Anda di halaman 1dari 11

TUGAS LANDASAN ILMU PENDIDIKAN

1.

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PEMBENTUK KARAKTER
KEINDONESIAAN

Ni Luh Putu Eva Julianti


1429051026
SEMESTER 1

Program Studi Pendidikan Matematika


Program Pasca Sarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
2015
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL di INDONESIA
Indonesia adalah adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak
di Asia Tenggara, penduduk Indonesia dapat dibagi secara kasar kepada dua kelompok. Di

bagian barat Indonesia penduduknya kebanyakan adalah suku Melayu sementara di timur
adalah suku Papua, yang mempunyai akar di kepulauan Melanesia. Berdasarkan
keanekaragaman tersebut paradigma pendidikan multikultural sangat relevan diterapkan di
Indonesia, karena pendidikan multikultural banyak digunakan di negara-negara yang
multietnis dan multibudaya, seperti Indonesia.
Pendidikan multikultural secara etimologis berasal dari dua term yakni pendidikan
dan multikulturtal. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengembangan sikap dan tata
laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang mendidik. Sedangkan istilah
multikultural sebenarnya merupakan kata dasar yang mendapat awalan. Kata dasar itu adalah
kultur yang berartikebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan sedang awalannya adalah multi
yang berarti banyak, ragam, aneka. Dengan demikian multikultural berarti keragaman
budaya, aneka, kesopanan, atau banyak pemeliharaan. Namun dalam tulisan ini lebih
diartikan sebagai keragaman budaya sebagai aplikasi dari keragaman latarbelakang
seseorang.
Pendidikan multikultural adalah sebuah tawaran model pendidikan yang mengusung
ideologi yang memahami, menghormati, dan menghargai harkat dan martabat manusia di
manapun dia berada dan dari manapun datangnya (secara ekonomi, sosial, budaya, etnis,
bahasa, keyakinan, atau agama, dan negara). Pendidikan multikultural secara inhern
merupakan dambaan semua orang, lantaran keniscayaannya konsep memanusiakan
manusia. Pasti manusia yang menyadari kemanusiaanya dia akan sangat membutuhkan
pendidikan model pendidikan multikultural ini.

Berikut merupakan pemaparan pengertian pendidikan multikultural, menurut


beberapa ahli :
H.A.R Tilaar memberikan pengertian pendidikan multikultural
sebagai merupakan suatu wacana lintas batas yang mengupas permasalahan
mengenai keadilan sosial, musyawarah, dan hak asasi manusia, isu-isu
politik, moral, edukasional dan agama.
Ainurrofiq Dawam mengatakan, pendidikan multikultural adalah
proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas
dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya etnis, suku, dan
aliran (agama).
1 | Landasan Ilmu Pendidikan

Sedangkan menurut Zubaedi, pendidikan multikultural merupakan


sebuah gerakan pembaharuan yang mengubah semua komponen pendidikan
termasuk mengubah nilai dasar pendidikan, aturan prosedur, kurikulum,
materi pengajaran, struktur organisasi dan kebijakan pemerintah yang
merefleksikan pluralisme budaya sebagai realitas masyarakat Indonesia.
Dengan melihat dan memperhatikan berbagai pengertian pendidikan multikultural,
disimpulkan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah proses pengembangan yang tidak
mengenal sekat-sekat dalam interaksi manusia. Sebagai wahana pengembangan potensi,
pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai heterogenitas dan pluralitas,
pendidikan yang menjunjung tinggi nilai kebudayaan, etnis, suku, dan agama.
Keragaman budaya jika dikelola dengan baik akan mampu membentuk karakter
kebangsaan keindonesiaan yang kokoh. Karena itu, pendidikan multikultural sangat memiliki
kontribusi dalam menyukseskan kebijakan pendidikan berbasis karakter.
Konsep inilah yang kemudian lahir kebijakan pendidikan karakter. Tujuan pendidikan
karakter adalah terwujudnya nilai-nilai perilaku atau karakter warga belajar yang meliputi
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil. Insan kamil adalah insan sempurna sebagai manusia yang
bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan masyarakat, bangsa, dan agamanya di tengah
keragaman kehidupan.
Pendidikan multikultural karena itu diharapkan mampu membentuk karakter peserta
didik yang dapat memosisikan diri dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, orang
lain, lingkungan, dan kebangsaan. Karakter inilah yang sejatinya pengokoh karakter
keindonesian kita sehingga bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki identitas. Jika karakter
tersebut telah menjadi keterampilan betindak manusia Indonesia, bangsa Indonesia akan
menjadi besar karena semua problem kehidupan selalu dapat diatasi dengan kekokohan
karakter kebangsaannya.
Pendidikan multikulturalisme karenanya diharapkan mampu membentuk karakter
religius, inovatif, menghargai keragaman orang lain, toleran, rela dalam hidup, percaya diri,
dan jiwa nasionalisme. Perwujudan karakter tersebut dapat dilakukan melalui praktik
pembelajaran karakter keindonesiaan. Pembelajaran ini dilakukan dengan pembentukan
pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan. Terwujudnya karakter keindonesiaan tersebut
menjadi landasan kuat sebagai ciri khas manusia Indonesia yang kuat. Kekuatan
2 | Landasan Ilmu Pendidikan

keindonesiaan ini menjadi energi besar untuk menjadi Indonesia sebagai bangsa besar di
tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa besar hanya dapat diwujudkan melalui
karakter manusia yang kuat. Karakter keindonesiaan melalui pendidikan multikulturalisme
inilah salah satu harapan menuju Indonesia besar di masa depan dengan keyakinan kolektif
sebagai bangsa.
Pendidikan di Indonesia secara perundangan telah diatur dengan memberikan ruang
keragaman sebagai bangsa. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 UU N0. 20
Tahun 2003 menjelaskan

bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak

diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa. Dasar perundangan ini selain memberi arahan pendidikan di Indonesia
juga mewajibkan bahwa pendidikan di Indonesia harus dikembangan berdasarkan nilai-nilai
keagamaan, kultural, dan kemajemukan bangsa.
Wacana pendidikan multikultural di Indonesia yang didasarkan pada UU Sisdiknas di
atas tidak dapat dilepaskan dengan gelombang reformasi pendidikan dunia. Sebagai bangsa,
Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh dunia lebih luas. Globalisasi menjadikan keterikatan
bangsa-bangsa sebagai kesatuan komunitas dunia.
Secara teknis pendidikan multi budaya juga dikembangkan oleh Banks (1993). Banks
mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Pertama, ada upaya
untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh
pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui
reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain,
seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan
mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, riset dan praktik,
perhatian pada hubungan antarras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama
bagi kebanyakan ahli teoretisi. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses
pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid,
apa pun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan
menikmati kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan.
Hak-hak hidup bersama dan memeroleh penghidupan yang layak sebagai warga
dunia juga menjadi perhatian dalam konsep pendidikan multikltural. Inilah yang mejadi titik
tolak Nieto dalam Naim (2008) menyatakan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk
sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memerhatikan keterampilan-keterampilan
dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus
seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
3 | Landasan Ilmu Pendidikan

yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana
pengajar dan murid bersama-sama memelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan
akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun
pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan keterampilan dalam
membuat keputusan dan tindakan sosial.
Konsep-konsep pendidikan multkultural yang dikembangkan pakar dunia tersebut
telah diadopsi oleh para pakar pendidikan di Indonsia yang konsen terhadap persoalan
pluralisme.

Parsudi Suparlan, pakar ilmu sosial dari UI, menjelaskan bahwa

multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan
alasan multikulturalisme. Multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan
perbedaaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya
pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi
pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan
kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat
terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja, pasar, dan sistem nasional dalam hal
kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Wacana pendidikan
multikultural di Indonesia telah bergaung sejak tahun 2000. Frans Magnis Suseno ketika itu
menulis di harian Suara Pembaharuan. Suseno mendefinisikan pendidikan pluralisme
sebagai pendidikan yang mengandaikan kita untuk membuka visi pada cakrawala yang lebih
luas serta mampu melintas batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama kita,
sehingga kita mampu melihat kemanusiaan sebagai sebuah keluarga yang memiliki
perbedaan maupun kesamaan cita-cita. Muaranya adalah terbangunnya nilai-nilai dasar
kemanusiaan untuk perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas.
Bangsa Indonesia dalam konteks fitrah

keragamannnya diikat oleh perbedaan-

perbedaan. Perbedaan itu meliputi agama atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang
Mahaesa; warna kulit atau ras; etnis atau kesukuan, dan kebudayaan atau adat kebiasaan.
Menempatkan dan menyadari perbedaan empat pilar tersebut dalam praktik pendidikan
haruslah dilakukan. Kesadaran tersebut terbangun manakala seluruh aktivitas pendidikan di
Indonesia dimuarakan pada menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Penggalian ajaran agama, ras, suku, dan kebudayaan yang menjunjung tinggi nilainilai kemanusiaan haruslah ditanamkan pada peserta didik. Memanusiakan manusia sebagai
kedudukan yang mulia merupakan ajaran semua agama. Semua agama sebagai keyakinan
warga bangsa Indonesia mengakui bahwa menghargai orang lain merupakan kewajiban;
memudahkan sesama umat manusia merupakan perintah Tuhan; menolong adalah perbuatan
4 | Landasan Ilmu Pendidikan

terpuji; umat yang taat adalah umat yang menjaga perdamaian hidup; dan mencintai sesama
adalah ajaran semua agama.
2. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL BERBASIS KARAKTER KEINDONESIAAN
Pendidikan diharapkan mampu mentransformasikan peserta didik dari belum dewasa
mejadi dewasa. Ciri manusia dewasa adalah manusia yang memiliki karakter. Karena itu
setiap orang dewasa memiliki karakter sebagaimana dirinya sendiri. Pendidikan karenanya
mendorong seseorang menjadi diri sendiri.

Wuryanano (2011:22)

menyatakan bahwa

karakter dapat dibentuk melalui tahapan pembentukan pola pikir, sikap, tindakan, dan
pembiasaan
Karakter merupakan nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma
agama, kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jika dikaitkan dengan
pendidikan, pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik
mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai
insan kamil. Dalam rumusan lain dapat didefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai perilaku atau karakter kepada warga belajar yang meliputi
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan Yang Mahaesa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil. Definisi tersebut mengamanatkan bahwa dengan segala
perbedaan bangsa Indonesia, pendidikan di Indonesia bertujuan menjadikan warga belajar
memiliki empat karakter pokok: manusia beragama, manusia sebagai pribadi, manusia sosial,
dan manusia sebagai warga bangsa.
Berdasarkan empat karakter pokok tersebut dalam praktik pendidikan di Indonesia,
lembaga pendidikan diharapkan mengembangkan pembiasaan berpikir dan bertindak dengan
berfokus delapan belas nilai kehidupan. Penanaman nilai-nilai tersebut diharapkan dapat
membentuk karakter peserta didik. Kedelapan belas karakter tersebut adalah sebagai berikut:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Nilai-nilai pembentuk karakter yang harus dikembangkan di setiap lembaga
pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan pembentuk karakter insan kamil secara
universal. Di tengah keragaman bangsa-bangsa di dunia, manusia Indonesia haruslah
memiliki karakter keindonesiaan. Inilah sebagai penanda bangsa Indonesia yang memiliki
identitas diri yang berbeda dengan bangsa lain.
5 | Landasan Ilmu Pendidikan

Dalam rangka terbentuknya karakter keindonesiaan itu, penanaman nilai semangat


kebangsaan dan cinta tanah air merupakan hal yang urgen. Nilai semangat kebangsaan
dideskripsikan sebagai cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Nilai cinta tanah
air dideskripsikan sebagai cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
Dua nilai inilah sebagai basik karakter keindonesiaan. Karakter keindonesiaan dalam
konteks ini didefinisikan sebagai karakter manusia Indonesia yang membedakan dengan
manusia bangsa lain sebagai perwujudan eksistensi diri dan citra diri bangsa Indonesia.
Pengertian ini dalam kata kunci dapat diringkas sebagai karakter nasionalis.
Meskipun warga Indonesia berbeda agama, ras, suku, dan kebudayaan, aktivitas dan
proses pendidikan haruslah dimuarakan pada karakter nasionalis pada peserta didiknya. Perlu
diyakinkan kepada seluruh peserta didik bahwa keberadaan kita hari ini selalu terikat oleh
rasa kebangsaan. Meski kita berbeda agama, ras, suku, dan budaya, kita memiliki satu
persamaan. Kita sama-sama di lahirkan di Indonesia. Kita sama-sama hidup dan dibesarkan
di Indonesia. Kita bekerja mencari rezeki di Indonesia. Kelak kita mati juga di Indonesia.
Wajar agama mengajarkan kepada kita bahwa mencintai tanah air sebagai bagian dari iman.
Pertanyaan yang perlu dipertanyakan kepada warga belajar adalah: apa yang dapat kita
berikan kepada Indonesia?
Karakter keindonesiaan melalui penanaman nilai kebangsaan dapat dilakukan dengan
penanaman sikap kepada peserta didik dalam bentuk penanaman kesadaran nasional. Sebagai
bangsa yang memiliki sejarah panjang, bentuk-bentuk kesadaran nasionalis Indonesia berupa:
kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan keberanian sebagai bangsa,
kesadaran

kehormatan sebagai bangsa,

kesadaran melawan penjajahan, kesadaran

berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan kesadaran kedaerahan
menuju kebangsaan.
Sejalan dengan konsep karakter keindonesiaan di atas, Tilaar (2003:173) menyatakan
bahwa pendidikan multikultural diharapkan dapat mempersiapkan anak didik secara aktfi
sebagai warga negara yang secara etnik, kultural, dan agama beragam, menjadi manusiamanusia yang menghargai perbedaan, bangga terhadap diri sendiri, lingkungan, dan realitas
yang majemuk. Pendidikan multikultural juga memiliki kaitan yang signifikan dalam
perkembangan dunia global. Keragaman bangsa-bangsa di dunia menuntut warga dunia
mengenal perbedaan agama, kepercayaan, ideologi, etnik, ras, warna kulit, gender, seks,
6 | Landasan Ilmu Pendidikan

kebudayaan, dan kepentingan (Yaqin, 2005:4). Dalam konteks ini diperlukan pemecahan
masalah melalui pendidikan multikultual yang menawarkan kepada peserta didik tentang cara
pandang dan sikap dalam menghadapi perbedaan dan heterogenitas kelompok etnis, relasi
gender, hubungan antaragama, kelompok kepentingan, kebudayaan dan subkultural, serta
bentuk-bentuk keragaman lainnya.

Dalam mengembangkan pendidikan multikultural

tersebut, Burnett (1994) dalam Naim dan Sauqi (2008:213) mengembangkan empat nilai.
Keempat nilai tersebut adalah: apresiasi terhadap kenyataan pluralitas budaya dalam
masyarakat;

pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dan hak asasi manusia;

pengembangan tanggung jawab masyarakat dunia; dan pengembangan tanggung jawab


manusia terhadap planet bumi.
Nilai-nilai tersebut dapat diadopsi dalam prinsip dasar

pengembangan model

pembelajaran berbasis pendidikan multikultural keiindonesiaan. Pertama, pendidikan


multikultural sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Prinsip ini menekankan bahwa pendidikan
multikultural harus dimulai dari pengenalan terhadap jati diri sendiri. Penanaman bahwa diri
peserta didik merupakan bagian dari warga bangsa merupakan hal penting. Rasa bangga
sebagai warga bangsa Indonesia harus menjadi pijakan.
Kedua, pendidikan multikultural hendaknya dikembangkan agar pembelajar tidak
mengembangkan sikap etnosentris kesukuan dan sebaliknya membangun kesadaran hidup
dalam lingkup kebangsaindonesiaan. Dengan mengembangkan sikap yang nonetnosentris,
kebencian dan konflik antaretnis dapat dihindarkan karena perasaan satu bangsa. Pendidikan
multikultural bertujuan

membangun kesadaran yang tidak bersifat egosentris yang

mengunggulkan diri dan kelompoknya dan merendahkan kelompok lain. Kesadaran satu
bangsa meski berbeda kelompok sosial merupakan hal penting untuk ditumbuhkembangkan
sebagai jembatan jiwa nasionalisme.
Ketiga, pendidikan multikultural

dikembangkan secara integratif. Kurikulum

pendidikan multikultural menjangkau seluruh isi pendidikan. Kurikulum pendidikan


multikultural harus terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran, seperti bahasa, ilmu
pengetahuan sosial, sains, pendidikan jasmani, kesenian, dan mata pelajaran lainnya.
Keempat, pendidikan multikultural harus menghasilkan sebuah perubahan dalam
bentuk perubahan sikap melalui pembiasaan. Praktik pembelajaran didesain dalam suasana
masyarakat belajar yang menghargai perbedaan, toleransi, dan tujuan bersama mencintai
bangsa dan negara. Untuk mencapai suasana demikian, pembelajaran harus berorientasi pada
proses, misalnya bermain peran, simulasi, diskusi, pembelajaran kooperatif, dan
pembelajaran partisipatoris.
7 | Landasan Ilmu Pendidikan

Kelima, pendidikan multikultural harus mencakup realitas sosial dan kesejarahan


dari agama, etnis, dan suku yang ada. Kontekstualisasi pendidikan multikultural harus
bersifat lokal, nasional, dan global. Kebanggaan memiliki nilai kearifan lokal harus
ditumbuhkan. Kesadaran nasionalisme harus menjadi tujuan bersama pendidikan nasional.
Kesadaran sebagai warga global dengan menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian
antarbangsa perlu dikembangkan. Kontekstualisasi semacam ini memiliki makna penting
untuk menumbuhkan rasa hormat, toleran, dan menghargai keberagaman dalam lingkup
kelompok sosial masyarakat, negara, dan dunia.

TANGGAPAN PENULIS :
Indonesia merupakan negara kepulauan. Masyarakat yang mendiami setiap pulau
memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Banyaknya etnis suku bangsa di Indonesia karena itu
merupakan hal wajar. Menerima kenyataan perbedaan inilah yang perlu dipahami bersama.
Karena itu, usaha memerlakukan dan membentuk keseragaman bukanlah hal yang dapat
dibenarkan.
Meski demikian, semua perbedaan haruslah diikat oleh kesatuan sebagai bangsa yang
satu bangsa Indonesia. Semangat Bhineka Tungal Ika

yang sering dimaknai sebagai

berbeda-beda tetapai tetap satu juga sesungguhnya memberi ruang semua perbedaan itu.
Kesadaran untuk satu sebagai bangsa Indonesia tetap menjadi muara segala perbedaan
tersebut.
Konsep ini haruslah menjadi dasar pijak pendidikan nasional. Pendidikan nasional
dikembangkan dengan prinsip menghargai dan memberi ruang perbedaan-perbedaan di
masing-masing daerah dan lembaga pendidikan. Meski demikian, segala perbedaan budaya
lembaga pendidikan haruslah diikat oleh pembentukan pola pikir, tindakan, dan karakter yang
mencerminkan manusia Indonesia.
Latar belakang di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara
variabel pendidikan multikultural dan karakter keindonesiaan. Input pendidikan yang
beragam harus diterima sebagai kewajaran. Output pendidikan yang secara ideal membentuk
karakter keindonesiaan haruslah menjadi tujuan bersama. Hal ini tampaknya merupakan
kemutlakan karena setelah munculnya regulasi otonomi daerah pada tahun dua ribuan,
8 | Landasan Ilmu Pendidikan

semangat kedaerahan menjadi lebih diutamakan yang berdampak lunturnya jiwa


nasionalisme.
Pendidikan multikulturalisme di Indonesia haruslah menggali nilai-nilai agama, etnis,
suku, dan kebudayaan peserta didik sebagai keyakinan mereka yang mengajarkan bahwa
perbedaan adalah kehendak Tuhan. Dalam segala perbedaan, rasa cinta dan kasih sayang
sesama manusia merupakan hal yang harus terus ditumbuhkan. Dengan konsep ini,
pendidikan mampu menciptakan toleransi, tindakan saling menolong, kedamaian, dan
meningkatkan kualitas kemanusiaan dengan pola pembelajaran yang memiliki visi dan
tindakan pembiasaan di semua satuan pendidikan.
Pembelajaran multikultural dilakukan dengan pembentukan pola pikir, sikap,
tindakan, dan pembiasaan sehingga muncul kesadaran nasional keindonesiaan. Karakter
keindonesiaan tersebut meliputi: kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan
keberanian sebagai bangsa, kesadaran kehormatan sebagai bangsa, kesadaran melawan
penjajahan, kesadaran berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme bangsa lain, dan
kesadaran kedaerahan menuju kebangsaan. Terwujudnya karakter keindonesiaan tersebut
menjadi landasan kuat sebagai ciri khas manusia Indonesia yang kuat. Kekuatan
keindonesiaan ini menjadi energi besar untuk menjadi Indonesia sebagai bangsa besar di
tengah percaturan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa besar hanya dapat diwujudkan melalui
karakter manusia yang kuat. Karakter keindonesiaan melalui pendidikan multikulturalisme
inilah salah satu harapan menuju Indonesia besar di masa depan dengan keyakinan kolektif
sebagai bangsa.

9 | Landasan Ilmu Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA
Banks, J. 1993. Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and Practice.
Review of Research in Education.
Burnett. 1994. Varieties of Multicultural Education: An Introduction. Eric Clearinghouse on
Urban Education: Digest.
Kuper, Adam & Jessica Kuper. 2000. Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi.
Jokjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suseno, Frans Magnis. 2000. Pendidikan Pluralisme dalam Suara Pembaharuan.
Tilaar, H.A.R. 2003. Kekuasaan dan Pendidikan: Suatu Tinjauan dari Perspektif Kultural.
Magelang: Indonesia Tera.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wuryanano. 2011. Mengapa Doa Saya Selalu Dikabulkan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi
dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.

10 | Landasan Ilmu Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai