Anda di halaman 1dari 19

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

BAB I
PENDAHULUAN
Glukokortikoid merupakan terapi utama dibidang dermatologi karena sifatnya
sebagai imunosupresif dan anti inflamasi. Kortikosteroid sering disebut live saving drug.
Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan
cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi termasuk dalam bidang dermatologi.
Kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah,
otot dan resistensi tubuh. Dalam klinik kortikosteroid dibedakan menjadi glukokortikoid
dan mineralokotikoid. Berdasarkan cara penggunaannya dibagi menjadi kortikosteroid
sistemik

dan topical. Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian

kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat


inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi.

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian
korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH)
yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem
fisiologis pada tubuh, misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan
tubuh, dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar
elektrolit darah, serta tingkah laku.8 Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian
korteks dan medulla, sedangkan bagian korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu
fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang lebih besar
dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid.(1)
1. Glukokortikoid
Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya
pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini
adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga
glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.(1,3)
Kortisol adalah glukokortikoid yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal yang
membantu memelihara homeostasis dengan mengatur banyak enzim di seluruh tubuh.
Selama periode stres, kortisol memainkan peran penting dalam meningkatkan kadar
glukosa darah dan meningkatkan tekanan darah. Secara klinis kortisol dan derivatnya
sering digunakan untuk sifat imunosupresannya. Obat ini juga penting untuk pasien
dengan defisiensi adrenal.(1)
Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan sering dipakai. Ada
beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :
a. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup
memadai.
b. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
c. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
d. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losio, salep
berlemak (fatty ointment).
2

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

2. Mineralokortikoid
Golongan mineralokortikoid efek utamanya terhadap keseimbangan air dan
elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Prototip

pada

golongan

ini

ialah

desoksikortikosteron.

Umumnya

golongan

mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat antiinflamasi yang berarti kecuali 9 alfafluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat
antiinflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Aldosteron adalah mineralokortikoid yang utama, zat ini menahan natrium (dan kemudian
air) dalam darah. Zat ini dirangsang dalam jalur renin-angiotensin.(1)
2.1. Mekanisme Kerja Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan
target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan
membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi,
lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi
transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Protein spesifik inilah yang akan mengubah
fungsi seluler organ target dan menghasilkan efek fisiologi steroid. Pada jaringan hepar
hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik yang efeknya
glukoneogenesis, pada jaringan lemak steroid meningkatkan asam lemak dan redistribusi
lemak tubuh di tempat-tempat tertentu, di tubuli distal steroid meningkatkan reabsorbsi
Na, pada system kardiovaskuler steroid meningkatkan reaktivitas pembuluh terhadap zat
vasoaktif, sedangkan pada jaringan lain misalnya limfoid dan fibroblast hormon steroid
merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel
limfosit sehingga menimbulkan efek katabolik.(1)
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab
antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen
diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi
kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta menghasilkan
tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain
efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan
cara menurunkan sintesis prostaglandin,leukotrien dan platelet-aktivating factor. (1)

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan


imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi,
berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami
perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau
menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif),
bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan
stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak
dikeluarkan.(3)
Kortikosteroid topikal dipakai khusus untuk mengobati penyakit radang kulit yang
bukan disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit dermatitis atau eksim. Kortikosteroid
sama sekali tidak menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan, kondisi semula
mungkin akan timbul kembali. Obat-obat ini diindikasikan untuk menghilangkan simtom
atau penekanan tanda-tanda penyakit bila cara lain yang kurang berbahaya tidak efektif.
Khasiat yang diharapkan pada pemakaian kortikosteroid topikal sendiri adalah
sebagai antiinflamasi, imunosupresif dan antiproliferatif atau anti mitosis. Mekanisme
kerja dari kortikosteroid topikal ini antara lain :

Vasokonstriksi pembuluh darah dermis bagian atas sehingga mengurangi eritem pada

berbagai dermatosis.
Antiinflamasi akibat rangsangan mekanis, kimia, radiasi, reaksi imunologi dan infeksi

pada kulit.
Antiproliferatif pada lapisan basal, kapiler dan fibroblast
Tahapan absorbsi perkutan kortikosteroid topikal meliputi difusi melalui stratum

korneum, epidermis, dermis, kapiler dan kelenjar lemak subkutis serta terjadinya
pembentukan depo. Tahapan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

Kondisi kulit (variabel biologi dan variabel eksentrik).


Karakteristik fisikokimia kortikosteroid (modifikasi molekul, konsentrasi, durasi,

aplikasi, ukuran, dan bentuk molekul partikel).


Efek vehikulum (viskositas, pH, penguapan, bahan pemacu penetrasi).
Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan

penetrasi. Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan


vasokonstriksi pada kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan
struktur kimiawi. Kortison misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

dalam tubuh mengalami transformasi menjadi dihydrokortison, sedangkan di kulit tidak


terjadi proses itu. Hidrokortison efektif secara topikal pada konsentrasi 1%.
Begitu beragamnya kortikosteroid topikal yang ada, maka dilakukan penggolongan
potensinya mulai dari sangat kuat atau sangat poten konsentrasinya, vehikulum serta
penetrasi dapat mempengaruhi efektifitas klinis suatu kortikosteroid topikal.
2.2. Pembagian Kortikosteroid
Dalam klinik kortikosterid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah penyimpanan
glikogen hepar dan efek anti inflamasi, sedangkan pngaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol. Sebaliknya golongan
mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruh pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip golongan ini
adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak memiliki efek
anti inflamasi yang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol. Meskipun demikian obat ini tidak
pernah digunakan sebagai anti inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan
elekrolit terlalu besar.
Sediaan kortikostroid dibedakan menjadi tiga golongan besar berdasarkan masa
kerjanya. Sediaan masa kerja singkat mempunyai waktu paruh biologis 8-12 jam (< 12
jam), sediaan kerja sedang mempunyai waktu paruh antara 12-36 jam, sedangkan yang
kerja lama mempunyai waktu paruh 36-72 jam (> 36 jam).
Tabel 1. Pembagian kortikosteroid berdasarkan masa kerjanya.(1)
Massa Kerja

Waktu
Paruh
(T 1/2)

Singkat

8-12 jam
(< 12 jam)

Sedang
(Intermediate)

12-36 jam

Lama

36-72 jam

Potensi
Kortikosteroid
Kortisol
(hidrokortison)
Kortison
Kortikosteron
6-alfametilprednisolon
Fludrokortison
(mineralokortikoid)
Prednison
Prednisolon
Triamsinolon
Parametason
5

Dosis
Ekivalen
(mg)

Retensi
natrium
1
0,8
15

Anti
inflamasi
1
0,8
0,35

0,5
125
0,8
0,8
0

5
10
4
4
5

4
5
5
4

10

20
25
-

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

(>36 jam)

Betametason
Deksametason

0
0

25
25

0,75
0,75

Berdasarkan potensinya, United State Pharmacopecial Drug Information For The


Health Care Professional membagi kortikosteroid menjadi empat golongan yaitu :
Tabel 2. Pembagian kortikosteroid berdasarkan potensinya.(3)
Deksametason 0,04-0,1%
Hidrokortison asetat 0,1-1%
Metil prednisolon 0,25-1%
Klobetason butirat 0,05%
Diflukortolon valerat 0,1%
Hidrokortison butirat 0,1%
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Triamsinolon asetonid 0,1%
Betametason dipropionat 0,05%
Triamsinolon asetonid 0,5%
Mometason furoat 0,1%
Desoksimetason 0,05%
Diflukortikolon valerat 0,03%
Klobetasol propionate 0,05%

Potensi lemah

Potensi sedang

Potensi kuat
Potensi sangat kuat

Pembagian lain kortikosteroid topikal menurut Cornell dan Stoughton menjadi


tujuh golongan, berdasarkan potensi antiinflamasi dimana efektifitas ini dinilai
berdasarkan kemampuan vasokonstriksi untuk menimbulkan blanching pada kulit.
Tabel 3. Pembagian kortikosteroid menurut Cornell dan Stoughton.(3)
I

Betamethasone dipropionate 0,05%


Super poten

Diflurasone diacetate 0,05%


Clobetasol propionate 0,05%
Halobetasol propionate 0,05%
Amcionide 0,1%

II

Betamethasone dipropionate 0,05%


Potensi tinggi

Mometasone fuorate 0,01%


Diflurasone diacetate 0,05%
Halcinonide 0,01%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05% dan 0,25%
Triamcinolone acetonide 0,1%

III

Fluticasone propionate 0,005%


6

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Amcinonide 0,1%
Potensi tinggi

Betamethasone dipropionate 0,05%


Diflurasone diacetate 0,05%
Fluocinonide 0,05%
Desoximetasone 0,05%
Betamethasone valerate 0,01%
Triamcinolone acetonide 0,1%

IV

Flurandrenolide 0,05%
Potensi medium

Mometasone furoate 0,1%


Fluacinolone acetonide 0,025%
Hydrocortisone valerate 0,2%
Flurandrenolide 0,05%

Fluticasone propionate 0,05%


Prednicarbate 0,1%
Betamethasone dipropionate 0,05%
Triamcinolone acetonide 0,1%
Potensi medium

Hydrocortisone butyrate 0,1%


Fluocinolone acetonide 0,025%
Desonide 0,05%
Betamethasone valerate 0,1%
Hydrocortisone valerate 0,2%
Aclometasone 0,05%

VI

Triamcinolone acetonide 0,1%


Potensi medium

Hydrocortisone butyrate 0,1%


Fluocinolone acetonide 0,01%
Desonide 0,05%

VII

Betamethasone valerate 0,1%


Obat topikal dengan hidrokortison,

Potensi lemah

deksametason, glumetalon, prednisolon,


dan metilprednisolon
2.3. Indikasi
Indikasi penggunaan kortikosteroid ada dua yaitu :
1. Terapi substitusi

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Pemberian kortikosteroid disini bertujuan untuk memperbaiki kekurangan


akibat insufisiensi sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi/struktur adrenal
(insufisiensi primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder).
2. Terapi non-endokrin
Dasar pemberian kortikosteroid disini adalah efek antiinflamasinya dan
kemampuan menekan reaksi imun pada beberapa penyakit yang bukan merupakan
kelainan adrenal atau hipofisis misalnya penyakit alergi, penyakkit kulit yang
penyebabnya autoimun atau penyakit lain yang dasarnya adalah reaksi imun.
Adapun penyakit-penyakit non-endokrin yang diobati dengan kortikosteroid,
antara lain :
a. Pematangan fungsi paru pada fetus
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi pada ibu hamil akan membantu
pematangan fungsi paru fetus yang akan dilahirkan premature sehingga resiko
terjadinya respiratory distress syndrome, perdarahan intraventrikular dan kematian
berkurang. Hal ini dipengaruhi sekresi kortisol pada fetus. Betametason atau
deksametason selama 2 hari diberikan pada minggu ke 27-34 kehamilan. Dosis
yang terlalu banyak akan mengganggu berat badan dan perkembangna kelenjar
adrenal fetus.(1)

b. Arthritis
Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang
sifatnya progresif dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat yang gejala
tidak berkurang setelah diberikan obat golongan anti-inflamsai non-steroid , terapi
fisik dan istirahat. Diberikan prednisone 7,5 mg sehari dalam dosis terbagi, pasien
tetap istirahat dan diberikan fisioterapi serta salisilat.(1)
c. Karditis reumatik
Kortikosteroid hanya digunakan untuk keadaan akut pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan salisilat saja atau sebagai terapi permulaan pada
pasien dalam keadaan sakit keras dengan demam, payah jantung akut, aritmia dan
perikarditis. Diberikan prednisone 40 mg sehari dalam dosis terbagi. Sesudah
kortikosteroid dihentikan salisilat tetap diteruskan larena sering terjadireaktivasi
penyakit.(1)
8

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

d. Penyakit ginjal
Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik, prednisone 60 mg
seharidalam dosis terbagi diberikan selama 3-4 minggu.(1)
e. Penyakit kolagen
Glukokortikoid dapat menurunkan morbiditas dan memperpanjang masa
hidup pasien poliartritis nodusa dan granulomatosis Wegener serta sangat effektif
untuk penyakit kolagen lainnya seperti lupus eritematosus sistemik, polimiosistis
dan dermatomiositis.(1)
f. Asma bronkhiale dan penyakit saluran nafas lainnya
Kortikosteroid diberikan pada serangan akut asma untuk mengatasi reaksi
radang yang selalu terjadi pada saat serangan asma. Glukokortikoid tidak secara
langsung berefek sebagai bronkodilator. Tetapi sebagai antiinflamasi obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis
eikosanoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di
jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular. Glukokortikoid inflamasi
sangat efektif karena obat langsung sampai ke target organ dan resiko efek
samping sangat rendah dibandingkan pemberian secara sistemik. Ada lima preparat
yang berbentuk inhalasi yaitu beklometason dipropionat, triamsinolon asetonid,
flunisolid, budesonid, flutikason propionate.(1)
Pada status asmatikus atau asma kronis yang berat, glukokortikoid dosis
besar harus segera diberikan (metal prednisolon-Na-suksinat 60-100 mg setiap 6
jam dapat diberikans secara IV). Bila gejala mereda, diikuti pemberian prednisolon
oral 40-60mg/hari. Dosis diturunkan bertahap samapai hari ke-10 terapai dapat
dihentikan. Terapi non-steroid dapat diberikan setelah keadaan mereda.(1)
g. Penyakit alergi
Penyakit alergi misalnyahy-feer, penyakit serum, urtikaria, dermatitis
kontak, reaksi obat, edema angioneurotik dapat diatasi dengan glukokortikoid
sebagai obat tambahan disamping obat primernya. Pada reaksi yang gawat misalny
anafilaksis dan edema angioneurotik glottis, diperlukan pemberian adrenalin
segera. Pada keadaan yang mengancam jiwadapat diberikan kkortikosteroid IV
(deksametason natrium fosfat 8-12 mg). penyakit yang tidak begitu berat, anti
histamine masih menjadi obat pilian utama.(1)
h. Penyakit mata
9

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inflamasi mata bagian luar dan pada
segmen anterior. Umunya dipakai larutan deksametason fosfat 0,1% pagi dan
siang. Dan salep mata deksametason fosfat 0,05% padaa malam hari. Obat ini akan
mencapai kadar terapi dalam cairan mata. Sedangkan gangguan mata bagian
posterior lebih baik diberikan sistemik dengan 30 mg prednisone oral per hari
dalam dosis terbagi.(1)
Kortikosteroid dapat meningkatkan tekanan intraocular bila digunakan
lebih dari dua minggu, tidak boleh digunakan pada konjungtivitis akibat bakteri,
virus ataupun jamur karena menimbulkan masking effect. infeksi dapat menjalar
terus kebelakang dan dapat menimbulkan kebutaan, tidak boleh digunakan pada
herpes simplkes mata karena dapat menimbulkna kekeruhan kornea yang menetap,
dan pada laserasi atau abrasio mata akibat trauma, kortikosteroid topikal dapat
memperlambat

penyembuhan

dan

menyebarkan

infeksi

dan

merupakan

kontraindikasi relative pada pasien glaucoma sudut sempit.(1)


i. Penyakit kulit
Kortison dan prednisone baru aktif sesudah diubah dalam hati menjadi
derivate hidronya yakni hidrokortison dan prednisolon. Dikulit dan sendi
pengubahan tersebut tidak terjadi maka untuk salep/krem dan injeksi intraartikulerselalu harus digunaan hidrokortison dan prednisolon.(2)
Bermacam-macam kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan steroid
topical. Misalnya erupsi eksematosa dapat diatasi dengan salep hidrokortison 1%.
Pada penyakit akut dan berat serta pada eksakserbasi penyakit kulit kronik,
krotikosteroid diberikan secara sistemik (prednisone 40 mg/hari). Pada pemfigus,
pemberian prednisone dapat mencapai 120 mg, dan pada kasus ini kortikosteroid
bersifat live saving. Pemberian topical harus disadari kemungkinan timbulnya efek
merugikan, misalnya kulit yang menipis.(1)
Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat
pilihan untuk suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal
bersifat paliatif dan supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan
pengobatan kausal. Biasanya pada kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan
potensi lemah contohnya pada anak-anak dan usia lanjut, sedangkan pada kelainan
subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada dermatitis kontak alergik,
dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan kronis dan tebal
10

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis atopik,


dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular.(4,5,6,7)
j. Penyakit hepar
Berdasarkan uji klinis glukokortikoid dapat memperpanjang hiduppasien
nekrosis hepar subakut dan hepatitis kronik aktif, hepatitis alkoholik dan sirosis
non-alkoholik.(1)
k. Keganasan
Leukemia limfositik akut dan limfoma dapat diatasi dengan gukokortikoid
Karen efek antilimfositiknya. Pendapat lain mengatakan, glukokrtikoid mensupresi
korteks adrenal sehingga menurunkan produksi androgen yang merupakan
precursor estrogen yang menstimulasi tumor.(1)
l. Gangguan hematologic
Steroid dapat mengurangi hemolisis pada anemia hemolitik auto-imun dan
dapat mencegah perdarahan pada Idiopatic Trombositopenic Purpura.(1)
m. Syok
Pada syok anafilaktik manfaat yaitu membuat adrenalin bekerja lebih baik
mengatasi syok, adrenalin tetap merupakan obat utama yang harus diberikan. untuk
syok septic dapat diberikan hidrokortison 300 mg IV, ada pula yang menggunakan
deksametason 3-5 mg/kgBB dalam bentuk bolus. Untuk syok kardiogenikdiberikan
deksametason20-50mg IVdiulang sesudah 1-2 jam.(1)
n. Edema cerebral
Berdasarkan uji klinik glukokoprtikoid sangat efektif uktuk mencegah atau
mengobati edema cerebralkarena parasit atau tumor otak.(1)
o. Gangguan sumsum tulang belakang (spinal cord injury)
Berdasarkan uji klinik, metal prednisolon dosis besar (30 mg/kgBB
dilnjutkan infuse 5,4 mg/kgBB per jam selama 23 jam) akan mengurangi gejala
neurologis.(1)

Sebelum obat ini digunakan ada 6 prinsip terapi yang harus diperhatikan :
1. Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
tiral and error dan harus dievaluasi sesuai dengan perubahan penyakit.
2. Suatu dosis tunggal dan besar dari kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.

11

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

3. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi


spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis yang sangat besar.
4. Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis
melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal akan bertambah
(dosis ekivalen hidrokortisol 100 mg/hari lebih dari 2 minggu hampir selalu
menimbulkan iatrogenikc cushing syndrom), bila terpaksa pasien harus diberi
juga, maka harus diberi diet tinggi protein dan kalium serta awasi pengaruhnya
terhadap

metabolisme terutama bila terdapat penyakit penyerta misalnya

diabetes, osteoporosis atau lambatnya penyembuhan luka.


5. Penggunaan kortikoteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi
hanya bersifat paliatif karena efek anti inflamasinya.
6. Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis
besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam
jiwa pasien.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan
untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif. Pada
keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, misalnya untuk mengurangi nyeri pada
arthritis rheumatoid, dosis awal harus kecil kemudian secara bertahap ditingkatkan
sampai keadaan tersebut mereda dan dapat diroleransi pasien. Kemudian dosis harus
diturunkan bertahap sampai tercapai dosis minimal dimana gejala semula timbul
kembali. Bila terapi bertujuan mengatasi keadaan yang dapat mengancam pasien,
misalnya pemfigus maka dosis awal haruslah cukup besar, bila dalam beberapa hari
belum terlihat efeknya, dosis dapat dilipatgandakan. Untuk keadaan yang tidak
mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar dapat diberikan untuk waktu
singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik.(1)
2.4.

Efek Samping
Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang

sangat luas. Manfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak
diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.(3)
Tabel 4. Efek Samping Kortikosterois Sistemik(6)
Tempat
1. 1. Saluran cerna

Macam Efek Samping


Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster,
ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional,
12

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

kolitis ulseratif.
2. 2. Otot

Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.

3. 3. Susunan saraf pusat

Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah


tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan
bunuh diri), nafsu makan bertambah.

4. 4. Tulang

5. 5. Kulit
6.
7.
8. 6. Mata
9.
10. 7. Darah
11.
12. 8. Pembuluh darah
13.
14. 9. Kelenjar adrenal bagian
kortek
15. 10. Metabolisme protein,
KH dan lemak
16.
17. 11. Elektrolit
18.
19.
20. 12. Sistem immunitas

Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur


tulang panjang.
Hirsutisme,
hipotropi,
strie
atrofise,
akneiformis, purpura, telangiektasis.

dermatosis

Glaukoma dan katarak subkapsular posterior


Kenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfosit
Kenaikan tekanan darah
Atrofi, tidak bisa melawan stres
Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula
meninggi, obesitas, buffalo hump, perlemakan hati.
Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani,
aritmia kor)
Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes
simplek, keganasan dapat timbul.

Efek samping pada tulang terjadi umumnya pada manula dan wanita saat
menopause. Efek samping lain adalah sindrom Cushing yang terdiri atas muka bulan,
buffalo hump, penebalan lemak supraklavikula, obesitas sentral, striae atrofise, purpura,
dermatosis akneformis dan hirsustisme. Selain itu juga gangguan menstruasi, nyeri kepala,
psedudotumor serebri, impotensi, hiperhidrosis, flushing, vertigo, hepatomegali dan
keadaan aterosklerosis dipercepat. Pada anak memperlambat pertumbuhan.(6)
Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik(8)

13

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping
yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur
Meningkatkan nafsu makan
Meningkatkan berat badan
Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi
Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk : mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis
aseptik yang pinggul.
Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama(8)

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid,


maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari
kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk
sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap

steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orangorang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau
masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs
atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama
dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari.
Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan

mengalami patah tulang.


Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan

jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).


Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
Kenaikan lemak darah (trigliserida).
Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat

badan dan gagal jantung.


Kegoyahan dan tremor.
Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak

subcapsular posterior.
Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,
kegembiraan, delirium atau depresi.
14

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.


Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan

(misalnya tuberkulosis).
Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala,
nyeri otot dan sendi dan depresi.
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya

diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40
tahun dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin
lengkap kadar Na dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah
ada tuberkulosis paru (3bulan sekali).6
Pada penggunan kortikosteroid topikal efek samping dapat terjadi apabila.(5,7)
1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau
penggunaan sangat oklusif.
Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini
efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih
lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus
digunakan jika menggunakan yang lebih paten. Secara umum efek samping dari
kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis
akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dermatitis peroral.(5,7)

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat


yaitu(5,7)
Efek Epidermal
Ini termasuk :
1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,
suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari
konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin
topikal secara konkomitan.

15

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi
ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.
Efek Dermal
Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini
menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan
menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal
yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini
nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia
kulit prematur.
Efek Vaskular
Efek ini termasuk :
1. Vasodilatasi

yang

terfiksasi.

Kortikosteroid

pada

awalnya

menyebabkan

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.


2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah
yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,
inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.
Terjadi efek samping bergantung pada dosis, lama pengobatan macam
kortikosteroid. Pada pendek (beberapa hari/minggu) umumnya tidak terjadi efek samping
yang gawat. Sebaliknya pada pengobatan jangka panjang (beberapa bulan/tahun) harus
diadakan tindakan untuk mencegah terjadi efek tersebut, yaitu (6)

Diet tinggi protein dan rendah garam


Pemberian KCl 3 x 500 mg sehari untuk orang dewasa, jika terjadi defisiensi K
Obat anabolik
ACTH diberikan 4 minggu sekali, yang biasanya kami berikan ialah ACTH sintetik
yaitu synacthen depot sebanyak 1 mg (qoo IU). Pada pemberian kortikosteroid dosis
tinggi dapat diberikan seminggu sekali
Antibiotik perlu diberikan jika dosis prednison melebihi 40 mg sehari
Antasida

2.5.

Kotraindikasi
Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif.

Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi
jamur yang sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin
dan preparat intravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan
16

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

dengan alasan sebagai life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor
yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya
gangguan jiwa, positive purified derivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus
peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.18

17

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

BAB III
KESIMPULAN
kortikosteroid merupakan pengobatan yang paling sering diberikan kepada pasien.
Kortikosteroid adalah derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal.. Kortikosteroid terbagi kepada dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan
mineralokortikoid.(3)
Berdasarkan potensi klinisnya dibedakan ke dalam beberapa golongan yaitu super
poten, potensi tinggi, potensi medium, dan potensi lemah. Kortikosteroid bekerja dengan
mempengaruhi kecepatan sintesis protein yang mana terjadi induksi sintesis protein yang
merupakan perantara efek fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat
pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka serta mengurangi
akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi yaitu di daerah yang menghasilkan
vasokontriksi.(3) Efek klinis dari kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal
yaitu : vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.(8)
Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu
diperhatikan sebelum obat kortikosteroid digunakan: (1) Untuk tiap penyakit pada tiap
pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan harus dievaluasi dari
waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. (2) Suatu dosis tunggal besar
kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. (3) Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa
hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis
sangat besar. (4) Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis
melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.
(5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi
kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya. (6)
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.(1)
Efek samping dapat terjadi apabila penggunaan kortikosteroid topikal yang lama
dan berlebihan serta pada potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif.
Dapat dibagi beberapa tingkat yaitu efek epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping
lokal yang terjadi meliputi atrofi, telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis
acneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.(5,7)
18

TEUKU AHMAD HASANY (13174036)


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

REFERENSI
1. Ganiswarna G Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai penerbit
FKUI, 2007 ; 496-516
2. Tan Hoan Tjay. Obat-obat Penting. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo-Gramedia, 2007 ; 723-736
3. Abidin
Taufik.
Oral
Corticosteroid.

2009.

Diunduh

dari

http://www.scribd.com/doc/13461798/Oral-Kortikosteroid
4. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc
Graw-Hill Medical Publishing Division. 2003; 2381-2387, 2322-2327
5. Maftuhah. Husni, Abidin. Taufik, Oral Kortikosteroid. 2009. Fakultas
Kedokteran

Universitas

Mataram.

Diunduh

dari

http://www.scribd.com/doc/13461799/kortikosteroid-topikal
6. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008; 339-341
7. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD
Soetomo.

Surabaya;

2001.

Diunduh

http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/191/191
8. Doctorology Indonesia. Kortikosteroid dan Efek Sampingnya.
http://doctorology.net/?p=61

19

dari
2009.

Anda mungkin juga menyukai