbanyak di dunia. Pada tahun 2000
diperkirakan sekitar 1.9 juta anak meninggal
karena penyakit ISPA dan 70% terjadi di
Afrika dan Asia Tenggara1. Berdasarkan
estimasi tahun 2006 tercatat bahwa sekitar
500 sampai 900 juta penyakit ISPA terjadi
dalam setiap tahunnya di negara-negara
berkembang, sehingga penyakit ISPA perlu
mendapat perhatian dan prioritas dalam
penanganan masalah kesehatan2.
Berbagai komitmen global tentang
kesehatan anak telah dicanangkan oleh
masyarakat dunia, antara lain: Convention
on the Rightsof the Child, World Summit for
Children
tahun
1990;
Millennium
Development Goals bidang kesehatan yang
salah satunya ialah menurunkan 2/3
kematian balita pada rentang waktu antara
tahun 1990-2015; review tahun 2002 dalam
pertemuan United Nations Special Session
on Children di New York, yang
menghasilkan dokumen A World Fit for
Children dan ditegaskan kembali tujuan
Millennium Development Goals yang belum
tercapai secara merata khususnya di negara
berkembang termasuk Indonesia. Pada
dokumen itu disebutkan bahwa untuk
mencapai tujuan di atas, salah satu upaya
yang harus dilakukan adalah menurunkan
sepertiga kematian karena infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) (Departemen
Kesehatan3.
Air susu ibu (ASI) terutama kolostrum
mengandung imunoglobulin yaitu IgA
(SIgA), IgE, IgM, dan IgG. Dari semua
imunoglobulin itu yang paling banyak
adalah SIgA (IgA) dan ASI banyak
mengandung vitamin A, C, dan E. Selain itu
ASI banyak mengandung sel-sel berupa
makrofag yang berfungsi membunuh dan
memfagositosis mikroorganisme dengan
membentuk C3 dan C4, lisozim dan
lactoferin4. Bayi yang tidak mendapat ASI
penuh atau mendapat ASI parsial dengan
14
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan
adalah
observasional
menggunakan
rancangan cross- sectional study. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
daftar pertanyaan, dan cacatan rekaman
medik, adapun pengukuran masing-masing
variabel antara lain:Variabel ISPA dengan
melihat rekam medik anak di Puskesmas,
variabel penyapihan dini dengan kuesioner
dan pedoman wawancara yang berisikan
kebiasaan
ibu
memberikan
ASI.
Pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada ibu dengan
berpedoman pada kuesioner penelitian.
Variabel status gizi dengan menggunakan
pengukuran berat badan dengan timbangan
dan melihat KMS anak. Variabel status
imunisasi dengan melihat kohort anak dan
KMS.Variabel kepadatan penghuni rumah
adalah mengukur dengan menggunakan roll
meter. Cara mengukur : luas lantai dibagi
jumlah penghuni tetap.Variabel pendidikan
ibu, pekerjaan dan kebiasaan merokok
anggota keluarga dengan menggunakan
kuesioner. Cara pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan panduan yang ada di kuesioner
penelitian.
Hasil Penelitian
Analisis Univariabel
Jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 177 orang. Responden diambil
dari ibu anak yang berkunjung ke
puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek
penelitian mengalami ISPA yaitu 62,71%.
Anak yang tidak disapih dini hanya 38,42%
sedangkan anak yang disapih dini sebanyak
61,58%. Alasan penyapihan dini antara lain
karena ASI tidak banyak dan anak malas
menyusu. Sebagian besar anak mendapat
15
Analisis Bivariable
Hasil analisis bivariable pada tabel 2
menunjukkan bahwa penyapihan dini dan
kejadian ISPA terdapat hubungan yang
signifikan. Nilai RP sebesar 1,47 (95%
CI=1,12-1,93) didapatkan pada anak yang
disapih dini, dapat diartikan bahwa kejadian
ISPA lebih tinggi pada yang disapih dini
yaitu 1,47 kali dibandingkan dengan anak
yang tidak disapih dini. Dengan demikian
hipotesis penelitian ini yang menyebutkan
bahwa kejadian ISPA berpeluang lebih besar
pada kelompok anak yang disapih dini
dibandingkan pada kelompok anak yang
tidak disapih dini dapat diterima.
Hasil uji statistik variabel status
imunisasi, pendidikan ibu dan pekerjaan ibu
menunjukkan tidak ada hubungan yang
16
status
gizinya
n
%
n
%
Penyapihan Dini
Disapih Dini
78
71,56
31
28,44
9,50
0,002
1,47
Tidak Disapih Dini
33
48,53
35
51,47
Status Imunisasi
Tidak Lengkap
47
70,15
20
29,85
2,55
0,110
1,20
Lengkap
64
58,18
46
41,82
Pendidikan Ibu
Rendah
46
70,77
19
29,23
2,85
0,091
1,21
Tinggi
65
58,04
47
41,96
Status Pekerjaan
Ibu
Bekerja
15
57,69
11
42,31
0,33
0,566
1,10
Tidak Bekerja
96
63,58
55
36,42
Kepadatan
Penghuni Rumah
Padat
49
75,38
16
24,62
7,05
0,007
1,36
Tidak Padat
62
55,36
50
44,64
Kebiasaan Merokok
Merokok
Tidak Merokok
53
76,61
19
26,39
6,17
0,013
1,33
58
55,24
47
44,76
Status Gizi Anak
Gizi Kurang
34
75,56
11
24,44
4,26
0,039
1,29
Gizi Baik
77
58,33
55
41,67
baik.
95% CI
1,12-1,93*
0,96-1,51
0,97-1,52
0,77-1,56
1,10-1,69*
1,07-1,70*
1,03-1,61*
Analisis Multivariabel
Berdasarkan hasil analisis model pada
multiple logistic regression, dipilihlah
model 4 sebagai model yang secara statistik
dan praktis lebih efektif dan efisien dalam
memberikan kontribusi terhadap hubungan
penyapihan dini dengan kejadian ISPA pada
anak. Penyapihan dini dengan kejadian
Tabel 2. Hasil analisis multiple logistic regression hubungan antara penyapihan dini dan kejadian ISPA
dengan mengontrol variabel status gizi anak, kepadatan rumah dan kebiasaan merokok (n=1177)
Variabel
Penyapihan Dini
Disapih dini
Tidak Disapih Dini
Status Gizi Anak
Gizi Kurang
Gizi Baik
Model 1
RP
(95% CI)
Model 2
RP
(95% CI)
Model 3
RP
(95% CI)
Model 4
RP
(95% CI)
Model 5
RP
(95% CI)
1,47
(1,12-1,94)
1
1,55
(1,18-2,02)
1
1,78
(1,38-2,29)
1
1,84
(1,43-2,38)
1
1,82
(1,42-2,35)
1
1,39
(1,11-1,74)
1
1,52
(1,23-1,89)
1
1,48
(1,20-1,83)
1
1,51
(1,21-1,88)
1
17
Tabel 2. Hasil analisis multiple logistic regression hubungan antara penyapihan dini dan kejadian ISPA
dengan mengontrol variabel status gizi anak, kepadatan rumah dan kebiasaan merokok (n=1177)
Variabel
Model 1
RP
(95% CI)
Model 2
RP
(95% CI)
Kepadatan Rumah
Padat
Model 4
RP
(95% CI)
1,63
(1,31-2,03)
1
Tidak Padat
Kebiasaan Merokok
Merokok
Tidak Merokok
-2 log likelihood
R2
N
Model 3
RP
(95% CI)
321,92
0,011
177
319,53
0,019
177
313,66
0,036
177
Model 5
RP
(95% CI)
1,30
(0,77-2,18)
1
1,63
(1,31-2,03)
1
313,72
1,037
177
1,28
(0,76-2,16)
1
313,46
0,037
177
Pembahasan
ISPA pada anak. Proporsi penyapihan
dini lebih besar ditemukan pada kelompok
ISPA dibanding kelompok tidak ISPA.
Variabel kepadatan penghuni rumuah,
kebiasaan merokok dalam keluarga dan
status gizi anak mempunyai hubungan yang
bermakna dengan kejadian ISPA. Hasil
penelitian ini memberi gambaran akan
dampak/risiko penyapihan dini pada anak.
Penyapihan dini yang dilakukan oleh ibu
terhadap anaknya berdampak pada asupan
nutrisi yang ada pada ASI tidak dapat
dikonsumsi lagi oleh anak sehingga jika
konsumsi ASI yang seharusnya diperoleh si
anak tidak digantikan dengan nutrisi yang
lain maka keadaan ini berdampak pada
status kesehatan anak. Salah satu kandungan
yang ada di ASI adalah SIgA (IgA).
Bayiyang mengalami penyapihan dini secara
otomatis asupan salah satu kandungan ASI
yaitu SIgA (IgA) tidak diperoleh lagi oleh
bayi. Keadaan iniyang merupakan penyebab
kejadian ISPA karena tubuh bayi tidak
mampu melindungi dari serangan penyakit.
Hasil penelitian lain menemukan data
bahwa bayi yang masuk rumah sakit 4,9 kali
lebih tinggi pada bayi yang tidak menerima
ASI dan2,45 kali lebih tinggi pada bayi yang
menerima ASI < 4 bulan13. Hasil penelitian
ini sesuai juga dengan penelitian lain yang
dilakukan terhadap 170 subjek diperoleh
hasilbahwa bayi yang mendapat ASI tidak
penuh dan diberikan susu formula memiliki
18
19
20
21
22
Pendahuluan
Demam Berdarah
Dengue (DBD)
merupakan salah satu penyakit yang endemis
dan hingga saat ini angka kesakitan DBD
cenderung meningkat dan Kejadian Luar Biasa
(KLB) masih sering terjadi diberbagai daerah
di Indonesia (Depkes 2005).
Permasalah
utama dalam upaya menekan angka kesakitan
adalah
masih belum
berhasilnya upaya
penggerakan masyarakat dalam PSN DBD
melalui gerakan 3M yang dintersipkan sejak
1992. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di
wilayah Kota Palangka Raya terjadi pada
bulan Desember 2009 dengan jumlah kasus 56
kasus, meninggal 3 orang dan puncaknya pada
minggu kedua bulan januari 2010 jumlah
kasus 123. kelompok umur yang banyak
terserang DBD : 1) 5 14 tahun & 14 44
tahun, 2) 1- 4 tahun, 3) 45 tahun. 4) 1
tahun . Selanjutnya dilihat dari penyebaran
jumlah penderita relative banyak di kelurahan
Menteng dan Palangka kecamatan Jekanraya.1
Penanggulangan
fokus
di beberapa
kelurahan Kota Palangka Raya dilakukan
melalui kegiatan pemberantasan nyamuk
penular DBD
yang dilaksanakan dengan
pemberantasan
sarang
nyamuk
(PSN),
penyuluhan , abatetisasi
dan pengasapan
(Fogging) menggunakan insektisida dengan
criteria. Keberhasilan PSN DBD menurut
Depkes (2005) antara lain dapat diukur dengan
seberapa besar angka bebas jentik (ABJ),
apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi. Sedangkan hasil
Pemeriksaan
jentik berkala dilaksanakan oleh Puskesmas
Menteng pada tahun 2010 ditemukan angka
bebas jentik (ABJ) rerata : 86,6, pemeriksaan
Jentik Berkala (PJK) , dan penyuluhan PSN
DBD di Puskesmas selama ini dilakukan oleh
petugas di masing-masing
Puskesmas
Pembantu.
Hal ini
dirasakan belum
maksimal karena seyogianya
pemeriksaan
jentik berkala (PJB) dapat dilakukan oleh
kader, PKK, Jumantik atau tenaga pemeriksa
jentik lainya.2
Dalam rangka untuk meningkatkan upaya
pemberantasan penyakit DBD pada tahun
2004, baik selama dan sesudah KLB dan
untuk tahun yang akan datang diperlukan
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian eksperimen
dengan jenis desain Pretest Postest only
design atau one group pre and posttest Design
ialah rancangan penelitian yang hanya
menggunakan satu kelompok subyek serta
melakukan pengukuran sebelum dan sesudah
perlakuan pada subyek. Perbedaan kedua hasil
dianggap sebagai efek perlakukan.4
Populasi penelitian ini adalah semua
Kader yang terdapat pada 8 Posyandu di
wilayah Kerja Puskkesmas Menteng Dinas
Kesehatan Kota Palangka Raya. Pada
penelitian ini sampel ditarik dari populasi
dengan jenis Purposive Sampling yaitu
sampel dipilih berdasarkan pertimbangan
24
pertimbangan
tertentu
,
sedangkan
pertimbangan yang itu berdasarkan tujuan
penelitian.5 sehingga diperoleh sampe l25
responden.
Pengumpulan
data
dengan
menggunakan kuesioner dimana sebelumnya
dilakukan uji coba intrument pada 20
responden kemudian diuji tingkat realibilitas
dan validitasnya dan observasi dengan
lembaran daftar tilik (chek list)oleh enomerator
yang sudah dilatih. Data yang diperoleh diolah
dan dianalisa menggunakan SPSS versi 17.6.
Teknik analisa data yang dilakukan adalah
analisa univarian
yang
menjelaskan
karakteristik masing-masing dengan persentase
(distribusi
frekuensi
masing-masing
variabel).Analisa bivariant untuk menampilkan
hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya dengan uji chi square (X2). Uji Mann
Whiney dan Uji korelasi Pearson.
Hasil Penelitian
Karakteristik responden
Berdasarkan umur dari 25 responden yang
menjadi sampel penelitian ini umur responden
Tabel.1
Perilaku Masyarakat dalam pencegahan DBD
Perilaku
Frekuensi
Pencegahan
Memakai kelambu
Semprotan nyamuk
Mengolesi autan
Membakar obat nyamuk
Tidak ada
PSN yang dilakukan
Menguras bak mandi
Menutup tempat penampungan air
Menyimpan ban bekas
Membersihkan saluran air
Mengumpulkan sampah
Mengganti vas bunga
Memelihara ikan
Memeriksa TPA
Ya
Tidak
Pengelolaan TPA
Membiarkan begitu saja
Mengeringkan air
Mengubur
Memberikan bubuk abate
Menguras
25
Persen
13
5
2
2
3
52
20
8
8
12
2
4
6
4
4
1
1
8
16
24
16
16
4
4
22
3
44
6
9
5
8
2
1
36
20
32
8
4
Tabel.1
Perilaku Masyarakat dalam pencegahan DBD
Perilaku
Frekuensi Pembersihan
Setiap hari
Kurang dari 1 minggu
Tidak setiap hari
Setiap bulan
Tidak ada jawaban
Tempat menyebar abate
Tidak dilakukan
Bak mandi
Ember/tempayan
Drum
Kolam ikan
Perkumpulan
Ya
Tidak
Perkumpulan pernah menyuluh ttg PSN
Ya
Tidak
Pernah dilakukan penyuluhan
Ya
Tidak
Orang yang melakukan penyuluhan
Tenaga kesehatan
PKK
Toma
Frekuensi
Persen
7
7
7
2
2
28
28
28
8
8
2
15
3
3
2
8
60
12
12
8
17
8
68
32
8
17
32
68
13
12
52
48
11
1
1
84,6
7,6
7,6
26
Tabel.2.
Rata-rata, Median, Modus, Standar Deviasi Skor Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku sebelum dan sesudah dilakukan Pelatihan
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Mean
23,28
36,16
34,36
35,84
7,8
8,64
Media
22
36
36
37
8
9
Modus 19
44
35 & 36 35 & 38 8
8
SD
8,08
5,97
8,8
8,09
1,44
0,81
Range
28
22
44
43
6
3
Min
9
22
0
0
4
7
Maks
37
44
44
43
10
10
Tabel.3.
Pengaruh Intervensi terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Responden
Variabel
Pre
Post
Beda
Mann Whitney Test
(I)
(II)
(I II)
Pengetahuan
23,28
36,16
12
0,000
Sikap
34,36
35,84
1,48
0,392
Perilaku
7.8
8,6
0,84
0,029
Tabel 4.
Penilaian Kemampuan Penyuluhan dan Pemeriksaan Jentik
Persiapan Kunjungan Pemeriksaan Pencatatan
Rumah
Jentik
Mean
3
4,68
3,76
5,6
Median
3
5
4
6
Modus
3
5
4
6
SD
0
0,748
0,597
0,7
Range
0
2
2
2
Min
3
2
2
4
Max
3
4
4
6
Tabel.5
Hubungan Variabel Pengetahuan dan Sikap dengan Variabel Pelaksanaan
Variabel
Jentik
Korelasi Person
Nilai P
Periksa jentik
2,157
0,043
Pelaksanaan Penyuluhan
Penyuluhan
3,186
0,037
Pencatatan
Pencatatan
5,025
0,009
Pemeriksaan Jentik
Skor sikap sesudah pelatihan
0,323
0,115
Pelaksanaan Penyuluhan
Skor sikap tentang penyuluhan
-0,065
0,756
Pembahasan
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan PSN
DBD dan pemeriksaan jentik diawali dengan
pelatihan Juru pemantau Jentik (Jumantik).
Hasil analisis menunjukkan
terdapat
perbedaan rerata skor pengetahuan, perilaku
yang signifikan antara sebelum dan sesudah
intervensi, terkecuali rerata skor sikap tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara
sebelum dan sesudah intervensi. Perbedaan
berupa peningkatan dari nilai rerata sebelum
intervensi 23,28 menjadi 36,16 setelah dengan
P.value : 0,000 (p<0,050). Peningkatan sikap
vii
28
Pengetahuan (knowledge)
adalah kesan
didalam
pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan
pancainderanya
Tingkat
pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai beberapa tingkatan yaitu :
tahu, memahami, aplikasi, analisis, sistesis.11
Donal Kirkpatrick (2000) mengatakan bahwa
jenis evaluasi pembelajaran level kedua adalah
jenis evaluasi yang relatif mudah biasanya
menggunakan pre dan post test.7 Peningkatan
nilai yang diperoleh dari pre dan post test
merupakan penambahan pengetahuan dan
ketrampilan/perilaku
yang diperoleh dari
proses pembelanjaran. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri baik yang dapat diamati
langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar. Pada dasarnya perilaku
merupakan perwujudan dari pengetahuan dan
sikap. Pada penelitian
ini
perilaku
diasumsikan sebagai kemampuan
kader
jumantik dalam melakukan penyuluhan PSN
DBD dan pemeriksaan jentik. Hasil penelitian
ini sesuai dengan hasil penelitian Benthem et
al
dalam Saleha Sungkar, dkk,
dalam
meneliti tingkat pengetahuan masyarakat di
Thailan mengenai pemberantasan dan dan
pencegahan
DBD. Hasilnya menunjukan
masyarakat yang memiliki pengetahuan yang
lebih baik mengenai DBD memiliki upaya
pencegahan yang jauh lebih baik. Konraads et
al dan kittgul et al juga melaporkan bahwa
terdapat
hubungan
langsung
antara
pengetahuan mengenai pencegahan DBD
dengan upaya melakukan PSN DBD.12
Hubungan Skor Sikap tentang penyuluhan
dan Pelaksanaan penyuluhan PSN DBD
Dari hasil uji pearson didapatkan bahwa
tidak ada hubungan antara nilai sikap tentang
kunjungan
rumah
dengan
pelaksanaan
kunjunganrumah (p>0,05). Menurut Fishbein
dan Ajzen dalam Jamaludin Ancok bahwa
sikap positif dan negatif yang terbentuk dalam
diri seseorang tergantung dari segi manfaat
atau tidaknya komponen pengetahuan, makin
banyak manfaat yang diketahui semakin positif
pula sikap yang terbentuk.9 Perilaku
digambarkan
dalam hubungan antara
pengetahuan sikap, niat dan tindakan/praktek.
Niat untuk melakukan tindakan x secara teoritis
vii
29
2.
viii
30
3.
vii
31
Abstrak
Selama hamil diharapkan pertumbuhan dan perkembangan janin meningkat serta lahir dengan
berat badan minimal 2500gr. Banyak faktor yang berperan dalam pertumbuhan janin
menjelang akhir kehamilan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi taksiran berat janin (TBJ) dan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh
faktor-faktor tersebut dengan TBJ. Penelitian ini menggunakan 330 ibu hamil trimester III.
Data dianalisis uji Pearson Correlation, Uji T tidak berpasangan serta Uji ANOVA dan uji
Regresi Linear. Hasil penelitian tidak ada korelasi antara umur ibu dan TBJ ( p>0,05.), ada
korelasi antara usia kehamilan dengan TBJ ( p=0,000) , tidak ada perbedaan antara TBJ ibu
dengan jarak kehamilan (p>0,058), ada perbedaan antara TBJ dengan paritas (p=0,018), ada
korelasi antara TBJ dengan gizi ibu (p=0,000), tidak ada perbedaan antara TBJ dengan ante
natal care ( p=0,05,), ada korelasi antara TBJ dengan pendidikan (p = 0,001), tidak ada
perbedaan TBJ dengan anggota rumah tangga (p=0,146), ada perbedaan TBJ dengan
pengetahuan (p=0,021). Analisis regresi linear dapat menjelaskan 39,3% variasi variabel
dependen berat badan bayi TBJ sisanya 60,7% dijelaskan oleh faktor lain. Diharapkan
penelitian ini dapat memberi manfaat bagi peningkatan pelayanan dan pendidikan serta
perkembangan ilmu dan bagi pengambil kebijakan untuk meningkatkan TBJ pada ibu hamil.
Kata kunci: Taksiran Berat Janin, Faktor-faktor ibu, Hamil Trimester III
Abstract
During pregnancy, fetal growth and development is expected to increase in order to avoid low
birth weight or less than 2500 grams. Many factors play a role in fetal growth in late
pregnancy. This study aimed to identify factors in pregnant women which are to know the
relation and the influence of factors with estimated fetal weight in the third trimester pregnant
women in Palangka Raya. The data were analyzed by Pearson Correlation test, unpaired T
test, ANOVA test and linear regression test. There was no correlation between the estimated
fetal weight with maternal age (p>0,05), with a range of pregnancy (p>0,058), with ante natal
care (p=0,05), with family (p=0,146), There was a correlation between the estimated fetal
weight with gestational age (p=0,000), with parity (p=0,018), with the mother's nutrition
(p=0,000), education (p=0,001), the knowledge of the mother (p=0,021). Gestational age,
maternal nutritional status, and education level are able to explain 39,3 % estimated fetal
weight and the rest 60,7%, be explained by other factors. This research is expected to provide
benefits for service improvement and education also the development of science and the
decision maker to increase estimated fetal weight in pregnant women.
Key words: estimated fetal weight, maternal factors, pregnancy in the third semester
32
Pendahuluan
Selama hamil diharapkan pertumbuhan
dan perkembangan janin meningkat agar
terhindar dari gangguan pertumbuhan dan
perkembangan selama kehamilan serta lahir
dengan berat badan rendah atau kurang dari
2500gr. Faktor penentu utama pertumbuhan
janin menjelang akhir kehamilan sebagian
besar yang dipengaruhi oleh faktor status
sosioekonomi ibu, diet, merokok, atau
penyalahgunaan obat terlarang . Status nutrisi
ibu dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu usia
ibu, paritas, ras, konsumsi rokok, pendidikan,
keluarga, nutrisi, pendapatan, kesehatan, dan
motivasi.-8
Bayi lahir dengan berat badan rendah di
Indonesia sebesar 11%, sedangkan di Nusa
Tenggara Timur 19,2% sebagai propinsi
tertinggi pertama dengan berat badan bayi
lahir rendah < 2500gr 9. Kalimantan Tengah
pada urutan ke dua yaitu 18,5% dan Papua
pada urutan ke tiga yaitu 17,9%. Karakteristik
bayi lahir dengan berat badan rendah adalah
15,1% tidak tamat SD, memiliki pekerjaan
sebagai petani/ nelayan/buruh adalah 12,9%.
Sumber informasi bayi lahir dengan berat
badan rendah 34% dari catatan KMS/KIA
sedang selebihnya adalah pengakuan ibu9
Berdasarkan penelitian di Boyolali
ditemukan 14,29% bayi lahir dengan berat
badan rendah dengan riwayat kenaikan berat
badan ibu selama hamil < 7 kg adalah
17,14%10 sedangkan bayi lahir dengan berat
badan rendah di Kota Palangkaraya ditemukan
sebanyak 15,4% 9. Peningkatan berat badan
ini selama hamil akan mempengaruhi berat
janin dalam kandungan dan wanita yang
berisiko paling besar melahirkan bayi berat
lahir rendah (<<2500g) adalah
yang
pertambahan beratnya selama hamil kurang
dari 7 kg selain faktor-faktor seperti
dikemukakan di atas 1. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi pengaruh
faktor-faktor yang berhubungan dengan
33
Variabel
Usia hamil
(mg)
TFU
TBJ
Rerata
30
Min-Max
28-41
SD
3,5
28
2635
18-37
1085-4030
3
470,8
Analisis Bivariate
Usia Ibu dan TBJ
Berdasarkan uji Pearson Correlation di
dapatkan nilai P>0,05. Artinya tidak ada
korelasi antara umur ibu dan TBJ (Tabel 3).
Usia Kehamilan dan TBJ
Dari hasil uji Pearson Correlation
didapatkan bahwa ada korelasi antara usia
kehamilan dengan taksiran berat janin (nilai
P=0,000). Korelasi variable ini adalah searah.
Artinya semakin tinggi usia kehamilan
semakin besar taksiran berat janin. (Tabel 3)
Status Gizi Ibu Hamil dan TBJ
Berdasarkan hasil uji pearson correlation
didapatkan bahwa ada korelasi antara TBJ
dengan status gizi ibu. Arah korelasi yatu
searah, artinya semakin tinggi TBJ semakin
tinggi status gizi ibu.(Tabel 3.).
Tabel 3. Hasil Uji Pearson Correlation Faktor faktor Ibu
Dan TBJ (n=330)
FaktorFaktor Ibu
Umur
Usia
Kehamilan
Gizi
TBJ
Pearson Correlation -.015
Sig. (2-tailed)
.784
330
Pearson Correlation
.556**
Sig. (2-tailed)
.000
330
.000
330
Keluarga
Pengetahuan
-1,478
-2,312
0,146
0,021
-54,041 351,946
18,9 235,9
Model 1
TBJ (n=330)
B
Sig
Usia hamil
Paritas
Gizi
66.663
58.265
-259.975
9.953
1.316
-5.301
.000
.189
.000
Edu
-134.647
-2.394
.017
Skortahu
-54.292
-1.180
.239
R=0, 393
Model 2
Sig
Usia hamil
Paritas
Gizi
67.549
64.248
-255.994
.000
.146
.000
10.143
1.459
-5.228
Edu
-137.317
.015
-2.442
Skortahu
R=0,409
Model 3
Usia hamil
Gizi
Edu
Paritas
Skortahu
Sig
69.000
-257.412
-131.711
.000
.000
.020
10.457
-5.248
-2.343
R= 0,409
Interpretasi:
1. R-square = 0,409 artinya model persamaan
ini dapat menjelaskan 40,9% variasi TBJ
sisanya 60,7% dijelaskan oleh faktor lain.
2. Setiap kenaikan 1 bulan usia kehamilan
ibu, maka TBJ akan naik sebesar 69 gram
setelah dikontrol variabel status gizi dan
pendidikan.
3. Setiap penurunan 1kg status gizi ibu,
maka TBJ akan turun sebesar 69 gram
setelah dikontrol variabel status gizi dan
pendidikan.
36
Pembahasan
Ibu hamil sebagai Responden sebanyak
330 orang dari Puskesmas Pahandut,
Puskesmas Kayon dan Puskesmas Bukit
Hindu jumlah responden yang diperoleh dari
tiap-tiap puskesmas berbeda-beda Perbedaan
memperoleh responden pada penelitian ini
tidak mempengaruhi hasil penelitian karena
pengambilan responden didasarkan pada
kriteria inklusi dan pada semua puskesmas
induk (tipe setara).
Penelitian ini menghubungkan Taksiran
Berat Janin dengan usia ibu, usia kehamilan,
jarak kehamilan, paritas, status gizi ibu hamil,
pemeriksaan kehamilan, pendidikan ibu hamil,
keluarga dan pengetahuan gizi. Pemahaman
ibu hamil terhadap buku KMS yang
dimilikinya akan dijelaskan , tetapi variabel
ini tidak dihubungkan dengan taksiran berat
janin yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Usia Ibu Hamil
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
usia ibu hamil paling banyak (81%) pada
kelompok 20-35 tahun. Pada kelompok usia
ini sangat dianjurkan untuk hamil karena pada
usia kurang dari 20 tahun perkembangan
organ-organ reproduksi terutama ossifikasi
panggul belum sempurna dan fungsi uterus
fisiologisnya
belum
matang
sehingga
diragukan bagi pertumbuhan janin. Sedangkan
untuk hamil diatas usia 35 tahun risiko yang
dapat muncul terutama abortus, cacat
kongenital, hipertensi, berat badan lahir
rendah1,17. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu
hamil dengan taksiran berat janin (P> 0,05) .
Nahum dkk yang menyatakan bahwa usia ibu
bukan prediktor independen dari berat badan
janin11. Berbeda dengan pernyataan tersebut
Bobak dan Rochjati menyebutkan bahwa
bayi
berat badan lahir rendah (BBLR)
berkorelasi dengan usia ibu3,17. Penyataan
tersebut didukung oleh Nobile dkk bahwa
berat badan lahir rendah berkorelasi dengan
usia ibu yaitu pada usia remaja dan usia ibu
yang sudah tua 15. Dalam penelitian ini, hasil
univariat menunjukkkan kelompok usia
dibawah 21 tahun hanya sebanyak 10% dan
>35 tahun sebanyak 7.6%.
Usia Kehamilan
Responden antara usia kehamilan 28
minggu sampai 42 minggu yang pada usia
kehamilan trimester III. Ditemukan korelasi
usia kehamilan dengan taksiran berat janin
(P=
0,000)
.Aanalisis
multivariat
menunjukkan bahwa kenaikan usia kehamilan
akan meningkatkan taksiran berat janin .
Bahwa setiap peningkatan usia kehamilan 1
bulan, maka taksiran berat janin akan naik
sebesar 69 gram setelah dikontrol variabel
status gizi dan pendidikan demikian
sebaliknya. Anitha dkk pada penelitian serupa
di Kerala India menyebutkan bahwa salah satu
prediktor berat badan bayi adalah usia
kehamilan
(P<0.001)15.
Nahum
dkk
menyebutkan bahwa berdasarkan jenis
kelamin fetus peningkatan berat badan antara
12.7 1,4 gram/ hari dengan perbedaan 0.3
gram/ hari antara fetus berjenis kelamin lakilaki dan perempuan ( fetus laki-laki berat
badan meningkat lebih cepat dari fetus
perempuan)11 dan bayi laki-laki lebih berat
100 gram dari bayi perempuan 1.
Jarak Kehamilan
Jarak Kehamilan atau kelahiran menurut
BKKBN yang ideal adalah 2 tahun atau lebih.
Dengan jarak kehamilan yang cukup, ibu
memiliki waktu yang cukup untuk pemulihan
kondisi18. Sejalan dengan pernyataan tersebut
Rochjati
menyebutkan bahwa jarak
kehamilan yang kurang dari 2 tahun dapat
menyebabkan bayi lahir prematur atau bayi
dengan berat badan lahir rendah18. Dari
analisis univariat ditemukan bahwa 96,4 % ibu
hamil dengan jarak kehamilan >2 tahun dan
ditemukan tidak ada perbedaan TBJ antara ibu
dengan jarak kehamilan > 2 ( P = 0.058).
37
4.Paritas
Ibu dengan grande memiliki risiko tinggi
dengan kehamilan dan persalinan. Pada ibu
hamil dapat terjadi kelainan letak, persalinan
lama dan perdarahan post partum1-4,18.
Pertumbuhan janin berlangsung dengan baik
jika determinan berat badan lahir seperti
paritas, berat badan ibu, dan tinggi badan
dipertimbangkan1..
Rerata TBJ menurut paritas, ibu primipara
rerata TBJ 2547 gram dan ibu dengan
multipara rerata TBJ 2666 gram dengan mean
difference -199,2. Dari hasil uji T tidak
berpasangan didapatkan nilai P=0,018
(<0,05). Artinya ada perbedaan rerata TBJ
antara ibu primipara dengan ibu multipara.
Status Gizi Ibu
Didapatkan korelasi antara TBJ dengan
status gizi ibu. Arah korelasi yatu searah,
artinya semakin tinggi TBJ semakin tinggi
status gizi ibu.(Tabel 4.7.).
Ditetapkan nilai minimal peningkatan berat
badan ibu hamil selama trimester III adalah 7
kg, yang merujuk ketetapan Depkes RI27,
Peningkatan berat badan selama kehamilan
menunjukan bahwa terjadi penambahan intake
kalori oleh ibu dan banyaknya kalori yang ini
konsumsi ibu membantu pertumbuhan janin.
Penelitian ini sejalan dengan pernyataan
Cunningham bahwa diantara kehamilan 27- 28
minggu terjadi peningkatan berat badan janin
sebesar 1000gr dengan penambahan berat
badan rata-rata ibu adalah 7,2 kg1.
Pemeriksaan Kehamilan
Nobile dkk
dalam penelitiannya
menemukan
adanya
hubungan
antara
frekwensi antenatal care dengan kejadian berat
badan lahir rendah15. Frekwensi kunjungan
ANC yang meningkat menurunkan risiko
berat badan lahir rendah. Depkes menetapkan
39
Saran
Bagi penyedia dan pemberi layanan
kesehatan hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan
dan
bahan
pertimbangan
perencanaan program bagi ibu hamil untuk
peningkatan taksiran berat janin.
Memberikan perhatian khusus pada ibu
hamil yang berusia remaja dan ibu hamil
yang berusia diatas 35 tahun saat melakukan
pemeriksaan kehamilan, terutama hasil
pemeriksaan pengukuran tinggi fundus uteri
untuk
dijelaskan
sebagai
indikator
peningkatan taksiran berat janin selama hamil.
Memberikan perhatian khusus bagi ibu
hamil dengan jarak kehamilan kurang dari
dua tahun dari kehamilan sebelumnya.
Memperhatikan jumlah kunjungan ibu dan
menjelaskan agar melakukan pemeriksaan
kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan
atau setiap bulan selama kehamilan serta
mendokumentasikan jumlah kunjungan yang
dilakukan di Puskesmas atau praktik swasta.
Memberikan penjelasan khusus kepada ibu
hamil dengan jumlah anggota rumah tangga
lebih dari empat orang untuk memperhatikan
kecukupan nutrisi selama kehamilan.
Menyediakan waktu untuk menjelaskan
tentang buku KIA kepada setiap ibu hamil
atau sekelompok ibu hamil .
Perlu
dilakukan
penelitian
dengan
karakteristik yang berbeda serta jumlah
responden yang lebih banyak untuk sehingga
hasilnya lebih representatif.
Daftar Pustaka
1.Cunningham, F.G.; McDonald, P.C.; Gant,
th
41
Indonesian people who get medicinal treatment with him self about 57,7 % and the others had
traditional therapy (31,7%)1. The result was reported to socioeconomic survey on 2001. The people
can use a herbal medicine allowed openly without consultation. It was made a tendency to be a
doctors for him self. They were also consume a herbal medicine together with convensional
medicine. They suggest that herbal medicine was safely than conventional medicine. That fenomena
had been feeling concerned about because it was a wrong perception. The objective of this research
was got to know correlation between a level of knowledge and the degree of education level in
nutraceutical consume on Kota Palangka Raya. Focus to ever and never consume, how long to
consume and the reason to consume nutraceutical. The research was design a cross sectional study in
municipality of Palangka Raya on october 2011. The population was identified and with systematic
random sampling we got 100 people who give him/his signature on informed consence to be a
responden. To get information how deep their knowledge about nutraceutical, we made a list of
questions with scoring of each others of the question. Chi square test has used to know relationship
between a level of knowledge and the degree of education level in nutraceutical consume. Eighty
two percen (82 %) of responden had a high level of education and only 11 % had well a level of
knowledge (nutraceutical). Seventy six percent (76 %) of responden had recognized to got
nutraceutical as supplement and 65% as herbal product. Long of consume nutraceutical between
responden known above to 3 month. Great advertisement (herbal and supplement product) was
influence consume. Level of knowledge had significanly be engaged in nutraceutical (herbal and
supplement product) consume (p valeu < 0,05) but not significanly related to long of nutraceutical
consume and the reason of nutraceutical consume (p value > 0,05). The degree of education level
had not correlated in nutraceutical consume but the level of knowledge had corerelated.
Key words. Nutraceutical, herbal, supplement, level of knowledge, the degree of education level.
42
Pendahuluan
Saat ini konsumsi produk nutrasetika
khususnya herba di Indonesia telah meningkat
tajam. Badan Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan 65% dari penduduk negara-negara
maju menggunakan obat-obatan herba. Selain
karena trend back to nature, juga karena ia
merupakan sumber layanan kesehatan yang
mudah diperoleh dan terjangkau.
Proporsi penduduk Indonesia melakukan
pengobatan sendiri adalah 57.7% dan 31,7 %
menggunakan obat tradisional1. Masyarakat
dapat menggunakan herba secara bebas tanpa
harus
berkonsultasi
dengan
dokter.
Kecenderungan yang ada adalah masyarakat
telah bertindak menjadi dokter untuk dirinya
sendiri dalam konsumsi herba. Bahkan tidak
jarang mereka mengkonsumsinya bersamaan
dengan obat konvensional. Hal ini terjadi karena
mayoritas dari mereka menganggap herba aman
dikonsumsi karena sudah digunakan secara
turun temurun. Fenomena ini tentu saja sangat
mengkhawatirkan karena paradigma herba pasti
aman merupakan hal yang salah. Faktanya
adalah banyak jenis herba yang dalam
konsumsinya perlu pengawasan ketat dari
tenaga medis profesional, bahkan ada beberapa
jenis herba yang sudah dilarang konsumsinya
oleh Badan POM karena efek sampingnya
sangat besar. Selain itu, konsumsi herba
seringkali memiliki interaksi negatif bila
dikonsumsi
bersamaan
dengan
obat
konvensional. Dari penelitian diungkap bahwa
sekitar 63% tanaman obat tradisional Indonesia
dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik
dengan obat-obat konvensional bila dikonsumsi
secara bersamaan.
Berbeda dengan obat, produk herba tidak
diwajibkan melalui proses uji klinis untuk
membuktikan seberapa besar kebenaran
manfaatnya. Padahal kebanyakan efeknya kecil
sekali, cuma membonceng efek plasebo yaitu
efek yang terkait dengan proses penyembuhan
tubuh secara alami. Selain manfaatnya yang
diragukan, mengkonsumsi suplemen apalagi
terus menerus dalam jangka waktu lama juga
diduga dapat menimbulkan efek negatif.
Metodologi Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian observasional dengan rancangan
cross sectional atau potong lintang. Penelitian
ini dilaksanakan di Kota Palangka Raya pada
bulan Desember 2011. Populasi dari peneltian
ini adalah penduduk di Kota Palangka Raya.
Jumlah sampel dalam penelitian ini terpenuhi
bahkan melebihi dari kuota berdasarkan
perhitungan sampel2. Jumlah sampel yang
bersedia memberikan informed consent-nya
adalah
sebanyak
100
orang.
Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan cara
random sampling. Variabel bebas
dalam
penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan
tingkat pendidikan. Sedangkan variabel
terikatnya
adalah
konsumsi
nutrasetika
(suplemen dan herbal). Data dikumpulkan
melalui wawancara dengan menggunakan
panduan kuesioner. Data dianalisis secara
univariat dan bivariat.
Analisis univariat
dilakukan dengan menggunakan tabulasi dan
persentase,
sedangkan
analisis
bivariat
digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat
pendidikan dengan konsumsi nutrasetika
(suplemen dan herba) dengan menggunakan uji
chi square.
43
Hasil Penelitian
Karakteristik responden dalam penelitian
ini meliputi : umur, status dalam keluarga,
pendidikan formal , pekerjaan dan pendapatan.
Distibusi frekuensi dari karakteristik responden
tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut :
Konsumsi Nutrasetika
Gambaran
konsumsi nutrasetika dalam
penelitian ini bukan hanya terbatas pada
konsumsi produk herbal saja, namun lebih luas
terhadap konsumsi suplemen. Hal ini didasarkan
bahwa pengelompokkan nutrasetika oleh
konsumen beragam. Selain itu alasan mengenai
kemudahan dalam pemahman responden
mengenai produk yang dimaksud dapat tercapai.
Beberapa pertanyaan yang terkait dengan
konsumsi nutrasetika diantaranya adalah
pertanyaan
tentang
pernah
tidaknya
Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan dalam penelitian ini
dikategorikan ke dalam 2 kategori jenjang
pendidikan yaitu pendidikan tinggi dan
pendidikan rendah (dasar) sesuai dengan
undang-undang sistem pendidikan nasional.
44
Persentase
(%)
76,0
24,0
65,0
35,0
100,0
0,0
30,0
50,0
15,0
65,0
Tinggi
Rendah
Total
Konsumsi Nutrasetika
Ya
Tidak
66
16
13
5
79
21
Jenis Produk
Nutrasetika
Pabrikan
Non
Pabrikan
11
0
63
0
74
0
45
p-value
0.436
p-value
0.174
Lama Konsumsi
< 3bulan
3 bulan
Tinggi
Rendah
Total
Tingkat
Pendidikan
24
43
6
7
30
50
Alasan Konsumsi
Atas
Klaim
perintah
manfaat
dokter/nak
es
11
56
4
9
15
65
Tinggi
Rendah
p-value
0.525
p-value
0.225
Konsumsi nutrasetika
Ya
Tidak
6
5
73
16
79
21
Jenis Produk
Nutrasetika
Pabrikan
Non
Pabrikan
6
0
68
0
74
0
Lama Konsumsi
< 3bulan
3 bulan
2
4
28
46
30
50
Alasan Konsumsi
Atas
Manfaat
perintah
nutrasetika
2
4
13
61
15
65
p-value
0.035*
p-value
0.792
p-value
0.08
p-value
0.341
Pembahasan
Berdasarkan data, tingkat pendidikan responden
dalam penelitian ini rata-rata termasuk dalam
kategori tingkat pendidikan tinggi atau berada
pada level SLTA hingg Perguruan Tinggi (82
%), namun tingkat pendidikan yang tinggi
tersebut ternyata tidaklah dibarengi dengan
tingkat pengetahuan tentang nutrasetika yang
baik. Penelitian ini membuktikan bahwa 89%
responden memiliki pengetahuan yang kurang.
46
mengkonsumsi
dengan
alasan
manfaat
kesehatan. Terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi
nutrasetika (p value < 0,05). Namun sebaliknya
tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan
lama konsumsi, jenis produk dan alasan
mengkonsumsi nutrasetika (p value > 0,05).
Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan
beberapa hasil penelitian yang lainnya.
Penelitian serupa terkait nutrasetika (soft drink)
juga memberikan hasil yang sama seperti yang
telah dipublikasikan yaitu ada hubungan tingkat
pengetahuan dengan konsumsi soft drink3.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara tingkat pengetahuan dengan konsumsi
makanan dan minuman instan4. Sedangkan
penelitian lainnya menyatakan bahwa konsumsi
makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pengetahuan gizi, lingkungan sosial, tingkat
ekonomi, pola makan, besar keluarga dan faktor
pribadi5.
Seorang dewasa baik pria maupun wanita akan
cenderung memprioritaskan kebugaran, stamina,
penampilan awet muda dan tubuh langsing.
Usaha menjaga kondisi tubuh ini memerlukan
pengetahuan yang cukup tentang makanan
bergisi serta pola hidup sehat dan komitmen
yang kuat untuk dapat melakukannya setiap
hari. Semakin bagus manfaat sebuah produk
nutrasetika dapat meningkatkan konsumsi
produk tersebut meskipun tingkat pengetahuan
tentang produk tersebut kurang6.
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara
tingkat pengetahuan seseorang dengan konsumsi
nutrasetika (produk herbal dan suplemen).
Tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan
konsumsi nutrasetika (produk herbal dan
suplemen).
Daftar Pustaka
1. Rizal, dkk.Survei Sosial Ekonomi Indonesia.
2001
2. Lemeshow. Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.1997.
3. Lubis.H dan Nenni. D. Hubungan Antara
Tingkat Pengetahuan Dengan Konsumsi
Terhadap Soft Drink Pada Siswa Kelas XI
47
Abstrak
Berdasarkan data riskesdas (2007) yang dikaitkan dengan prevalensi minum alkohol selama 12
bulan terakhir, Kalimantan Tengah bersama 15 provinsi lainnya termasuk dalam kategori di atas
angka prevalensi nasional. Mengkonsumsi ALKOHOL pada masyarakat Dayak telah menjadi
kebiasaan. Mereka selalu minum minuman disebut "Baram". Baram adalah minuman fermentasi
tradisional dengan isi ALKOHOL sebagai 5 banyak - 20%. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui korelasi antara Baram mengkonsumsi dengan kasus hipertensi di Desa Samba
Danum Katingan kabupaten. Desain penelitian ini yaitu Cross sectional. Rata-rata tekanan darah
masyarakat Dayak adalah 142 mmHg. Enam puluh satu persen (61,5%) memiliki hipertensi,
34,6% pra-hipertensi dan sisanya normal (3,8%). Masyarakat Dayak di Desa Samba Danum telah
meminum Baram sejak remaja. Ini berarti lebih dari 5 tahun (82,7%) dengan frekuensi 2 - 4 kali
minggu (55,8%). Berdasarkan analisis bivariat (fisher exact) mengkonsumsi Baram (frekuensi
dan dosis) yang secara signifikan berkorelasi dengan hipertensi (p value <0,05) pada Desa Samba
Danum.
Kata Kunci: Baram, Alkohol, Masyarakat Dayak , Hipertensi,
Abstract
Fifteen province with prevalence alkohol consume at least 12 month ago including central borneo
province1. That prevalence has known above from national number1. Alkohol consume between
dayak community had been habbit for the last time ago. They always drink some beverage are
called baram. Baram is a traditional fermented beverage with content of alkohol as many 5
20%. The objective of the research was to knew the correlation between baram consume with
case of hypertensi in samba danum village katingan district. Cross sectional was establised to
design the research. Blood pressure everage from dayak community were 142 mmHg. Sixty one
percent (61,5%) had hypertensi, 34,6% pre-hypertensi and the rest normal (3,8 %). Dayak
community in samba danum village had been consuming baram since adolescent. It means more
than 5 years (82,7 %) with the frequency 2 4 times a weeks (55,8%). Building on analysis of
bivariate (fisher exact) of baram consume (frequency and dose) were significanly correlated with
hypertensi (p value < 0,05) in samba danum village.
Keywords: Baram, alcohol, dayak community, hypertensi
48
Pendahuluan
Terjadinya
transisi
epidemiologi,
mengakibatkan Indonesia menghadapi beban
ganda pada waktu yang bersamaan, yang
ditandai dengan adanya penyakit infeksi
menular yang diderita oleh masyarakat.
Namun pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan
penyakit
tidak
menular
diantaranya penyakit jantung dan pembuluh
darah2. Faktor resiko utama penyakit jantung
dan pembuluh darah adalah hipertensi. Saat
ini hipertensiadalah faktor risiko ketiga
terbesar yang menyebabkan kematian dini3.
Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan
hipertensi dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner, infark jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Selain itu hipertensi juga
berdampak pada penurunan kualitas hidup4.
Sembilan
puluh
persen
kejadian
hipertensi merupakan hipertensi primer
(esensial), yaitu yang tidak diketahui
penyebabnya sehingga sangat penting untuk
mempelajari faktor risiko yang dapat
menyebabkan hipertensi, baik sebagai faktor
risiko yang dapat dikontrol maupun yang
tidak dapat dikontrol.
Kenaikan
tekanan
darah
ada
hubungannya dengan konsumsi alkohol5 .
Fakta ini didukung oleh hasil penelitian yang
menyatakan bahwa konsumsi alkohol setiap
hari mampu meningkatkan tekanan darah
sebesar 1,21 mmHg (sistolik) dan 0,55
mmHg (diastolik) untuk rata-rata satu kali
minum per hari6. Disamping itu peneliti lain
juga mengemukakan bahwa kejadian
hipertensi juga dipengaruhi oleh pola makan
yang salah7.
Berdasarkan
data
riskesdas
yang
dikaitkan dengan prevalensi minum alkohol
selama 12 bulan terakhir, Kalimantan Tengah
bersama 15 provinsi lainnya termasuk dalam
kategori di atas angka prevalensi nasional1.
Salah satu minuman tradisional yang
dibuat dan dikonsumsi secara turun temurun
oleh masyarakat suku dayak di Provinsi
Kalimantan Tengah (Baram) ditengarai
mempunyai
andil
terhadap tingginya
prevalensi tersebut.
Masyarakat suku dayak memiliki ragam
atau variasi cara pembuatan minuman
49
Hasil Penelitian
Karakteristik Responden
Jumlah sampel yang bersedia menjadi
responden dan masuk dalam kriteria inklusi
sampel dalam penelitian ini berjumlah 52
orang. Pengambilan data dilakukan secara
individual dengan di awali pengukuran
tekanan darah dan kemudian diwawancara
dengan panduan kuesioner. Berdasarkan data
hasil penelitian yang telah dilakukan
diketahui distribusi frekuensi karakteristik
responden yang meliputi umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik. Tabel 1
menjelaskan karakteriktik responden tersebut.
Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan
oleh tenaga profesional sebelum wawancara.
Berdasarkan hasil pengukuran tersebut ratarata tekanan darah responden 142 mmHg / 99
mmHg. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel
berikut.
Konsumsi Baram
Konsumsi baram dapat dideteksi dari
informasi yang diberikan oleh responden
pada
saat
wawancara.
Kuesioner
memberikan informasi tentang konsumsi
baram, lama konsumsi,
jumlah yang
dikonsumsi serta frekuensi konsumsi baram
50
52
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan
antara konsumsi baram, frekuensi minum dan
takaran minum dengan kejadian hipertensi di
desa samba danum kecamatan tumbang
samba kabupaten katingan.
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta. 2010.
2. Kaplan, N.M. Clinical Hypertension. Sixth
edition. Baltimore: Wiliam &Wilkins.
1994.
3. Chen,L., Smith,G.D., Harbord, R.M. &
Lewis, S.J. Alcohol Intake and Blood
Pressure: A Systematic Review
Implementing a Mendelian Randomization
Approach.JplosMedicine. 5(3):461471.2008
4. Russel,M.L., Frone, M.R., & Welte,J.W.
Alcohol Drinking Patterns and Blood
Pressure. American Journal Public Health.
81(4):457-457. 1991.
5. Saraswati, S. Diet bagi Penderita Penyakit
Hipertensi. Dalam Diet Sehat untuk
Penyakit Asam Urat, Diabetes, Hipertensi,
dan Stroke. Jogyakarta: A-plus Books.Hal
87-129. 2009.
6. Bustan,M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular. Jakarta : Rineka Cipta. 2007.
7. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi. Jakarta: Dep.Kes RI.
2006.
8. Joewana, S. Gangguan Mental dan
Perilaku
Akibat
Penggunaan
Zat
Psikoaktif.Jakarta:EGC. 2005.
9. Gunawan. Cara Pembuatan Tuak Khas
Dayak. 2007.
10.Padmawinata, K. Pengendalian Hipertensi.
Laporan Komisi Pakar WHO. Bandung:
Penerbit ITB. 2001.
53
Abstrak
Puskesmas Pahandut Palangka Raya, menggunakan perawatan tali pusat kering tanpa
antimikrobial, tanpa alkohol dan belum menggunakan ASI. Penelitian mengetahui
perbedaan rerata waktu pelepasan tali pusat antara perawatan tali pusat dengan
menggunakan regimen ASI dan perawatan kering. Penelitian ini menggunakan desain
eksperimen. Populasi penelitian ini bayi baru lahir normal. Rerata waktu lepas tali pusat
dengan menggunakan regimen ASI 90,06 jam, tanpa menggunakan regimen 121,16 jam
(p = 0,000). Diameter tali pusat berpengaruh terhadap waktu lepas tali pusat.
Kata kunci: tali pusat, perawatan, air susu ibu, perawatan kering, waktu pelepasan.
Abstract
Puskesmas Pahandut of Palangka Raya used dry umbical cord care without
antimicrobials, no alcohol and not using the breast milk yet. Purpose of the study was to
know the average time difference of the umbilical cord separation between umbilical
cord care with breast milk and dry care. The experimntal design used in this study. The
population was normal newborn. The average time of umbilical cord separation using
breast milk regimen was 90.06 h, without regimen was 121.16 h (p = 0.000). Diameter
of umbilical cord effected the time of umbilical cord separation.
Keywords: umbilical cord, care, breast milk, dry care, time of separation.
54
Pendahuluan
Tali pusat adalah tali penghubung yang
memanjang dari umbilikus sampai ke
permukaan fetal plasenta. Umumnya tali
pusat lepas saat bayi berumur antara 6-7 hari,
tetapi lepasnya tali pusat dapat pula terjadi
dalam 2 minggu setelah lahir.(1) Sisa
pemotongan tali pusat akan membentuk luka
dan memungkinkan segala bentuk bakteri dan
kuman berkoloni dan hidup didalamnya.(2)
Bakteri yang berada dalam tali pusat dapat
menyebabkan infeksi lokal pada tali pusat,
maupun infeksi sistemik atau sepsis
neonatorum.(3) Perempuan di KwaZulu-Natal,
Kenya telah menggunakan ASI (kolostrum)
untuk perawatan tali pusat bayi baru lahir.(4)
Perawatan tali pusat di Rumah Bersalin
Sakina Idaman Yogyakarta melakukan
perawatan tali pusat dengan alkohol dan
pemberian
ASI.(5)
Berdasarkan
hasil
penelitian di Amerika Serikat diketahui
bahwa kelompok bayi yang mendapat
perawatan tali pusat dengan cara kering
terbuka mempunyai waktu pelepasan tali
pusat lebih pendek dibanding kelompok yang
mendapat perawatan tali pusat dengan
menggunakan
alkohol.(6)
Penggunaan
povidone-iodine dapat menimbulkan efek
samping karena diabsorpsi oleh kulit dan
berkaitan
dengan
terjadinya
transien
hipotiroidisme yang berbahaya untuk fungsi
hormon tiroid. Alkohol juga tidak lagi
dianjurkan untuk merawat tali pusat karena
dapat mengiritasi kulit dan menghambat
pelepasan tali pusat. WHO menyarankan agar
penelitian diarahkan pada penggunaan zat
pengering tradisional seperti air susu ibu atau
kolostrum.(4)
Berdasarkan
hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan, dapat
disimpulkan bahwa penggunaan regimen
untuk perawatan tali pusat masih menjadi
perdebatan.Di Rumah Sakit Dosis dan
Puskesmas Palangka Raya, menggunakan
perawatan tali pusat secara kering tanpa
antimikrobial dan tanpa alkohol dan belum
ada yang menggunakan ASI. Penelitian ini
dilakukan
untuk
melihat
efektifitas
penggunaan pengering tradisional air susu ibu
Perawatan tali
pusat dengan
regimen ASI
Kelompok
Kontrol
Perawatan tali
pusat tanpa
regimen
Waktu
pelepa
san tali
pusat
55
Kriteria Inklusi
Informed consent ( N = 62)
Kriteria Eksklusi
Menolak
berpartisipasi
Kelompok Perlakuan
(n = 31)
Kelompok Kontrol
(n = 31)
Berhenti (n =0 )
Pindah alamat (n =0 )
Drop out (n =0 )
Berhenti (n =0 )
Pindah alamat (n =0 )
Drop out (n =0 )
Follow up
(n =31 )
Follow up
(n = 31)
56
Hasil Penelitian
Semua sampel telah mengikuti penelitian
sampai selesai sesuai aturan yang ditentukan.
Berdasarkan pendataan kuesioner, tidak
Intervensi
%
Rerata
Pendidikan Ibu:
SD/ Sederajat
6
19,25
SMP/ Sederajat
8
24,19
SMA/Sederajat
10 32,26
PT/Sederajat
7
22,58
Pekerjaan Ibu
Swasta
7
22,58
PNS
8
25,51
Ibu Raumah Tangga
16 51,61
Jenis Kelamin
Laki-laki
12 28,71
Perempuan
19 61,29
Perawat Tali Pusat
Petugas Kesehatan
25 80,65
Bukan Petugas
6
19,25
Kesehatan
Usia Ibu
Hari Keluarnya ASI
Berat Bayi Lahir
Panjang Bayi Lahir
Diameter Tali Pusat
Keterangan: n = jumlah sampel, p = p value,
SD
25,45
5,09
0,98
0,55
3138,71 309,49
49,58
1,52
1,51
0,28
SD = Standar deviasi
Kontrol
Rerata
SD
7
7
11
6
22,58
22,58
35,48
19,35
0,966
5
9
17
16,12
29,02
54,84
0,810
17
14
54,64
45,16
0,202
25
6
80,65
19,25
1,000
28,68
1,02
3404,83
49,52
1,52
5,19
0,71
265,00
1,46
0,29
0,991
0,121
0,248
0,757
0,645
57
Kelompok
Rerata
Standar
Deviasi
(SD)
Beda Rerata
CI
Tanpa Regimen
(Kontrol)
121,16
3,28
31,07
(22,42 39,77)
Regimen ASI
(Intervensi)
90,06
2,84
Keterangan : SD = standar deviasi, CI = Confidence Interval
Statistik
t
7,17
0,0000
p
0,6041
0,5059
0,0257
58
Tabel 4. Analisis Regresi Linier Pengaruh Pemberian ASI pada Perawatan Tali Pusat
Terhadap Waktu Lepas Tali Pusat dengan dikontrol Variabel Luar
Model.1
Model.2
Koefisien
Koefisien
Variabel
CI
CI
value
value
-31,097
-30,688
Kelompok Perlakuan
(-39,772) - (-22,421)
(-38,877) (-22,499)
0,000
0,000
21,117
Diameter tali pusat
6,597 35,638
0,000
Adjusted R
0,453
0,529
Constanta
121,161
89,008
N
62
62
59
sebagai
respon
imun.
Leukosit
polymorphonukklear mengandung substansi
biologik aktif yang berperan dalam reaksi
peradangan
dan
alergi.
Leukosit
polimorfonuklear (PMN) akan menembus
dinding kapiler sehingga terjadi fagositosis.
Leukosit dalam ASI terdiri atas 90%
makrofag dan 10% limposit (T dan B).
Makrofag
berfungsi
membunuh
dan
memfagositosis mikroorganisme, komplemen
(C3 dan C4), laktoferin dan lisosim. Limfosit
T dan B sebagai sintesis antibodi. Angka
leukosit pada kolostrum kira-kira 5000/ml,
setara dengan angka leukosit darah tepi.(12)
Netrofil adalah sel darah putih yang
pertama kali berada di daerah yang
mengalami peradangan Eosinofil befungsi
protektif
dengan
mengakhiri
respon
peradangan. Basofil bersirkulasi dalam aliran
darah. Tubuh yang terdapat luka maupun
infeksi
akan
menyebabkan
basofil
mengeluarkan histamine, bradiknin, dan
serotonin. Sel ini terlibat dalam pembentukan
respon alergik.(13)
Limfosit terdiri dari dua sel yaitu sel
B dan sel T. Sel B berfungsi sebagai imunitas
humoral, respon immunoglobulin yang dapat
mengenali antigen asing dan dapat
berkembang sebagai plasma sel pembentuk
antibodi. Sel T befungsi sebagai penolong sel
B dalam membentuk antibodi, memiliki
reseptor khusus terhadap antigen dan
berperan dalam menekan respon imun.
Secara fisiologis saat terdapat benda asing
dalam tubuh maka sel B atau sel T akan
diaktifkan dan membuat respon terhadap
makrofag untuk melawan benda asing,
akibatnya sel B dan T akan berproliferasi
dengan makrofag dan terjadi pembelahan
secara mitosis. Peristiwa ini membuat sel
plasma
memproduksi
antibodi
dan
merangsang limfosit T untuk berinteraksi
dengan benda asing. Antibodi ini akan
membentuk immunoglobulin spesifik yang
berespon terhadap antigen.(13)
Bahan-bahan yang terdapat pada ASI
yang
berperan
sebagai
faktor
anti
microbaketrial yaitu antibodi terhadap
60
Kepustakaan
1.
61
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
62
UNIT PPM