Hemato 123
Hemato 123
Seorang ibu datang membawa bayi laki-laki berumur 7 bulan ke dokter puskesmas
dengan keluhan di temukan bercak biru pada lutut. Keluhan ini muncul sejak bayinya mulai
belajar merangkak.
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan bayi tidak tampak sakit, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik. Jantung, paru, dan abdomen tidak ada kelainan. Pada kedua lutut
tampak bercak kebiruan 4x5 cm.
Dokter menganjurkan beberapa pemeriksaan laboratorium, hasilnya sebagai berikut:
Pemeriksaan
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit
Trombosit
Masa pendarahan (BT)
cara Duke
Masa protrombin (PT)
Masa tromboplastin
parsial teraktivasi (APTT)
Masa thrombin (TT)
Kadar
11 g/dL
39 %
9500/ l
350.000/l
2
Nilai Normal
10,5 - 13,5 g/dL
34 - 40 %
6.000 - 17.000/l
250.000 - 450.000/l
1-3
11,5
76
11 - 14
27 - 37
13
12 - 15
PBL Langkah 1
a. Kata-kata sulit
APTT : pemeriksaan untuk mengukur pembekuan pada jalur intrinsik dan jalur
bersama (waktu trombroplastin parsial teraktivasi), memanjang pada defisiensi
faktor 8, 7, dan fibrinogen pada terapi antikoagulan dalam sirkulasi pada penyakit
hati, DIC, dan defisiensi vitamin K.
b. Finding problem
1. Apa penyebab timbul bercak biru?
2. Mengapa bercak biru tidak hilang?
3. Mengapa APTT meningkat?
4. Apa diagnosis pada pasien tersebut?
5. Apa hubungan bercak biru dengan peningkatan APTT?
6. Apa penyakit ini turunan?
7. Apa pemeriksaan yang harus dilakukan?
8. Mengapa bercak biru mulai muncul saat belajar merangkak?
9. Mengapa bayi tetap terlihat sehat?
10. Mengapa bercak biru simetris?
c. Brain storming
1. Karena pecahnya pembuluh darah saat latihan merangkak. Darah sukar membeku
karena APTT meningkat (proses hemostasis terganggu).
2. Karena terjadi trauma berulang
3. Karena gangguan pada jalur intrinsik dapat disebabkan karena: faktor genetik dan
defisiensi faktor.
4. Hemofilia
5. Karena pecahnya pembuluh darah saat latihan merangkak. Darah sukar membeku
karena APTT meningkat (proses hemostasis terganggu).
6. Ya
7. Rumple leed, bleeding time, hitung APTT, hitung trombosit
8. Karena terjadi trauma berulang
9. Karena hanya terjadi pada gangguan pembekuan darah
10. Karena trauma terjadi pada kedua kaki
d. Hipotesis
Trauma berulang menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan bercak biru. Setelah
dilakukan pemeriksaan ditemukan APTT meningkat dan adanya defisiensi faktor
intrinsik sehingga diduga pasien menderita hemofilia. Selain pemeriksaan APTT dapat
dilakukan pemeriksaan rumple leed, bleeding time, hitung trombosit.
SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Hemostasis
LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Hemostasis
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Faktor yang Mempengaruhi Hemostasis
LO.1.3 Memahami dan Menjelaskan Mekanisme Hemostasis
LO.1.4
Vasokontriksi
Vasokontriksi segera pada pembuluh darah yang terluka dan kontriksi refleks pada
arteri kecil dan arteriol disekitarnya, permukaan-permukaan endotel yang saling
berhadapan juga saling menekan oleh spasme vaskular awal ini sehingga permukaan
tersebut menjadi lekat satu sama lain dan semakin menambal pembuluh yang rusak.
Keadaan ini menyebabkan perlambatan awal aliran darah ke daerah perlukaan. Jika
kerusakan luas, reaksi vaskular ini mencegah keluarnya darah.
Reaksi trombosit dan pembentukan sumbat hemostasis primer
Setelah timbul kerusakan pada lapisan endotel terjadi perlekatan awal trombosit pada
jaringan ikat terpajan, yang diperkuat oleh VWF. Kolagen yang terpajan dan trombin
yang dihasilkan pada lokasi cedera menyebabkan trombosit melepaskan isi granulnya
1. Hemostasis Primer
Terdiri dari trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostasis primer karena
yang pertama terlibat dalam proses penghentian darah bila terjadi luka atau trauma.
Hemostasis primer dimulai dengan vasokontriksi pembuluh darah dan pembentukan
trombosit plak menutup luka dan menghentikan perdarahan.
Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi lebih lambat pada daerah yang luka dan
trauma. Keadaan ini akan mempermudah trombosis pada reseptor trombosis Gp I b
menempel pada subendotel pembuluh darah (adhesi) dengan perantara faktor von Willebrand.
Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima ligan
fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan satu sama lain dan
kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang menutup
luka/trauma. Sumbatan bersifat temporer.
2. Hemostasis Sekunder
Hemostasis sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan.
Hemostasis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik dan intrinsik.
Proses pembekuan darah terjadi karena adanya aktivasi dari ke 12 faktor pembekuan darah
yang lain ada dialiran darah, dan proses ini terbagi menjadi dua jalur yaitu :
1.
Jalur intrinsik : pada jalur ini semua bahan yang diperlukan untuk proses pembekuan
darah terdapat dalam aliran darah. Bahan bahan tersebut biasanya beredar dalam
bentuk precursor yang inaktif ( tidak aktif ), dan beberapa diantaranya merupakan
proenzim dan kofaktor.
2.
Jalur ekstrinsik : pada jalur ini diperlukan bahan yang berasal dari jaringan pembuluh
darah yang terluka / rusak ( tissue factor / tissue tromboplastin ).
Penjelasan gambar:
Proses koagulasi darah dimulai dengan jalur intrinsik, dimana terjadi aktivasi F.XII karena
adanya persentuhan darah dengan permukaan yang asing. F XII aktif selanjutnya akan
mengaktivasi F.XI menjadi F.Xia, selanjutnya mengaktivasi F.IX menjadi F.IXa. F.IXa ini
bersama sama F.VIII, PF3 dan ion Ca akan mengaktivasi F.X.
Pada jalur ekstrinsik, dimulai dari aktivasi F.VII, yang bersama tromboplastin jaringan dan
ion Ca akan masuk jalur umum dan akan mengaktivasi F.X , seperti halnya dengan jalur
intrinsik.
F.X yang diaktivasi oleh jalur intrinsic dan ekstrinsik dan dibantu oleh F.V, PF3 , dan ion Ca,
akan merubah protombin menjadi thrombin. Selanjutnya thrombin yang terbentuk akan
merubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang akan dipakai untuk menstabilkan
sumbat trombosit yang telah terbentuk.
Faktor pembekuan darah akan dihentikan oleh sistem antikoagulan dan fibrinolitik di dalam
tubuh.
Faktor anti pembekuan darah adalah :
a.
b.
c.
d.
3. Hemostasis Tersier
Yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan agar proses koagulasi tidak berlebihan
dan menyebabkan lisis dari fibrin dan endotel menjadi utuh. Pada umumnya proses
penyembuhan berlangsung dalam waktu 14 hari.
Fibrinolisis merupakan respons hemostatik yang normal terhadap kerusakan
vaskular. Plasminogen (proenzim -globulin dalam darah dan cairan jaringan) diubah
menjadi plasmin (suatu protease serin) oleh aktivator-aktivator , baik dari dinding pembuluh
darah (aktivasi intrinsik) atau dari jaringan (aktivasi ekstrinsik) .
3
4
Xh
XhX
XhY
XX
XY
Xh
XhX
XY
XhX
XY
Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu berupa : hematrosis, hematom subkutan /
intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intracranial, epistaksis, dan hematuria.
Sering pula dijumpai perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi kecil.
gerakan volunter maupun involunter sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan
beban tersebut karena fungsinya.
Hematoma intramuskular terjadi pada otot otot fleksor besar, khususnya pada otot
betis, otot otot region iliopsoas (sering pada panggul) dan lengan bawah.
Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan daeah yang nyata, sindrom
kompartemen, kompresi saraf dan kontraktur otot.
Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal tetapi tidak
mengancam kehidupan.
Perdarahan pasca operasi sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa
hari, yang berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.
tromboplastin generation, dan masa pendarahan dan masa protrombin (PT) dalam masa
normal.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan memeriksa kadar F VIII untuk hemofilia A dan F
IX untuk hemofilia B, dimana kedua faktor tersebut di bawah normal. Pemeriksaan petanda
gen hemofilia pada kromosom X juga dapat memastikan diagnosis hemofilia dan dapat
digunakan untuk diagnosis antenatal. Secara klinis, hemofilia A tidak dapat dibedakan dengan
hemofilia B, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan khusus F VIII dan IX
Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil dengan risiko.
Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester
kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A.
Indentifikasi gen F VIII dan petanda gen tersebut lebih baik dan lebih dianjurkan.
LO.2.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Hemofilia
Hemofilia A dengan penyakit von willebrand (khususnya varian normandy), inhibitor F VIII
dan V kongenital.
Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat jarang
inhibitor F IX yang di dapat.
Gambaran klinis dan laboratorium pada hemofilia A, Hemofilia B dan penyakit Von
Willebrand
Hemofilia A
Hemofilia B
Von Willebrand
X-linked
Recessive
X-linked
Recessive
Autosomal dominant
Sendi,otot,post
trauma/operasi
Jumlah trombosit
Normal
Normal
Normal
Waktu pendarahan
Normal
Normal
Memanjang
PPT
Normal
Normal
Normal
aPPT
Memanjang
Memanjang
Memanjang/normal
F VIII C
Rendah
Normal
Rendah
F VIIIAG
Normal
Normal
Rendah
F IX
Normal
Rendah
Normal
Tes ristosetin
Normal
Normal
terganggu
Pewarisan
Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compressio, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
Kortikosteroid. Pembeian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednison 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang mengganggu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit
(harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
Rehabilitasi medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif dan
holistik dalam sebuah tim, karena keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan
kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi.
Rehabilitasi medik artritis hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin dan
panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta
edukasi.
Kriopresipitat AHF
Kriopresipitat AHF adalah suatu komponen darah non seluler yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand.
Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi
80-100 U F VIII. Satu kantong kriopresipitat yang mengandung 100 U F VIII dapat
meningkatkan F VIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan demam.
1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin
Hormon sintetik anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan kadar
aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara.sampai saat ini
mekanisme kerja DDAVP belum diketahui seluruhnya, tetatpi dianjurkan untuk diberikan
pada hemofilia A ringan dan sedang dan juga pada karier perempuan yang simtomatik.
Pmberian dapat secara intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0,9% selama
15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada pemberian ini dicapai dalam waktu
30-60 menit.pada tahun 1994 telah dikeluarkan konsentrat DDAVP dalam bentuk semprot
intranasal. Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan BB < 50 kg 150 mg (sekali semprot),
dan 300 mg untuk pasien dengan BB > 50 kg (dua kali semprot), dengan efek puncak terjadi
setelah 60-90 menit.
Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan sebaiknya
dilakukan setiap 12-24 jam.
Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, flushing, trombosis (sangat
jarang) dan hiponatremia. Juga bisa timbul angina pada pasien dengan PJK.
Antifibrinolitik
Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk
menstabilkan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis.Hal ini ternyata
sangat membantu dalam pengelolaan pasien hemofilia dengan perdarahan; terutama pada
kasus perdarahan mukosa mulut akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung
enzim fibrinolitik. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat diberikan secara oral maupun
intravena dengan dosis awal 200 mg/kg BB, diikuti 100 mg/kg BB setiap 6 jam (maksimum 5
g setiap pemberian). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5
g) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena setiap 8 jam. Asam
traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan cairan parenteral, terutama salin
normal.
Terapi Gen
Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus, adenovirus dan
adeno-asociated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia. Saat ini sedang
intensif dilakukan penelitian invivo dengan memindahkan vektor adenovirus yang membawa
gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII rlatif lebih sulit dibandingkan gen F IX,
karena ukurannya (9 kb) lebih besar; namun khir tahun 1998 para ahli berhasil memindahkan
plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.
LO.2.10 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Hemofilia
Aspirin (ASA) dan obat lain yang mengandung aspirin (Alka-Seltzer, Anacin, Aspirin,
Bufferin, Dristan, Midol, 222)
Obat anti radang non-steroid (indomethacin dan naproxen)
Pengencer darah seperti warfarin atau heparin
Obat yang mengandung acetaminophen dapat dipakai untuk demam, sakit kepala dan nyeri.
LO.2.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Hemofilia
Baik, dengan penanganan yang tepat dan teratur. Produk darah yang bebas virus dan program
pengobatan rumah,terapi profilaksis yang diberikan 2-3x seminggu membuat sebagian pasien
hemofilia dapat menjalankan kehidupan relatif normal
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15. Jakarta: EGC
Ganong, WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Kinik Ringkas. Jakarta : EGC
Junqueira, Luiz Carlos, Jos Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. Jakarta : EGC
Sudoyo, AW, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi manusia dari sel ke sistem . Ed.6 . Jakarta: EGC
http://www.hemofilia.or.id diakses pada tanggal 11 November 2013