Proposal Fix
Proposal Fix
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki kelembaban
udara yang sangat tinggi. Pityrosporum ovale merupakan salah satu flora normal
yang pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara (Hanum RA,
2012). Flora normal merupakan mikroorganisme yang menempati suatu daerah
tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Kulit kepala merupakan
daerah yang dapat ditumbuhi flora normal. Bila flora normal pada kulit kepala
telah mencapai jumlah yang banyak sehingga menimbulkan manifestasi berupa
suatu penyakit, seperti ketombe yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale yang
dapat mengurangi kenyamanan dan estetika (Septian, 2008).
Pityriasis capitis atau ketombe sering ditemukan pada usia dewasa muda,
tetapi pada anak relatif
ketombe meningkat pada usia 20 tahun dan relatif berkurang pada usia 50 tahun.
Sekitar 50% populasi di dunia pernah menderita penyakit ini dengan derajat
keparahan yang berbeda. Keadaan ini lebih sering ditemui pada pria dibandingkan
pada wanita (Cardin C, 1998). Penderita biasanya mengeluh rasa gatal pada kulit
kepala terutama bila udara panas dan berkeringat disertai kerontokan rambut
(Wasitaatmadja et al., 2002).
Pityrosporum ovale adalah jamur lipofilik anggota genus Mallasezia sp
yang merupakan flora normal pada kulit manusia. Faktor penting lain yang
dianggap berhubungan dengan terjadinya ketombe antara lain hiperproliferasi
epidermis, produksi sebum, genetik, stres, faktor fisik dan gangguan nutrisi
(Wasitaatmadja et al., 2002).
Permasalahan berikutnya yaitu terdapat efek samping dari penggunaan
ketokonazol yaitu berupa ruam, gatal, rasa terbakar pada kulit kepala, tekstur
rambut menjadi kasar. Oleh karena itu, penelitian untuk menemukan antimikroba
baru harus terus dilakukan. Antimikroba dengan senyawa anorganik yang dapat
dijadikan alternatif antijamur salah satunya adalah nanopartikel. Nanopartikel
memiliki sifat fisik dan kimia yang unik sehingga dapat dimanipulasi sesuai
aplikasi yang diinginkan (Ravishankar & Jamuna, 2012).
Zinc Oxide (ZnO) adalah salah satu material yang banyak disintesis
menjadi nanopartikel. Dibandingkan dengan senyawa organik, bahan anorganik
seperti ZnO memiliki daya tahan yang tinggi, selektivitas yang besar, lebih tahan
panas, serta biokompatibilitasnya baik terhadap sel manusia. Selain itu, zink
merupakan unsur mineral yang penting untuk kesehatan manusia (Padmavathy &
Rajagopalan, 2008). Di samping itu, ZnO memiliki beberapa kelebihan
diantaranya adalah struktur kimia yang stabil, tidak beracun, dan dapat digunakan
sebagai aditif ke dalam berbagai bahan, serta harganya murah karena ketersediaan
di alam yang sangat melimpah (Astuti, 2007). Berdasarkan penelitian El-Diasty et
al., (2013), nanopartikel ZnO mempunyai aktivitas antijamur terhadap jamur
dermatofit, diantaranya Candida albicans dan Trichophyton mentagrophytes
dengan penghambatan jamur terbesar ditunjukan pada konsentrasi dari
nanopartikel ZnO yaitu, 40mg/ml.
Peneliti sebelumnya, yaitu Maryanti et al., (2014) telah berhasil
mensintesis nanopartikel ZnO dalam medium ekstrak air daging buah lerak
(Sapindus rarak DC) dengan metode hidrotermal dan belum diketahui mengenai
aktivitas antijamur dari nanopartikel ZnO yang disintesis. Berdasarkan latar
belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas
antijamur dari nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air daging
buah lerak hasil sintesis (Maryanti et al., 2014) terhadap jamur Pityrosporum
ovale.
1. Apakah nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air daging
buah lerak (Sapindus rarak DC) mempunyai aktifitas antijamur terhadap
jamur Pityrosporum ovale?
2. Berapakah konsentrasi nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium
ekstrak air daging buah lerak (Sapindus rarak DC) yang optimal dalam
menghambat pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pelaksanaan penelitian ini bertujuan :
1. Menentukan aktivitas antijamur nanopartikel ZnO yang disintesis dalam
medium ekstrak air daging buah lerak (Sapindus rarak DC) terhadap
jamur Pityrosporum ovale.
2. Menentukan konsentrasi yang efektif dari nanopartikel ZnO yang
disintesis dalam medium ekstrak air daging buah lerak (Sapindus rarak
DC) dalam menghambat pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil dari penelitian ini dapat berguna bagi peneliti untuk mengetahui
efektivitas nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air daging
buah lerak (Sapindus rarak DC) terhadap daya hambat pertumbuhan jamur
Pityrospo rum ovale secara in-vitro.
1.4.2
1.4.3
1.4.4
Bagi Masyarakat
Hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan bagi masyarakat
bahwa nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air daging
buah lerak (Sapindus rarak DC) tersebut terbukti dapat digunakan dalam
penatalaksanaan penyakit yang disebabkan oleh jamur Pityrosporum ovale.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketombe
Ketombe atau Pityriasis capitis merupakan sejenis kelainan kulit karena
terjadinya peradangan pada kulit kepala ringan, namun sering menjadi masalah
bagi penderita dan disertai gatal yang sangat mengganggu kenyamanan dan
estetika. Secara periodik kulit kapala yang mati akan dikeluarkan ke permukaan
kulit. Lapisan sel kulit kepala yang mati selanjutnya akan lepas dengan
sendirinya, namun dalam kondisi tertentu pelepasan ini tidak terjadi sehingga sel
yang mati tersebut menumpuk dipermukaan kulit kepala (Tjarta, 2003).
Pityriasis capitis disebabkan oleh jamur Pityrosporum ovale. Flora normal
pada kulit kepala ini jumlahnya dapat meningkat dan menghasilkan lipase.
Trigliserida yang dihasilkan oleh lipase akan merombak asam-asam lemak yang
merangsang hiperploriferasi sel-sel epidermis. Sehingga terjadi pelepasan
keratosit secara pesat dan terjadi perlekatan antara keratin yang mati, lalu
dilepaskan sebagai serpihan yang menggumpal (Septian, 2008).
Gambaran klinik Pityriasis capitis berupa sisik-sisik halus atau serbuk
kering, berwarna putih abu-abu yang dapat menggumpal pada beberapa
permukaan kulit kepala atau menyeluruh. Penderita biasanya mengeluhkan rasa
gatal pada kulit kepala, terutama bila udara panas, berkeringat dan disertai
kerontokan rambut.apabila skuama yang terlepas ari kulit kepala jatuh ke pakaian
atau bahu penderita maka akan menimbulkan gangguan estetika. Jika kejadian
terus berlanjut dapat timbul kebotakan setempat atau merata (Wasitaatmadja,
2002).
Etiopatogenesis ketombe belum diketahui kepastiannya (Cardin, 1998).
Namun ada beberapa faktor yang dianggap mempunyai peranan penting terhadap
terjadinya Pityriasis capitis, antara lain:
1. Produksi sebum
Produksi sebum oleh kelenjar sebasea merupakan faktor penting terjadinya
Pityriasis capitis bagi petumbuhan Pityrosporum ovale yang bersifat lipofilik
atau lipid-dependent. Sekresi sebum akan menurun seiring bertambahnya usia.
Hal ini disebabkan karena kelenjar sebasea dirangsang oleh androgen yang
berasal dari testis, ovarium dan kelenjar adrenal yang berkembang saat masa
pubertas. Sebelum dihasilkan sebum oleh kelenjar sebasea, Pityrosporum
ovale merupakan flora normal pada kulit kepala.
2. Stress
Peningkatan kadar asam lemak bebas yang merupakan salah satu dari
senyawa yang akan membentuk sebum dapat dipengaruhi oleh stress
emosional (Wijaya, 2001).
3. Diet lemak
Lemak merupakan komponen yang dibutuhkan tubuh, tetapi konsumsi secara
berlebihan dapat mempengaruhi kelenjar sebasea dan akhirnya menjadi bahan
pembentuk sebum yang akan membuat kulit kepala berminyak (Plowing,
2003).
4. Iritasi mekanis dan kimia
Faktor fisik seperti pH, transport CO2 dan kandungan air mempengaruhi
timbulnya Pityriasis capitis, dimana suhu dan kelembaban rendah akan
memperburuk Pityriasis capitis, tetapi peningkatan suhu dan kelembaban pun
meningkatkan risiko terjadinya Pityriasis capitis (Wasitaatmdja, 2002).
5. Genetik
Faktor genetik memiliki peran penting dalam pathogenesis Pityriasis capitis.
Pityrosporum ovale dapat menginduksi Pityriasis capitis bila disertai factor
predidposisi (Cardin,1998; Wijaya, 2001).
6. Hiperploriferasi sel epidermis
Pityriasis capitis merupakan gangguan hiperploriferasi sel epidermis kulit
kepala yang menyebabkan peningkatan produksi sel tanduk yang mengalami
deskuamasi (Plowing, 2003).
2.2 Jamur Pityrosporum ovale
2.2.1 Klasifikasi Taksonomi menurut (Castellani et al., 1913):
6
Divisio
: Basiodiomycota
Subdivisi
: Ustilaginomycotina
Kelas
: Exobasidiomycetes
Ordo
: Malasseziales
Familia
: Cryptococcaceae
Sub family
: Cryptococcoidae
Genus
Spesies
: Pityrosporum ovale
2.2.2
di
sekitar
dinding
sel.
Lapisan
lamelar
sejenis
dengan
nanometer yang disebut dengan nanocarrier dan senyawa obat yang melalui suatu
cara tertentu dibuat berukuran nanometer yang disebut dengan nanokristal
(Mohanraj & Chen, 2006).
Pada penelitian sebelumnya, Maryanti et al., (2014) telah mensintesis
nanopartikel ZnO dalam medium ekstrak air daging buah lerak (Sapindus rarak
DC). Ekstrak air daging buah lerak (Sapindus rarak DC) digunakan untuk
mengontrol agregasi dan stabilitas nanopartikel sehingga dapat membatasi
pertumbuhan nanoparikel serta menstabilkan dari penggumpalan dan dalam
sintesis nanopartikel ZnO bertindak sebagai prekursor pengorol ukuran,
morfologi dan sifat nanopartikel (Rahdar, 2013).
2.4 Buah Lerak (Sapindus rarak DC)
2.4.1 Menurut taksonominya, Sapindus rarak DC diklasifikasikan dalam
(Angiosperm Phylogeny Group III, 2009):
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dycotyledonae
Bangsa
: Sapindales
Suku
: Sapindaceae
Marga
: Sapindus
Spesies
: Sapindus rarak
khasiat
farmakologiknya
10
antara
lain
sebagai
antijamur,
saponin 12%,
ekstraseluler.
Senyawa
fenol
menghambat
enzim
penting
3. Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang diperoleh dari atau dibentuk oleh berbagai spesies
mikroorganisme,
dalam
konsetrasi
rendah
namun
dapat
membunuh
13
2.6 Ketokonazol
Ketokonazol merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip
klotrimazol dan mikonazol. Obat ini bersifat lipofilik dan larut dalam air pada
pH asam. Ketokonazol aktif sebagai antijamur baik secara sistemik maupun
nonsistemik (Katzung, 1997). Ketokonazol bekerja sebagai penghambat sterol
14--demetilase (sistem enzim yang tergantung pada sitokrom P450 mikosomal,
dengan cara mengganggu biosintesis ergosterol dalam sel jamur dan
dinding sel untuk membran sitoplasma sehingga menyebabkan penumpukan 14-metilsterol. Metilsterol memiliki efek yang dapat merusak kerapatan rantai asli
pada fosfolipid serta merusak fungsi enzim, yaitu; ATPase dan enzim-enzim
transpor elektron yang terikat pada membran (Gilman et al., 2012).
2.7 Uji Aktivitas Antijamur
Pengujian antijamur diukur secara in-vitro, sehingga dapat ditentukan
potensi suatu zat antijamur dalam larutan untuk mengetahui kepekaan suatu jamur
terhadap konsentrasi-konsentrasi obat. Uji aktivitas antijamur dapat dilakukan
dengan salah satu dari dua metode utama berikut yaitu uji dilusi dan difusi
(Jawetz et al., 2001).
1. Metode Dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik yaitu teknik dilusi agar dan dilusi
perbenihan cair. Metode dilusi ini bertujuan untuk menentukan aktivitas
antimikroba secara kuantitatif. Antimikroba dilarutkan kedalam media agar
atau kaldu, yang kemudian ditanami mikroorganisme yang akan diuji. Setelah
diinkubasi selama 24 jam, konsentrasi terendah yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri disebut dengan MIC (minimal inhibitory concentration).
2. Metode Difusi
Metode difusi merupakan metode yang menggunakan kertas cakram, yang
telah dibubuhkan antimikroba dalam jumlah tertentu yang ditempatkan pada
media yang telah ditanami organisme yang akan diuji secara merata.
14
15
3.
Sterilisasi radiasi
Sterilisasi radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan radiasi sebagai
berikut:
a. Ultraviolet
Ultraviolet merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 100-400 mm dengan efek optimal pada 254 nm. Sumbernya
adalah lampu uap merkuri dengan daya tembus hanya 0,01-0,2 mm.
Metode ini digunakan untuk sterilisasi ruangan pada penggunaan aseptik.
b. Ion
Sinar langsung yang diberikan langsung ke pusat kehidupan mikroba
(kromosom) atau secara tidak langsung dengan sinar terlebih dahulu
membentuk molekul yang menyebabkan terjadinya reaksi sekunder pada
bagian molekul DNA mikroba.
c. Gamma
Gamma bersumber dari Co60 dan Cs137 dengan aktivitas sebesar 50-500
kilo curie serta memiliki daya tembus sangat tinggi. Dosis efektifitasnya
adalah 2,5 MRad. Metode ini digunakan untuk mensterilkan alat-alat yang
terbuat dari logam, karet serta bahan sintesis seperti polietilen (Agus et al.,
1994).
4. Sterilisasi filtrasi
Di dalam sterilisai secara mekanik (filtrasi), menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba
tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan
yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotik (Agus et al., 1994).
Tumbuh dalam
jumlah normal
Produksi
sebum
Tumbuh dalam
jumlah berlebihan
Diet
lemak
Stress
Iritasi
mekanis
& kimia
Genetik
Hiperplori
-ferasi sel
epidermis
Ketombe
Ketokonazol
(senyawa organik)
Resistensi
Alternatif
antimikroba
2.10 Kerangka Kerja
Nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air
daging buah lerak (Sapindus rarak DC)
Nanopartikel ZnO yang disintesis dalam
medium ekstrak air daging buah lerak
(Sapindus rarak DC)
Pengenceran
menggunakan
NaCl 0,9%
Uji Aktivitas
Antijamur terhadap
Pityrosporum ovale
Kontrol Positif
17
Menggunakan
metoda difusi
cakram
Antijamur
standar
(Ketokonazol)
Jamur
Pityrosporum ovale
2.11 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka dibuat hipotesis yaitu:
H0
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan
jamur
Pityrosporum ovale.
H1
18
H2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
3.2.1
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi: 1) kultur jamur
Pityosporum ovale; 2) ketokonazol; 3) alkohol 70%; 4) kertas cakram; 5)
akuades; 6) NaCl 0.9%; 7) media padat Saboroud Dextrose Agar (SDA); 8)
media cair Nutrient Broth (NB); 9) sampel uji nanopartikel ZnO dalam
medium ekstrak air daging buah lerak dengan konsentrasi 2,5% b/v yang telah
disintesis oleh Maryanti et al. (2014).
15 menit dengan suhu 121o C dengan tekanan 15 pound per sequence inch
(psi) untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dimulai dengan memasukkan
semua alat dan bahan ke dalam autoklaf sampai dengan batas yang ditentukan
untuk menempatkan alat dan bahan yang akan disterilkan.
3.4.2
Pembuatan Media
1. Media Saboroud Dextrose Agar (SDA)
Sebanyak 60 gram Saboroud Dextrose Agar (SDA) ditambahkan akuades
hingga 1000 mL, kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan hot
plate magnetic stirrer hingga homogen. Setelah itu media disterilkan
dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C.
2. Media Nutrient Broth (NB)
Sebanyak 8 gram Nutrient Broth (NB) ditambahkan akuades hingga 1000
mL, kemudian dipanaskan sambil diaduk menggunakan hot plate
magnetic stirrer hingga homogen. Setelah itu media disterilkan dengan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 1210C.
3.4.3
3.4.4
3.4.5
22
yang akan ditimbang berturutturut sebanyak 1) 0,2 gr; 2) 0,4 gr; 3) 0,6 gr; 4)
0,8 gr; 5) 1 gr dengan menggunakan volume NaCl 0,9 % yang sama untuk
setiap perlakuan yaitu 1 ml.
3.4.6
3.4.7
23
15
4(n-1)
15
24
4n - 4
15
4n
19
4,75
Nilai n yang diperoleh dari rumus ini adalah 5 sampel, dengan 5 kali
pengulangan, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 1-2x24 jam.
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat disekitar
sumuran yang berisi sampel uji.
Pada kontrol positif yaitu ketokonazol 15 l/ml masing-masing
dilakukan 5 kali pengulangan, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama
2x24 jam.
3.4.9
Daerah Hambatan
>20 mm
Ketentuan
Sangat Kuat
10-20 mm
Kuat
25
3.
5-10 mm
Sedang
4.
<5mm
Lemah
Identifikasi Variabel
Variabel bebas pada penelitian ini adalah penambahan berbagai variasi
konsentrasi larutan nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak
air daging buah lerak (Sapindus rarak DC) tersebut pada inokulasi jamur
Pityrosporum ovale. Skala variabel yang digunakan pada variabel terikat ini
adalah skala rasio-kontinu. Variabel terikat pada penelitian ini adalah zona
hambat yang terbentuk di sekitar cakram pada perlakuan variasi konsentrasi
larutan nanopartikel ZnO yang disintesis dalam medium ekstrak air daging
buah lerak (Sapindus rarak DC) tersebut.
3.6
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah besarnya diameter
zona hambat petumbuhan jamur Pityrosporum ovale pada berbagai
konsentrasi sampel uji serta kontrol positif dan kontrol negatif. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan
variasi konsentrasi sampel uji. Secara statistik, data yang dianalisis dengan
menggunakan uji one way ANOVA (Analysis of Variance) pada program
SPSS 16.0. Apabila data yang diperoleh signifikan maka dilanjutkan dengan
uji Duncan taraf 0,05 (5%) (Ningsih SS, 2014).
26
Septembe-
November
Desember
Januari
Februari-
Oktober
April
Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke Minggu ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan judul dan
Penyusunan proposal
Penelitian
Pengumpulan data dan
Analisis data
Konsultasi laporan
penelitian dan
Pembuatan laporan
penelitian
27
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S., Chatim, A., Soebandrio, A., Kurniawati, A., (1994). Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Staf Pengajar FKUI. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Asao, Y., Toshio, M., Yuanyuan, X., Masaki, O., Matoko, H., Hisasi, M., Osamu, M.,
dan Masayuki, Y. (2009). Structures of Acetilated Oleanane-Type Triperpene
Saponins, Rarasaponins IV, V, VI anti-hyperlipidmic Constituens from the
Pericarps of Safindus rarak DC. Chem. Pharm. Bull. 57(2): 198-203.
Astuti, Z. H (2007). Kebergantungan Ukuran Nanopartikel TerhadapWarna yang
Dipancarkan pada Proses Deeksitasi, Skripsi Departemen Fisika ITB, Bandung.
Angiosperm Phylogeny Group. (2009). An Update Of The Anngiosperm Of The
Angiosperm Phylogeny Group Classification For The Other And Families Of
Flowering Plant. APG III. Botanical Journal Of The Linnier Society.
Cardin, C. Isolated dandruff. In: Baran R, Malbach HI, editors. (1998). Textbook of
cosmetics dermatology. 2nd ed. London : Martin duniez;. pp. 193 200.
28
29
Hadioetomo., Ratna Siri. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta : P.T.
Gramedia Pustaka Utama.
Hanum, R. A. (2012). Sintesis nanopartikel ZnO:S dan uji aktivitas antijamur
terhadap jamur Aspergillus niger. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Bengkulu.
Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. III. Terjemahan: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Sarana Jaya.
Hosokawa, M. (2007). Nanoparticle Technology 1st Edition. Elsevier Linacre
Haouse. UK.
Irham, F. (2007). Efek Antibakteri Berbagai Sediaan dari Buah Lerak Terhadap
Streptococcus mutans, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.
Jawetz., E, Melnick JL, Edelberg EA. (2001). Review of Medical Mikrobiology. 23th
Ed. Elferia NR, Penerjemah: Jakarta. pp. 138-139, 473.
Katzung, Betram, G. (1997). Farmakologi Dasar dan Klinik :Jilid 1. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Kurniawati, A. (2009). Evaluasi Suplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak DC)
terhadap populasi protozoa, bakteri dan karakteristik fermentasi rumen sapi
peternakan ongloe secara In Vitro. Skripsi Sarjana (S1) Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Lipovsky, A., Nitzan, A., Gedanken, A., Lubart, R., (2011). Antifungal Activity of
ZnO Nanoparticles the Role of ROS Mediated Cell Injury. Nanotechnology:
IOPScience. 22(10).
Lukas, Stefanus. (2006). Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.
30
31
Plowing G., Jansen T. (2003). Seborrhea Dermatitis. Dalam: Freed beg IM, editor.
Dermatologu in general medicine. New York: McGraw-Hill Book, pp.198-204.
Puckett, S.D., Taylor, E., RaimondoT. (2010). Biomateterials, 31: 706-713.
Puspita. (2010). Perandingan Efektivitas Ekstrak Daun Kangkung (Ipomea reptans)
dengan Ketekonazole 1% secara In-Vitro terhadap Pertumbuhan Pityrisporum
ovale pada Ketombe, Universitas Diponegoro: Semarang.
Rahdar, A. (2013). Study of Different Capping Agent Effect on The Structural and
Optical Properties of Mn Doped ZnS Nanostructure. World Application
Programming. 3: 56-60.
Ravishankar, R. V. & Jamuna, B. A. (2011). Nanoparticles ang Their Potential
Application as Antimicrobial. Science Againist Microbial Pathogen. 1(19): 197209.
Sala, H.N., Habib, S.S., Khan, Z.H., Memic, A., Azam, A., Alafraj, E., Zahed, N.,
Intl.J. (2011). Nanomed, 6 : 863-869.
Septian, S.N. (2008). Uji Banding Efektivitas Air Rendaman Kangkung (Ipomea
reptans) dengan Ketokonazol 1% secara In-Vitro terhadap Pertumbuhan
Pityrosporum ovale pada Ketombe. Skripsi Sarjana (S1) Fakultas Kedokteran,
Universitas Dipoegoro: Semarang.
Shen, L., Bao, N., Yanagisawa, K., Domen, K., Gupita, A.,Grimes, C.A., (2006).
Nanothecnology, 17 : 5117-5123.
Tjarta, A., Sularsito, S.A., Kurniati, D.D., Rihatmaja, R. (2003). Metode Diagnostik
dan Penatalaksanaan Psoriasis dan Dermastitis Seboroik: Fakultas Kedokteran
Unversitas Indonesia, pp.71-80.
32
Udarno, L. (2009). Lerak (Sapindus rarak DC) Tanaman Industri Pengganti Sabun.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Edisi Agustus 2009
Volume 15. No.12 , pp.7.
Uswatun, Hasanah. (2012). Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida albicans
dan Pityrosporum ovale. Universitas Muhammadiyah: Surakarta, pp.11.
Wasiatmadja, SM., Menaldi, SLS., Jacoeb, TNA., Widaty, S., editors. (2002).
Kesehatan dan keindahan rambut. Jakarta : Kelompok Studi Dermatologi
Kosmetik Indonesia; pp. 1- 11.
Wijaya, L. (2001). Pengaruh jumlah Pityrosporum ovale dan Kadar Sebum terhadap
Kejadian Ketombe (kasus pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro semester VII). Universitas Diponegoro: Semarang, pp.5-13.
Xie, Y., He, Y., Irwin, L., Tony, J., Shi, X,. (2011). Antibacterial Activity and
Mecanism of Action of Zinc Oxide Nanoparticles Against Campylobacter
jejuni. School of Agriculture and Biology. Shanghai Jiao Tong University.
China.
33