Anda di halaman 1dari 31

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
MOLA HIDATIDOSA

Disusun oleh:
Ariesta Tri Setiawati
20100310204

Telah dipresentasikan pada:


10 Juni 2015

Bantul, 10 Juni 2015


Menyetujui dan mengesahkan,
Pembimbing

dr. I Nyoman Tritia Widiantara, Sp. OG

BAB I
PENDAHULUAN

Mola hidatidosa merupakan salah satu penyakit trofoblas yaitu suatu


kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh villi khorialis mengalami perubahan hidropik menjadi massa
gelembung- gelembung bening. Dalam hal demikian disebut mola hidatidosa
komplet atau Complete mole, sedangkan bila perubahan mola hanya fokal dan
tidak berlanjut disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau
Partial mole.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya mola hidatidosa diantaranya
umur, paritas, dan sosial ekonomi. Etiologi yang pasti terjadinya mola hidatidosa
hingga kini belum diketahui, namun bila dilihat mola hidatidosa banyak
ditemukan pada usia di atas 35 tahun, maka diduga sebagai penyebab timbulnya
mola hidatidosa, terutama pada multiparitas lebih sering terjadi, serta pada sosial
ekonomi yang kurang.
Mola hidatidosa yang khas merupakan massa besar dari vili khorionik yang
mengalami pembengkakan. Kadang-kadang mengalami dilatasi kistik yang
dilapisi oleh epitel korion dalam jumlah yang berbeda-beda dari jinak sampai
yang atipik. Akhir-akhir ini mola dibagi dalam 2 subtipe yang berbeda yaitu mola
hidatidosa komplet dan mola hidatidosa parsial. Mola hidatidosa komplet, tidak
pernah mengandung janin, umbilikus atau selaput amnion. Semua jonjot korion
dalam bentuk abnormal dan sel epitel korion biasanya memiliki kariotip 46,XX.

Sedangkan mola hidatidosa parsial mengandung janin, umbilikus, dan selaput


amnion, memiliki jonjot korion yang normal dan hampir selalu triploid.
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan 1 :
200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1 : 100 atau 600
kehamilan.

BAB II
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Usia

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pendidikan Terakhir

: SMP

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Widoro, Sewon, Bantul

Tanggal Masuk RS

: 1 Juni 2015 melalui Poli Kebidanan jam 11.00

B. Anamnesis
Keluhan Utama

: flek-flek coklat

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang sadar ke Poli Kebidanan RSUD Panembahan Senopati dengan


G5P4A0 UK: 20+3 minggu rujukan dari Puskesmas Sewon dengan hamil
anggur. Keluhan yang dirasakan mual (+) muntah (+) perdarahan pervaginam
(+) sedikit hanya berupa flek-flek coklat.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Penyakit Asma, Jantung, Hipertensi, dan Diabetes Mellitus
disangkal.

Riwayat Penyakit Menular (HIV, TBC, Hepatitis) disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Penyakit Asma, Jantung, Hipertensi, dan Diabetes Mellitus
disangkal.
Riwayat Penyakit Menular (HIV, TBC, Hepatitis) disangkal.

E. Riwayat Haid
Menarche usia 12 tahun. Dewasa ini haid teratur, siklus 28-30 hari, lama
menstruasi 7 hari.
Riwayat Flaur Albus (-).
Hari Pertama Menstruasi Terakhir (HPMT)

: 3 Januari 2015

Hari Perkiraan Lahir (HPL)

: (-)

Umur Kehamilan (UK)

: 20+3 minggu.

F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x, menikah pertama usia 21 tahun, dengan suami sekarang 19
tahun.

G. Riwayat ANC
Riwayat ANC 3x di Bidan dan Dokter Spesialis Kandungan.

H. Riwayat Obstetri
G5 P4 A0

I.

Anak 1

: lahir tahun 1995, UK aterm, spontan di Bidan, BBL: 2.600gr (P)

Anak 2

: lahir tahun 1999, UK aterm, spontan di Bidan, BBL: 3.000gr (P)

Anak 3

: lahir tahun 2006, UK aterm, spontan di Bidan, BBL: 3.000gr (P)

Anak 4

: lahir tahun 2009, UK aterm, spontan di Bidan, BBL: 3.200gr (P)

Anak 5

: Hamil ini

Riwayat Keluarga Berencana (KB)


Os mengatakan menggunakan KB suntik 3 bulan semenjak melahirkan anak
pertama.

J.

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Baik, Compos Mentis, tidak anemis.
Tinggi badan : 150 cm
Berat Badan

: 68 kg

2. Vital Sign
Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,5o C

Respirasi

: 20x/menit

3. Status Generalis

Kepala

: CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor, lidah kotor (-), mukosa


basah (+).

Leher

: tidak teraba pembesaran kelenjar limfonodi.

Thorax

: simetris, retraksi dada (-)

Jantung

: SI-SII reguler, bising (-)

Pulmo

: vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi (-/-)

Abdomen

: tampak membesar, tidak ada bekas luka operasi.

Alat kelamin : tidak terdapat perdarahan pervaginam


Ekstremitas

: gangguan gerak (-), edema (-)

4. Status Obstetrik
Pemeriksaan Luar
- Inspeksi

: abdomen membuncit, tampak linea nigra, tidak


terdapat bekas operasi.

- Palpasi

: teraba uterus membesar setinggi umbilicus.

- Perkusi

: timpani

- Auskultasi

: bising usus (+) normal, DJJ tidak ditemukan.

Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher (VT):
- Vulva/urethrae normal
- Dinding vagina licin
- Serviks mecucu
- STLD (-)

K. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Golongan Darah

:B

HB

: 13,2 g%

AL

: 12,10 ribu/ul

AE

: 311 ribu/ul

Hematokrit

: 40,1 %

PPT

: 13,3 detik

APTT

: 32,5 detik

Control PPT

: 13,8 detik

Control APTT

: 29,3 detik

HBsAg

: negatif

B-hCG

: 16222,00 mIU/ml

2. Pemeriksaan USG
Telah dilakukan pemeriksaan USG pada tanggal 1 Juni 2015 di Poli
Kebidanan RSUD Panembahan Senopati Bantul (UK: 20+3 minggu)
Hasil USG

: mola hidatidosa

L. Diagnosis
Mola Hidatidosa pada G5P4A0 UK 20+3 minggu

M. Terapi
Kuretase

N. Follow Up
Tanggal 2 Juni 2015
Pukul 06.00
S : Perdarahan pervaginam (-), mual (-), muntah (-)
O:
KU baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,3o C

Respirasi

: 20x/menit

Status Ginekologik
Pemeriksaan Luar
- Inspeksi

: abdomen membuncit, tampak striae gravidarum, tidak


terdapat bekas operasi.

- Palpasi

: teraba uterus membesar setinggi umbilicus.

- Perkusi

: timpani

- Auskultasi

: bising usus (+) normal, DJJ tidak ditemukan.

A : Mola Hidatidosa pada G5P4A0 UK 20+4 minggu


P : Pro kuretase hari ini

Pukul 21.00
Telah dilakukan kuretase atas indikasi Mola Hidatidosa pada G5P4A0 dengan
anastesi blok paraservikal
Sondase : 15 cm
Jaringan : 200 cc
Darah

: 100 cc

A : Post Kuretase a/i Mola Hidatidosa, P4A1


P : - Drip Oksitosin 10iu/mL + Metergin 0.2mg/mL dalam 500cc RL 20 tpm
- Amoxycillin tab 3 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1

Tanggal 3 Juni 2015 Pukul 06.00


S : Perdarahan (-), mual (-)
O:
KU baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah

: 110/60 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,6o C

Respirasi

: 20x/menit

Pemeriksaan Fisik

Abdomen
- Inspeksi

: datar

- Palpasi

: teraba uterus 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi baik

- Perkusi

: timpani

- Auskultasi

: bising usus (+) normal

A : Post Kuretase a/i Mola Hidatidosa, P4A1 H-1


P : - Amoxycillin tab 3 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1

Tanggal 4 Juni 2015 Pukul 06.00


S : Perdarahan (-), mual (+)
O:
KU baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Suhu

: 36,4o C

Respirasi

: 20x/menit

Pemeriksaan Fisik
Abdomen
- Inspeksi

: datar

- Palpasi

: teraba uterus 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi baik

- Perkusi

: timpani

- Auskultasi

: bising usus (+) normal

A : Post Kuretase a/i Mola Hidatidosa, P4A1 H-0


P : - Amoxycillin tab 3 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- SF tab 1 x 1
BLPL

LAPORAN TINDAKAN
o Prosedur operasi rutin.
o Pasie diposisikan litotomi, drip oksitosin 10iu/mL dalam 500cc RL.
o Vulva dan vagina di desinfeksi, dipasang spekulum sims anterior dan
posterior, kemudian dipasang tenakulum
o Sims anterior dilepas
o Dilakukan blok paraservikal jam 1 dan jam 11
o Sondase 15 cm arah antefleksi
o Keluar jaringan 200 cc
o Keluar darah 100 cc
o Sims posterior dilepas

HASIL PATOLOGI ANATOMI


Makroskopis
o Dalam kantong plastik
Jaringan kurang lebih 50 cc bewarna coklat kehitaman sebagian
dengan gelembung-gelembung, sebagian cetak
o Dalam wadah lodong
Jaringan pecah belah 10 cc coklat kehitaman sebagian dengan
gelembung sebagian cetak

Mikroskopis
Baik dalam kantong plastik maupun wadah lodong menunjukkan
fragmen-fragmen jaringan villi chorialis imatur, sebagian dilatasi
kistik, sebagian berukuran kecil sampai sedang, villi yang besar dan
kistik, stroma dengan degenerasi hidropik dan terdapat beberapa
cisterna, ditepi sel-sel trofoblast tersusun padat, relatif monomorf,
pembuluh darah dilatasi, pada villi berukuran kecil dan sedang dengan
sel-sel trofoblast hiperplasi terkumpul pada salah satu kutub dekat
jaringan desidua. Tidak didapatkan tanda ganas.

Kesimpulan
Kerokan cavum uteri : Mola hidatidosa parsial.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa
berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana
tidak ditemukan

janin dan hampir seluruh vili khorialis mengalami

perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa Komplet


atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut
sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.
B. ETIOLOGI
1. Faktor ovum yang sudah patologik
Spermatozoa memasuki ovum yang sudah kehilangan nukleusnya atau
dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau
gangguan dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan, keperluan zat gizi meningkat. Hal ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan
janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi
zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan
pertumbuhan dan perkembangan janin.

3. Paritas tinggi
Ibu dengan multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola
hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara
genetik yang dapat diidentifikasikan.
4. Kekurangan protein
Protein merupakan zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian
tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan
buah dada ibu. Keperluan akan zat protein selama hamil sangat meningkat.
5. Infeksi Virus
Adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan
penyakit. Hal ini tergantung dari jumlah mikroba yang masuk,
virulensinya serta daya tahan tubuh.

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi mola hidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika dan Amerika Latin
dibandingkan dengan negara-negara barat. Di negara-negara barat dilaporkan
1 : 200 atau 2000 kehamilan. Di negara-negara berkembang 1 : 100 atau 600
kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1 : 85 kehamilan; RS Dr.
Cipto Mangunkusomo Jakarta 1 : 31 persalinan dan 1 : 9 kehamilan ; Luat A.
Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; Soetomo
(Surabaya) 1:80 persalinan; Djamhoer Martaadisoebrata (Bandung); 9-12 per
1000 kehamilan. Biasanya dijumpai lebih sering pada umur reproduktif (14-

45 tahun) dan multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan


menderita mola akan lebih besar.

D. PATOFISIOLOGI & PATOGENESIS


Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan
fetus/janin. Sekitar 90% merupakan kromosom 46,XX dan 10% merupakan
kromosom 46,XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Sebuah nukleiasi
telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi
masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada
mola hidatidosa, vili khorion menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik
muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat
ditemukan. Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan.
Komplemen kromosomnya 69,XXX atau 69,XXY. Kromosom tersebut
merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari
kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia
trofoblastik dan vili khorion yang lunak pun muncul pada mola ini.
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini:
1. Teori missed abortion
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu saat dimana
seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk menyebabkan gangguan
peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami hiperplasia dan

menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi ibu


diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang
kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut menyerupai cairan
ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi
resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili sehingga timbul gelembung.
Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah.
Sebagian dari vili berubah menjadi gelembung-gelembung yang berisi
cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsial kadangkadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang
hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh
kavum uterus.

E. KLASIFIKASI
Menurut Cuningham (2006), Mola Hidatidosa dibagi menjadi dua:
a. Mola hidatidosa komplet
Mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola hidatidosa
parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola
sekitar 20 %. Mola hidatidosa komplet merupakan hasil konsepsi tanpa
adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti sekelompok buah

anggur. Villi khorialis yang berkembang menjadi massa vesikel yang


jernih, vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh cavum uteri.
Vesikel tersebut terdiri dari berbagai ukuran yang hampir tidak terlihat
sampai beberapa centimeter diameter struktur histologisnya bersifat:
1) degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi
2) tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
3) proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat
beragam
4) tidak adanya fetus atau amnion
Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplit,
menemukan komposisi kromosom yang paling sering 46,XX, dengan
kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah
sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya
sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak
tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan
kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46,XY. Dalam
keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung
kromosom. Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko
neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar
20%.
b. Mola hidatidosa parsial
Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal dan belum begitu jauh dan

masih terdapat janin dan sedikitnya kantong amnion keadaan ini disebut
sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi
pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat sementara villi yang
lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang berfungsi
tidak mengalami perubahan. Hiperplasia tropoblastik yang terjadi lebih
bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas triploid yang
bisa 69,XXY atau 69,XYY dengan satu komplemen maternal tapi
biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas
menunjukan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital
multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarsinoma
sangatlah kecil.
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis

Kariotipe
Patologi
Fetus
Amnion, sel
darah merah
janin
Edema villa
Proliferasi
trofoblastik
Gambaran
klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista teka-lutein
Komplikasi

Mola hidatidosa komplet


Diploid(46,XX atau 46,XY)

Mola hidatidosa parsial


Triploid (69,XXX atau
69, XXY)

Tidak ada
Tidak ada

kadang-kadang ada
kadang-kadang ada

Difus
Bervariasi, ringan sampai berat

Bervariasi, fokal
Bervariasi, fokal, ringan
sampai sedang

Kehamilan mola
50% lebih besar u/ umur kehamilan

Missed Abortion
Kecil u/ umur
kehamilan
Jarang
Jarang

25-30%
Sering terjadi

F. MANIFESTASI KLINIS
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda
dengan kehamilan biasa, yaitu enek, muntah, pusing dan lain-lain, hanya satu
derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya perkembangan lebih pesat,
sehingga biasanya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.
Perdarahan merupakan gejala utama mola, biasanya keluhan
perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. Gejala
perdarahan ini biasanya terjadi pada bulan pertama sampai ketujuh dengan
rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan biasa intermitten, sedikit-sedikit,
atau sekaligus banyak, sehingga menyebabkan syok dan kematian. Karena
perdarahan ini maka umumnya pasien mola masuk dengan keadaan anemia.
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan
amenorea, perdarahan pervaginaan atau keluarnya vesikel mola dari vagina,
uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dan tidak ditemukannya tanda
kehamilan pasti, seperti tidak terabanya bagian-bagian janin juga gerakan
janin dan ballotemen serta tidak terdengarnya bunyi jantung janin. Untuk
memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic
Gonadotropin (HCG) dalam darah atau urine. Peninggian HCG terutama
setelah hari ke 100, biopsy transplasental. Bila belum jelas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan sondase uterus yang diputar.
Diagnosis pasti dari mola hidatidosa biasanya dapat dibuat dengan
ultrasonografi dengan menunjukkan gambaran yang khas berupa vesikel-

vesikel (gelembung mola) dalam kavum uteri atau badai salju (snow flake
pattern). Secara singkat gambaran diagnostic klinik mola hidatidosa adalah:
a. Pengeluaran darah yang terus menerus atau intermitten yang terjadi pada
kehamilan kurang lebih 12 minggu.
b. Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
c. Pada palpasi tidak teraba bagian janin dan denyut jantung janin tidak
terdengar
d. Gambaran ultrasonografi yang khas.
e. Kadar HCG yang tinggi setelah hari ke 100.
f. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum minggu ke-24.

G. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Inspeksi : muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuningkuningan yang disebut sebagai mola face, gelembung mola yang
keluar.
Palpasi

: uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan, adanya


fenomena harmonika jika darah dan gelembung mola keluar maka
tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya
darah baru, serta tidak teraba bagian-bagian janin dan gerak janin.

Auskultasi :Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboraturium
Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan
dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi
dibandingkan kadar -hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan
pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah -hCG kuantitatif serum.
Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG penting untuk diagnosis,
penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik.
Jumlah -hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan
dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk pemeriksaan Gallli mainini
1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa
atau gemelli. Pengukuran -hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU
/ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola.
2. Pemeriksaan USG
Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau
janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar
kehamilan dengan mola hidatidosa. Pada kelainan mola, bentuk
karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa
kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada
setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal
kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat
menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan

normal dengan mola hidatidosa. Pada 20-50% kasus dijumpai adanya


massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka
lutein. Pada trimester II gambaran vesikel lebih jelas terlihat sehingga
lebih mudah untuk dibedakan antara komplit dan parsial.
a. Mola hidatidosa komplit
Tidak ditemukan adanya janin, adanya villi choriales yang
edematous disertai atau tanpa proliferasi sel trofoblast. Tampak berupa
massa ekhogenik yang mengisi cavum uteri disertai pembesaran uterus.
b. Mola hidatidosa parsial
Gambaran USG mirip mola hidatidosa komplit hanya terlihat
bagian janin, tidak tampak pembesaran uterus.
3. Pemeriksaan Histopatologi
Pada mola komplit didapatkan gambaran histologi berupa
pembengkakan stroma vili, avaskular vili, proliferasi trofoblas sedangkan
pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang mengalami
pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran normal, fibrosis
stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam stroma vili.

I.

PENATALAKSANAAN
Terapi mola terdiri dari 4 tahap yaitu: 1) perbaiki keadaan umum; 2)
pengeluaran jaringan mola; 3) terapi profilaksis dengan sitostatika; 4)
pemeriksaan tindak lanjut (follow up).
1. Perbaikan keadaan umum.
Yang dimaksud usaha ini yaitu koreksi dehidrasi, transfuse darah bila
anemia (Hb 8 gr%), jika ada gejala preeklampsia dan hiperemis
gravidarum diobati sesuai dengan protokol penanganannya. Sedangkan
bila ada gejala tirotoksikosis di konsul ke bagian penyakit dalam.
2. Pengeluaran jaringan mola. Ada 2 cara yaitu: kuretase dan Histerektomi.
a. Kuretase
- Dilakukan setelah persiapan pemeriksaan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar -hCG, serta foto thoraks) kecuali bila jaringan mola sudah
keluar spontan.
- Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
- Sebelum kuretase terlebih dahulu disiapkan darah dan pemasangan infus
dengan tetesan oxytocin 10iu/mL dalam 500 cc RL.
- Kuretase dilakukan sebanyak 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup (> 35 tahun) dan
mempunyai anak hidup (>3 orang).

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Pemberian kemoterapi profilaksis pada pasien pasca evaluasi mola
hidatidosa masih menjadi kontroversi. Beberapa hasil penelitian
menyebutkan bahwa kemungkinan terjadi neoplasma setelah evaluasi
mola pada kasus yang mendapatkan metotreksat sekitar 14%, sedangkan
yang tidak mendapat sekitar 47%. Pada umumnya profilaksis kemoterapi
pada kasus mola hidatidosa ditinggalkan dengan pertimbangan efek
samping dan pemberian kemoterapi untuk tujuan terapi definitive
memberikan keberhasilan hampir 100%. Sehingga pemberian profilaksis
diberikan apabila dipandang perlu pilihan profilaksis kemoterapi:
Metotreksat atau Actinomycin D.
4. Pemeriksaan tindak lanjut.
- Lama pengawasan berkisar satu sampai dua tahun
- Setelah pengawasan penderita dianjurkan memakai kontrasepsi kondom,
pil kombinasi dan pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pada saat
penderita datang kontrol
- Pemeriksaan kadar -hCG dilakukan setiap minggu sampai ditemukan
kadar -hCG normal tiga kali berturut-turut.
- Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai kadar -hCG
normal selama 6 kali berturut-turut.
- Bila terjadi remisi spontan (kadar -hCG, pemeriksaan fisis, dan foto
thoraks setelah satu tahun semuanya normal) maka penderita tersebut
dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan hamil lagi.

- Bila selama masa observasi kadar - hCG tetap atau bahkan meningkat
pada pemeriksaan klinis, foto thoraks ditemukan adanya metastase maka
penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.

J.

PROGNOSIS
Risiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat
karena perdarahan, perforasi uterus, pre-eklampsia berat, tirotoksikosis, atau
infeksi. Akan tetapi, sekarang kematian karena mola sudah jarang sekali.
Segera setelah jaringan mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG
menurun dan akan mencapai kadar normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada beberapa kasus
pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah
kuretase. Bila hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa
berulang dapat terjadi tetapi jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari
penderita pasca mola hidatidosa dapat mengalami degenerasi keganasan
menjadi

tumor

trofoblast

gestasional,

baik

berupa

mola

invasif,

koriokarsinoma.
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi
yang terbanyak dalam enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas.
Faktor risiko terjadinya TTG pasca mola hidatidosa adalah umur di atas 35
tahun, uterus di atas 20 minggu, kadar hCG preevakuasi di atas 100.000 IU/L
dan kista lutein bilateral.

K. KOMPLIKASI
1. Komplikasi non-maligna
a. Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi dan jika terjadi
perforasi

uterus,

kuretase

harus

dihentikan.

Laparoskopi

atau

laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya


perforasi.
b. Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum selama dan bahkan
setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin intravena dilakukan
sebelum memulai tindakan kuretase sehingga mengurangi kejadian
perdarahan ini.
c. DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola mempunyai aktivitas
fibinolitik. Semua pasien di screening untuk melihat adanya
koagulopati.
d. Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan akut. Faktor resiko
terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada
usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.

e. Infeksi pada sevikal atau vaginal.


Perforasi pada dinding uterus yang tipis selama evakuasi mola
dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri spontan bisa
terjadi pada mola benigna dan mola maligna.
2. Komplikasi maligna
Mola invasif atau koriokarsinoma berkembang pada 20 % kasus
mola dan identifikasi pasien penting untuk tindakan selanjutnya setelah
mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 % pasien dan metastase 4 pasien.
Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang dilaporkan telah terjadi mola
incomplete meskipun ada juga yang menjadi penyakit tropoblastik non
metastase yang menetap yang membutuhkan kemoterapi.

BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pada kasus ini terdapat wanita G5P4A0 dengan umur kehamilan 20+3
minggu datang ke Poli Kebidanan RSUD Panembahan Senopati dengan keluhan
keluar flek-flek coklat 1 hari SMRS. Keluhan lain yang menyertai yaitu mual dan
muntah. Pada pemeriksaan fisik baik pemeriksaan abdomen dan vaginal toucher,
tidak dapat teraba janin, tidak ditemukan denyut jantung janin, dan uterus tampak
lebih besar dari umur kehamilannya. Pada pemeriksaan USG didapatkan
gambaran snow storm. Pemeriksaan laboraturium didapatkan peningkatan kadar
b-hCG serum dan PP-test positif. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang didapatkan, mengarah ke diagnosis Mola Hidatidosa
Komplit sesuai dengan tinjauan pustaka di atas.
Kemudian dilakukan kuretase untuk evakuasi mola karena keadaan pasien
umumnya stabil. Sebaiknya kuretase yang digunakan ialah suction curretage,
akan tetapi karena keterbatasan fasilitas sehingga hanya dilakukan dilatasi
kuretase dan didapatkan jaringan 200cc serta keluar darah sekitar 100cc.
Kemudian jaringan tersebut di kirim ke laboraturium untuk dilakukan
pemeriksaan

Patologi

Anatomi.

Hasil

pemeriksaan

Patologi

Anatomi

menunjukkan hasil Mola Hidatidosa Parsial berbeda dengan gambaran USG yang
telah dilakukan sebelumnya. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan
kepekaan alat dan usia alat USG yang digunakan. Disamping itu, mungkin tidak

terdapat janin pada gambaran USG tetapi terdapat amnion dan sel darah janin
yang menunjukkan ciri Mola Hidatidosa Parsial.
Mengingat komplikasi dari tindakan kuretase yang cukup banyak, maka
harus dilakukan prosedur yang benar dan untuk meminimalkan risiko dilakukan
penanganan yaitu pemberian antibiotik Amoxycillin 3x500mg karena tindakan
yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, serta diberikan Asam
Mefenamat 3x500mg untuk mengurangi nyeri pasca kuretase.
Prognosis pada kasus ini baik (dubia ad bonam) mengingat pada teori
yang didapat dikatakan bahwa Mola Hidatidosa Parsial hampir tidak pernah
menjadi ganas dan hal tersebut dapat dilihat dari kondisi pasien yang stabil setelah
kuretase. Akan tetapi, perlu dilakukan pemeriksaan tindak lanjut seperti
pemantauan hormon b-hCG sampai 6 bulan pasca-evakuasi untuk meminimalisir
perubahan menjadi ganas.

DAFTAR PUSTAKA

Aidina, L. & Sri Endang, FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN TERJADINYA MOLLA HIDATIDOSA DI RSUP DR.
KARIADI SEMARANG. Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang.
2011.
Cuninngham. F.G. dkk. Mola Hidatidosa Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 21. EGG. Jakarta. 2006. Vol 2.Hal 930-938.
Fitriani, Rini. Mola Hidatidosa. Jurnal Kesehatan, Staf Pengajar Program studi
Ilmu Kebidanan, Fakultas Ilmu Kesehatan UIN, 2009. Diakses dari
http://www.uin-alauddin.ac.id/download-1.%20Rini%20Fitriani.pdf, pada
tanggal 7 Juni 2015
Gabriela, DA. Mola Hidatidosa. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD DR.
Muhammad Saleh Probolinggo. 2009. Diakses
https://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/03/mola-hidatidosa.pdf
tanggal 7 Juni 2015.
Mansjoer, A. dkk. Mola Hidatidosa. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta.2001. Hal 265-267
Pradana PGD. Prevalensi Mola Hidatidosa Yang Berkembang Menjadi Penyakit
Trofoblastik Ganas dan Hubungannya Dengan Kista Lutein di RSUD Dr.
Soetomo/FK UNAIR Surabaya Tahun 2009. Fakultas Kedokteran UNAIR
Surabaya. Surabaya. Skripsi. 2009.
Prawirohadjo, S. & Wiknjosastro, H. Mola Hidatidosa. ILMU KANDUNGAN.
Yayasan Bina Pustaka
SARWONO PRAWIROHADJO. Jakarta.
1999. Hal . 262-264
Pribadi A, dkk. Ultrasonografi Obstetri & Ginekologi. Divisi Kedokteran
FetoMaternal, Department Obsgin Universitas Padjajaran. Jakarta: Sagung
Seto. 2011.
Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Jakarta:
EGC. 2003. Hal38-42.

Anda mungkin juga menyukai