PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan
berkembang. Disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah serta
usaha untuk meningkatkan hasil tangkapnya yang terus menerus dilaksanakan,
ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat di capai (Ditjen Perikanan, 2007).
Dari data yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 - 30%
hasil tangkapan ikan laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan
yang disebabkan karena berbagai hal, diantaranya :
1. Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan didalam cara pengolahan
ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai produk untuk
dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang,
terasi serta hasil-hasil olahannya.
2. Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali
belum mempunyai nilai dipasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus
dibuang kembali (Ditjen Perikanan, 2007).
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food). Karenanya
begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam bentuk pengawetan dan
pengolahan harus segera dilakukan. Selama pengolahan ikan, masih banyak bagianbagian dari ikan, baik kepala, ekor maupun bagian-bagian yang tidak termanfaatkan
akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan
bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan
jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi dan
hanya menjadi tumpukan limbah (Resmawati, 2012).
Limbah perikanan yang dihasilkan dari kepala, ekor, dan jenis ikan yang tidak
dimanfaatkan lagi ternyata masih mengandung unsur mikro yang terdiri dari protein
dan lemak, yang dapat terurai menghasilkan nitrat dan amonia yang cukup tinggi,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk organik cair (Setiyawan,
2010).
Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk organik yang biasanya
terbuat dari limbah hasil perikanan. Pupuk ini dibuat dengan cara menghancurkan
limbah perikanan dan sisa sisa olahan ikan, kemudian diproses lebih lanjut dalam
bentuk cair dengan kandungan nitrogen 5 9%, fosfor 2 4%, dan kalium 2 7%
(Sujatmaka, 1989).
Pupuk organik cair dari bahan baku ikan dilaporkan (Gundoyo, 2003) dapat
menurunkan serangan patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani dan
Fusarium spp, pada tanaman kacang panjang. Sedangkan menurut (Lingga P, 2005),
pupuk organik cair dari bahan baku ikan dapat menginduksi Actynomicetes spp dan
Rhizobacteria spp yang berperan dalam menghasilkan hormon, yang tumbuh
disekitar perakaran tanaman.
Berdasarkan latar belakang, penyusun membuat kajian pustaka tentang
pembuatan pupuk cair dari limbah ikan dan bagaimana keunggulannya.
1.2 Tujuan.
Tujuan dari penyusun makalah ini yaitu, untuk mengetahui cara pembuatan
pupuk cair dengan memanfaatkan limbah hasil perikanan.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Menambah kecakapan penyusun dalam menyusun sebuah karya ilmiah.
2. Memberikan wawasan kepada para pembaca tentang cara pembuatan pupuk
organik cair dengan memanfaatkan limbah hasil perikanan.
3. Memberikan alternatif lain dalam penggunaan dan kebutuhan pupuk organik
yang ramah lingkungan.
BAB II
LIMBAH HASIL PERIKANAN
usaha perikanan karena selama proses, membutuhkan air dalam jumlah yang cukup
banyak. Limbah cair juga berasal dari sanitasi dan toilet pada lokasi usaha tersebut
(Gintings, 1992). Sedangkan menurut (Dewantoro, 2003). Limbah cair adalah segala
limbah yang wujudnya cairan, berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang
tercampur (suspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair terbagi 4 yaitu :
1. Limbah cair dosmetik (Domestic wasteawater), dari rumah tangga, bangunan,
perdagangan, dan perkantoran. Contohnya : air detergen, air sabun, dan air tinja.
2. Limbah cair industri (Industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan
industri. Contoh air sisa cucian daging, buah, sayur industri pengolahan, dan dari
sisa pewarna kain atau industri tekstil.
3. Rembesan atau luapan (Infiltration and inflow), yaitu limbah cair berasal dari
berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui
rembesan kedalam tanah atau melalui luapan dari permukaan melalui pipa yang
bocor, pecah, dan rusak. Sedangkan luapan dapat masuk melalui bagian saluran
yang membuka atau terhubung ke permukaan. Contoh, air buagan dari talang,
pendingin (AC), tempat parker, halaman, bangunan perdagangan, industri, serta
pertanian/perkebunan.
4. Air hujan (strom water). Air hujan dapat membawa partikel-partikel buagan padat
atau cair.
Limbah Hasil Samping. Limbah hasil samping merupakan sisa produksi yang masih
dapat dipergunakan untuk keperluan produksi yang lain diantaranya adalah potongan
daging dalam merapaikan fillet (biasa disebut dengan kegiatan trimming), potongan
tubuh yang telah diambil dagingnya untuk fillet, atau daging merah (read meat) dari
seleksi daging ikan tuna yang akan dikalengkan (Dewantoro, 2003).
Fitria (2008), menyatakan yang termasuk sebagai limbah hasil samping adalah
jenis-jenis ikan yang tertangkap namun tidak/kurang ekonomis untuk diolah lebih
lanjut, sehingga kemudian dibuang. Limbah ini seperti biasanya didapatkan dalam
operasi penangkapan ikan dengan menggunakan pukat udang (trawl). Dalam
perkembangannya, karena alasan ekonomis dan kesejahteraan awak kapal, limbah
hasil samping ini dibekukan dan dijual kepada pedagang ikan ketika kapal mendarat
BAB III
PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR
3.1 Bahan Baku Pupuk Organik Cair
Bahan baku pembuatan pupuk organik dapat berasal dari limbah ikan atau ikanikan yang tidak punya nilai ekonomis. Limbah cair pembuatan tepung ikan
merupakan salah satu contoh limbah pengolahan ikan. Pupuk dari limbah pengolahan
ikan ini disukai pengusaha bunga dan tanaman hias lainnya karena pupuk ini
menyebabkan daun tanaman menjadi lebih mengkilap dan segar, tanaman berbunga
lebih banyak dan bunga bertahan lebih lama (Hadisuwito, 2012).
Limbah ikan yang digunakan sebagai pupuk pertanian terdapat dalam dua
bentuk utama, yaitu dalam bentuk cairan dan kompos ikan. Dalam bentuk kompos
maka limbah ikan dicampur dengan limbah dapur dan limbah tanaman, dan
dibiarakan terurai. Pupuk cair dibuat dengan cara mencampur limbah ikan dengan
asam organik dan dibiarkan pada suhu kamar sampai terurai dengan baik (Gundoyo,
2003)
3.2 Proses Pembuatan Pupuk Organik Cair
Proses produksi pupuk organik cair sangat dipengaruhi kandungan lemak
bahan baku ikan. Dengan kandungan lemak yang tinggi, kemungkinan besar bahwa
prosesnya akan lambat atau tidak sempurna. Berbeda dengan kandungan lemak yang
sedikit, maka hasil pupuknya akan termasuk yang terbaik. Berdasarkan kandungan
lemak bahan baku, maka proses pembuatan pupuk organik cair berjalan dalam dua
tahap, yaitu proses fisik melalui penggilingan bahan-bahan yang dipergunakan, dan
proses biologis yaitu lanjutan proses yang dikenal dengan fermentasi non-alkoholik
atau proses ensiling (Basmal, 2008).
Pupuk dari limbah cair di buat dengan menambahkan bantuan posfat alam
untuk meningkatkan kandungan unsur phospat (P), dan kelarutan bantuan fosfat
ditingkatkan dengan menambahkan mikroba pelarut posfat, dilanjutkan dengan
inkubasi selama dua hari lagi. Kandungan hara pupuk organik cair tergantung pada
jenis dan ukuran ikan, sehingga kandungan unsur hara limbah ikan bervariasi dari
1500-2000 ppm (N), 300 ppm (P), dan 3000-4000ppm (K), serta pH sekitar 6,5
(Lingga P, 2005). Berikut ini beberapa proses pembutan pupuk organik cair:
Menurut (Hadisuwito, 2012), proses pembuatan pupuk organik cair dari
limbah hasil penyiangan ikan, yang pertama dilakukan yaitu mengumpulkan limbah
hasil penyiagan ikan, selanjutnya menyiapkan ragi tempe/bioaktivator yang berfungsi
sebagai pengurai. Proses selanjutnya yaitu memasukan kedua bahan tersebut kedalam
gentong yang tertutup (hampa udara) dan setiap hari gentong dibuka untuk diaduk
selama lima menit. Selang satu minggu limbah tersebut akan membentuk endapan
berupa cairan dan padatan, kemudian pisahkan endapan yang berupa cairan yang
digunakan sebabagai pupuk organic cair (Hadisuwito, 2012). Lebih lanjut dapat
dilihat pada gambar 1. Proses pembuatan pupuk cair dari limbah penyiangan ikan.
Gambar 1. Proses pembuatan pupuk cair dari limbah hasil penyiangan ikan.
Menurut (Gundoyo, 2010), proses pembuatan pupuk organik cair dari limbah
hasil perikanan yaitu terlibih dahulu menyiapkan bahan berupa cincangan ikan yang
sudah terbuang, tong plastik atau tong bekas wadah cat tembok ukuran 25 kilogram
(kg), lengkap dengan tutupnya. Siapkan juga kantong plastik ukuran 60 cm x 90 cm
dan beri beberapa lubang sebesar 1 cm, lubang ini berfungsi untuk memperlancar
sirkulasi air dalam tong, selanjutnya 1/4 kg gula merah yang sudah dilarutkan, 1/2
liter bahan EM4 untuk mempermudah proses pelarutan, 1/2 liter air bekas cucian
beras, dan 10 liter air tanah. Untuk hasil maksimal jangan gunakan air hujan atau air
PAM. Proses selanjutnya yaitu pencampuran, Campur air bekas cucian beras, EM4,
dan air gula ke dalam tong plastik. Sementara itu cincangan ikan dimasukkan ke
dalam kantong plastik yang sudah dilubangi. Setelah itu, masukkan kantong plastik
ini ke dalam tong plastik dan tambahkan air tanah, kemudian ikat kantong plastik
berisi cincangan ikan itu dan tutup pula tong plastik itu dengan rapat selama tiga
minggu. Setelah tiga minggu, limbah ikan dalam tong itu tidak berbau dan kelihatan
menyusut. Angkat limbah itu hingga air tiris. Limbah ikan dari dalam plastik menjadi
pupuk padat, sedangkan air dalam tong menjadi pupuk cair Menurut (Gundoyo,
2010). Lebih lanjutnya dapat dilihat pada
Pengankatan limbah hingga air tiris. Limbah ikan dari dalam plastik
menjadi pupuk padat, sedangkan air dalam tong menjadi pupuk cair.
Gambar 2. Pembuatan pupuk cair dari limbah ikan yang tidak termanfaatkan lagi
Menurut (Basmal, 2008), proses pembuatan pupuk organik cair dari limbah
rumput laut yaitu, kumpulkan sekitar 2 sampai 3 kg rumput laut, selanjutnya Bilas
rumput laut dengan air. Hal ini membantu dalam menghilangkan garam ekstra dari
rumput laut, yang dapat membahayakan tanaman. Kemudian rendam rumput laut
dalam air untuk beberapa waktu /1hari, setelah itu tempatkan air rendaman rumput
laut dalam wadah ember/drum plastik dan tambahkan air dua kali jumlah rumput laut.
Selanjutnya tambahkan MOL(bahan Pengurai) dan tutup wadah dengan rapat dan
biarkan tanpa terganggu selama 2 sampai 3 bulan, proses selanjutnya tunggu sampai
air berubah warna menjadi coklat payau, yang merupakan indikasi disintegrasi
rumput laut menjadi pupuk cair (Basmal, 2008). Lebih lanjutnya dapat dilihat pada
gambar 3. Proses pembuatan pupuk cair dari limbah rumput laut.
Limbah rumput laut/air rendaman
rumput laut
(1990),
membuktikan
bahwa
fermentasi
adalah
hasil
dari
fermentasi
sendiri
adalah
memperbanyak
jumlah
maka perlu adanya pengolahan terhadap limbah tersebut agar tidak mengakibatkan
cemaran terhadap lingkungan. Pengolahan limbah cair hasil perikanan dapat
dilakukan secara aerobik maupun anaerobik atau kombinasi keduanya dengan
bantuaan mikroba. Mikroba yang berperan pada pengolahan limbah, antara lain
Phanerochaeta chrysosporium, Pseudomonas sp, Bacillus sp, Mycobacterium, dan
Vibrio (Noviati, 2002).
Berdasarkan pemanfaatan oksigen dalam proses metabolisme sel,
pengolahan limbah cair secara biologis dapat dikelompokkan atas 2 kelompok, yaitu
proses aerob dan anaerob. Proses aerob, katabolisme senyawa organik berlangsung
dengan memanfaatkan oksigen bebas yang terdapat dalam lingkungan sebagai
penerima elektron terakhir. Sedangkan pada proses anaerob atau disebut respirasi
anaerob, katabolisme senyawa organik berlangung tanpa oksigen bebas dalam
lingkungan dan penguraian terjadi dengan memanfaatkan senyawa organik sebagai
penerima elektron terakhir (Fitria, 2008).
3.3.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Fermentasi Limbah Hasil
Perikanan
Fermentasi pada limbah hasil perikanan merupakan hasil kegiatan beberapa
mikroorganisme. agar proses fermentasi dapat berjalan dengan baik, tentunya
beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan dari mikroorganisme perlu pula
diperhatikan. Sehingga apabila kita berbicara mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi, tentunya tidak lepas dari kegiatan mikroorganisme
itu sendiri (Fauziah. 2012). Sedangkan menurut (Fitria, 2008), ada beberapa beberapa
faktor utama yang mempengaruhi proses fermentasi meliputi suhu, oksigen, air, dan
substrat.
a. Suhu
Suhu sebagai salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi dan
menentukan macam organisme yang dominan selama fermentasi. Beberapa hal
sehubungan dengan suhu untuk setiap mikroorganisme
dapat digolongkan sebagai berikut :
BAB IV
PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERIKANAN MENJADI PUPUK
ORGANIK CAIR
4.1 Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan Menjadi Pupuk Organik Cair
Pupuk organik cair yang dibuat dari bahan ikan ini, sudah lama digunakan
dibidang pertanian, khususnya pertanian buah-buahan. Hal ini karena kandungan
organiknya, baik organik-N, organik-P, dan organik-K yang terkandung didalam
tubuh ikan mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan bahan-bahan lainya.
Selain itu didalam tubuh ikan yang sudah terbuang masih terkandung unsur mikro
yaitu Fe (besi), Zn (seng), Cu (tembaga), Mn (mangan), Cl (khlor), Bo (borium) dan
Mo (molubdenum) yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik (Nugroho, 2012).
Menurut Fitria (2008), untuk dapat tumbuh dan berkembang, tanaman perlu
nutrisi secara lengkap dalam bentuk unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro
yang dibutuhkan oleh tanaman terdiri dari makro primer seperti N-P-K, serta makro
skunder seperti Ca (kalsium), Mg (magnesium), dan S (belerang). sedangkan unsur
hara mikro terdiri dari Fe (besi), Zn (seng), Cu (tembaga), Mn (mangan), Cl (khlor),
Bo (borium) dan Mo (molubdenum). Kelompok tersebut sangat dibutuhkan dalam
jumlah dan susunan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
secara baik, serta hasil sesuai yang diharapkan.
4.2 Keunggulan Pupuk Organik Cair dari Limbah Hasil Perikanan
Pupuk organik cair berbahan baku ikan kaya akan unsur makro dan mikro.
Pupuk tersebut dilaporkan nyata meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis sayuran
dengan tingkat penambahan hasil mencapai 60% dari perlakuan kontrol (Fauziah,
2012). Selain sebagai sumber hara, pupuk berbahan baku ikan dilaporkan nyata
menurunkan serangan patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani and
Fusarium spp, pada tanaman kacang panjang (Gundoyo, 2003), serta dapat
menginduksi Actynomicetes spp. dan Rhizobacteria spp yang berperan dalam
menghasilkan hormon tumbuh disekitar perakaran tanaman (Lingga P, 2005). Namun
demikian, pupuk ikan yang telah dikembangkan saat ini umumnya berasal dari ikan
berkualitas baik sehingga bersaing dengan kebutuhan pangan masyarakat. Disisi yang
lain, limbah ikan tersedia dalam jumlah yang cukup besar dan belum termanfaatkan.
Limbah tersebut umumnya terkumpul di tempat-tempat penampungan ikan serta
pasar-pasar tradisional. Komposisi limbah tersebut umumnya berupa ikan yang telah
rusak, isi perut, sirip, kepala, dan sisik. Apabila dimanfaatkan, maka limbah ikan
tersebut berpotensi untuk dijadikan pupuk organik cair dari ikan yang berkualitas baik
setara dengan pupuk organik yang telah ada dipasaran (Hadisuwito, 2012).
Salah satu hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak adalah
kalsium(Ca). hara ini dapat di peroleh dari limbah ikan. Menurut Parmata, (2004),
bahwa unsur hara Ca dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam beberpa
hal, diantaranya: (1). Mengatur pengisapan air dalam tanah, (2). Mengatifkan
pembentukan bulu-bulu akar dan biji, dan (3). Menguatkan batang. Kekurangan
kalsium (Ca) dapat menyebabkan pertumbuhan dan ranting terhambat dan batang
tanaman tidak kokoh, ujung akar dan akar rambut mati, pucuk dan kuncup bunga
berjatuhan. Selain itu pupuk organik cair ini memiliki bau yang busuk, akan tetapi
bau busuk tersebut dapat diatasi antara lain dengan menurunkan pH limbah cair,
memberi aerasi, menambahkan bahan penyerap bau, menggunakan mikroba yang
mempercepat proses dekomposisi dan merombak senyawa yang menimbulkan bau.
Proses menghilangkan bau busuk dari limbah cair pengolahan tepung ikan untuk
dijadikan bahan baku pupuk cair dilakukan dengan menurunkan pH limbah ikan dari
8,0 menjadi 6,0 dengan penambahan HCl, menambahkan molases, dan menginokulasi
limbah ikan dengan kultur bakteri asam laktat. Kultur ini diinkubasi pada shaker
dengan memberikan aerasi secara terputus selang dua jam dengan dikocok pada 120
ppm. Dengan cara ini bau busuk limbah ikan hilang dalam waktu inkubasi lima hari,
(Hadisuwito, 2012).
Menurut (Basmal, 2008), keunggulan lain yang dimiliki pada pupuk organik
cair yaitu:
1. Pupuk yang dihasilkan merupakan pupuk organik yang unsur haranya lebih
lengkap dibandingkan dengan pupuk anorganik,
2. Membuat daun tanaman hias menjadi lebih mengkilap, bunga lebih banyak dan
bertahan lebih lama,
3. Bahan baku melimpah dan murah, karena memanfaatkan limbah pengolahan ikan,
4. Harga jual kompetitif jika dibandingkan dengan produk impor yang sangat mahal.
5. .Konsep back to nature melalui pertanian organik.
BAB V
PENUTUP
5 Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Limbah cair (liquid waste) dapat didefinisikan sebagai suatu limbah hasil
kegiatan yang secara fisik berbentuk cair, kandungannya didominasi oleh
air beserta bahan-bahan kontaminan lainnya atau didominasi oleh bahan
cair lain.
2. Pupuk ikan cair merupakan salah satu jenis pupuk organik yang biasanya
terbuat dari ikan. Pupuk ini dibuat dengan cara menghancurkan limbah
perikanan dan sisa sisa olahan ikan, kemudian diproses lebih lanjut
dalam bentuk cair dengan kandungan nitrogen 5 9%, fosfor 2 4%,
kalium 2 7% dan unsure mikro lainnya.
3. Proses pembuatan pupuk cair ini menggunakan bioaktivator pada saat
proses fermentasi berlangsung.
4. Pupuk berbahan baku ikan dilaporkan nyata menurunkan serangan
patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani and Fusarium spp,
pada tanaman kacang panjang, serta dapat menginduksi Actynomicetes
spp. dan Rhizobacteria spp yang berperan dalam menghasilkan hormon
tumbuh disekitar perakaran tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Abun
Basmal, J. 2008. Prospek pemanfaatan rumput laut sebagai bahan pupuk organik cair.
Squalen Buletin Pascapanen & Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
No 12.Vol V.
Ditjen Perikanan Budidaya (Tekno Ikan). 2007. Pemanfaatan Limbah Ikan Sebagai
Bahan Baku Pupuk Organik, DKP.
Dwicaksono et al. 2013. Pengaruh penambahan effective microorganisme pada
limbah cair industri perikanan terhadap kualitas pupuk cair organik.
Jurnal Sumberdaya Alam & Lingkungan Vol 1, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Brawijaya.
Dewantoro RA. 2003. Proses pengolahan limbah cair pada usaha pembekuan ikan di
PT. ILUFA-Pasuruan Jawa Timur. Karya Ilmiah Praktek Akhir, Akademi
Perikanan Sidoarjo, DKP.
Fitria, 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan
Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganisme 4).
[Tugas Akhir]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor.
Fardiaz, S. 1990. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. IPB. Bogor.
Gintings, Perdana. 1992. Mencegah dan mengendalikan pencemaran industry. Edesi
1. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Gundoyo, W. 2010. Pembuatan Pupuk Cair Organik dari Limbah Ikan. Tugas Akhir.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. pdf.
Diakses pada tanggal 30 April 2014.
Hardjowigeno s. 2010. Ilmu tanah. Akademik pressendo, Jakarta.
Hadisuwito,Sukamto.2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka:
Jakarta.
Ilyas S. 1985. Penelitian dan pengembangan limbah perikanan, monografi pertama
limbah pertanian. Jakarta: Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan
Produksi Pangan.
Jenny BSL, Rahayu WP. 1993. Penelitian Tentang Penangan Limbah Industri
Perikanan. Penerbit kanasius-Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
IPB-Bogor.
Kadi, A. 2009. Beberapa catatan kehadiran marga sargassum di perairan. Indonesia.
beberapa catata Kehadiran Marga Sargassum. Pustaka Baru Press:Yogyakarta
Lingga P. .dan Marsono. 2005. Petunjuk penggunaan pupuk cair. Penebar swadaya.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agro Media Pustaka:Jakarta.
Nugroho,Panji.2012. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Pustaka Baru
Press:Yogyakarta