Pengolahan Limbah
Dosen Pembimbing
Elvie Yenie, ST., M.Eng
Kelompok
: IV (Empat)
Nama Kelompok
: 1. Fahrul Amry
2. Khairunnisa
3. Mutiqnal Hidayat
(1207021329)
(1207021228)
(1207036504)
Abstrak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
1.1.1 Sampah
Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan, telah
diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak
bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi dan dari segi
lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam
(Amurwarahaja, 2006).
Sedangkan menurut Azwar (1990), sampah (refuse) adalah sebagian dari
sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang
umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan
industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya)
dan umumnya bersifat padat.
Sumber sampah yang terbanyak berasal dari pemukiman dan pasar
tradisional. Sampah pasar khususnya, seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau
pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik
sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya
sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan
sisanya anorganik (Sudradjat, 2006).
1.1.2 Jenis-jenis Sampah
Menurut Purwendro dan Nurhidayati (2006), sampah tergolong dalam tiga
jenis, yaitu:
Sampah Organik
Sampah Organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan,
maupun tumbuhan. Sampah organik sendiri dibagi menjadi sampah
organik basah dan sampah organik kering. Istilah sampah organik basah
dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air yang cukup tinggi,
contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan bahan yang termasuk
sampah organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air
yang rendah, contohnya kayu, ranting kering, dan dedaunan kering.
Sampah anorganik
Sampah anorganik bukan berasal dari makhluk hidup. Sampah ini berasal
dari bahan yang dapat diperbaharui (recycle) dan sampah ini sulit terurai
oleh jasad renik. Jenis sampah ini misalnya bahan yang terbuat dari
1.1.3
Pupuk
Berdasarkan sumber bahan yang digunakan, pupuk dibedakan menjadi
bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang
kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Sedangkan pupuk organik padat
adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang
berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan kotoran manusia yang berbentuk
padat (Hadisuwito, 2007).
Menurut Litauditomo (2007), jenis sampah organik yang dapat diolah
menjadi pupuk organik adalah:
1. Sampah sayur baru
2. Sisa sayur basi, tetapi ini harus dicuci terlebih dahulu, diperas, lalu
dibuang airnya.
3. Sisa nasi.
4. Sisa ikan, ayam, kulit telur.
5. Sampah buah (anggur, kulit jeruk, apel, dan lain-lain). Tapi tidak termasuk
kulit buah yang keras seperti kulit salak.
Jenis sampah organik yang tidak bisa diolah adalah:
1. Protein seperti daging, ikan, udang, juga lemak, santan, susu karena
mengundang lalat sehingga tumbuh belatung.
2. Biji-biji utuh atau keras seperti biji salak, asam, lengkeng, alpukat, dan
sejenisnya. Buah utuh yang tidak dimakan karena busuk dan berair seperti
pepaya, melon, jeruk, anggur.
3. Sisa sayur yang berkuah harus dibuang airnya, kalau bersantan harus
dibilas air dan ditiriskan.
1.1.4
bahan dasarnya berasal dari hewan dan tumbuhan yang sudah mengalami
fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di
dalamnya maksimum 5%. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan
sebagai berikut:
1. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian
pupuk organik padat.
2. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman.
3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik
padat.
Kompos
Kompos adalah pupuk alami (organik) yang terbuat dari bahan - bahan
hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat
proses pembusukan, misalnya kotoran ternak atau bila dipandang perlu, bisa
ditambahkan pupuk buatan pabrik, seperti urea. Sampah kota bisa juga digunakan
sebagai kompos dengan catatan bahwa sebelum diproses menjadi kompos sampah
kota harus terlebih dahulu dipilah-pilah, kompos yang rubbish harus dipisahkan
terlebih dahulu. Jadi yang nantinya dimanfaatkan sebagi kompos hanyalah
sampah-sampah jenis garbage saja (Wied, 2004).
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari makhluk hidup atau bahan
organik dapat dikomposkan. Seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting,
dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran
manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan
istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi
kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan
ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan.
Bahan yang agak mudah dikomposkan antara lain: kayu keras, batang, dan
bambu. Bahan yang sulit dikomposkan antara lain adalah kayu-kayu yang sangat
keras, tulang, rambut, tanduk, dan bulu binatang (Sriyanto, 2009).
Berbeda dengan proses pengolahan sampah yang lainnya, maka pada
proses pembuatan kompos baik bahan baku, tempat pembuatan maupun cara
pembuatan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun. Kompos dapat
digunakan untuk tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan maupun
tanaman padi disawah. Bahkan hanya dengan ditaburkan diatas permukaan tanah,
1.1.6
Prinsip Pengomposan
Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh
tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak
sama dengan C/N tanah. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik
mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan
tersebut dapat digunakan atau diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik
yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70, daun-daunan >
50 (tergantung jenisnya), kayu yang telah tua dapat mencapai 400.
Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik
sehingga sama dengan tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka
proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Di dalam
perendaman bahan-bahan organik pada pembuatan kompos cair terjadi aneka
perubahan hayati yang dilakukan jasad renik. Perubahan hayati yang penting yaitu
sebagai berikut:
1. Penguraian hidrat arang, selulosa, dan hemiselulosa.
2. Penguraian zat lemak dan lilin menjadi CO2 dan air.
3. Terjadi peningkatan beberapa jenis unsur di dalam tubuh jasad renik
terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Unsur-unsur tersebut
akan terlepas kembali bila jasad-jasad renik tersebut mati.
4. Pembebasan unsur-unsur hara dari senyawa-senyawa organik menjadi
senyawa anorganik yang berguna bagi tanaman.
Akibat perubahan tersebut, berat, isi bahan kompos tersebut menjadi
sangat berkurang. Sebagian senyawa arang hilang, menguap ke udara. Kadar
senyawa N yang larut (amoniak) akan meningkat. Peningkatan ini tergantung pada
perbandingan C/N bahan asal. Perbandingan C/N akan semakin kecil berarti
bahan tersebut mendekati C/N tanah. Idealnya C/N bahan sedikit lebih rendah
dibanding C/N tanah (Murbondo, 2004).
Kandungan C/N
1.
Urine Ternak
0,8
2.
Kotoran Ayam
5,6
3.
Kotoran Sapi
15,8
4.
Kotoran Babi
11,4
5.
Kotoran Manusia
6.
Darah
7.
Tepung Tulang
8.
Urine Manusia
0,8
9.
Eceng Gondok
17,6
6 10
80 130
80 130
110 120
50 60
17,9
500
11 27
Pengomposan Anaerobik
Proses pengomposan anaerobik berjalan tanpa adanya oksigen. Biasanya,
proses ini dilakukan dalam wadah tertutup sehingga tidak ada udara yang masuk
(hampa udara). Proses pengomposan ini melibatkan mikroorganisme anaerob
untuk membantu mendekomposisikan bahan yang dikomposkan. Bahan baku
yang dikomposkan secara anaerob biasanya berupa bahan organik yang yang
berkadar air tinggi.
Pengomposan
anaerobik
akan
menghasilkan
gas
metan
(CH4),
karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah
seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat.
Gas metan dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif (biogas). Sisanya
berupa lumpur yang mengandung padatan dan cairan. Bagian padat ini yang
disebut kompos padat dan yang cair disebut kompos cair (Simamora dan
Sulundik, 2006).
1.1.8
Rasio C/N adalah perbandingan kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
dalam satu bahan. Semua makhluk hidup terbuat dari sejumlah besar bahan
karbon (C) serta nitrogen (N) dalam jumlah kecil. Unsur karbon dan bahan
organik (dalam bentuk karbohidrat) dan nitrogen (dalam bentuk protein, asam
nitrat, amoniak, dan lain-lain) merupakan makanan pokok bagi bakteri
anaerobik.Unsur Karbon (C) digunakan untuk energi dan unsur nitrogen (N)
digunakan untuk struktur sel dan bakteri. Bakteri memakan habis unsur C 30 kali
lebih cepat daripada memakan unsur N. Pembuatan kompos yang optimal
membutuhkan rasio C/N 25/1 sampai 30/1 (Yuwono, 2006).
Dalam proses pengomposan, 2/3 dari karbon digunakan sebagai sumber
energi bagi pertumbuhan mikroorganisme, dan 1/3 lainnya digunakan untuk
pertumbuhan sel bakteri. Perbandingan C dan N awal yang baik dalam bahan
yang dikomposkan adalah 25-30 (satuan berat kering), sedang C/N diakhir proses
adalah 12-15. Harga C/N tanah < 20 sehingga bahan-bahan yang mempunyai
harga C/N mendekati C/N tanah dapat langsung digunakan (Damanhuri dan
Padmi, 2007).
2. Ukuran Bahan
Semakin kecil ukuran bahan, proses pengomposan akan lebih cepat dan
lebih baik karena mikroorganisme lebih mudah beraktivitas pada bahan yang
lembut daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Ukuran bahan yang
dianjurkan pada pengomposan aerobik antara 1-7,5 cm. Sedangkan pada
pengomposan anaerobik, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumatlumatnya sehingga menyerupai bubur atau lumpur. Hal ini untuk mempercepat
proses penguraian oleh bakteri dan mempermudah pencampuran bahan (Yuwono,
2006).
3. Komposisi Bahan
Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan
kotoran hewan.
4. Jumlah mikroorganisme
Dengan semakin banyaknya jumlah mikroorganisme, maka proses
pengomposan diharapkan akan semakin cepat.
1.1.9
dengan cara bahan ditimbang sebelum diolah yang dinyatakan sebagai berat
basah. Kemudian setelah selesai diolah bahan ditimbang kembali dan dinyatakan
sebagai berat kering. Kemudian rendemen dapat dihitung dengan rumus:
giberelin berguna untuk merangsang pertumbuhan akar. Aplikasi air cucian beras
cukup dengan menyiramnya ke media tanam misal tanah. Air cucian beras banyak
mengandung vitamin B1 yang berasal dari kulit ari beras yang ikut hanyut dalam
proses pencuciannya, dimana vitamin B1 merupakan unsur horman (fitohormon)
dan hormone tersebut dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Maka dari itu,
vitamin B1 ini berguna dalam mobilisasi karbohidrat hingga bagus untuk tanaman
yang baru replanting (Chamsyah dan Adesca, 2011).
Formulasi air cucian beras merupakan media alternatif pembawa bakteri
Pseudomonas fluorescens yang berperan dalam pengendalian patogen penyebab
penyakit karat dan pemicu pertumbuhan tanaman. Bakteri Pseudomonas
fluorescens adalah bakteri yang mampu mengklon dan beradaptasi dengan baik
pada akar tanaman serta mampu untuk mensintesis metabolit yang mampu
menghambat pertumbuhan dan aktivitas patogen atau memicu ketahanan sistemik
dari tanaman terhadap penyakit tanaman (Rezafauzi, 2011).
BAB II
METODELOGI PERCOBAAN
dalam panci dan diletakkan di atas kompor. Lalu air dipanaskan. Setelah
mendidih, gula merah dimasukkan ke dalam panci sebanyak 500 gram, diaduk
hingga terlarut merata, kemudian didinginkan.
2.2.3 Proses Pengomposan
Sampah sayuran dirajang dengan ukuran 1-3 cm. Sampah yang telah
dirajang kemudian dimasukkan ke dalam karung 20 kg sebanyak 2,5 kg dan
ditekan sampai padat. Karung diikat dengan tali. Larutan media dibuat dengan
cara mencampurkan air sumur 1 liter, cairan molase 500 ml, air bekas cucian
beras (air tajin) 1 liter, dan larutan MOL dengan dosis 20 ml dan 30 ml, lalu
dimasukkan ke dalam ember. Karung yang berisi sampah sayuran dimasukkan ke
dalam larutan media sampai terendam. Beban diletakkan di atas karung agar
karung tidak mengapung. Ember ditutup rapat dengan plastik dengan cara
mengikat erat dengan tali pada bagian atas ember. Lalu disimpan di tempat yang
teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung selama 7 hari. Setelah fermentasi
selesai, tutup ember dibuka dan karung dikeluarkan dari ember. Kompos cair siap
untuk dianalisis.
2.2.4 Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Cair
Proses pembuatan pupuk kompos cair dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Alir Pembuatan Pupuk Kompos Cair dari Sampah Sayuran
dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) sebagai Bioaktivator
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Amurwarahaja, I. P., (2006), Analisis Teknologi Pengolahan Sampah Dengan
Proses Hirarki Analitik dan Metode Valuasi Kontingensi Studi Kasus di
Jakarta Timur, Makalah Falsafah Sains, Institut Pertanian Bogor, Ilmu
Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana,
Bogor.
Damanhuri, E., (1988), Optimasi Lahan Sanitary Landfill, Suatu Konsep, Jurnal
Tehnik Penyehatan Edisi Mei.
Depkes, RI., (1987), Pedoman Bidang Studi Pembuangan Sampah, Akademi
Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APKTS), Proyek Pengembangan
Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat Departemen Kesehatan, Jakarta.
Djuarnani, N., Kristian, B.S., Setiawan, (2005), Cara Tepat Membuat Kompos,
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fitria, Yulya., (2008), Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri
Perikanan
Menggunakan
Asam
Asetat
dan
EM4
(Effective
LAMPIRAN A
ANALISIS DATA
1. Analisis pH Akhir
Pengukuran pH menggunakan kertas indikator pH universal, yaitu dengan
mencelupkan kertas indikator ke dalam pupuk cair dan membaca serta
membandingkan pH pupuk cair pada range pH yang tersedia di kemasan
belakang kertas indikator pH universal.
2. Analisis Rendemen
Semua bahan dimasukkan ke dalam ember, kemudian ditimbang sebagai
berat awal. Setelah fermentasi selesai, maka kompos cair yang di dalam ember
ditimbang kembali sebagai berat akhir. Kemudian rendemen dapat dihitung
dengan rumus:
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
Data Perhitungan Rendemen :
Berat ember kosong + karung
= 1.125 gr
Berat ember + karung + bahan awal
Dosis MOL 20 ml
= 3700 gr
Dosis MOL 30 ml
= 3675 gr
Maka berat bahan :
Dosis MOL 20 ml
Dosis MOL 30 ml
= 2.575 gr
= 2.550 gr
Dosis MOL 20 ml
Dosis MOL 30 ml
= 2.750 gr
= 3.100 gr
Dosis MOL 20 ml
Dosis MOL 30 ml
1.
2.
= 1.625 gr
= 1.975 gr
LAMPIRAN C
LAPORAN SEMENTARA
Judul Praktikum
Hari/Tanggal Praktikum
Pembimbing
Asisten Laboratorium
: Sukamin
Kelompok
: II
Anggota
Hasil Percobaan
(1107035609)
Ryan Tito
(1107021186)
(1107036648)
Rendemen
Dosis MOL 20 ml
63%
Dosis MOL 30 ml
77,45%
= 2.575 gr
= 2.550 gr
Dosis MOL 20 ml
Dosis MOL 30 ml
= 2.750 gr
= 3.100 gr
1.
Dosis MOL 20 ml
Dosis MOL 30 ml
= 1.625 gr
= 1.975 gr
2.
Sukamin
LAMPIRAN D
DOKUMENTASI