Anda di halaman 1dari 10

Efficacy And Safety Of Thrombolysis In Patients Aged 80 Years

Or Above With Major Acute Ischemic Stroke

Abstrak
Latar Belakang: Pasien Lansia dengan stroke iskemik luas mungkin akan tetap
mengalami disabilitas berat atau meninggal. Namun, keberhasilan dan keamanan pada
trombolisis belum sepenuhnya dieksplorasi lebih lanjut.
Bahan dan Metode: Data dari catatan kasus pasien berusia > 80 tahun dengan stroke
iskemik akut dengan Natinal Institute of Health Stroke Scale (NIHSS) skor 10 yang
diambil antara April 2009 dan Mei 2011.
Hasil pada subyek pasien yang diobati dengan trombolisis dan kontrol dibandingkan.
Hasil utama adalah 3 bulan skor Modified Rankin Scale (mRS) 0-2. Hasil sekunder
adalah 3 bulan skor mRS 0-3, skor mRS 5-6, kematian, dan peningkatan skor NIHHS.
Keamanan dilihat dari transformasi hemoragik.
Hasil: Subyek penelitian ini meliputi 22 pasien yang diobati dengan trombolisis dan 23
kontrol tidak diobati dengan trombolisis. Usia, keparahan stroke, dan identifikasi
proporsi oklusi pembuluh darah besar merupakan variabel untuk pembanding antara
kedua kelompok. Pasien pada kelompok trombolisis memiliki hasil mRS 0-2 lebih
banyak daripada kelompok non-trombolisis (18,2% vs 0%, P = 0.049). Proporsi pasien
dengan mRS 0-3 hasilnya juga lebih tinggi pada kelompok trombolisis dibandingkan
kelompok non-trombolisis (22,7% vs 0%, P = 0,022). Pasien pada kelompok trombolisis
memiliki angka kematian lebih tinggi, bila dibandingkan dengan pasien dalam
kelompok non-trombolisis (18,2% vs 8,7%, P = 0,414) tapi non signifikan. Namun,
jumlah yang lebih kecil dari pasien dalam kelompok thrombolisis memiliki mRS 5-6
hasil (35% vs 65%, P = 0,075). Median pada peningkatan skor NIHSS juga
menunjukkan kondisi yang lebih menguntungkan dalam kelompok thrombolisis (10 vs

2, P = 0,082). Tingkat transformasi hemoragik gejala dan tanpa gejala dalam kelompok
trombolisis adalah 4,5% dan 27,3% masing-masing.
Kesimpulan: Untuk pasien lansia dengan stroke iskemik luas, trombolisis menawarkan
kesempatan lebih besar untuk mengembalikan fungsi independen.
Kata kunci: 80 tahun, orang tua, stroke iskemik, trombolisis
PENDAHULUAN
Meskipun trombolisis intravena terbukti berhasil dalam periode 4,5 jam pada data
dengan randomized controlled trial di pasien berusia 80 tahun masih terbatas. Hanya
the National Institute of Neurological Disorders and Stroke Tissue Plasminogen
Activator (NINDS-TPA) percobaan terdaftar pasien berusia > 80 tahun, [1] European
Cooperative Acute Stroke Study (ECASS) I, II, III dan Alteplase Thrombolysis for
Acute Non-interventional Therapy in Ischemic Stroke (ATLANTIS) percobaan pada
dieksklusikan dalam kelompok usia ini. Data mengenai keamanan dan keberhasilan dari
TPA intravena pada kelompok usia ini terbatas, TPA intravena belum secara resmi
disetujui dalam kelompok usia ini dalam beberapa negara termasuk Korea. Data dalam
kaitannya dengan terapi reperfusi intra-arteri (IA) jauh lebih terbatas sejak uji coba
secara eksklusif terdaftar pasien di bawah 75 atau 85 tahun. [7,8] Kebanyakan studi
yang membandingkan hasil dari trombolisis intravena pada pasien berusia 80 dan <80
tahun melaporkan bahwa pasien lansia memberikan hasil yang kurang menguntungkan
dibandingkan pasien yang lebih muda [9-13]. Namun, penelitian tersebut tidak
dibandingkan dengan plasebo dan hasilnya tidak bisa menyangkal manfaat dari
trombolisis pada orang tua. Sebuah studi menganalisis sejumlah besar data pasien
dikumpulkan dalam database, dari 21 percobaan stroke akut menunjukkan bahwa
manfaat dari trombolisis dipertahankan pada pasien yang sangat tua meskipun hasil
yang diharapkan bisa lebih buruk dibandingkan pasien yang lebih muda [14] . Stroke
Utama pada orang tua beresiko terjadi hemorrhagic dengan trombolisis [1,2,15,16].
Kemanjuran dan keamanan terapi reperfusi pada orang tua belum dieksplorasi secara
sistematis. Penelitian ini adalah untuk menilai keberhasilan dan keamanan trombolisis
pada pasien berusia 80 atau lebih dengan stroke iskemik luas.

Metode dan Material


Dari register lembaga prospektif stroke, kami mengambil data pasien berusia 80 tahun
dengan NIHSS masuk 10, waktu 7 hari dari onset stroke antara bulan April 2009 dan
Mei 2011. Pasien dengan pra-stroke modified Rankin Scale (mRS) 4 dikeluarkan.
Pasien dikelompokkan menjadi kelompok thrombolisis (TPA intravena saja, terapi
perfusi intra-arteri saja atau gabunganterapi intravena dan intra-arteri) dan kelompok
non-trombolisis (kontrol). Dokter memutuskan untuk mengobati pasien dengan terapi
reperfusi berdasarkan gejala klinis dan pencitraan. Untuk setiap data demografis pasien,
kondisi premorbid, pra-stroke mRS, onset saat masuk, onset ke pengobatan untuk
trombolisis, skor awal NIHSS, subtipe stroke, skor NIHSS pada saat masuk, dan 3bulan mRS yang prospektif ditangkap menggunakan protokol terstruktur. Dokter
terlatih atau perawat penelitian menilai hasil mRS pada bulan ke 3 dengan wawancara
langsung atau telepon. Untuk pasien yang diobati dengan trombolisis, rekanalisasi
diartikan sebagai memiliki Thrombolysis in Cerebral Infarction (TICI) grade 2b atau 3
[17] gejala pada transformasi hemoragik ditentukan sesuai dengan kriteria ECASS III.
[3] Untuk pemantauan kualitas dan peningkatan perawatan stroke, pengumpulan data
dari semua pasien stroke telah disetujui oleh Komite Etika dari lembaga kami. Hasil
utama adalah mRS 0-2 pada 3 bulan. Hasil sekunder adalah mRS 0-3, dan 5-6 di mRS 3
bulan dan peningkatan skor NIHSS dikeluaran akhirnya. Indikasi keberhasilan adalah
transformasi hemoragik dengan gejala atau tanpa gejala dan penurunan angka kematian
kurang dari 3 bulan.
Analisis Statistik
Variabel kategori dibandingkan dengan tes 2, dan variabel kontinyu dengan Tes MannWhitney. Analisis univariat dilakukan untuk membandingkan hasil antara kedua
kelompok. Untuk menghindari penyimpangan sampel kecil dan hasil, analisis
multivariabel tidak dianggap kecuali ada ketidakseimbangan signifikansi pada variabel
prognostik usia dan skor NIHSS awal antara kedua kelompok. Dari database percobaan
NINDS-TPA, hasil pasien berusia 80 tahun dengan NIHSS awal 10 diekstraksi dan
numerik dibandingkan dengan hasil dari pasien kami.

Hasil
Empat puluh lima pasien dilibatkan dalam penelitian ini: 22 pasien dalam kelompok
trombolisis (14 TPA intravena saja, 4 terapi reperfusi intra-arteri saja, dan 4 gabungan
terapi intravena dan intra-arteri) dan 23 orang kelompok kontrol (non-trombolisis).
Antara perlakuan dan kontrol kelompok umur (85,2 5,2 vs 85,7 4,1, P = 0,735) dan
skor NIHSS awal (median [kisaran interkuartil], 21 [16-23] vs 20 [17-23], P = 0,707)
baik dan seimbang. Proporsi oklusi pembuluh darah utama yang diidentifikasi pada
computed tomography (CT), magnetic resonante (MR), atau angiografi konvensional
juga sebanding (72,2% di perlakuan vs 65,2 % di kontrol, P = 0,586). Untuk pasien
yang diobati dengan trombolisis, ada 7 Arteri karotid interna (ICA), 7 bagian M1 arteri
Cerebral Media (MCA), 1 arteri basilar (BA), dan 1 bagian dari P1 oklusi arteri
cerebral posterior (PCA). Sedangkan, untuk kontrol ada 10 ICA, 4 M1 dari MCA dan 1
oklusi BA. Karakteristik dasar lain kecuali untuk onset dari serangan adalah sebanding
antara kedua kelompok [Tabel 1]. Pada pasien yang diobati dengan trombolisis, rata-rata
interval untuk onset saat serangan sampai masuk dan waktu masuk sampai perlakuan
146,2 73,3 dan 61,6 43,1 menit.

Gambar 1. Distribusi 3 bulan mRS

Tabel 1: Baseline karakteristik pasien


Thrombolyzed (n = 22)

Non-thrombolyzed (n = 23)

P value

85.2 5.2
16 (72.7)
21 (16, 23)

85.7 4.1
14 (60.9)
20 (17, 23)

0.735
0.399
0.707
0.586

16 (72.7)
3 (13.6)
3 (13.6)
84.6 57.5
61.6 43.1
4 (18.2)

15 (65.2)
8 (34.8)
0 (0)
1870.4 2021.8
NA
5 (21.7)

17 (77.3)
3 (13.6)
5 (22.7)
5 (22.7)
4 (18.2)
1 (4.5)
0 (0)

15 (65.2)
5 (21.7)
5 (21.7)
6 (26.1)
8 (34.8)
1 (4.3)
1 (4.3)

11 (50)
2 (9.1)
4 (18.2)
5 (22.7)

11 (47.8)
1 (4.3)
4 (17.4)
7 (30.4)

2 (9.1)
1 (4.5)
12 (54.5)
0 (0)
7 (31.8)

3 (13)
0 (0)
14 (60.9)
0 (0)
6 (26.1)

Age (mean SD)


Female, n (%)
Initial NIHSS, median (IQR)
Major vessel occlusion, n
(%)
Occlusion
No occlusion
Undetermined
Onset to door time (min, mean
SD) door to treat time (min, mean
SD) Previous stroke history, n (%)
Medical history, n
(%) Hypertension
Diabetes mellitus
Coronary heart disease
Atrial fibrillation
Hyperlipidemia
Current smoking, n (%)
Peripheral artery disease
Prestroke mRS, n (%)
0
1
2
3
Stroke subtype, n (%)
LAD
SVO
CE
Other determined
undetermined

0.372
0.699
0.936
0.793
0.314
>0.99
>0.99
0.936

0.870

Tabel 2 Outcome primer dan outcome Sekunder


NonThrombolyzed
P value
thrombolyzed
(n = 22)
(n = 23)
Primary outcome
3-month mRS 0-2, n (%)
Secondary outcomes
3-month mRS 0-3, n (%)
3-month mRS 5-6, n (%)
3-month mortality, n (%)
NIHSS improvement,
median (IQR)

<0.001
NA
>0.99

4 (18.2)

0 (0)

0.049

5 (22.7)
9 (35.0)
4 (18.2)
5 (-1, 4)

0 (0)
13 (65.0)
2 (8.7)
2 (-2, 8)

0.022
0.075
0.414
0.082

Outcome
Outcome primer
Dari 22 pasien pada kelompok trombolisis, mRS 0-2 pada bulan ke 3 pada kelompok
perlakuan 4(18,2%) pasien dibandingkan pada kelompok kontrol tidak ada (0%), (P =
0,049) [Tabel 2]. Hasil sekunder: Proporsi pasien dengan mRS 0-3 pada 3 bulan juga
lebih tinggi pada pasien kelompok trombolisis dibandingkan pasien kelompok kontrol
(22,7% vs 0%, P = 0,022). Dari 14 pasien yang diobati dengan TPA intravena saja, 2

(14,3%) pasien memiliki mRS 0-2, dan 3 (21,4%) pasien memiliki mRS 0-3 pada 3
bulan. Dari 8 pasien yang diobati dengan terapi intra-arteri saja atau kombinasi, 2 (25%)
pasien memiliki mRS 0-2 (sama untuk mRS 0-3) pada 3 bulan. Proporsi pasien dengan
hasil terburuk, mRS 5-6, itu jauh lebih rendah pada kelompok trombolisis dibandingkan
pada kelompok kontrol. Namun, perbedaan ini statistiknya tidak signifikan (35,0% vs
65,0%, P = 0,075). Hasil pada kelompok kontrol dengan mRS 5-6 adalah 61% dalam
disabilitas berat tetap di mRS 5 [Gambar 1]. Peningkatan NIHSS pada hasil akhir
(median, [kisaran interkuartil]) lebih besar pada kelompok trombolisis dibanding
kelompok kontrol, tetapi perbedaannya statistiknya tidak signifikan (10 [-1, 14] vs 2 [-2,
8], P = 0,082).
Rekanalisasi
Setelah 3 pasien dieksklusi dari kelompok trombolisis dimana tidak memiliki oklusi
pembuluh darah besar pada pretreatment CT angiography, status rekanalisasi dinilai
pada 19 pasien yang tersisa dengan menggunakan CT atau MR angiografi dalam waktu
24 jam setelah pengobatan atau segera pasca angiografi konvensional intra-arteri.
Sembilan (47,4%) pasien mencapai rekanalisasi, dan 6 (31,6%) mengalami oklusi
persisten. Pada 4 (21,1%) pasien rekanalisasi tidak dapat dievaluasi karena kondisi
neurologis yang buruk atau menolak operasi. Dari 11 pasien yang menerima infus TPA
saja, rekanalisasi diamati pada 3 (27,3%) pasien dalam waktu 24 jam dan dari 8 pasien
yang diobati dengan terapi reperfusi intra-arteri saja atau terapi kombinasi, 6 (75%)
pasien mencapai rekanalisasi langsung pasca perawatan angiografi konvensional.

Kematian dan transformasi hemoragik


Kematian pada bulan ke 3 pada kelompok trombolisis lebih tinggi daripada kelompok
kontrol, tetapi perbedaannya statistiknya tidak signifikan (18,2% vs 8,7%, P = 0,414)
[Tabel 2]. Dari 4 pasien yang meninggal setelah trombolisis, 2 sudah rekanalisasi dan 2
lainnya tidak. Singkat ringkasan kasus dari 4 pasien: (1) Seorang pasien dengan oklusi
ICA T- dengan skor NIHSS 19 memiliki rekanalisasi TICI IIb dengan terapi intra-arteri,

namun kemudian berkembang ke gejala transformasi hemoragik; (2) Seorang pasien


dengan oklusi ICA T dan skor NIHSS 25 mendapat infus TPA saja dan ditindak lanjuti
dengan MRI menunjukkan rekanalisasi, tapi kemudian berkembang menjadi infark
ganas MCA, (3) Seorang pasien dengan oklusi ICA T dan NIHSS skor 23 gagal
mencapai rekanalisasi dengan terapi gabungan dan berkembang menjadi MCA infark
ganas, dan (4) Seorang pasien dengan oklusi arteri basilar dan skor NIHSS 40 diobati
dengan TPA intravena saja, dan ditindak lanjuti dengan MRA menunjukkan oklusi
persisten dan infark di batang otak, cerebral bilateral dan area PCA bilateral. Penyebab
kematian pada 4 pasien yaitu 1 pasien gejala transformasi hemoragik dan 3 pasien
stroke berat. Ada dua kematian pada kelompok kontrol, satu pasien memiliki oklusi
arteri basilar dengan skor NIHSS 33, dan pasien lain memiliki l oklusi ICA proksimal
dengan skor NIHSS 26.
Gejala transformasi hemoragik dari 2 jenis hematoma parenkim dikembangkan pada
satu pasien diobati dengan terapi intra-arteri, yang meninggal. Yang tanpa gejala
transformasi hemoragik diamati pada 5 (27,3%) pasien: 3 infark hemoragik tipe 1 dan 2
infark tipe 2.
Diskusi
Dalam penelitian ini, tidak ada pasien lansia non-trombolisis dengan perbaikan
fungsional secara mandiri. Sebaliknya, dengan terapi trombolitik, 18% pasien dapat
mencapai kemandirian fungsional dan melakukan aktivitas sehari-hari sendiri cukup
baik dan 22% dari pasien mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Selain peningkatan
penilaian fungsi global, juga terdapat peningkatan neurologis pada pasien dengan
trombolisis. Dengan alasan keamanan, tingkat kefatalan dan tanpa gejala transformasi
hemoragik pada 5% dan 22% sangat dapat diterima mengingat bahwa pasien sangat tua
dan mengalami stroke berat. Dengan terapi trombolisis, angka kematian menunjukkan
kenaikan absolut sekitar 10%, dan penurunan pada disabilitas berat dari mRS 5 sebesar
40%. Sehingga, terapi trombolisis memiliki pengurangan risiko 30% pada disabilitas
berat atau kematian. Peningkatan angka kematian dan penurunan tingkat disabilitas
berat pada orang tua dengan trombolisis merupakan aspek yang diperdebatkan dari

sudut pandang etika. Pada situasi ini, nilai-nilai komparatif pada kematian dan
disabilitas berat umumnya dapat diterima dan bisa membantu untuk menuntun dalam
keputusan pengobatan. Metode yang paling banyak digunakan yaitu sesuai dengan
kondisi kesehatan bobot yang beragam yaitu kualitas berat badan dan parahnya
disabilitas . Kualitas berat badan berasal dari pasien atau orang yang sehat, dan
parahnya disabilitas berasal dari profesional kesehatan yang berpengalaman. Dalam
sebuah studi kualitas berat berat meneliti orang-orang dengan risiko tinggi stroke, 45%
dari responden menganggap stroke berat merupakan hasil yang lebih buruk daripada
kematian. [18] Dalam sebuah studi disabilitas berat dengan mengadakan berbagai ahli
stroke multinasional dengan latar belakang budaya yang beragam, berat disabilitas yang
dihasilkan dengan pencapaian konsensus substansial untuk mRS 5 adalah 0,944, yang
hampir identik dengan berat disabilitas sebesar 1,0 untuk kematian. [19] Selain itu, studi
lain dimana survei ahli stroke juga menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari para ahli
menganggap bahwa mRS 5 sebagai transisi dari kematian dan secara klinis tidak
bermakna, [ 20] dan oleh karena itu, baru-baru ini percobaan besar pada stroke akut
menganggap mRS 5 dan mRS 6 dimaksukkan ke dalam kategori hasil tunggal
terburuk [21,22]. Menimbang lebih besar kemungkinan untuk mengembalikan fungsi
global dan fungsi keseimbangan dan mengurangi disabilitas berat atau kematian, terapi
trombolisis harus dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien berusia 80 tahun
dengan stroke iskemik luas. Temuan kami mirip dengan temuan dalam penelitian
sebelumnya yang menunjukkan manfaat dari TPA intravena pada pasien usia lanjut. [14]
Hasil kami berbeda dengan dua studi sebelumnya yang gagal untuk menunjukkan
manfaat dari TPA intravena bila dibandingkan dengan pengobatan plasebo atau tidak
pada pasien usia lanjut [23,24]. Namun, studi mereka termasuk stroke ringan sampai
sedang serta stroke berat, dan tidak cukup kuat untuk menilai efek dari pengobatan.
Meskipun ukuran sampelnya sedikit, secara eksklusif memasukkan stroke berat bisa
memberikan efek pengobatan lebih besar dibandingkan stroke ringan sampai sedang
yang mungkin bisa memberikan hasil positif.
Ini akan menjadi pelajaran untuk membandingkan tingkat rekanalisasi dalam studi saat
ini dan sebelumnya. Pada review sistematis, tingkat rekanalisasi dalam waktu 24 jam
adalah 24,1% tanpa trombolisis, 46,2% dengan fibrinolitik intravena, 63,2% dengan

fibrinolitik intra-arteri, dan 67,5% dengan gabungan terapi intravena dan intra-arteri.
[25] Pada analisis saat ini pasien yang diekslusi dimana tidak menunjukkan oklusi
pembuluh darah utama pada pra-perlakuan CTA, tingkat rekanalisasi 75,0% dengan
terapi intra-arteri saja atau terapi kombinasi pada umumnya sebanding dengan, namun
27,3% dengan TPA intravena saja kurang dari yang diperkirakan dalam review
sistematis. Namun, setidaknya sejak lebih dari 70% dari pasien memiliki oklusi
pembuluh darah besar, tingkat rekanalisasi saat ini dengan TPA intravena kemungkinan
akan sesuai dengan studi sebelumnya yang menunjukkan tingkat rekanalisasi dengan
TPA intravena 10% di oklusi ICA dan kurang dari 30% dalam oklusi MCA proksimal.
[26,27] Oleh karena itu, terapi trombolisis pada pasien lanjut usia bahkan dapat
mencapai tingkat rekanalisasi sebanding seperti pada umumnya pasien stroke iskemik.
Karena penelitian ini berbeda dengan pencobaan NINDS-TPA pada proporsi oklusi
pembuluh darah besar, interval onset ke pengobatan, dan modalitas pengobatan, hasil
perbandingan dua studi harus berhati-hati, tapi akan informatif [Gambar 1]. Dalam
percobaan NINDS-TPA, pasien berusia 80 tahun dan NIHSS awal 10 adalah 31 di
kelompok TPA dan 23 pada kelompok plasebo. Pada pretreatment CT, tanda MCA
hiperdens menunjukkan oklusi pembuluh darah besar diamati 25,8% pada pasien yang
diobati dengan TPA dan 13,0% pada kelompok plasebo. Seperti ditunjukkan dalam
Gambar 1, dibandingkan dengan pasien yang dirawat di TPA-TPA NINDS-percobaan,
pasien trombolisis saat ini memiliki proporsi yang sebanding mRS 0-2 dan mRS 0-3,
tapi sedikit pada disabilitas berat maupun meninggal. Sebaliknya, subyek kontrol kami
disabilitasnya lebih berat dibandingkan pasien plasebo yang dirawat di percobaan
NINDS-TPA.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini bukan secara acak, dan
dengan demikian tidak dapat menghilangkan seleksi bias dalam alokasi pengobatan.
Karena penilai hasil tidak blind pada pengobatan, hasil penilaian dapat berpotensi bias.
Namun, semua pasien dalam kelompok kontrol memiliki hasil mRS 4 -, dimana hasil
penilaian sangat konsisten, [28] dan oleh karena itu penilaian hasil yang tidak tercampur
kurang kemungkinan untuk mengubah hasil saat ini. Penelitian ini dilakukan di sebuah

pusat yang berpengalaman dengan terapi reperfusi dan terapi reperfusi tidak bersatu.
Dengan demikian, temuan kami memiliki keterbatasan untuk generalisasi.
Kesimpulannya, jika tidak ditrombolisis, pasien berusia 80 tahun dengan stroke
iskemik luas mungkin tetap dalam disabilitas berat atau mungkin mati. Terapi
trombolisis dapat menawarkan kesempatan lebih besar untuk mengembalikan
fungsional secara mandiri atau keseimbangan diri dan mengurangi kecacatan
(disabilitas) atau kematian yang buruk dengan angka kematian tinggi, sehingga harus
dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien.
Ucapan Terima Kasih
Karya ini didukung oleh dana dari Inje University di 2010 (K.-SH).

Anda mungkin juga menyukai