Anda di halaman 1dari 18

BERCAK BIRU PADA LUTUT

Seorang ibu datang membawa bayi laki-laki berumur 7 bulan ke dokter puskesmas
dengan keluhan di temukan bercak biru pada lutut. Keluhan ini muncul sejak bayinya mulai
belajar merangkak.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan bayi tidak tampak sakit, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik. Jantung, paru, dan abdomen tidak ada kelainan. Pada kedua lutut
tampak bercak kebiruan 4x5 cm.
Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut:

Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit
Trombosit
Masa pendarahan (BT)
cara Duke
Masa protrombin (PT)
Masa tromboplastin
parsial teraktivasi (APTT)
Masa thrombin (TT)

Kadar
11 g/dL
39 %
9500/ l
350.000/l
2

Nilai Normal
10,5 - 13,5 g/dL
34 - 40 %
6.000 - 17.000/l
250.000 - 450.000/l
1-3

11,5
76

11 - 14
27 - 37

13

12 - 15

PBL Langkah 1
a. Kata-kata sulit
APTT : pemeriksaan untuk mengukur pembekuan pada jalur intrinsik dan jalur
bersama (waktu trombroplastin parsial teraktivasi), memanjang pada defisiensi
faktor 8, 7, dan fibrinogen pada terapi antikoagulan dalam sirkulasi pada penyakit
hati, DIC, dan defisiensi vitamin K.

PT : pemeriksaan untuk mengukur pembekuan pada jalur ekstrinsik dan jalur


bersama.
TT : pemeriksaan untuk mengukur pembentukan fibrinogen menjadi fibrin,
memanjang pada kadar fibrinogen yang rendah.
BT : pemeriksaan untuk mengetahui keadaan pembuluh darah, dinding kapiler,
integritas trombosit (jumlah dan bentuk) dalam pembentukan sumbatan
trombosit.

b. Finding problem
1. Apa penyebab timbul bercak biru?
2. Mengapa bercak biru tidak hilang?
3. Mengapa APTT meningkat?
4. Apa diagnosis pada pasien tersebut?
5. Apa hubungan bercak biru dengan peningkatan APTT?
6. Apa penyakit ini turunan?
7. Apa pemeriksaan yang harus dilakukan?
8. Mengapa bercak biru mulai muncul saat belajar merangkak?
9. Mengapa bayi tetap terlihat sehat?
10. Mengapa bercak biru simetris?
c. Brain storming
1. Karena pecahnya pembuluh darah saat latihan merangkak. Darah sukar membeku
karena APTT meningkat (proses hemostasis terganggu).
2. Karena terjadi trauma berulang
3. Karena gangguan pada jalur intrinsik dapat disebabkan karena: faktor genetik dan
defisiensi faktor.
4. Hemofilia
5. Karena pecahnya pembuluh darah saat latihan merangkak. Darah sukar membeku
karena APTT meningkat (proses hemostasis terganggu).
6. Ya
7. Rumple leed, bleeding time, hitung APTT, hitung trombosit
8. Karena terjadi trauma berulang
9. Karena hanya terjadi pada gangguan pembekuan darah
10. Karena trauma terjadi pada kedua kaki
d. Hipotesis
Trauma berulang menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan bercak biru. Setelah
dilakukan pemeriksaan ditemukan APTT meningkat dan adanya defisiensi faktor
intrinsik sehingga diduga pasien menderita hemofilia. Selain pemeriksaan APTT dapat
dilakukan pemeriksaan rumple leed, bleeding time, hitung trombosit.

SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemostasis
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Hemostasis
LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Hemostasis

LO.1.4

Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penyaring Hemostasis

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Hemofilia


LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemofilia
LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hemofilia
LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Hemofilia
LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hemofilia
LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Hemofilia
LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Hemofilia
LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Hemofilia
LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Hemofilia
LO.2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Hemofilia
LO.2.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Hemofilia
LO.2.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Hemofilia

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis


LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemostasis
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang
amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, menhentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah dan
mempertahankan keenceran pembuluh darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh
darah.
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Hemostasis

Vasokontriksi
Vasokontriksi segera pada pembuluh darah yang terluka dan kontriksi refleks pada
arteri kecil dan arteriol disekitarnya, permukaan-permukaan endotel yang saling
berhadapan juga saling menekan oleh spasme vaskular awal ini sehingga permukaan
tersebut menjadi lekat satu sama lain dan semakin menambal pembuluh yang rusak.
Keadaan ini menyebabkan perlambatan awal aliran darah ke daerah perlukaan. Jika
kerusakan luas, reaksi vaskular ini mencegah keluarnya darah.
Reaksi trombosit dan pembentukan sumbat hemostasis primer
Setelah timbul kerusakan pada lapisan endotel terjadi perlekatan awal trombosit pada
jaringan ikat terpajan, yang diperkuat oleh VWF. Kolagen yang terpajan dan trombin
yang dihasilkan pada lokasi cedera menyebabkan trombosit melepaskan isi granulnya

dan mengaktifkan sintesi prostaglanndin sehingga terjadi pembentukan tromboksan.


ADP yang dilepaskan menyebabkan trombosit membengkak dan agregasi. Agregasi ini
menyebabkan membesarnya sumbat hemostasis yang menutupi daerah jaringan ikat
yang terpajan.
Reaksi koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam
darah (plasma) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Protein ini dalam keadaan tidak
aktif (proenzim) jika terjadi aktivasi, protein aktif ini akan mengaktifkan rangkaian
aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti sebuah kaskade(sebuah tangga) atau
waterfall (seperti air terjun)
LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Hemostasis

1. Hemostasis Primer
Terdiri dari trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis primer karena
yang pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi luka atau trauma.
Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan pembentukan
trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan.

Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka dan
trauma. Keadaan ini akan mempermudah trombosis pada reseptor trombosis Gp I b
menempel pada subendotel pembuluh darah (adhesi) dengan perantara faktor von Willebrand.
Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan
fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan satu sama lain dan
kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup
luka/trauma. Sumbatan bersifat temporer.
2. Hemostasis Sekunder
Hemostasis sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan.
Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik.

Proses pembekuan darah terjadi karena adanya aktivasi dari ke 12 faktor pembekuan darah
yang lain ada dialiran darah, dan proses ini terbagi menjadi dua jalur yaitu :
1.

Jalur intrinsik : pada jalur ini semua bahan yang diperlukan untuk proses pembekuan
darah terdapat dalam aliran darah. Bahan bahan tersebut biasanya beredar dalam
bentuk precursor yang inaktif ( tidak aktif ), dan beberapa diantaranya merupakan
proenzim dan kofaktor.

2.

Jalur ekstrinsik : pada jalur ini diperlukan bahan yang berasal dari jaringan pembuluh
darah yang terluka / rusak ( tissue factor / tissue tromboplastin ).

Penjelasan gambar:

Proses koagulasi darah dimulai dengan jalur intrinsik, dimana terjadi aktivasi F.XII karena
adanya persentuhan darah dengan permukaan yang asing. F XII aktif selanjutnya akan
mengaktivasi F.XI menjadi F.Xia, selanjutnya mengaktivasi F.IX menjadi F.IXa. F.IXa ini
bersama sama F.VIII, PF3 dan ion Ca akan mengaktivasi F.X.
Pada jalur ekstrinsik, dimulai dari aktivasi F.VII, yang bersama tromboplastin jaringan dan
ion Ca akan masuk jalur umum dan akan mengaktivasi F.X , seperti halnya dengan jalur
intrinsik.
F.X yang diaktivasi oleh jalur intrinsic dan ekstrinsik dan dibantu oleh F.V, PF3 , dan ion Ca,
akan merubah protombin menjadi thrombin. Selanjutnya thrombin yang terbentuk akan
merubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang akan dipakai untuk menstabilkan
sumbat trombosit yang telah terbentuk.
Faktor pembekuan darah akan dihentikan oleh sistem antikoagulan dan fibrinolitik di dalam
tubuh.
Faktor anti pembekuan darah adalah :
a.
b.
c.
d.

Larutnya faktor pembekuan darah dalam darah yang mengalir


Klirens bentuk aktif faktor pembekuan darah yang cepat oleh hati
Mekanisme umpan balik dimana trombin menghambat aktivitas faktor V dan VIII
Adanya mekanisme antikoagulasi alami terutama oleh AT-III, protein C dan S

3. Hemostasis Tersier
Yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan agar proses koagulasi tidak berlebihan
dan menyebabkan lisis dari fibrin dan endotel menjadi utuh. Pada umumnya proses
penyembuhan berlangsung dalam waktu 14 hari.
Fibrinolisis merupakan respons hemostatik yang normal terhadap kerusakan
vaskular. Plasminogen (proenzim -globulin dalam darah dan cairan jaringan) diubah
menjadi plasmin (suatu protease serin) oleh aktivator-aktivator , baik dari dinding pembuluh
darah (aktivasi intrinsik) atau dari jaringan (aktivasi ekstrinsik) .

Fibrinolisis (seperti koagulasi) merupakan respons hemostatik yang normal


terhadap kerusakan vaskular. Plasminogen (proenzim -globulin dalam darah dan cairan
jaringan) diubah menjadi plasmin (suatu protease serin) oleh aktivator-aktivator, baik dari
dinding pembuluh darah (aktivasi intrinsik) atau dari jaringan (aktivasi ekstrinsik). Jalur yang
terpenting terjadi setelah pelepasan tissue plasminogen activator (tPA) dari sel endotel. tPA
adalah protease serin yang mengikat fibrin. Proses ini meningkatkan kemampuannya untuk
mengubah plasminogen yang terikat pada trombus menjadi plasmin.Plasmin mampu
memecah fibrinogen, fibrin, faktor V,VIII, serta banyak protein lain.Pemecahan tersebut akan
menghasilkan berbagai produk oemecahan (fibrin degradation product).Pelepasan tPA terjadi
setelah stimulus seperti trauma ,olahraga, atau stres emosional.Protein C aktiv merangsang
fibrinolisis dengan menghancurkan inhibitor tPA dalam plasma . Disisi lain,trombin
menghambat fibrinolisis dengan mengaktifkan inhibitor fibrinolisis yang diaktifkan trombin
(thrombin-activated fibrinolysis inhibitor ,TAFI).
LO.1.4 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penyaring Hemostasis
Pemeriksaan penyaring dapat meliputi:
1 Pemeriksaan darah lengkap (complete blood count/CBC) dan evaluasi darah apus.
Trombositopenia merupakan penyebab perdarahan abnormal, oleh karena itu pada
pasien yang diduga menderita kelainan perdarahan, pertama kali harus dilakukan
pemeriksaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan apusan darah perifer

3
4

Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi. Pemeriksaan penyaring meliputi penilaian


jalur intrinsik dan ekstrinsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen
menjadi fibrin
Waktu perdarahan. Berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit abnormal misalnya
pada defisiensi faktor VW. Pada trombositopenia, waktu perdarahan juga memanjang,
namun pada perdarahan abnormal yang disebabkan kelainan pembuluh darah, waktu
perdarahan biasanya normal.
Waktu protrombin (PT). Mengukur faktor VII, X, V, protrombin dan fibrinogen. Nilai
normal 10-14 detik. Nilai PT sering diekspresikan sebagai INR (international
normalized ratio)
Activated partial trombopalstin time (APTT). Mengukur faktor VII, IX, XI dan XII.
Selain faktor V, X, protrombindan fibrinogen. Nilai normal APTT antara 30-40 detik.
Perpanjangan dari PT dan APTT yang disebabkan karena defisiensi faktor koagulasi
dapat dikoreksi dengan penambahan plasma normal keadaan plasma yang diperiksa.
Apabila tidak dapat dikoreksi dicurigai kemungkinan adanya inhibitor koagulasi
Waktu trombin (TT). Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya
hembatan terhadap trombin. Nilai normal antara 14-16 detik

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Hemofilia


LO.2.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah dan diturunkan oleh melalui
kromoson X. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan yang berat dan kelainan seni
yang nyeri dan menahun. Hemofilia lebih banyak terjadi pada laki-laki, karena mereka hanya
mempunyai satu kromosom X. Sedang perempuan umumnya menjadi pembawa sifat
(carrier). Namun perempuan bisa juga menderita hemofilia jika pria hemofilia menikah
dengan wanita carrier hemofilia.

LO.2.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Hemofilia


Berdasarkan kadar/ aktivitas faktor pembekuan dalam plasma, hemofilia dapat dibedakan:
1. Hemofilia berat, bila kadar faktor pembekuan < 1 %
Pada hemofilia berat dapat terjadi perdarahan spontan atau akibat trauma ringan ( trauma
yang tidak berarti)
2. Hemofilia sedang, bila kadar faktor pembekuan 1-5 %
Perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat
3. Hemofilia ringan, bila kadar faktor pembekuan 5- 30 %
Jarang sekali terdeteksi kecuali pasien menjalani trauma cukup berat seperti eksraksi
gigi, sirkumsisi, luka iris dan jatuh terbentur (sendi lutut,siku dll)
Berdasarkan berkurangnya faktor pembekuan, hemofilia dapat dibedakan :
1. Hemofilia A adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya Faktor VIII
pembekuan fungsional dan mewakili 80% kasus hemofilia.
2. Hemofilia B adalah gangguan resesif terkait-X genetik melibatkan kurangnya
pembekuan IX Faktor fungsional. Ini terdiri dari sekitar 20% kasus hemofilia.
3. Hemofilia C adalah gangguan genetik autosom (yakni''tidak''X-linked) melibatkan
kurangnya Faktor pembekuan fungsional XI. Hemofilia C tidak sepenuhnya resesif:
individu heterozigot juga menunjukkan perdarahan meningkat.
LO.2.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Hemofilia
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1 : 25.000 30.000 orang. Belum adat data
mengenai angka kejadian di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 kasus dari 200 juta
penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai diobandingkan kasus
hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80 85%dan 10 15% tanpa memandang ras,
geografi, dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20
30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga.
LO.2.4 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Hemofilia
Kelainan herediter yang bersifat sex linked recessive, diturunkan hanya pada anak laki
laki. Sedangkan wanita bertindak sebagai karier.
Penyakit Hemofilia merupakan penyakit yang bersifat herediter. Pada penyakit ini
terjadi gangguan pada gen yang mengeksplesikan faktor pembekuan darah,sehingga terjadi
luka-luka tersebut sukar menutup.
.
Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked
dari pihak ibu. Faktor VIII (Hemofilia A) dan faktor IX (Hemofilia B) adalah protein plasma
yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut
diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera.

Kemungkinan anak yang dilahirkan akan menderita hemofilia:

1. Ayah normal - Ibu carrier


X

Xh

XhX

XhY

XX

XY

25% anak perempuan normal


25% anak perempuan carrier
25% anak laki-laki normal
25% anak laki-laki hemofilia

2. Ayah hemofilia - ibu normal

Xh

XhX

XY

XhX

XY

50% anak perempuan carrier


50% anak laki-laki normal

LO.2.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Hemofilia


Gangguan itu dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu (F.VIII dan
F.IX) kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Perbedaan proses pembekuan
darah yang terjadi antara orang normal (Gambar 1) dengan penderita hemofilia (Gambar 2).

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh


darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu
darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang
- benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti
mengalir keluar pembuluh.
Proses pembekuan darah
pada hemofilia :
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada
pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar
pembuluh.
LO.2.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Hemofilia
Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus
hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang
serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung
pada beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan).

Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa : hematrosis, hematom subkutan /
intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intracranial, epistaksis, dan hematuria.
Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil.

Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai


berikut : sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pergelangan tangan. Sendi
engsel lebih sering mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru,
karena ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat

gerakan volunter maupun involunter sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan
beban tersebut karena fungsinya.

Hematoma intramuskular terjadi pada otot otot fleksor besar, khususnya pada otot
betis, otot otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan daeah yang nyata, sindrom
kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan


atau sesudah trauma.

Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal yang membahayakan jalan nafas dapat


mengancam kehidupan.

Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak
mengancam kehidupan.

Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa
hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

LO.2.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Hemofilia


1. Anamnesis
Keluhan penyakit ini dapat timbul saat :
Lahir : perdarahan lewat tali pusat.
Anak yang lebih besar : perdarahan sendi sebagai akibat jatuh pada saat belajar
berjalan.
Ada riwayat timbulnya biru-biru bila terbentur (perdarahan abnormal).
2. Pemeriksaan fisik
Adanya perdarahan yang dapat berupa :
Hematom di kepala atau tungkai atas/bawah
Hemarthrosis
Sering dijumpai perdarahan interstitial yang akan menyebabkan atrofi dari otot,
pergerakan terganggu dan terjadi kontraktur sendi. Sendi yang sering terkena
adalah siku, lutut, pergelangan kaki, paha dan sendi bahu.
3. Pemeriksaan penunjang
APTT/masa pembekuan memanjang
PPT (Plasma Prothrombin Time) normal
SPT (Serum Prothrombin Time) pendek
Kadar fibrinogen normal
Retraksi bekuan baik
Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan hemostatis, seperti pemanjangan
masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji

tromboplastin generation, dan masa pendarahan dan masa protrombin (PT) dalam masa
normal.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F
IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda
gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat
digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan
hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX
Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko.
Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester
kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A.
Indentifikasi gen F VIII dan petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.
LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Hemofilia
Hemofilia A dengan penyakit von willebrand (khususnya varian normandy), inhibitor F VIII
dan V kongenital.
Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang
inhibitor F IX yang di dapat.

Gambaran klinis dan laboratorium pada hemofilia A, Hemofilia B dan penyakit Von
Willebrand

Hemofilia A

Hemofilia B

Von Willebrand

X-linked
Recessive

X-linked
Recessive

Autosomal dominant

Lokasi perdarahan Sendi,otot,


utama
pascatrauma/operasi

Sendi,otot,post
trauma/operasi

Mukosa, kulit post


Trauma operasi

Jumlah trombosit

Normal

Normal

Normal

Waktu pendarahan

Normal

Normal

Memanjang

PPT

Normal

Normal

Normal

aPPT

Memanjang

Memanjang

Memanjang/normal

F VIII C

Rendah

Normal

Rendah

F VIIIAG

Normal

Normal

Rendah

F IX

Normal

Rendah

Normal

Tes ristosetin

Normal

Normal

terganggu

Pewarisan

LO.2.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Hemofilia


Pertolongan pertama ketika terjadi perdarahan terjadi di dalam otot atau pada sendi adalah
melakukan langkah-langkah R,I,C dan E (disingkat RICE)
RICE
- R : Rest atau istirahatkan anggota tubuh
dimana ada luka. Bila kaki yang mengalami
perdarahan, gunakan alat Bantu seperti tongkat.
- I : Ice atau kompreslah bagian tubuh
yangterluka dan daerah sekitarnya dengan es
atau bahan lain yang lembut & beku/dingin.
- C : Compress atau tekan dan ikat, sehingga
bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak
dapat bergerak (immobilisasi). Gunakan perban
elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat
terlalu keras.
- E : Elevation atau letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi
dada dan letakkan diatas benda yang lembut seperti bantal.
Terapi suportif
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia yang
kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.


Merencanakan sutau tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%.

Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
Kortikosteroid. Pembeian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit
(harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan
panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.

Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal.
Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup
banyak dengan biaya yang tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan
memberikan F VIII atau F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang
mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanya dilakukan
dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik; serta khususnya selama
fisioterapi.
Konsentrat F VIII/F IX
Hemofilia aberat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan episode perdarahan
yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang tinggi harus diterapi
dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.
Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC)
yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purifid F IX concentrates yang berisi sejumlah F IX
tanpa faktor lain. PCC dapat menyebabkan trombosis paradoksial dan koagulasi intravena
tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Risiko ini dapat
meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified konsentrat F IX lebih
diinginkan.
Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam dan volum distribusi dari
F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.
Kebutuhan F VIII / F IX dihitung berdasarkan rumus:

Volume plasma (VP) = 40 ml/kgBB x BB (kg)


F VIII / F IX yang diinginkan (U) =
VP x (kadar yang diinginkan (%) kadar sekarang (%)
100

F VIII yang diinginkan (U)


BB(kg) x kadar yang diinginkan (%) / 2
FIX yang diinginkan (U)
BB(kg) x kadar yang diinginkan (%)

Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah suatu komponen darah non seluler yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand.
Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi
80-100 U F VIII. Satu kantong kriopresipitat yang mengandung 100 U F VIII dapat
meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan demam.
1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin
Hormon sintetik anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan kadar
aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara.sampai saat ini
mekanisme kerja DDAVP belum diketahui seluruhnya, tetatpi dianjurkan untuk diberikan
pada hemofilia A ringan dan sedang dan juga pada karier perempuan yang simtomatik.
Pmberian dapat secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0,9% selama
15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada pemberian ini dicapai dalam waktu
30-60 menit.pada tahun 1994 telah dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot
intranasal. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali semprot),
dan 300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (dua kali semprot), dengan efek puncak terjadi
setelah 60-90 menit.
Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan sebaiknya
dilakukan setiap 12-24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing, trombosis (sangat
jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada pasien dengan PJK.
Antifibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk
menstabilkan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis.Hal ini ternyata
sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada
kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung
enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun
intravena dengan dosis awal 200 mg/kg BB, diikuti 100 mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5
g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5
g) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam. Asam
traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan parenteral, terutama salin
normal.
Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan
adeno-asociated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang
intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa
gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII rlatif lebih sulit dibandingkan gen F IX,
karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun khir tahun 1998 para ahli berhasil memindahkan
plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.
LO.2.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Hemofilia

Memastikan adanya carrier hemofilia pada seorang hemofilia


Ada dua cara untuk memastikan apakah seorang wanita akan menjadi carrier hemofilia, yaitu:
1. Dokter dapat menganalisa pada setiap garis keturunan. Dengan adanya berbagai
informasi yang akurat akan dapat mengungkap bagaimana hemofilia tersebut akan
hadir. Bila sang ayah hemofilia, maka sang anak perempuan merupakan carrier. Dan
bila sang ibu yang carrier, maka sang anak wanitanya memiliki kesempatan 50 %
menjadi seorang carrier.
2. Cara yang kedua merupakan cara yang paling dapat dipercaya, yaitu melalui tes DNA.
Contoh darah tidak hanya di ambil dari orang yang berpotensial sebagai carrier tetapi
juga pada seluruh anggota keluarga yang lainnya. Hasil dari tes tersebut baru dapat
dilihat setelah 10-14 hari. Apabila tes tersebut masih dianggap meragukan, status carrier
dapat diperkirakan dengan tingkat keakuratan antara 95-99%.
Setiap penderita hemofilia harus memakai gelang atau kalung dengan petanda
hemofilia
Untuk kewaspadaan medis. Hemofilia tidak popular dan tidak mudah di diagnosa. Jika terjadi
kecelakaan gelang petanda tersebut akan sangat membantu personil medis.
Setiap penderita hemofilia harus mengetahui tentang kondisi hemofilianya, tahu obat apa
yang harus diterimanya dalam keadaan darurat, dan membawa keterangan tentang dirinya. Ia
harus tahu bahwa ia tidak boleh disuntik ke dalam otot. Ia harus datang ke klinik dengan
teratur.
Sebelum bepergian, ia harus mendapat pengobatan, dan mendapat alamat klinik hemofilia di
tempat yang akan dikunjunginya. (The World Federation of Hemophilia menyediakan buku
alamat klnik di semua Negara di seluruh dunia.)
Obat-obatan yang dilarang diberikan pada penderita Hemofilia
Obat - obat tertentu mempengaruhi kerja trombosit yang berfungsi membentuk sumbat pada
pembuluh darah. Karena hemofilia memang sudah merupakan masalah perdarahan, minum
obat ini hanya akan memperburuk perdarahannya. Penderita hemofilia tidak boleh minum
obat yang mengandung :

Aspirin (ASA) dan obat lain yang mengandung aspirin (Alka-Seltzer, Anacin, Aspirin,
Bufferin, Dristan, Midol, 222)
Obat anti radang non-steroid (indomethacin dan naproxen)
Pengencer darah seperti warfarin atau heparin
Obat yang mengandung acetaminophen dapat dipakai untuk demam, sakit kepala dan nyeri.
LO.2.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Hemofilia
Baik, dengan penanganan yang tepat dan teratur. Produk darah yang bebas virus dan program
pengobatan rumah,terapi profilaksis yang diberikan 2-3x seminggu membuat sebagian pasien
hemofilia dapat menjalankan kehidupan relatif normal

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. Jakarta: EGC
Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Kinik Ringkas. Jakarta : EGC
Junqueira, Luiz Carlos, Jos Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta : EGC
Sudoyo, AW, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem . Ed.6 . Jakarta: EGC
http://www.hemofilia.or.id diakses pada tanggal 11 November 2013

Anda mungkin juga menyukai