Anda di halaman 1dari 154

dr.

Khuzaini

D
I
G
E
S
T
I
V
E
KEADAAN YG TIDAK BOLEH DIOPERASI
• Hiperglikemi:
→ Tidak boleh dioperasi OK → operasi → stress →
stress hormon (termasuk glukogen) → memicu KGD ↑
→ insulin tdk tidak bisa menurunkan KGD → koma.
↔ Insulin Resistance Hiperglikemi.
• Dehidrasi:
→ Tidak boleh dioperasi OK → sudah ada kompensasi
tubuh (vasokontriksi) → jadi bila pasien dibius →
terjadi vasodilatasi → kompensasi tubuh menjadi
hilang → perfusi ke otak dan jaringan menurun →
pasien bisa mati!!!.
• Hiperpireksia:
→ Tidak boleh dioperasi OK → pada saat demam
tubuh perlu O2 lebih banyak.
• Hiperpireksia + Dehidrasi:
→ kebutuhan O2 meningkat + dehidrasi → vasodilatasi
→ pasien bisa Mati!!!

• Gagal / Gangguan ginjal:


Operasi → stress → mengeluarkan stress hormon (ADH)
→ jadi pasien yg di operasi kalau sudah ada gangguan
ginjal → fungsi ginjal makin menurun.

• Asites:
→ kontra indikasi u/ dilakukan operasi OK ada gangguan
sistemik → akan menggangu penyembuhan luka dan
merusak jahitan (sebaiknya dijahit dgn benang yg tidak
diserap).
CATATAN - UMUM
• Bayi yg diberi makan pisang → bisa perforasi lambung.

• Air fluid level bila hanya satu → kemungkinan obstruksi


lambung bgn cardia.

• Letak obstruksi perlu diketahui u/ menentukan side


operation / letak insisi saat operasi.

• Untuk operasi eksplorasi laparotomi lebih gampang


dan aman dgn insisi mide line daripada insisi para
median.
• Stress operasi = trauma → operasi menyebabkan
stress.

• Makin banyak manipulasi saat operasi → trauma ↑↑


→ stress ↑↑.

• Pada saat operasi manipulasi harus se-minimal


mungkin.

• Sebelum operasi pasien dipuasakan → saat induksi


anestesi → stress.

• Puasa jgn dilakukan terlalu lama → ± 4 – 6 jam saja


→ OK katabolisme sudah dimulai sejak pasien puasa.
• Stress operasi lebih berat pada anestesi.

• Secara Laparoscopy → pain pasca operasi minimal →


stressor pasca bedah minimal, pasien cepat mobilisasi.

• Fase katabolik → selama 1 - 2 hari → pemberian


albumin tidak ada guna → OK akan dipakai langsung.

• Fase katabolik terjadi pada:


– Infeksi.
– Trauma / pasca operasi.
– Stress berat.
– Sepsis.

• Fase anabolik → hari ke 3 → baru dimulai pemberian


zat bermolekul tinggi (spt albumin).
• Trias of Death:
– Asidosis metabolik.
– Cougulopaty → test tusuk telinga → berdarah > 5’ →
Stop Operasi !!
– Hipotermi:
• Greade I : 35 ºC
• Greade II : 32 ºC – 35 ºC
• Greade III : < 32 ºC

• Hb tanpa Ht → jelas tdk bermakna !!

• Hb serial → tdk dipakai sbg indikasi operasi trauma


tumpul OK byk faktor pengganggu.
• Albumin mempunyai half time (waktu yg diperlukan u/
bisa digunakan oleh tubuh) 10-14 hari.

• Halotan didetoksikasi di hepar → bila ada ggn hepar


Halotan tdk boleh diberikan sbg anestesi.

• USG paling bagus u/ pemeriksaan hepatobilier.

• Insulin Resisten Hiperglikemia → KGD yg ↑ post


trauma → OK meningkatkan growth hormon → tidak
bisa diterapi dgn insulin.

• KCl tidak boleh diberikan secara bolus (harus dititrasi


perlahan-lahan) → harus diberikan secara tetesan
(dimasukkan ke dalam infus).
• Hematoma dapat menyerap faktor-faktor pembekuan
(darah encer).
• Insisi subcostal dapat diperlebar dari kanan ke arah
kiri.
• Adhesi akan membuat usus bisa terpuntir
→ bisa menyebabkan obstruksi atau nekrosis usus
→ perforasi.
• Ileum isinya bkn feses, feses adanya di colon.
• Sensitivitas → menemukan kelainan.
• Spesifikasi → memastikan sesuatu bkn yg lain.
• Drain dicabut berdasarkan jumlah dan kualitasnya.
• Pada omentum yg bergabung (saling melekat)
→ kita harus membebaskan omentum dan
menggunakan beberapa klem u/ hemostasis, tdk boleh
hanya menggunakan 1 klem saja
→ karena bila menggunakan 1 klem dan 1 jahitan →
jahitan bisa terbuka → jadi harus menggunakan bbrp
klem dan jahitan.

• Pasien dgn asites → kontra indikasi u/ dilakukan


operasi OK ada gangguan sistemik → akan menggangu
penyembuhan luka dan merusak jahitan (sebaiknya
dijahit dgn benang yg tidak diserap).

• Hipokalemi + distensi → berbahaya !! → karena:


– Peningkatan tek intraabdominal → menekan thorak.
– Gangguan irama jantung.
• Faktor kapan atau apa
pertimbangan suatu reseksi
tidak dilakukan anastomose
langsung:

– Pertimbangan sistemik
→ yg mempengaruhi proses
healing.
– Pertimbangan lokal
→ infeksi luas, oedema,
organ yg mau dipertahankan
terlalu jauh → bila
dipaksakan akan terjadi
ketegangan.
– Material
→ benang, jarum dll.
– Tehnik operasi.
• Kapan Diversi ditutup ?
Kembali kpd faktor sistemik dan lokal.
→ < 2 mgg → Recovery bermakna → langsung
sambung.
→ > 2 mgg → KU belum bagus → sebaiknya tunggu
hingga 2 bln baru disambung → karena jaringan sudah
kembali spt jaringan normal.

• Syarat Anastomose usus → usahakan kedua loop


sebebas mungkin (jgn dipaksakan) → jika dipaksakan
akan menyebabkan tarikan (bisa perforasi)

• Ileum Terminal diusahakan dipertahankan → OK di


ileum tempat penyerapan vit A, D, E, K & B12.

• Pada Ro polos abdomen tidak bisa dibedakan bgn distal


& proksimal → tapi pada colon in loop bisa dibedakan.
• Anoreksia → berisiko menjadi dehidrasi
→ menyebabkan demam ↑ → penguapan ↑ → syok
hipovolemia.
• Pasien demam → lihat dulu produksi urine, jangan
langsung diberi antipiretik atau kompres.
• Antipiretik & kompres boleh diberikan kalau produksi
urin cukup.
• Pasien demam → metabolisme ↑
→ kebutuhan makin ↑.
• Pasien demam → tidak bisa dioperasi OK:
– Kebutuhan ↑.
– Dehidrasi.
– Obat bius → vasodilatasi
↔ pasien bisa mati !!!!!!!
• Pasien yg dalam vasodilatasi (spt syok) tidak boleh
dianestesi
→ karena obat-obat anestesi dapat menyebabkan
vasodilatasi yg mengakibatkan cairan intravasculer
terbagi rata ke semua organ sehingga darah ke otak
menjadi makin berkurang
→ pasien bisa Mati !!!!!.

• Cedera Reperfusi:
→ pasien sudah syok iskemik terlalu lama → maka sel-
sel sudah tdk lagi mengenal O2 sebagaimana mestinya
→ maka ketika pasien direhidrasi → O2 yg ke sel, sel
tidak lagi mengenal O2
→ O2 tidak di up take sel → menjadi O2 radikal bebas
yg toksik ketika kembali ke sel.
• Peptisol → penyerapan lebih ke proximal.
• Enterasol → penyerapan lebih ke distal.
• Sepsis intraabdominal → infeksi paling sulit diatasi dan
teramat sulit penatalaksanaannya.
• Nyeri viseral:
– Obstruksi.
– Regangan.
– Ishemik.
– Radang.

• Mortalitas:
– 3% pada infeksi ringan.
– 60% pada infesi lanjut → bisa meningkat lagi bila terjadi
MODS.
• Mukosa usus mempunyai tekanan kapiler lebih rendah
→ bila terjadi vasokonstriksi, lebih dahulu terjadi
vasokontrisi pada usus.

• Bila terjadi vasokontriksi pada usus maka:


– Mukosa usus nekrotik.
– Terjadi perubahan perilaku kuman / bakteri:
• Terjadi Multiplikasi Bakteri.
• Terjadi Translokasi Bakteri → SEPSIS → karena arteri tertutup tapi
vena tetap terbuka.bakteri masuk ke sirkulasi.

• Ro 3 posisi → cari air fluid level dan free air.


→ yg dicari :
– psoas line → hilang OK oedema.
– Perselubungan homogen.
– Paralitik → dinding usus menebal, distensi usus tidak
merata.
• USG → lebih spesifik pd organ solid dan kistik.
• USG → syarat pasien tdk dalam distensi OK udara
adalah musuh dari USG.
• USG → deteksi massa cair atau massa padat.
• Penderita sepsis intraabdominal:
– Anoreksia.
– Sindroma inflamasi, demam.
– Distensi abdomen.
– Respirasi distress.
– Gangguan kesadaran.
• Ampula recti:
– Pada ileus obstruksi → kolaps.
– Pada ileus paralitik → dilatasi.
– Pada peritonitis → dilatasi.
• Penurunan 1 skala Hb → perdarahan 200 cc WB.
• 2 efek jelek dari ketalar adalah hipertensi dan
hiperpirexia.
• Usus dikatakan viable → lihat:
– Warna.
– Peristaltik.
– Pulsasi.
• Nyeri iskemik → terus-menerus dan bertambah berat.
• Nyeri kolik → hilang timbul bila kambuh nyeri sekali
(intermiten).
• Fekal → masih di usus halus.
• Feces → sudah di colon (sudah ada ampas).
• Anestesi umum → rangsang nyeri tetap ada.

• Regional anestesi → rangsang nyeri tidak ada ke


hipotalamus → stress hormon tidak jalan.

• Spinal anestesi pasien dipuasakan OK:


– Gangguan peristaltik usus.
– Bila gagal → anestesi general.
– Usus yg kosong → peristaltik lebih baik.

• Pada kelainan jantung → saat dianestesi → terjadi


vasodilatasi → maka jantung yg sakit akan bekerja
lebih keras OK kompensasi dari dehidrasi.
• Liver:
– Satu-satunya organ yg membentuk albumin.
– Sbg intoksikasi.
– Sbg tempat pembentukan & penggunaan hormon.

• Asites → bisa mempengaruhi penyembuhan luka.


→ pengeluaran cairan asites tidak boleh sekaligus
semua tapi secara bertahap → bila dikeluarkan secara
sekaligus darah akan langsung ke daerah yg
tekanannya tiba-tiba menurun akibat keluarnya asites
→ pasien akan syok.

• Pada fase katabolisme pasca bedah → jgn masukkan


cairan yg BM yg tinggi spt albumin, titofusin, triofusin,
aminofusin → krn protein akan dipecah kembali
sehingga tidak akan dipakai oleh tubuh kita.
• Obstruksi usus:
– Tumor.
– Radang.
– Kongenetal.
– Bolus parasit.
– Perlengketan.

• Pemeriksaan tambahan:
– Laboratorium.
– USG.
– Foto polos.
– Colon in loop.
– CT-Scan.
– Colonoscopi.

• Hipoalbumin → tidak boleh dioperasi OK:


– Sbg zat angkut (termasuk O2).
– Sbg alat angkut obat termasuk obat anestesi.
– Berpengaruh pada proses penyembuhan luka.
– Permiabilitas kapiler meningkat (intravasculer → interstesial)
• Hiperglikemi:
→ tdk boleh dioperasi OK → operasi → stress → stress
hormon (termasuk glukogen) → memicu KGD ↑ →
insulin tdk tidak bisa menurunkan KGD → koma.
↔ Insulin Resistance Hiperglikemi.
• Dehidrasi:
→ tidak boleh dioperasi → sudah ada kompensasi
tubuh (vasokontriksi) → jadi bila pasien dibius →
terjadi vasodilatasi → kompensasi tubuh menjadi
hilang → perfusi ke otak dan jaringan menurun →
pasien bisa mati!!!.
• Operasi → stress → mengeluarkan stress hormon
(ADH) → jadi pasien yg di operasi kalau sudah ada
gangguan ginjal → fungsi ginjal makin menurun.
• Pasien dgn hipoalbumin → dgn oedema pulmonum →
dimana cairan intravasculer akan ke interstisial → beri
cairan hiperosmolar (hipertonik), spt koloid →
sehingga cairan dapat diberi sedikit dan cairan yg di
interstesial dapat ditarik kembali ke intravasculer.
→ jangan diberi cairan isotonik!!!
• Pasien hiperpireksia
→ tidak boleh dioperasi OK → pada saat demam
tubuh perlu O2 lebih banyak.
• Pasien hiperpireksia + dehidrasi → kebutuhan O2
meningkat + dehidrasi → vasodilatasi → pasien bisa
Mati!!!
• CVP:
– Dgn ventilator → 8 - 10 mmHg.
– Tanpa ventilator → 4 mmHg.
• Lasix sbg diuretik + vasodilator.
→ pada gagal ginjal → urin (-) → resusitasi +
dopamin → jika sudah ada urin sedikit → beri lasix.
• Dopamin:
– Dosis tinggi → sbg vasokontriktor.
– Dosis rendah → sbg vasodilator.

• Pada usus mukosa lebih dahulu nekrosis daripada


serosa → OK tekanan di mukosa lebih rendah.
• Usus merupakan organ paling rendah tekanan
kapilernya.
• Klem pinggir luka operasi dgn doek klem → pompa
pernafasan (oleh anestesi) → jika berat → terjadi ↑
intraabdominal.
• Abdominal kompertemen syndroma:
→ Splanik terganggu → tekanan di ginjal terganggu →
urin ↓
→ saat decompresi dpt tjd Hipoperfusi OK tekanan
abdominal yg menurun tiba-tiba, ini tjd OK darah di
sirkulasi tiba-tiba ke perifer (aorta terbuka tiba-tiba),
sehingga perdarahan ke otak dan jantung berkurang.

• Pada luka tembak → luka masuk < luka keluar.

• Gastroyeyenostomi → 30 cm dari lig trezt.

• Crescent sign → tanda perforasi ( spt bulan sabit


antara hepar & diafragma) → posisi LLD atau erect.
• Pasien dgn hiperkalemia → berarti ginjal sudah
benar-benar gagal (sudah end state)
→ sebaiknya pasien dihemodialisa dulu sebelum
dioperasi.

• Prinsip penanganan trauma perineum:


– Pastikan organ-organ disekitarnya aman.
– Nilai terutama di daerah perineum & spincter ani
nya.
→ spincter ani robek → pikirkan :
recontruksi.
kontaminasi (hindari) → buat sigmoidestomi
→ harus tidak ada feces pada loop distal.
• Feces spt kotoran kambing terjadi karena lumen usus yg
menyempit spt disebabkan oleh tumor.
• Vagotomi dapat memperbesar efek pada pengosongan
lambung → OK spasme pilorus hilang.
• Fungsi nervus vagus → vasokontriksi
– Menyebabkan peristaltik.
– Spasme pilorus.
• Kram abdomen terjadi karena hiperkontraksi usus OK
banyaknya beban (usus akan berkerja keras) → spt pada
dumping sindroma.
• Kembung terjadi karena cairan intravascular masuk ke
intralumen (lambung yg diisi air → kembung) → spt
pada dumping sindroma atau ileus obstruksi.
• Redenden sigmoid:
– Merupakan kelainan kongenital.
– Terjadi gangguan pasase usus
– Keluhan berupa rasa ingin BAB yg tidak sesuai dgn feces yg
keluar.
– Keluhan bisa saja muncul kemudian hari.

• NEC (Necrotizing enterocolitis) → enterocolitis yg


berkelanjutan → ulkus → necrotik → perforasi
STOMA
• Colostomi double barell → masing-masing loop usus
terpisah → u/ mencegah kotoran yg di proximal masuk
ke loop distal.

• Colostomi double loop → loop usus masih ada


hubungan
→ ada blind loop.

• Dekompresi → ileostomi akan mengurangi volume


intralumen.

• Ileostomi (tehnik lebih mudah) → dulu ditakutkan


karena high output → sekarang tidak lagi OK
perkembangan nutrisi.
• Colostomi di colon tranversum:
– Keuntungan: lebih mudah → colon mobile
– Kerugian:
• Penyerapan ↓ → OK kita memendekkan colon.
• Loop distal ke bawah tidak terpakai (blind loop panjang)
→ bisa terjadi disuse atrofi (penyempitan).
• Anastomosis susah (OK diameter berbeda).

• Colostomi di colon sigmoid


→ kalau bisa colostomi dilakukan di sigmoid:
– Blind loop pendek.
– Anastomose gampang.

• Tutup colostomi pd Ca sigmoid (tepi harus bebas


tumor) dilakukan pd 1 – 2 minggu kemudian → OK bila
dilakukan > 2 minggu akan sulit karena adanya
perlengketan (kesulitan tehnik operasi).
APPENDICITIS

• Cara men-DD/ perforasi ec appendisitis dan typoid fever


dgn cara klinis dan melihat leukosit.
→ pada appendisitis: leukositosis.
→ pada typoid: leukopenia.
• Perlengketan biasanya terjadi bila sudah 2 bulan.
• Bila kita curiga dgn appendisistis perforasi → lebih aman
dilakukan insisi midline.
• Metronidazol drip pd appendisitis diindikasikan bila ada
perforasi & appendisitis infiltrat (karena masih ada
microperforasi).
• Saat appendektomi → keluar pus → sebaiknya lakukan
laparotomi → insisi midline.

• Appendektomi → hari VII bisa terjadi fistel enterocutan


→ cari apakah:
– Penyakit primer yg belum selesai.
– Cedera intraoperatif.
– Kebocoran pasca appendektomi.

 Gambar:
• Appendisitis perforasi → terjadi reaksi lokal & sistemik.

• Diagnosa appendisitis:
– Secara klinis.
– Appendiktogram → 2 cara: barium mill & colon in loop.
→ Proses:
• Pengisian.
• Retensi.
• Evakuasi.
• Iregular mukosa.

• Periappendikular mass → menjadi abses → harus curiga


bila:
– Nyeri ↑.
– Demam ↑.
– Kaki fleksi → tekan abdomen perlahan-lahan → bila nyeri →
(+).
• Appendisitis → awalnya sumbatan lumen
→ menyebabkan nyeri viseral → nyeri di daerah
umbilikal (persyarafan N thorakal X).
→ lalu terjadi peradangan hingga peritonium → nyeri
kanan bawah hingga seluruh abdomen.
• Appendisitis → nyeri dulu baru demam (reaksi lokal
dulu baru sistemik).
• Typoid → demam dulu baru nyeri (reaksi sistemik dulu
baru lokal).
• Periapendikular mass → harus USG
→ pembebasan/manipulasi kecuali bila ada perubahan
suhu.
• Jahitan pada puctum appendik → seromuscular.
• USG → u/ mengetahui ada-tidaknya periappendikular
mass dan luas dari periappendikular mass.

• Appendisitis > 5 hari → kemungkinan abses.

• Yang difollow up / dicurigai apakah terbentuk abses


appendicitis:
– Nyeri.
– Demam → tdk pernah mencapai normal.
– Lokal → tekan (perlahan diatas massa) daerah massa yg
disangka abses → nyeri yg tiba-tiba.
– Leukositosis.
– LED.

• Anak prasekolah → nyeri perut


→ pikirkan appendisitis → jgn pikirkan gastritis.
• Tdk ada kontra indikasi operasi u/ penderita
appendisitis dgn kehamilan.

• Peri appendikular infiltrat pada anak → langsung


operasi → ditakutkan tjd perforasi.

• Appendisitis bisa karena fecalit → bisa hilang bila


fecalit lepas.

• Appendisitis anak kurang dari 5 hari


→ operasi cito (lebih agresif dari dewasa):
– Lebih mudah dieksplorasi.
– Perlengketan ↓↓ → OK konglomersi omentum anak pendek
& daya tahan tubuh anak rendah → perlindungan omentum
saja.
– Resiko perforasi lebih besar.
• Appendisitis → pada palpasi → jangan langsung
dipalpasi di mc burney OK bila pasien sudah nyeri,
pasien akan merasa nyeri seluruh perut.

• Appendikuler mass dikonservatif karena:


1. Masih bisa sembuh → dasarnya merupakan mekanisme
antigen-antibodi → bila kondisi baik → sembuh.
2. Menjadi abses → perkembangan menjadi abses → proses
inflamasi.

• Appendisitis perforasi → bila ada harus tahu dari mana


pus itu berasal.

• Tekanan paling ↑ pada usus adalah di caecum.

• Walling off paling lambat 3 hari.


HERNIA
• Hernia dgn BPH
→ setelah dilakukan hernioraphy, BPH juga harus
dikoreksi, bila tdk jahitan post operasi bisa terbuka &
terjadi recurent → OK pasien kemungkinan akan
mengedan u/ BAK.
• Hernia strangulata → lalu reponibilis / tereduksi
→ dapat dilakukan tindakan operasi urgent / elektif
(sambil diobservasi → lihat tanda-tanda peritonitis).
• Herniolaparotomi → sudah ada niat akan laparotomi →
pada hernia yg sudah peritonitis atau pada hernia
bentuk W.
• Hernioraphy & laparotomi → tdk ada rencana u/
laparotomi.
Insisi herniotomi Macam Hernia
• Tujuan dari prosedur bassini
plasty adalah untuk
memperkuat inguinal
posterior dengan menjahit
otot & conjoint tendon pada
lig.inguinal
→ prosedur tersebut juga
mempersempit anulus
internus.

• Hernia strangulata:
– Nyeri.
– Muntah.
– Hernianya tenang, nyeri tekan
& tdk tereduksi.
– Gambaran hipovolumia.
Harus diperhatikan pd
hernia strangulata:
1. Jangan merusak
anulus inguinalis
interna.

2. Organ infeksius yg
diluar jangan
dimasukkan ke dalam
rongga abdomen.

3. Jangan memaksakan
tindakan definitif pd
keadaan infeksius.
• Pada pasien hernia strangulata → tdk boleh dipasang
mash → karena mash dpt menjadi sumber infeksi
(tempat berkembang biak kuman)
→ pd hernia strangulata sudah terjadi pembebasan
toksin-toksin atau kuman sudah berkembang biak.

• Hernia scrotalis permagna:


→ dilakukan pemotongan organ:
– Omentum.
– Usus halus.
– Colon → biasanya colon transversum.
• Pemasangan mash sebaiknya menggunakan benang
monofilamen dan atraumatik.
• Pada operasi hernia → jgn memotong cincin interna,
kecuali terpaksa.
• Hernia yg besar
→ saat durante operasi ternyata isi kantong hanya
sedikit → hal ini bisa terjadi kerena pengaruh obat-
obat anastesi.

• Pada hernia apabila hanya omentum nekrosis, kita


harus curiga ada organ lain yg nekrosis.

• Pada hernia yg residif


→ pasca bedah hernia biasanya terjadi fibrosis
→ kecendrungan tjd nekrosis OK cincin sudah kaku
→ jadi lakukan insisi lebih ke atas dari bekas operasi yg
lama (karena anatominya lebih jelas).
Faktor prediposisi
hernia femoralis:
– Wanita.
– Kurus.
– > 40 thn.
– Banyak anak.
– Ditambah massa
dilipat paha →
harus curiga hernia
femoralis.
• 4 hal yg tdk boleh dilakukan pd hernioraphy
emergensi:
– Memasukkan jar nekrotik ke dalam cavum abdomen.
– Memotong internal ring.
– Melakukan hernioraphy dgn menggunakan mesh.
– Menggunakan bahan multifilamen.

• Hernia diafragmatika → lakukan barium meal


→ lihat kontras
→ bila kontras terletak diatas diafragma
→ hernia diafragmatika (+).

• Batas paling proximal u/ ligasi kantong proximal


hernia pada hernioraphy adalah Preperitoneal fat.

• Hernioraphy = herniotomi + hernioplasty.


ANORECTAL
• Emergensi pd prolap recti jika ada ggn darah balik
→ terjadi oedema.

• Bila habitual → rectum bisa dimasukkan dengan


menggunakan jelly (tanpa operasi) → dilakukan
sebelum terjadi oedema.
Bila sudah terjadi oedema, reduksi harus
menggunakan anestesi.

• Batu buli-buli bisa menyebabkan prolap recti dan


hernia → OK pasien mengedan bila BAK → bisa juga
terjadi pada anak-anak.
• Prolap recti pada dewasa:
– Apakah ada kelemahan dari otot-otot dasar panggul
→ melemahkan spincter ani.
– Faktor preposisi:
• Usia lanjut.
• Kurus.
• Multipara.

– Apakah ada kelainan anatomi: tumor atau colitis → Hb bisa ↓


bahkan bisa sampai 4 gr%.
– Penanganan → lihat:
• Apakah ada tanda perforasi.
• Apakah ada tanda obstruksi.
• Apakah puctum ada tanda-tanda nekrosis.

– Bila tdk ada tanda-tanda spt diatas:


• Reposisi.
• Kompres kasa basah.
• Skin tag hipertropi → elastisitas anorectal ↓ atau
tidak ada → fissura ani
dilakukan Spinchterotomi (pemotongan spinchter ani)
lateralis → yg dipotong sebelah lateral.
• Haemoroid → teori causen → operasi
→ lebih fisiologis, painless, pasien lebih cepat pulang.

• Arteri-vena haemoroidalis tidak ada valve


→ berhubungan langsung (tanpa kapiler).
• Perdarahan per anum:
– Hematoscezia → darah campur feses tdk bisa
dibedakan darah dgn feses).
→ biasanya berasal dari bgn proximal (usus halus).
→ membuat peristaltik cepat (darah segar).
– Darah menetes.
– Melena → membuat peristaltik lambat (darah
hitam).

• Bila ada pus polip recti (viseral organ) dan tidak ada
anestesi → dpt dilakukan → ikat/ligasi polip → potong
→ tdk nyeri tapi pasien harus kooperatif.
CARILAH PEKERJAAN
YG KAU CINTAI,
MAKA SEUMUR HIDUPMU
TAK AKAN PERNAH
MERASA BEKERJA.

Confusius (479 - 55 SM)


INVAGINASI
• Invaginasi:
– Usus proximal masuk ke distal.
– Bila dibiarkan invaginasi makin dalam / jauh.
– Bila tdk dioperasi → usus bisa nekrosis.
– Goal standar:
• Dulu colon in loop → gambaran: coil spring & cuping (dikatakan
tereposisi bila terlihat gambaran colon window).
→ pd colon in loop:
– Tdk boleh obstruksi.
– Tdk boleh peritonitis.
– Pasien harus kooperatif.
– Bisa sbg terapi

• Sekarang USG → mudah dan tidak invasif.


• Intususception (invaginasi)
– Masuknya bgn usus proximal kedalam lumen usus distal
→ obstruksi.
– Suplai darah menurun → ischemia → perforasi.
– Usia: 90% usia 2 bln sampai 2 thn.
– Donat sign (melalui USG) → ada caiaran bebas dicavum
peritonium (air fluid level).
– Klinis:
• Nyeri parodoksal
• Massa di abdomen (70%)
• Rectal bleading (60%)

INVAGINASI ILEALCAECAL
• Syarat hidrostatik reposisi pd invaginasi (dgn barium
enema):
– Keadaaan umum baik.
– Tdk ada sepsis.
– Tdk ada tanda-tanda peritonitis.
– Belum distensi hebat.
– Fresh case.
– Pasien harus bisa tenang (tdk menangis) → beri valium.
– Persiapan kamar operasi u/ laparotomi bila gagal.
→ bila invaginasi muncul kembali, hidrostatik reposisi
tdk boleh dilakukan lagi.

• Insisi invaginasi pada anak → insisi transversal, OK:


– Pernafasan anak abdominal-thorakal
→ u/ menghindari rasa sakit ↑↑.
– Lapangan operasi luas.
– Akses kesasaran lebih mudah.
• Yang dicari pd foto abdomen pd invaginasi → adanya
over lapping usus yg terinvaginasi.
• Leading point pada anak → hipertropik jar lympoid
(pack payer) yg udema akibat infeksi di ileum terminal.
• Invaginasi pada dewasa tidak boleh dimilking tapi
langsung direseksi end block → karena sebagian besar
leading pointnya tumor (jika dimilking akan terjadi
spreading sel tumor).

• Divertikel bisa
menjadi leading
point.
• Syarat terjadinya
invaginasi:
– Hiperperistaltik.
– Ada laeding point.
• Pada Ro tanda invaginasi:
– Coil spring apperance.
– Cuping apperance.

• Bila reposisi berhasil (tereduksi)


→ terjadi gambaran colon window.

• Barium enema tdk berhasil, bisa karena:


– Masalah pd pasien → pasien gelisah, menjerit-jerit →
tek.abdominal ↑.
– Masalah tehnik → tinggi, pengenceran barium.
– Masalah invaginasinya → sudah oedema, necrosis.
LIEN
• Penjahitan pada lien (trauma tajam)
→ Dimana penilaian berhasil tidaknya penjahitan
dinilai pada saat durante operasi
→ biasanya saat tersebut tekanan darah dinaikkan
(oleh ahli anestesi) sampai ke tekanan darah sebelum
operasi → bila tdk tjd perdarahan lagi berarti operasi /
penjahitan berhasil.
→ penilaian:
• Perdarahan berhenti.
• Hematoma yg terjadi tdk bertambah luas.

• Splenosis → implantasi autotransplantasi pecahan


limpa kecil pd peritonium.
• Problem pasca bedah pd splenektomi:
– Perdarahan.
– Rentan infeksi → OPSS.
– Kebocoran cairan pancreas → lien dekat pancreas.
– Efusi pleura pasca bedah.
– Demam tinggi dalam 1 minggu pertama.

• Splenosis → mencegah OPSS (Overwhelming Post


Splenectomi Sepsis).

• Hipersplenism → suatu keadaan patologik pd limpa


mengakibatkan kerusakan & gangguan pd eritrosit.
→ TRIAS : - Splenomegali.
- Pansitopenia (anemia, leukemia, trombositopenia).
- Hiperplasia kompensasi sumsum merah.
• Trauma limpa:
– Lacerasi → tepi luka masih bisa ditautkan (nilai letak
& kedalaman).

– Ruptur → tepi luka tdk teratur atau bagian sudah


hancur.

– Kehr sign → nyeri di daerah puncak bahu → nyeri alih


dari n.frenicus (biasa timbul bila pasien pada posisi
trendelenberg).

– Balance sign → bunyi pekak (pd perkusi) → OK


adanya hematoma subkapsuler atau omentum yg
membungkus suatu hematoma ekstrakapsuler.
– Splenectomi → jika tindakan splenoraphy tdk bisa
dilakukan pembuangan limpa (parsial at total).

– Splenoraphy → mempertahankan limpa, dgn cara:


• Membuang jar nonvital.
• Mengikat p.darah yg terbuka.
• Menjahit kapsul limpa yg terluka.

– Reimplantasi → autotransplantasi jar limpa yg


dilakukan setelah splenectomi u/ mencegah
terjadinya sepsis.
→ cara: dgn membungkus pecahan parenkim jar limpa dgn
omentum at menanamnya dipinggang dibelakang peritonium
(splenosis) → mencegah OPSS.
• Benang u/ menjahit limpa → benang yg non absorbable
& non traumatik (spt prolen).

• Komplikasi splenectomi:
– Atelektasis lobus bawah paru kiri.
OK → gerak diafragma sebelah kiri pd pernafasan
kurang bebas.
– Trombositosis post op → puncak pd hari X.
– OPSS (overwhelming post splenectomy sepsis)
→ sepsis OK: - pneumococcus.
- H.influenzea.
- meningococcus.
→ demam ↑ 38,5˚C.
FISTEL ENTEROCUTAN
• Fistel enterocutan:
– Lihat tanda-tanda dehidrasi.
– Lihat tanda-tanda peritonitis.
– Lihat yg keluar dari fistel
(low output atau high output → 400 cc).

• Tindakan konservatif:
– puasa → lihat produksi low / high output.
– Diet perenteral.
– Obat-obat spasmolitik.
– Nilai respon dari perawatan konservatif → apakah produksi
fistel makin berkurang → bila respon ada kemungkinan bisa
sembuh sendiri.
• Tindakan konservatif dilakukan bila:
– Keadaan umum bagus.
– Dehidrasi (-).
– Peritonitis (-).
– Low output.

• Sebab high output:


1. Fistel cukup besar.
2. Peristaltik berlebihan.
3. Obstruksi di distal → indikasi operasi.

• Bila high output apapun penyebabnya harus dilakukan


relaparotomi.
• Harus tahu dari mana asal fistel, dgn cara:
– Fistelografi.
– Tes norit Fistel → pasien makan norit yg digruss, catat jam
berapa diberi & kapan keluar → < 6 jam (proximal) ; > 6 jam
(distal).
– Colonoskopi → bila di colon.

• Test norit:
Untuk membedakan apakah ada fistel enterocutan atau
hanya poket abses → beri norit 10-15 tab.
→ bila keluar norit (hitam) dari fistel → fistel
enterocutan (+)
→ bila tdk keluar blm tentu fistel (-), bisa saja fistel (+)
& terdapat poket abses → jadi norit masuk &
memenuhi poket abses dahulu baru keluar.
ILEUS
• Ro abdomen 3 posisi :
– Distribusi udara (supine).
– Penebalan dinding usus.
– Harring bone.
– Air fluid level.
– Free air di sub diagfragma.

• Air fluid level pada ileus paralitik lebih lebar dari ileus
obstruktif.
• Mekanical bowel obstruction = ileus obstruksi.
• Darm staifung = bowel movement.
• Darm countur = bowel appreance.
• Ileus paralitik → mekanisme peristaltik usus yg
terganggu, tdk ada gangguan vascular.
• Obstruksi letak rendah lebih distensi daripada obstrusi
letak tinggi.
• Obstruksi hebat:
– Limfe → usus oedema → hering bone appereance.
– Vena → absorsi usus terganggu → air fluid level.
– Arteri → perforasi → cairan bebas intra peritoneal → gross
glass appereance.

• NGT:
– Dekompresi.
– Mencegah aspirasi.
– Diagnostik → cairan yg keluar.
– Monitoring.
– Terapi diet.
• Obstruksi usus:
– Mekanik:
• Total.
• Parsial.
– Fungsional → OK kelemahan peristaltik itu sendiri, mis:
• Hirscprung.
• Akalasia.
• Ggn elektrolit.
• Hiperuremia.
• Anemia berat.
• Radang.

• Dalam resusitasi harus ada target berapa lama


dilakukan resusitasi dilakukan.
• Bahaya pasien yg obstruksi dgn hipokalemia:
– Peristaltik ↓.
– AV Blok (dari EKG → gambaran T depresi) → ggn jantung →
kematian.
Patofisiologi yg terjadi Pada ileus obstruksi

1. Kelenjar lymph terjepit.


→ Dimana usus-usus kelihatan menebal OK kel lymph
terjepit.
– Arterial di vili-vili → mempunyai tekanan paling
rendah ditubuh.
– Dehidrasi → sepsis OK:
• Kuman komensal → patogen.
• Kuman patogen bertambah.
• Kuman bertranslokasi ke pembuluh darah.
→ sepsis.
2. Vena terjepit → cairan tidak bisa diserap dari
intralumen ke intravasculer.
→ tertimbun didalam usus → gambaran air fliud level
Makin byk air fliud level → obstruksi makin ke distal.

3. Arteri terjepit → jaringan ischemik


→ ekstravasasi cairan keluar ke intraperitonial → asites.

• Jika dijumpai ileus obstruksi → segera:


– Dehidrasi.
– Dekompresi.
– Oksigennasi.
• Ileus obstruksi:
– Terjadi penekanan vena → air fluid level.
– Overlaping pada usus → harring bone apperance.
– Infeksi pada usus → penebalan dinding usus.
– Terjadi penekanan arteri → ischemia → perforasi → ground
glass apperance.

• NGT berwarna kuning → menandakan obstruksi lebih


ke distal atau adanya sumbatan total.
• Bila belum ada tanda – tanda strangulasi ataupun
perforasi → masih bisa dilakukan colon in loop
→ u/ menelusuri posisi obstruksi & tindakan apa yg
akan dilakukan (hanya di surabaya).
• Obstruksi tdk selalu abdominal distended.
• Ro supine → u/ melihat distribusi udara usus.
• Ileus paralitik → spincter ani longgar.
• Ileus obstruksi → spincter ani ketat.
• Penyulit obstruksi → adalah distensi usus
→ jadi lakukan dekompresi → agar bisa dilakukan
persiapan operasi yg lebih baik.
• Obstruksi letak tinggi:
– Gejala muntah lebih menyolok (sering).
– Kembung lebih minimal daripada obstruksi letak
rendah.
• Obstruksi letak rendah:
– Gejala muntah minimal.
– Sangat kembung.
• Bila dlm keadaan dehidrasi → dibius → bisa
meninggal → OK obat anestasi menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah → jadi otak kekurangan
O2 → pasien bisa hidup karena adanya vasokontriksi
(kompensasi dehidrasi).
PERITONITIS
• Peritonitis primer:
– Suatu infeksi tapi sudah dilakukan eksplorasi dgn teliti tdk
ada kebocoran.
– Tidak ada bau fecal.
– Cairan seropurulen.
→ biasa pada infeksi paru.

• Pada peritonitis kenali masalah yg terjadi:


– Tanda – tanda awal.
– Tanda – tanda dehidrasi.
– Tanda – tanda distress pernafasan.
– Tanda – tanda hipoksia.
– Tanda – tanda disfungsi organ multiple.
• Peritonitis sekunder → ada kebocoran viskus.

• Peritonitis tersier → kuman-kuman dari saluran


cerna tapi tdk ditemukan tanda-tanda perforasi.

• Peritonitis bisa terjadi dehidrasi karena proses


inflamasi.

• Faktor berpengaruh pd derajat peritonitis:


– Tipe kontaminasi.
– Upaya pertahanan lokal.
– Status nutrisi.
– Imunologi.
DERAJAT PENYEBAB MORTALITAS
PERITONITIS
Appendisitis

RINGAN Perforasi gastro-duodenal < 10%


Salphingitis akut

Divertikulitis (terlokalisir)

Perforasi usus non-vascular


SEDANG
Kolesistisis gangrenosa < 20%
Multitrauma

Perforasi colon

Cedera iskhemia usus halus


BERAT
Pancreatitis akut nekrotikan 20% - 80%
Komlikasi pasca bedah
• Bedakan antara nyeri tekan dan defans musculer !!!
• Lokasi perforasi:
– Upper GI:
• Umumnya bersih.
• Terlokalisir.
• Lambat.
– Lower GI
– Empedu → umumnya cepat.

• Derajat ringan → menjadi berat dgn cepat →


gangguan imunitas.
• Gejala klinis dipengaruhi:
– Berat-ringan.
– Lamanya infeksi.
– Umur pasien.
– Status kesehatan.
• Umumnya hipovolemik → anoreksia, squestrasi, muntah,
distensi, demam, diare.

• Pada anak → > diare.

• Syok → akibat gabungan dari hipovolumia, septikemia, disfungsi


multiorgan.

TANDA ABDOMINAL TANDA SISTEMIK


Nyeri Anoreksia, demam, menggigil.
Defans muskuler Takikardia
Distensi Takipnoe
Free air Berkeringat
Bising usus menurun Oliguria
Disorientasi
• Syok:
– Kompensasi.
– Dekompensasi.

• Syok berulang tanpa sebab pasti → prediksi sepsis


intraabdominal berat.
• Banyak faktor berperan → melibatkan:
– Umur.
– Nutrisi.
– Keadaan umum.
– Imunitas.
– Pemberian obat.

• Pada perforasi yeyenum tanda-tanda peritonitis tdk begitu


jelas krn cairan di yeyenum sudah dinetralisir oleh cairan
empedu dan pancreas.
• Pemeriksaan serial lebih bermakna → gambaran peritonitis &
indikator hasil kerja.
Penatalaksanaan:
– Problem base therapi.
– Resusitasi cairan & electrolit.
– Cepat & tepat.
– Monitor yg ketat.
– Faktor penyulit → ggn permeabilitas kapiler
→ terjadi kebocoran.
– Antibiotik → sepsis intra-abdominal ditegakkan.
– Prosedur bedah:
• Penilaian sumber infeksi.
• Mengurangi derajat kontaminasi.
• Mencegah recurent.
– Demage control.
– Laparoscopi.
– Planed relaparotomi.
• Peritonitis → spinchter ani longgar.
• Keadaan peritonitis → bisa menyebabkan obstruksi
→ mis pada appendisitis perforasi (terbentuk wall off
yang menekan loop-loop usus bgn bawah)
• Ro peritonitis:
– Peritoneal fat menipis.
– Psoas line menghilang.
– Dinding usus menebal.
– Ground glass apperance.

• Khas perforasi typoid:


– Letak di antemesenterial.
– Di ileum terminal.
– Tidak ada taksis / wall off omentum.
– Tepi luka fibrotik → tidak ada perdarahan.
– Ada undurasi disekitar perforasi.
• Nyeri pada peritonitis akut karena perdarahan
relatif lebih ringan daripada karena perforasi organ
viscus.

• Peritonitis → tdk selalu ada perforasi → yg penting


ada rangsangan peritonium.

• Thypoid perforasi → reaksi/penyakit sistemik.


→ Khas pada usus:
- Undurasi
- Ante mesenterial
- Pada ileum terminal
→ toksin kuman thypoid sering ke miocard
• Penyebab tersering peritonitis pd anak:
– Appendisitis perforasi.
– Typoid perforasi.
– Invaginasi.
– Bolus ascariasis.

• Peritonitis dgn kadar leukosit yg sudah menurun ↔


cold sepsis.

• Pada peritonitis bila:


– Proses belum berlangsung lama (pus belum menyebar)
→ segmental paralitik.
– bila pus sudah menyebar ke seluruh cavum abdomen
→ diffuse paralitik.
GASTER
• Tanda perforasi gaster:
– Riwayat konsumsi obat NSAID.
– Nyeri tiba-tiba.
– Hb ↓ → perdarahan kronis.

• Preoperatif perforasi gaster:


– Rehidrasi → min 1000 cc.
– Decompresi → NGT.
– Anti nyeri.

• Intraoperatif perforasi gaster → cuci cavum abdomen


hingga bersih.
Types of gastric ulcer.
Type I gastric ulcer, one of the most common varieties, occurs in
the antrum of the stomach.
In Type II gastric ulcer, the ulcer in the antrum is associated with an ulcer
in the duodenum.
Type III gastric ulcer is a prepyloric ulcer.
• Penanganan perforasi gaster salah satunya
membersihkan debris-debris → OK cairan gaster
sangat iritatif.

• Post operatif perforasi gaster → management pain.

• Perforasi gaster
→ cuci sebersih mungkin cavum abdomen saat
durante operasi OK tidak saja cairan lambung yg
tumpah tapi juga bisa cairan pancreas yg refluk,
terutama di subdiafragma karena bisa mengganggu
pernafasan.

• Beri analgetik kuat pasca operasi.


• Perforasi gaster:
– > 1 → graham patch.
– < 1 → omental patch.

• Duodenum:
– Lebih kaku → biasanya perforasi lebih besar.
– Lebih sulit dijahit → jahit secara simple interupted
(1 – 1).

• Bila dijumpai perforasi digaster atau duodenum >1 cm


harus curiga:
– Perforasi di duodenum.
– Tumor.
• Penanganan perforasi duodenum:
– Jahit primer.
– Decompresi gaster (gastrostomi) → menjamin decompresi
yg adekuat → agar tdk banyak cairan masuk ke duodenum.
Serta sbg parenteral nutrisi.
– Pylorik oclution → dilanjutkan dgn gastroyeyenostomi →
Reox en Y.
– Drain afferen – efferen
• Drain proximal → melancarkan produksi cairan.
• Drain distal → yeyenostomi feeding.

• Usia muda lebih sering ulkus duodenum dari pada usia


lanjut.

• Cuci abdomen sebersih - bersihnya & decompresi yg


adequat → sudah cukup u/ mengembalikan fungsi
usus.
Roux-en-Y
Gastric Bypass
• Perforasi > 1 cm → graham patch.
• Perforasi < 1 cm → omental patch.

Omental patch
Graham patch technique.
(A and B) This technique provides a safe and established method of
closure of perforated duodenal ulcer. The ulcer is closed by sutures
applied over a piece of omentum.
Proximal gastric vagotomy.
(A and B) The key elements of proximal gastric vagotomy are to divide the gastric
branches of the anterior and posterior vagi at the lesser curvature while
preserving the nerve of Latarjet and the innervation of the antral pyloric
mechanism. Another key feature of this operation is “skeletonization” of the distal
6–8 cm of the esophagus.
Pada dumping sindroma:
→ Makanan dgn cepat masuk ke usus → pancreas
memproduksi hormon insulin (hiperinsulinemia) →
hiperglikemi.
→ Karena proses yg terjadi cepat → saat makanan di usus
habis, kadar insulin masih tetap tinggi → terjadi
hipoglikemi.
→ Timbul gejala-gejala syok → padahal suatu keadaan
hipoglikemi.
↔ orang yg tidak tahu proses tersebut akan memberi
cairan yg banyak karena terpengaruh gejala syok tadi.
→ Maka pasien akan semakin hipoglikemi.
→ Otak akan kekurangan oksigen.
→ Pasien bisa mati !!!!!
• Billroth I:
– Vagotomy.
– Antrektomy.
– Gastroduodenostomy.

• Billroth II:
– Vagotomy.
– Antrektomy.
– Gastroyeyenostomy.

• Efek samping billroth I & billroth II adalah dumping


syndroma (rapid gaster emptying) → tjd kehilangan
ralaksasi & pengosongan isi gaster ke usus yg cepat
(ok pilorus dirusak).
Gastric surgical procedure
• 2 respon:
– Cairan hiperosmolar terkumpul di lumen usus dgn cepat →
sirkulasi tertuju ke semua usus → hipovolumia → takikardia,
keringat, lemah.
– Cairan hiperosmolar terkumpul di lumen usus dgn cepat →
pelepasan zat-zat vasoaktif spt peptida (VIP & neurotensin) →
menyebabkan vasodilatasi sistemik → syok.

• Dumping syndroma:
– Early dumping → akibat adanya pengosongan makanan
hiperosmolar yg cepat ke dlm duodenum → menyebabkan
masuknya cairan kedlm lumen usus → menyebabkan
hipovolumia → dapat dicegah /dikontrol dgn makan sedikit-
sedikit atau makanan padat.
– Late dumping → berhubungan dgn hipoglikemik sekunder
terhadap hiperinsulinemia akibat dari kadar glukosa yg tinggi
→ terjadi beberapa jam setelah makan & respon terhadap
glukosa.
• Pada penderita dumping sindroma dgn gejala vasomotor yg berat,
posisi supine selama 30 menit setelah makan dapat mengurangi
kemungkinan sinkop, memperlambat jarak pengosongan lambung
serta perbaikan venous return.
• Adrenalin → simpatis → vasokontriksi di perifer & vasodilatasi di
central.
• Pada syok anafilaksis → diberi adrenalin untuk vasodilatasi perifer.
• Adrenalin = β-bloker (propanolol → sbg obat hipertensi)
→ pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan hipotensi → OK
vasokontriksi perifer.
• Simpatis → di sentral membuat pembuluh darah vasodilatasi.
• Parasimpatis → di sentral membuat pembuluh darah vasokontriksi.
Faktor resiko
• Gastrectomy.
• Gastroenterostomy or gastrojejunostomy.
• Vagotomy.
• Fundoplication.
• Gastric bypass surgery (Roux-en-Y operation).
Surgical resection for stomach cancer.
Most antral cancers can be resected by subtotal gastrectomy with Bilroth II anastomosis.
Key aspects of the operation are removal of adequate proximal and distal margins, division of
the left and right gastric arteries at their origin, and resection of the greater omentum. When
the lesion is in the mid-body of the stomach or involves extensively the body of the stomach,
total gastrectomy with Roux-en-Y jejunostomy is required.
Some lesions of the cardia or fundus of the stomach may be amenable to proximal
gastrectomy performed through a left thoraco-abdominal incision.
ABDOMINAL INJURY
• Blunt trauma injury → bila ada luka pd pancreas → prognosis
jelek.
• Syarat melakukan demage control harus ada 2 sisi yg menekan
(mis antara hepar dan diafragma).
• Tampon demage control pada abdomen dibuka pada hari ke 2.
• Haematom pd epigastrium post trauma tumpul abdomen
→ OK adanya robekan pada otot hingga peritonium.
• Pada trauma abdomen pd pemeriksaan fisik yg harus dilihat
pertama kali adalah defans muscular dan jejas.
• Trauma tajam: eksplorasi dgn lokal anestesi, tdk ada foto.
• Trauma solid organ (hepar, splean, ren) → masih bisa
dikonservatif (lihat grade trauma).
• Pada perdarahan retroperitoneal harus diperhatikan:
– Apakah sudah ada penurunan hemodinamik yg hebat
(OK continious bleading).
– Harus ada persiapan darah yg cukup.
• Pada durante operasi bila dijumpai ada bercak-bercak
sabun (saponifikasi) → harus curiga cedera pancreas.
• Trauma tumpul pd hepar:
– Abses hepar >
– Hemobilia → daerah masuk ke saluran empedu → bisa
menyebabkan clot → sumbatan.
– Hepato-renal syndroma → ggn fungsi ginjal → penyebab
bukan dari ginjal sendiri.
• Luka tancap/tembus, mis tertancap besi pagar.
→ lihat kedalaman luka (mis dipagar bandingkan dgn panjang
pagar disebelahnya) → bila tidak dalam, bisa dicabut, bila dalam
jangan dicabut (bila dipagar, besi pagar dipotong) → OK benda yg
menancap bisa sbg tampon bila seandainya terkena pembuluh
darah besar.
• Trauma tumpul abdomen → observasi aktif → nyeri dan Hb (bisa
rendah OK hemodilusi).
• Gejala peritonitis OK ruptur organ retroperitoneal nyeri muncul
agak lama.
• Bila ada hematoma yg luas dan ada pulsasi pada retroperitonial →
jgn buka retroperitonial.
• Perdarahan retroperitonial → bisa menyebabkan inhibisi darah ke
intraperitonial → menyebabkan gambaran peritonitis
(peritonismus).
HEPATOBILIER
JOUNDICE:
• Pre hepatal:
– Segala penyakit yg bisa menyebabkan lisis eritrosit
(spt: malaria, talasemia, sepsis).
• Hepatal:
– Hepatitis.
– Serosis hepatis.
– Hepatoma.
– Leptospirosis.
• Post hepatal:
– Atresia bilier.
– Kista ductus koledokus.
– Trauma → hemobilia → bila vena porta dan ductus koledokus
terjadi shunting.
– Tumor pada CBD, ampula vater, caput pancreas.
– Metabolik → batu.
• Hidrops vesika fellea disebabkan oleh stenosis atau
obstruksi ductus sistikus.
• Obstruksi ductus sistikus timbul karena batu, striktur
atau oedema inflamasi duktus.
• Tanda khas kolik billier:
– Lokasi diperut kanan atas.
– Nyeri alih ke titik Boas (daerah ujung scapula di panggung).
• Kolelithiasis ada yg asimtomatik, ada yg keluhannya
samar → gejala spt gastritis.
• Sekali terbentuk batu di vesika fallea → maka akan
terbentuk batu lagi dikemudian harinya.
• Batu baru menunjukkan gejala bila ada 2 hal:
– Infeksi / inflamasi.
– Obstruksi.
• Cholangitis:
– Adanya obstruksi & inflamasi saluran empedu.

– Obstruksi menyebabkan gangguan fungsi hepar.

– Gejala:
↔ Ringan – sedang → biasanya cholangitis bakterial non
piogenik → ditandai dgn TRIAS CHARCOT:
• demam & menggigil
• ikterus/joundice.
• nyeri di daerah hati/kwadran kanan atas.
↔ cholangiolitis → biasanya berupa cholangitis piogenik
intrahepatik → ditandai dgn PENTADE REYNOLD:
• Trias charcot.
• Syok.
• kekacauan mental at penurunan kesadaran hingga coma.
– Bisa terjadi hepatorenal syndroma:
→ Bilirubin II yg meningkat di dlm darah → dpt merusak filtrasi
ginjal → Hepatal Renal Syndroma.

– Selanjutnya bisa berkembang menjadi sepsis


(sepsis = SIRS + terbuktinya bakteri dlm darah) dan gagal organ.
TUMOR COLON
• Tumor colon → apakah tumor colon kanan atau kiri ?
• Sifat tumor beda → penanganan beda !!
• Makin proximal colon → penyerapan makin ↑.
• Tumor colon kanan → feces cair (diare), malabsorbsi.
• Tumor colon kiri → feces padat, obstruksi.
• Keadaan pasien saat datang bisa :
– Tanpa obstruksi
– Dgn obstruksi → dgn shock atau tanpa shock.
– Peritonitis.
– Tanpa keluhan spesifik (sering ditemukan secara tidak
sengaja).
Pada kelainan colon kanan (mis tumor)
→ hemicolectomi kanan (ileum terminal hingga colon
tranversum) → merupakan kasus emergensi.
→ close loop sudah tidak ada.
• Pada colon kiri lebih konservatif.
→ bila direseksi → colostomi.
• Massa di retroperitonial hanya dapat mendorong ke
depan (biasanya ke intraperitonial) → menyebabkan
organ intraperitonial terdorong ke kontralateral.
• Reseksi tumor colon sigmoid → distal lebih pendek ± 3
cm dibanding proximal.
• Pengaman:
1. Prosedure hartmant.
2. Colostomi.
3. Exteriorisasi.
4. Ileostomi.
5. Caecostomi.
6. On table intraoperatif lavage.
• RT → Ca recti:
– < 6 cm → APR (abdomino perineal resection) = mile
procedure → reseksi dari distal.
– > 6 cm → LAR (low anterior resection).

• Ca rekti → terfiksir (sebaiknya radioterapi dahulu)


→ longgar (langsung APR tanpa radioterapi).
• Staging Ca recti → klasifikasi DUKE’S.
• Reseksi usus OK tumor → lebih banyak ke distal (4 cm)
daripada ke proximal (3 cm).
• Hartmant procedure:
– Reseksi tumor.
– Loop distal tutup.
– End colostomi.
– Planing di anastomose lagi.
• Ca rectum bgn distal → dianjurkan u/ radiasi.
• Anak-anak tidak ada yg Ca recti.
• Abdomino perineal resection (APR) → tumor anus
• DUKE’S STAGING:
– A: Tumor belum melewati tunika muscularis.
– B: Tumor melewati tunika muscularis.
– C: Tumor mencapai nodul regional.
– D: metastase jauh.

• Tumor caecum gejalanya:


– Diare (gejala awal).
– Perdarahan yg perlahan → anemia → tanpa disadari.

• Tumor pd mukosa colon (adenocarsinoma)


→ gejala-gejala disfungsi mukosa colon.

• Tumor colon kiri → prosedur Hartmant.


• Datang ke emergensi:
– Tanda-tanda obstruksi (+)
→ dekompresi, resusitasi & oksigenisasi.
– Tanda-tanda peritonitis (+)
→ problem based menagement (hipovolumia, febris, distress
respirasi, kesadaran ↓).
– Perdarahan masif
→ syok atau tidak ? → resusitasi → diagnostik.
– Kaheksia, gizi buruk
→ perbaiki KU → diagnostik.

• Sebagian datang dgn keluhan:


– Perubahan bowel habit.
– Konsistensi feces.
– Abdominal pain.
– Rasa tidak nyaman.
– Perdarahan per-anal → haemoroid.
• Dgn keluhan tadi, tanpa melihat umur maka lakukanlah:
– Periksaan colok dubur.
– Analisa anal-canal & rectum.
– Anuscopy atau rigid sigmoidoscopi.
• Pemeriksaan imaging:
– Barium enema double contras → sulit u/ tumor berlokasi pd
rectum → endoscopi.
– Gambaran → filling defek atau penyempitan.
– Colosnocopy → bagus u/ screening dan mempunyai opsi
terapetik (biopsi).
• DD/:
– Limfoma maligna.
– Kelainan jinak recto-anal.
– Fissura ani & hemoroid.
• Penyebaran lebih byk ke proximal daripada ke distal →
reseksi meliputi 2 cm distal massa tumor.
Reseksi tumor colo-rectal

LOKASI PROSEDUR
Caecum, colon asenden & fleksura Hemikolektomi kanan
hepatika
Colon transversum Hemikolektomi kanan atau kiri

Fleksura lienalis & colon desenden Hemikolektomi kiri

Colon sigmoid Reseksi sigmoid

Colon sigmoid dgn obstruksi 1 tahap + on table lavage atau


prosedur hartmann
Rectum • Reseksi anterior:
• Reseksi anterior rendah (low anterior
resection = LAR)
• Reseksi anterior ultra rendah
Right hemicolectomy
with ileocolic anastomosis

Transverse colectomy
with anastomosis of ascending and
descending colon
Extended right colectomy Left hemicolectomy
with ileocolic anastomosis with transverse and
sigmoid colon
anastomosis

Sigmoid colectomy with anastomosis of descending colon and upper rectum


VOLVULUS

• Volvulus yg berulang → menyebabkan fibrosis →


proses ini yg menyebabkan leading point u/ terjadinya
invaginasi.

• Volvulus terbanyak vulvolus pd sigmoid setelah itu


volvulus caecum.
Caption: Picture 1. Sigmoid volvulus. The Caption: Picture 2. Sigmoid volvulus.
greatly dilated sigmoid almost fills Erect abdominal radiograph (same
the entire abdomen. Note the coffee patient as in Image 1) shows fluid
bean sign. The remainder of the large levels in the distended sigmoid loop.
bowel is not dilated, presumably
because the proximal point of the
twist is not causing obstruction and
thus allows drainage into the
sigmoid.
Caption: Picture 3. Sigmoid volvulus. Caption: Picture 4. Sigmoid volvulus.
Radiograph shows decompression of Supine abdominal radiograph in a 6-
the sigmoid loop following year-old child from an area in which
retrograde passage of a flatus tube roundworms are endemic shows a
(same patient as in Images 1-2). sigmoid volvulus. The sigmoid loop is
dilated and associated with mild
proximal large-bowel dilatation.
Caption: Picture 5. Sigmoid volvulus. Caption: Picture 6. Sigmoid volvulus.
Erect radiograph shows fluid levels in Giant sigmoid diverticulum. Erect
the sigmoid loop and in the abdominal radiograph shows a
transverse colon (same patient as in dilated loop of bowel with air-fluid
Image 4). level and intraluminal feces. Its
appearances mimic those of an
enlarged cecum or sigmoid loop.
Caption: Picture 7. Sigmoid volvulus.
Image from enema examination with
water-soluble contrast material in an
unprepared bowel shows a giant
sigmoid diverticulum, which contains Caecal volvulus
feces (same patient as in Image 6).
AGDA (Analisa Gas Darah)
GANGGUAN PERUBAHAN KONYUGASI
UTAMA
Asidosis metabolik HCO3 ‾ ↓ PCO2 ↓

Alkalosis metabolik HCO3 ‾ ↑ PCO2 ↑

Asidosis respiratorik PCO2 ↑ HCO3 ‾ ↑

Alkolosis respiratorik PCO2 ↓ HCO3 ‾ ↓

7,35 ← Ph →7,45
Asidosis Alkalosis
• Base Excase (BE) ↔ - 2,5 ─ +2,5 :
– Searah Ph asidosis → asidosis metabolik.
– Searah Ph alkalosis → alkalosis metabolik.

• PCO2 ↔ 35 mmHg ─ 45 mmHg :


– Searah Ph asidosis → asidosis respiratorik.
– Searah Ph alkalosis → alkalosis respiratorik.

• Kompensasi:
– Respiratorik di ginjal.
– Metabolik di paru.
ASIDOSIS ALKALOSIS
7,35 PH 7,45
(7,35 ─ 7,45)

-2,5 BE +2,5
(- 2,5 ─ +2,5)

45 PCO2 35
(35 ─ 45)
PH PCO2 BE
A 7,25 70 +2
B 7,25 40 -10
C 7,5 25 -2
D 7,5 40 -8
E 7,25 20 -17
F 7,48 20 8

Hasil:
– B: asidosis metabolik.
– A: asidosis respiratorik.
– C: alkalosis respiratorik.
– D: alkalosis metabolik.
– E: asidosis metabolik kompensasi respiratorik.
– F: alkalosis respiratorik kompensasi metabolik.
BEDAH ANAK
VACTERL

→ founded by Quen and smith in 1973.


→ a group of congenetal anomalies.
→ known as VATER before 1980.

V : Vertebral anomalies.
A : Anorectal malformation (imperforate anus).
C : Congenetal cardiac defect (VSD, ASD, TOF).
TE : Trachea – Esophageal anomalies.
R : Renal-urinary defect (absent kidney, hipospadia).
L : Limb defect (radial displasia).
• Penutupan defek pd omfalokel & gastroschisis harus
berdasarkan atas disporporsi antara organ yg keluar dgn
rongga intra abdomen
→ dilihat dgn ada-tidaknya distress pernafasan pd saat
organ dimasukkan ke cavum abdomen.
→ konsul dgn anestesi apakah ada peningkatan tekanan
intraabdominal (berat saat memompa ambu).
• Problem bayi dgn omphalocel:
– Ada kelainan kongenital yg lain.
– Lihat besar defek.
– Berapa byk organ visera yg berada diluar abdomen.
– Perbedaan proporsi organ visera yg keluar dgn cavum
abdomen.
– Infeksi.
– Amnion pembungkus bisa pecah.
– Perlengketan yg tjd antara massa visera dgn amnion bila lama
dilakukan repair.
• Pada omphalokel yg menjadi masalah bukan diameter
dari defek tapi organ yg keluar dari defek tsb krn
diameter merupakan masalah tehnik tindakan.
• Faktor resiko hernia pada anak:
– Tekanan abdomen yg meningkat (biasanya phimosis).
– Adanya lokus minoris persisten.
– Organ viseral yg mobile.

• Turunnya testis dimulai pada trimerter III hingga


minggu I kelahiran.
• Hernia pada anak th/ idealnya adalah operatif.
• Pada anak tdk ada pernah ada gastritis (TU < 5 thn).
• Pada anak tdk pernah ada haemoroid.
• Hernia anak bila sudah kondisi baik → hari I sudah bisa
pulang.
• Terapi konsevatif hernia dilakukan selama 6 jam dari
bayi atau anak tenang → bila gagal → operatif.
• Terapi konservatif:
– Pasien mutlak harus tenang.
– Puasa.
– Dekompresi (selama memungkinkan).
– Posisi trendelenberg → dgn harapan tekanan intra
abdominal menurun.
– Kompres dingin.
– IVFD.
– Diberi penenang.

• Bila anak dgn hernia kulit merah atau perut distensi →


operatif.
• Setelah evakuasi meconium:
– Bila masih kembung → hirsprung.
– Bila kembung berkurang → MPS.
• Pada pasien atresia ani → jika terlihat warna hitam
pd anal dimple bukan berarti ada fistel bila anal
dimple tdk menonjol.
• Atresia ani → colostomi → setelah rule of ten
terpenuhi → dilakukan PSA → 2 mgg kemudian
businasi → kaliber anus ideal / sesuai dgn nomor busi
yg diharapkan → tutup colostomi.
• Terapi konservatif → hanya pd bayi dgn hernia
strangulata.
• Bayi makan pisang → obstruksi di pylorus.
• Obstruksi letak rendah pd bayi:
– Atresia ani.
– MPS (meconium plak sindroma).
– Hirscprung.
– Atresia ileum.
– Malformasi.
– Stenosis recti.

• MPS (Meconium Plak Syndroma) → gangguan bukan pd


struktur anatomis.
• Omphalocele → harus segera dioperasi OK:
– Kemungkinan pecahnya pembungkus.
– Dehidrasi.
– Infeksi.
– Bertambah banyaknya organ viskus yg mengalami herniasi.
– Obstruksi.
• Kriteria PENIA (Rö knee chest position) → jarak udara
paling distal dari marker.
– < 1 cm → letak rendah.
– > 1 cm → letak tinggi.

• Anoplasti → businasi → tutup colostomi.

• Hernia pd anak sebaiknya dilakukan konservatif terlebih


dahulu selama 6 jam (syarat anak harus tenang at tidur
tdk boleh menangis at apapun yg menyebabkan tekanan
abdominal meningkat → anak sebaiknya diberi
penenang) → gagal → operasi.

• Bila pada proses tsb anak menangis tindakan diulang


dari awal lagi.
• Rö invertogram at knee chest position pd atresia ani
dilakukan pd 24 jam setelah dilahirkan
→ krn menunggu udara mengisi memenuhi bgn distal
dari rectum.
• Bayi kembung:
– Anus (+) → hirsprung, MPS, atresia ileum, malformasi
usus.
– Anus (-) → atresia ani.
• Pada anak dilakukan insisi transversal (skin creas)
karena:
– Pernafasan anak abdominal – thoracal
→ u/ menghindari rasa sakit ↑↑.
– Lapangan operasi luas.
– Akses kesasaran lebih mudah.
Intusuception:
– Masuknya bgn usus distal ke lumen usus proximal → obstruksi.
– Suplai darah ↓ → ischemia, perforasi.
– Usia 90% 2 bulan – 2 tahun.
– Klinis: nyeri paroximal, massa di abdomen (70%), rectal bleading (60%).
– Donat sign (USG) → adanya cairan bebas dicavum peritonium (air fluid
level).
• Atresia ani → colostomi → setelah rule of ten terpenuhi →
lakukan PSA
→ 2 minggu kemudian businasi → kaliber anus ideal/nomor
busi yg diharapkan tercapai
→ tutup colostomi.

• Target sign (spt sasaran tembak)→ appendicitis.


• Hirscprung disease → dilakukan colon in loop u/
melihat:
– Zona yg menyempit (anglionik).
– Zona transisional.
– Zona yg dilatasi (normal).

• Pada pembuatan colon in loop → bila ke 3 zona


sudah dijumpai colon in loop sudah cukup →
tidak perlu dilanjuti hingga terbentuk colon
window.

Anda mungkin juga menyukai