Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan dunia informasi yang begitu pesat ini membuat
banyak orang mulai terbuka wawasan dan makin membaiknya tingkat sosial
ekonomi sehingga kebutuhan terhadap kualitas layanan penyedia jasa baik
secara personal maupun kelompok atau institusi, termasuk dokter dan rumah
sakit sebagai andalan penyedia jasa dibidang medis makin meningkat. Namun
demikian tidak semua orang sesungguhnya mengetahui atau setidaknya
mengerti akan hak-hak yang mestinya mereka dapatkan ketika sedang
menerima penanganan dari petugas medis di tempat-tempat pelayaan
kesehatan, seperti tempat praktek pribadi, klinik, rumah sakit dan lainlainnya. Ketidaksesuaian antara premi yang harus dikeluarkan pasien
terhadap layanan yang diterima, sangat berpotensi untuk menimbulkan suatu
tuntutan sebagai cetusan rasa tidak puas. 1,2
Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri dari
kemungkinan upaya pelayanan kesehatan yang tidak bertanggung jawab
seperti penelantaran.Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan dan
kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterimanya. Dengan
hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktek profesi yang
mengancam keselamatan atau kesehatan. Hak pasien yang lainnya sebagai
konsumen adalah hak untuk didengar dan mendapatkan ganti rugi apabila
pelayanan yang didapatkan tidak sebagaimana mestinya.1,2
Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan keluhannya
kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit dalam
pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga
berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan
riwayat penyakit dirinya. Hubungan dokter - Pasien sudah ada sejak zaman
nenek moyang kita. Hubungan antara dokter dengan pasien berawal dari pola

hubungan vertikal paternalistik seperti hubungan bapak dan anak. Dokter di


sini berupaya bertindak sebagai bapak yang baik yang cermat, berhati hati
dengan bekal pengetahuan dan pengalaman untuk kesembuhan pasien. Dalam
hubungan ini kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien. Sekarang
hubungan antara dokter dan pasien semakin berkembang menjadi kontrak
terapeutik dimana dalam hubungan itu masing-masing pihak mempunyai hak
dan kewajibannya.1,2
UUD 1945 yang telah diamandemen, secara jelas dalam pasal 28 H
menyebutkan, bahwa setiap warga negara berhak mendapat pelayanan
kesehatan yang layak. Dan terkait hak hak pasien sendiri sudah diatur
diantaranya dalam UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No
36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dan UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.Selain itu hak-hak pasien juga diangkat dalam Surat Edaran Direktorat
Jendral Pelayanan Medis Depkes RI No YM.02.04.3.5.2504 tentang Pedoman
Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan RS; serta Deklarasi Muktamar IDI
mengenai Hak dan Kewajiban pasien dan Dokter. Sementara untuk kewajiban
pasien diatur dalam UU Praktik Kedokteran dan UU Perlindungan
Konsumen.1,2
Mengingat pentingnya hak-hak pasien maka kami mengangkat judul
perundang undangan yang mengatur hak pasien dimana dalam referat ini
kami ingin menjelaskan bahwa betapa pentingnya untuk mengetahui dan
memahami tentang hak-hak pasien yang memang harus diatur dalam
perundang-undangan

dalam rangka melindungi kepentingan pasien yang

seringkali tidak berdaya. Demikian juga hak tenaga medis diperlukan untuk
melindungi kemandirian profesi. Sementara kewajiban tenaga medis diatur
untuk mempertahankan keluhuran profesi dan melindungi masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hak pasien dan undang-undang di
Indonesia?

2. Bagaimanakah klasifikasi dari hak pasien?


3. Apa saja undang-undang yang berhubungan dengan hak pasien?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui

aspek

medikolegal

dan

undang-undang

yang

berhubungan dengan hak pasien di Indonesia.


2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari hak, pasien, hak pasien dan undang-undang.
b. Mengetahui klasifikasi hak pasien.
c. Mengetahui hak pasien atas informasi, rekam medikdan pelayanan
medik.
d. Mengetahuiundang-undang yang berhubungan dengan hak pasiendi
Indonesia
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa.
a. Meningkatkan kemampuan dalam penyusunan suatu makalah dari
beberapa sumber dan teknik penulisan.
b. Melatih kerjasama tim dalam penyusunan suatu makalah.
c. Menambah pengetahuan mengenai hak pasien ditinjau dari sistem
perundang-undangan di Indonesia.
2. Bagi instansi terkait
a. Menambah bahan referensi bagi dokter dalam memahami hak-hak
pasien ditinjau dari perundang-undangan di Indonesia
b. Menambah pengetahuan bagi dokter tentang undang-undang yang
berhubungan dengan hak pasien sehingga kasus pelanggaran terhadap
hak pasien dapat diminimalisir.
c. Menciptakan sikap saling menghargai hak-hak orang lain dan tercipta
kehidupan yang damai dan tentram.
3. Bagi pemerintahan

Sebagai dasar pertimbangan untuk menegakkan hukum dan keadilan


terhadap pelanggaran hak pasien dalam lingkungan masyarakat Indonesia.
4. Bagi masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat
tentang hak sebagai pasien sehingga muncul sikap saling menghargai hakhak orang lain serta tercipta kehidupan yang damai dan tentram.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Hak, Pasien dan Hak Pasien dan Undang-Undang


1. Hak

Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan


kebutuhan pribadinya sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
Setiap manusia mempunyai hak asasi untuk berbuat, menyatakan
pendapat, memberikan sesuatu kepada orang lain dan menerima sesuatu
dari orang lain atau lembaga tertentu. Hak tersebut dapat dimiliki oleh
setiap orang. Dalam menuntut suatu hak, tanggung jawab moral sangat
diperlukan agar dapat terjalin suatu ikatan yang merupakan kontrak
sosial, baik tersurat maupun yang tersirat, sehingga segala sesuatunya
dapat memberikan dampak positif.3
Pada kamus Bahasa indonesia, hak memiliki pengertian tentang
sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan, untuk
berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan dan
sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu,
derajat, atau martabat.3
2. Pasien
Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari
bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang
memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya "menderita.3
Pasien juga dapat didefinisikan dengan seseorang yang menerima
perawatan medis.
Sedangkan UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit, pasien
didefinisikan dengan setiap orang yang melakukkan konsultasi masalah
kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter
gigi.
3. Hak Pasien
Hak pasien pada prinsipnya tidak terlepas pula dengan hak-hak
manusia atau lebih dasar lagi hak asasi manusia. Hak asasi manusia tidak
tanpa batas dan merupakan kewajiban setiap negara atau pemerintah
untuk menentukan batas-batas kemerdekaan yang dapat dilaksanakan dan

dilindungi dengan mengutamakan kepentingan umum.


Hak dapat dipandang dari sudut hukum dan pribadi. Dari sudut
hukum hak mempunyai atau memberi kekuasaan tertentu untuk
mengendalikan sesuatu. Contohnya seseorang mepunyai hak untuk
masuk restoran dan membeli makanan yang diinginkannya. Dalam hal ini
jika ditinjau dari sudut hukum orang yang bersangkutan mempunyai
kewajiban tertentu yang menyertainya yaitu orang tersebut diharuskan
untuk berperilaku sopan dan membayar makanan tersebut. Dari sudut
pribadi mempunyai hal yang harus diperhatikan yaitu pertimbangan etis,
cara seseorang mengatur kehidupannya, keputusan yang dibuat
berdasarkan konsep benar salah, baik buruk yang ada dilingkungan
tempat ia hidup dan tinggal dalam kurun waktu tertentu.
Kegunaan hak-hak :
a. Hak dapat digunakan sebagai pengekspresian kekuasaan dalam
konflik antara seseorang dengan kelompok.
Contoh : Seorang dokter mengatakan pada perawat bahwa ia
mempunyai hak untuk menginstruksikan pengobatan yang ia
inginkan untuk pasiennya. Disini terlihat bahwa dokter tersebut
mengekspresikan

kekuasaannnya

untuk

menginstruksikan

pengobatan terhadap pasien, hal ini merupakan haknya selaku


penanggungjawab medis.
b. Hak dapat digunakan untuk memberikan pembenaran pada suatu
tindakan.
Contoh

Seorang

keperawatannya

perawat

mendapat

dalam

kritikan

melaksanakan
karena

terlalu

asuhan
lama

menghabiskan waktunya bersama pasien. Perawat tersebut dapat


mengatakan bahwa ia mempunyai hak untuk memberikan asuhan
keperawatan yang terbaik untuk pasien sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya. Dalam hal ini, perawat tersebut mempunyai hak
melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.

6
3

http://www.scribd.com diunduh tanggal 20 November 2010

c. Hak dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan. Seseorang


seringkali dapat menyelesaikan suatu perselisihan dengan menuntut
hak yang juga dapat diakui oleh orang lain.
Contoh : Seorang perawat menyarankan pada pasien agar tidak
keluar ruangan selama perawatan di rumah sakit. Pada situasi
tersebut pasien marah karena tidak setuju dengan saran perawat dan
pasien tersebut mengatakan pada perawat bahwa ia juga mempunyai
hak untuk keluar dari ruanagan bilamana ia mau. Dalam hal ini,
perawat dapat menerima tindakan pasien sepanjang tidak merugikan
kesehatan pasien. Bila tidak tercapai kesepakatan karena membatasi
pasien, berarti ia mengingkari kebebasan pasien.
4. Undang Undang
Undang-undang (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan
sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan
hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan
tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan
sebagai

kumpulan-kumpulan

prinsip

yang

mengatur

kekuasaan

pemerintah, hak rakyat, dan hubungan diantara keduanya.


Undang-undang (bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin
lex, legis yang berarti hukum) berarti sumber hukum, semua dokumen
yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan
mengikuti prosedur tertulis.3

B. Klasifikasi Hak Pasien


Hubungan dokter dan pasien secara khusus diatur antara lain dalam
Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Undangundang tentang Perlindungan Konsemen secara umum mengatur hak-hak

konsumen, sedangkan Undang-undang Praktik Kedokteran secara khusus


mengatur hak-hak pasien. Masing-masing pasal dari kedua undang-undang
tersebut ternyata pada prinsipnya mengatur hal yang sama, yaitu bahwa
pasien sebagai konsumen berhak untuk mendapat informasi yang benar, jelas
dan jujur dari pelaku usaha yang dalam hal ini adalah dokter. Untuk itu dokter
mempunyai kewajiban menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Praktik Kedokteran.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan secara jelas dan terperinci mengenai
implementasi hak-hak pasien atas informasi dokter sebagaimana ketentuan
Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Praktik Kedokteran.
Hak pasien menurut World health Organization (WHO) yaitu :
1. Mendapatkan

pelayanan

medis

tanpa

mengalami

diskriminasi

berdasarkan ras, suku, warna kulit, asal, agama, bahasa, jenis kelamin,
kemampuan fisik, orientasi seksual, aliran politik, pekerjaan, dan sumber
dana untuk membayar;
2. Menerima atau menolak untuk dilibatkan dalam penelitian, dan jika
bersedia ia berhak memperoleh informasi yang jelas tentang penelitian
tersebut;
3. Mendapat penjelasan tentang tagihan biaya yang harus dia bayar.

C. Hak Pasien Ditinjau dari Perundang Undangan di Indonesia


1. Undang undang tentang hak hak pasien
Dalam hubungan penyedia pelayanan kesehatan dan penerima
pelayanan kesehatan merupakan hubungan kontraktual dimana dalam
hubungan tersebut muncul pula hak dan kewajiban dari pihak-pihak
tersebut. Pihak pemberi pelayanan kesehatan wajib memberikan layananan

medik. Selain itu hak-hak pasien juga diatur dan dilindungi dalam berbagai
undang-undang antara lain :
a. Undang-Undang dasar 1945 (UUD 1945)
1.

Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik
dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

2.

Pasal 34
(3) Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.7

b. Undang-Undang RI No.36 tahun 2009 tentang kesehatan


1. Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.
2. Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
3. Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat
bagi pencapaian derajat kesehatan.
4. Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab.
5. Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
6. Pasal 56
(1) Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian
atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan

kepadanya setelah menerima dan memahami informasi


mengenai tindakan tersebut secara lengkap.
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku pada.
a.penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat
menular ke dalam masyarakat yang lebih luas;
b.keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c.gangguan mental berat.
(3) Ketentuan mengenai hak menerima atau menolak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Pasal 57
(1)Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi
kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku dalam hal:
a. perintah undang-undang;
b. perintah pengadilan;
c.izin yang bersangkutan;
d.kepentingan masyarakat; atau
e.kepentingan orang tersebut.
8. Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.4,5
c. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Pasal 32
Setiap pasien mempunyai hak :
a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan
yang berlaku di Rumah Sakit;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;

10

c. memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa


diskriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan;
g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di
dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang
dideritanya;
l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah
Sakit terhadap dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan3.
d. Undang Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
1. Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
harus mendapat persetujuan.

11

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara
lengkap.
(3)Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sekurang-kurangnya mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.
2. Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan
praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan.
3. Pasal 47
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau
dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri.
4. Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,
mempunyai hak:

12

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan


medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.6

2. Hak pasien atas informasi


Akhir-akhir ini keluhan masyarakat terhadap para dokter makin
sering terdengar, antara lain mengenai kurangnya waktu dokter yang
disediakan untuk pasiennya, kurang lancarnya komunikasi, kurang
informasi yang diberikan dokter kepada pasien atau keluarganya. Hal ini
disebabkan meningkatnya taraf pendidikan dan kesadaran hukum
masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya seiring
dengan munculnya ke permukaan masalah-masalah hak manusia di seluruh
dunia. Begitu pula dalam suatu kontrak terapeutik antara dokter dengan
pasien maka masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya.
Pasien mempunyai hak-hak yang harus dihormati oleh para dokter. Dari
berbagai hak yang sudah diketahui, salah satu hak pasien yaitu
mendapatkan informasi atau penjelasan yang merupakan hak pasien yang
paling utama bahkan dalam tindakan-tindakan khusus diperlukan
persetujuan tindakan medis yang ditandatangani oleh pasien dan atau
keluarganya.7
Hak pasien dalam mendapatkan informasi ini diatur dalam berbagai
undang-undang. Pada UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan di pasal
ke 7 yang mengatakan bahwa pasien berhak mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan dan pada pasal ke 8 mengatakan pasien juga
berhak mendapatkan informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari
tenaga kesehatan.

13

Selain dari UU tentang kesehatan, dituliskan juga di UU RI No. 44


tentang Rumah Sakit di pasal 32 bahwa pasien berhak memperoleh
informasi meliputi tentang tata tertib dan peraturan di rumah sakit, hak dan
kewajiban pasien di rumah Sakit, mengetahui diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
Di UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran di pasal 52
mengatakan bahwa pasien yang akan menerima pelayanan pada praktik
kedokteran mempunyai hak untuk mendapatkan penjelasan yang lengkap
tentang tindakan medis.
Dari undang-undang tersebut didapatkan bahwa pasien berhak
mendapatakan informasi, baik diminta maupun tidak. Dalam pemberian
informasi, kadangkala agak sulit menentukan informasi yang mana yang
harus diberikan, karena sangat bergantung pada usia, pendidikan, keadaan
umum pasien dan mentalnya. Namun pada umumnya pemberian informasi
harus diberikan dengan bahasa yang dimengerti. Pasien berhak mendapat
informasi tentang penyakitnya, tindakan yang akan diambil, kemungkinan
komplikasi dan resiko-resikonya bahkan pasien berhak mendapat perincian
biaya

pengobatannya.

Dalam

pemberian

informasi

ini,

yang

bertanggungjawab dalam memberikan informasi ini adalah dokter yang


bertanggungjawab terhadap pasien tersebut karena dokter tersebutlah yang
mengerti keadaan dari pasien yang dirawatnya. Dan dalam setiap tindakan
bahkan tindakan invasive seperti tindakan operasi, pasien berhak
mendapatkan informasi langsung dari dokter yang akan melakukkan
tindakan tersebut.6
Informasi yang didaptkan oleh pasien haruslah lengkap karena
informasi tersebut dijadikan oleh pasien sebagai acuan untuk mengambil
keputusan yaitu menerima atau menerima tindakan medik. Bahkan dokter
dapat dipersalahkan jika informasi tidak diberitahu sama sekali. Informasiinformasi yang berhak pasien atau keluarganya meliputi :

14

Alasan perlunya dilakukkan tindakan medik.

Sifat tindakan medik tersebut, yaitu :


a. Eksperimen
b. Bukan eksperimen

Tujuan tindakan medik tersebut, yaitu :


a. Diagnostik
b. Terapeutik
c. Rehabilitatif
d. Promotif

Resikonya

Komplikasinya

Masih ada tindakan medik alternatif atau tidak

Kerugian yang akan atau mungkin dialami jika menolak tindakan


medik tersebut.10
Yang tidak boleh dilupakan oleh pelaku pelayan kesehatan dalam

memberikan informasi kepada pasien tidak boleh bersifat memperdaya,


menekan, atau menciptakan ketakutan sebab ketiga hal itu membuat
persetujuan yang diberikan menjadi cacat hukum.7
Setelah seorang pasien mengetahui informasi-informasi yang
didapat, seorang pasien berhak untuk menerima atau menolak tindakan
medis. Hak ini diatur juga dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan di pasal 56 dan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit .
Tetapi hak pasien untuk menolak tindakan medik tidak berlaku bila pasien
yang mempunyai penyakit menular, dalam gangguan mental barat, dan
tidak sadarkan diri. Ketentuan ini juga dituliskan pada UU RI No. 36 tahun
2009 tentang kesehatan.
Izin seorang pasien sebelum dilakukkan tindakan medik sangatlah
diperlukan. Latar belakang diperlukannya izin pasien adalah karena
tindakan medik yang dilakukkan oleh dokter, hasilnya penuh dengan
ketidakpastian dan tidak dapat diperhitungkan secara matematik karena

15

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti virulensi penyakit, kepatuhan


pasien, kualitas obat dll. Selain itu hampir tindakan medik mengandung
resiko dan bahkan untuk medik tertentu selalu diikuti akibat yang tak
menyenangkan.
Atas dasar itulah maka persetujuan pasien bagi tindakan medik
menjadi mutlak diperlukan, kecuali pasien dalam keadaan gawat darurat
seperti syok. Persetujuan tersebut dikenal dengan sebutan informed
consent, sebab sebelum diberikan, kepada pasien atau keluarganya harus
diberikan informasi lebih dahulu mengenai beberapa hal dari tindakan
medik yang akan dilakukkan.
Informed co nsent itu sendiri berarti suatu pernyataan sepihak dari
orang yang berhak(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya atau
persetujuan kepada dokter untuk melakukkan tindakan medik sesudah
orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya. Sedangkan
menurut Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
medik, informed consent didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukkan terhadap pasien tersebut.
Diliat dari kacamata hukum perdata, hubungan antara penyedia dan
penerima layanan kesehatan merupakan hubungan kontraktual. Dalam
rangka memberikan layanan medik penyedia layanan medik wajib
memperhatikan hak-hak lain dari pasien baik yang timbul dari berbagai
perturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada UU RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran di pasal
45 menyatakan dengan jelas bahwa setiap tindakan medik yang akan
dilakukkan dokter haruslah mendapatkan persetujuan tindakan medik yang
merupakan hak dari pasien. Dan dalam UU RI No 36 tahun 2009 tentang
kesehatan pasal 7 dan 8 serta pada UU RI No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menggambarkan hak-hak pasien mendapatkan informasi.
Pelaksanaan kedua hak tadi diwujudkan dalam bentuk informed consent
sehingga tindakan medik yang dilakukkan tanpa informed consent

16

merupakan pelanggaran hukum dan dokter sendiri dapat dituntut atau


digugat secara perdata.
Pada keadaan gawat darurat, informed consent tetap merupakan hal
yang penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritasnya
yang paling utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap
penting, namun informed consent tidak boleh menjadi penghalang atau
penghambat bagi pelaksanaan perawatan gawat darurat sebab dalam situasi
krisis di mana dokter berpacu dalam maut dan ia tidak mempunyai cukup
waktu untuk menjelaskan atau berdiskusi sampai pasien benar-benar
menyadari kondisi dan kebutuhan serta memberikan keputusannya.
Dokter juga tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu sampai
keluarganya datang. Kalaupun keluarga pasien telah hadir dan kemudian
tidak menyetujui tindakan dokter maka dokter tetap harus melakukkan
tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa pasien.hal ini sesuai pula
dengan Permenkes No. 585 tentang Persetujuan Tindakan Medik, bahwa
dalam keadaan emergensi tidak diperlukan informed consent.

3. Hak pasien atas rekam medik


Rumah Sakit memiliki fungsi utama untuk memberikan perawatan
dan pengobatan yang sempurna kepada pasien baik pasien rawat inap,
rawat jalan maupun pasien gawat darurat. Rekam Medis sangat penting
dalam mengemban mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah sakit
beserta staf mediknya. Rekam Medis merupakan milik rumah sakit yang
harus dipelihara karena berfaedah bagi pasien, dokter maupun bagi rumah
sakit.
Rumah Sakit bertanggung jawab untuk melindungi informasi yang
ada di dalam rekam medis terhadap kemungkinan hilangnya keterangan
ataupun memalsukan data yang ada di dalam rekam medis atau
dipergunakan oleh orang yang semestinya tidak diberi izin. Rekam Medis

17

harus diberi data yang cukup terperinci, sehingga dokter lain dapat
mengetahui bagaimana pengobatan dan perawatan kepada pasien dan
konsulen dapat memberikan pendapat yang tepat setelah dia memeriksanya
ataupun dokter yang bersangkutan dapat memperkirakan kembali keadaan
pasien yang akan datang dari prosedur yang telah dilaksanakan.
Permasalahannya adalah para dokter tidak menyadari sepenuhnya manfaat
dan kegunaan Rekam Medis, baik pada layanan kesehatan maupun pada
praktek perorangan, akibatnya rekam medis dibuat tidak lengkap, tidak
jelas dan tidak tepat waktu. Karena itu, diperlukan acuan rekam medis
penyelanggaraan praktik kedokteran yang berkaitan dengan aspek hukum
yang berlaku untuk rumah sakit negeri, swasta, khusus, puskesmas,
perorangan dan pelayanan kesehatan lain. Rekam medis merupakan hal
yang sangat menentukan dalam menganalisa suatu kasus sebagai alat bukti
utama yang kuat.
Berdasarkan pengertiannya Rekam Medis dapat dijelaskan dalam
pasal 46 ayat 1 tentang UU praktik kedokteran, dalam Permenkes nomer
749a tahun 1989 dan Permenkes nomer 269 tahun 2008 menjelaskan
bahwa rekam medis tersebut merupakan suatu berkas yang berisi catatan
dan dokumen yang dibuat oleh dokter ataupun dokter gigi yang merawat
yang berisi identitas pasien, pemeriksaan yang telah dilakukan sebagai alat
penunjang kesehatan,diagnosis, pemberian pengobatan selama pasien sakit
dan segala tindakan dan semua pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien selama pasien mengalami perawatan di Rumah sakit tersebut. Dan
kelengkapan dari catatan tersebut seperti foto rontgen, hasil laboratorium
dan keterangan lain merupakan suatu dokumen dari rekam medis
tersebut.8,9
Sedangkan menurut Gemala Hatta, Rekam medis merupakan
kumpulan dari semua fakta tentang kehidupan seorang pasien dan riwayat
dari penyakitnya seperti keadaan dari penyakit yang dideritanya hingga
pengobatan yang telah diberikan oleh praktisi kesehatan, baik saat ini

18

maupun penyakit sebelumnya.Menurut Waters dan Murphy, Rekam medis


merupakan suatu ikhtisar yang berisi tentang informasi keadaan pasien,
baik selama dalam masa perawatan ataupun selama pemeliharaan
kesehatan. Dan menurut Edna K. Huffman 1992, Rekam medis
merupakan rekaman atau catatan mengenai pasien serta menjelaskan
alasannya untuk dirawat guna mengidentifikasi, membenarkan diagnosis
dan pengobatan serta merekam hasilnya.
Sebagai alat komunikasi, rekam medis merupakan sebuah alat bukti
tertulis dari segala tindakan, baik untuk pasien, pelayanan kesehatan
maupunbagi pemberi pelayanan kesehatan. Selain itu juga berfungsi untuk
melindungi kepentingan hukum pasien dalam kasus-kasus kompensasi
pekerjaan kecelakaan pribadi atau malpraktek. Bagi Fasilitas Layanan
Kesehatan, Rekam medis merupakan sebagai alat bukti atas biaya
pembayaran dan juga sebagai evaluasi penggunaan sumber daya.
Sedangkan bagi pemberi pelayanan, Rekam medis sangat membantu
tenaga medis profesional dalam merawat pasien dan juga dalam
menyediakan data-data untuk penelitian maupun penyidikan bila
diperlukan.7
Dalam UU. No. 29/2004 terdapat beberapa ketentuan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan rekam medis, yaitu mengenai
standar pelayanan, persetujuan tindak kedokteran, rekam medis, rahasia
kedokteran kendali mutu serta kendali biaya. Adapun beberapa ketentuanketentuan yang berkaitan dengan masalah rekam medis, yaitu pada pasal
45 ayat 5, pasal 46 ayat 1,2 dan 3, pasal 47 ayat 2, 49 ayat 2 dan pasal 79.
Pada pasal-pasal tersebut dijelaskan bahwa setiap dokter wajib untuk
membuat rekam medis dan seharusnya segera diselesaikan setelah pasien
mendapatkan pelayanan tersebut.Pengisian rekam medis bisa saja
dilakukan oleh tenaga kesehatan lain (perawat, asisten, residen, co-ass),
namun dokter yang merawat pasienlah yang memikul tanggungjawabnya.

19

Perlu dingat bahwa kelengkapan dan keakuratan isi rekam medis


sangat bermanfaat, baik bagi perawatan dan pengobatan pasien, bukti
hukum bagi rumah sakit dan dokter, maupun bagi kepentingan penelitian
medis dan administratif.6
Dalam pencatatan data rekam medis yang harus dilengkapi adalah
identitas pasien (nama), waktu dan tanda tangan dokter yang menangani
saat itu. Hal ini nantinya dapat berfungsi sebagai alat bukti bahwa telah
dilakukan upaya yang maksimal untuk menyembuhkan pasien dengan
standar profesi kedokteran dan yang nantinya dapat dijadikan alat bukti
dalam proses penegakan hukum jika dibutuhkan.10
Sebelumnya ada beberapa perdebatan tentang siapa sebenarnya
pemilik dari rekam medik. Ada yang mengatakan bahwa itu adalah hak
pasien, karena menyangkut dirinya namun ada pula juga yang beranggapan
bahwa hal tersebut merupakan milik dari rumah sakit. Berdasarkan pasal
47 UU No. 29 tahun 2004 tentang peraktik kedokteran dan Permenkes RI
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 menyatakan bahwa rekam medis adalah
milik sarana pelayanan kesehatan (pasal 12 ayat 1), sedangkan isi rekam
medis adalah adalah milik pasien (pasal 12 ayat 2). Jadi dapat
disimpulkan, rekam medis adalah milik health care proider sedangkan
isinya milik pasien.7,10
Kerahasiaan rekam medis harus selalu di jaga oleh dokter ataupun
dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Namun adapula UU
praktik kedokteran yang memberikan peluang pengungkapan informasi
kesehataan, yaitu dalam pasal 48 ayat 2, yaitu untuk kepentingan
kesehatan pasien, untuk memenuhui permintaan dari aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum,permintaan pasien itu sendiri dan
terakhir berdasarkan ketentuan dari undang-undang. Sedangkan penjelasan
mengenai isi dari rekam medis hanya boleh dilakukan leh dokter atau

20

dokter gigi yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan.6,7,10

4.

Hak pasien atas pelayanan medik


Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga tercantum
jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan
melaksanakan

umum,

mencerdaskan

ketertiban

dunia

kehidupan

yang

bangsa

berdasarkan

dan

ikut

kemerdekaan

perdamaian abadi serta keadilan sosial.


Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di
antaranya pembangunan kesehatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh
karena itu maka disahkan UU yang mengatur hak-hak tersebut,
diantaranya:UU kesehatan No.36 tahun 2009 merupakan salah satu
Undang-Undang yang dikeluarkan Pemerintah untuk menjalankan
kewajibannya dalam bidang kesehatan. Tetapi kebanyakan masyarakat luas
belum mengetahui apa isi UU tersebut, salah satunya adalah mahasiswa
yang berasal dari golongan kesehatan. Bila ditanya, sebagian besar mereka
pasti menjawab tidak mengetahui isi dan makna UU tersebut. UU tersebut
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menegakkan peraturan
tentang kesehatan dan memberikan penjelasan tentang kesehatan,

21

pengaturan pemberian

sediaan

farmasi, serta

aturan-aturan

yang

mendukung segala kegiatan medis.


Pedoman UU kesehatan No.36 tahun 2009 adalah Pasal 28H ayat
(1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang isinya secara garis besar berisi tentang
tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya dengan
cara penyediaan fasilitas kesehatan, peraturan perundangan, serta
persamaan hak dan keadilan warga negaranya. Sedangkan bila dilihat dari
sisi pertimbangan pemerintah UU ini mempunyai pertimbangan yaitu :
pertama; kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan
kesejahteraan yang harus diwujudkan, kedua; upaya prinsip kesehatan
yang nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan, ketiga; upaya
pembangunan harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan tanggung
jawab semua pihak baik pemerintah dan masyarakat. Dari ringkasan di
atas kita dapat sedikit mengerti isi UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 yang
telah mencakup peraturan kesehatan yang luas yang artinya seluruh tujuan
dah harapan pemerintah telah tercakupi dalam UU tersebut seperti tujuan
dalam UUD 1945 yang telah dimasukkan dalam UU No. 36 tahun 2009.
Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta
pembangunan nasional.
Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian
secara berangsur-angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan
untuk seluruh masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara

22

luas yang mencakup upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif


yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.
Dalam UU No.29 tahun 2004 dijelaskan tentang hubungan dokter
dan pasien telah terjalin sejak jaman dahulu. Hubungan ini merupakan
hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan dari
pasien terhadap dokter. Pelaksanaan hubungan keduanya selalu diatur
dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam
melaksanakan hubungan. Seperti diketahui hubungan tanpa peraturan akan
menyebabkan kesemerawutan dan kesimpangsiuran salah satunya aspek
hukum. Hubungan hukum antara dokter dan pasien ini dimulai sejak
pasien menyatakan keluhannya dan dokter menyatakan kesanggupannya
untuk mengobati pasien yang dinyatakan secara lisan (oral statement),
atau yang tersirat (implied statement).
Hubungan antara dokter dengan pasien berawal dari pola hubungan
vertical paternalistik seperti hubungan bapak dan anak yang bertolak dari
prinsipfatherknows best yang melahirkan hubungan yang bersifat
paternalistik. Dokter disini berupaya bertindak sebagai bapak yang baik
yang cermat, berhati-hati dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan yang
diperolehnya melalui pendidikan yang panjang dan sulit serta pengalaman
yang bertahun-tahun untuk kesembuhan pasien. Dalam hubungan ini
kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap
mengetahui tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan
penyembuhannya. Pola ini menimbulkan dampak positif berupa lahirnya
konsep hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal
pasien awam terhadap penyakitnya, sebaliknya dapat juga timbul dampak
negatif, apabila tindakan dokter yang berupa langkah-langkah dalam
mengupayakan penyembuhan pasien itu membatasi otonomi pasien.
Seiring perkembangan jaman pola hubungan yang vertikal
paternalistik ini bergeser ke pola horisontal kontraktual dimana hubungan

23

2 subyek hukum (pasien dan dokter) berkedudukan sederajat. Hubungan


hukum ini tidak menjanjikan sesuatu (kesembuhan dan kematian), karena
objek dari hubungan hukum itu berupa upaya maksimal secara hati-hati
dan penuh ketegangan oleh dokter dalam mengupayakan kesembuhan
pasien. Hubungan dokter dan pasien yang dilaksanakan dengan rasa
kepercayaan dari pasien terhadap dokter disebut dengan istilah transaksi
terapeutik. Transaksi terapeutik merupakan hubungan antara dokter
dengan pasien untuk saling mengikatkan diri dengan itikad baik dan saling
mempercayai.
Bila diamati secara umum Indonesia sekarang ini memasuki era
krisis malpraktek seperti yang terjadi di Amerika pada 2-3 dekade lalu.
Hubungan dokter dan pasien yang diwarnai keakraban dan saling percaya,
sekarang ini tiba-tiba menjadi hubungan yang saling curiga. Media massa
ramai menayangkan kasus-kasusklinik dengan outcome yang dramatis
bagi pasien. Istilah malpraktek tiba-tiba mencuat menjadi istilah
populer. Masyarakat sekarang ini memandang dokter sebagai seorang yang
kurang bertanggung jawab dan tidak kompeten serta makin komersialnya
jasa kesehatan sebagai penyebab terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
(adverse event).
Profil dokter dan rumah sakit menjadi carut marut karena tuduhantuduhan malpraktek tersebut. Seperti yang kita ketahui, bahwa: Setiap
manfaat yang akan kita dapati tentu akan mengalami sebuah resiko. Dan
satu-satunya jalan menghindari resiko adalah tidak berbuat sama sekali,
kalimat ini merupakan salah satu ungkapan yang memberikan hikmah bagi
kita bahwa dalam hidup manusia tidak lepas dari ketidaksengajaan atau
kesalahan yang tidak dikehendaki dalam menjalankan profesinya, tetapi
sebagai tenaga medis yang menjalankan profesinya dibawah Sumpah,
seorang dokter tidak bisa membiarkan pasien yang membutuhkan
pertolongan untuk ditelantarkan.Seorang dokter dalam memberikan
pelayanan medik pada pasiennya, pada hakikatnya selalu dituntut untuk

24

lebih utamakan rasa puas pasiennya, yaitu dengan bertanggung jawab


dalam upaya penyembuhan pasien.
Demikian pula UU No.44 tahun 2009 tentang rumah Sakit Daerah
sebagai salah satu institusi pelayanan kesehatan merupakan bagian dari
sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya
masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti
oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu,
membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah Sakit. Pada
hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung
jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber dari
hak

dasar

individual

dalam

bidang

kesehatan,

Meskipun

sama

fundamentalnya, hak atas pelayanan kesehatan sering dianggap lebih


mendasar. Dalam hal ini negara berkewajiban untuk menyelenggarakan
pemenuhan layanan kesehatan tersebut, sehingga masyarakat dapat dengan
mudah memenuhi kebutuhan layanan kesehatan yang terjangkau, berkualitas,
dan tersedia di seluruh wilayah Indonesia.
Hak hak pasien dan pengaturannya sudah tercantum dalam Undang
Undang Dasar maupun Undang Undang tentang kesehatan yang intinya
menjelaskan dan mengatur setiap pelanggaran pelanggaran Hak Pasien yang

25

terjadi. Jadi setiap adanya pelanggaran yang terjadi dapat di selesaikan secara
hukum.
B. Saran
1. Bagi pemerintah
Hendaknya pemerintah melakukan sosialisasi yang mendalam
kepada masyarakat tentang undang-undang atau peraturan yang mencakup
hak-hak pasien melalui berbagai media, seperti televisi, koran, ataupun
radio. Penjelasan tentang undang-undang atau peraturan tersebut disertai
dengan contoh konkrit tentang peristiwa yang terjadi di kehidupan nyata
agar masyarakat lebih menyadari tentang haknya sehingga peristiwaperistiwa yang menyangkut tentang pelanggaran hak pasien dapat
berkurang.
Melakukan pengawasan terhadap instansi kesehatan terkait agar
dalam melakukan pelayanan terhadap masyarakat tidak mengabaikan hakhak pasien sehingga kasus-kasus yang dialami oleh pasien seperti
dijelaskan di atas tidak terjadi.
Undang-undang yang sudah dibuat harus diterapkan dengan nyata
dan tidak berat sebelah. Jangan terkesan cuek dengan pelanggaranpelanggaran hak yang terjadi. Pemerintah harus berani menindak tegas
pihak yang terbukti bersalah melanggar hak-hak pasien
2. Bagi tenaga kesehatan atau mahasiswa kedokteran atau akademi perawat
Sadar akan profesinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
yang wajib menghormati hak-hak setiap pasien yang di tanganinya. Dokter
mempunyai kewajiban memberikan informasi yang jelas kepada pasien
tentang penyakit yang di dertita ataupun tindakan medis yang akan
dilakukan terhadap pasiennya.
Mempelajari lebih mendalam tentang keilmuan yang sesuai dengan
kompetensinya, sehingga kualitas penanganan terhadap pasien dapat
ditingkatkan.
Mempelajari atau minimal mengetahui tentang undang-undang dan
peraturan pemerintah yang mencakup tentang hak-hak pasien sehingga
dalam melakukan pelayanan kesehatan memenuhi hak yang dimiliki
pasien.
3. Bagi pasien dan Bagi masyarakat

26

Agar pasien menyadari hak dan kewajiban pasien, sehingga dapat


terjadi hubungan terapetik yang baik antara dokter dan pasien.
Pasien diharapkan dapat memahami akan hak sebagai pasien, hak
dokter, hak rumah sakit sehingga muncul sikap saling menghargai hak-hak
orang lain dan tercipta kehidupan yang damai dan tentram.
4. Bagi Rumah sakit
Pasien merupakan konsumen. Selayaknya konsumen, yang berlaku
sebagai raja seharusnya pihak rumas sakit dapat melayani dan
menghormati pasien. Pasien mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi,
pasien bukanlah sapi perahan untuk memperkaya diri.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilmu kedokteran forensik. Bagian kedokteran forensik fkui. Jakarta: 1997.
Munim, abdul
2. Pedoman ilmu kedokteran forensik edisi pertama. Binarupa aksara.
Jakarta: 1997
3. Http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/ diakses tanggal 18 juli 2013
4. Pemahaman etik medikolegal pedoman bagi profesi dokter. Fk undip.
Semarang: 2008. Hs hartono. Gatot suharto . Indra wijaya
5. Aspek medikolegal praktik kedokteran . Fk undip. Semarang. 2009. Gatot
Suharto
6. Hanafiah jm, amir amri. Etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 3.
EGC; 1999
7. Departemen kesehatan ri., pedoman sistem pencatatan rumah sakit (rekam
medis/medical record , 1994)
8. Anonim, 2009, definisi dan isi rekam medis sesuai permenkes
no:269/menkes/per/iii/2008, rekamkesehatan.wordpress.com
9. http://dinkes.demakkab.go.id/v2010/dokumen/uu_praktik_kedokteran.pdf
diunduh tanggal 18 Juli 2013
10. http://rekamkesehatan.wordpress.com/ diunduh tanggal 18 Juli 2013

27

28

Anda mungkin juga menyukai