TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Serat Makanan
2.1.1.Definisi Serat Makanan
Serat makanan adalah bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat
dihidrolisis (diuraikan) oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana asam di
lambung, serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Serat
merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan
kimia. Berbagai jenis tanaman memiliki berbagai jumlah dan jenis serat, termasuk
pektin, karet, getah, selulosa, lignin dan hemiselulosa. Adapun substansi terbesar
yang diklasifikasikan sebagai serat adalah non-starch polysaccharides (NSP).
Tetapi tidak semua karbohidrat yang berserat tersusun oleh non-starch
polysaccharides. Beberapa starch/kanji yang telah dimodifikasi, menahan kerja
enzim dan mereka disebut dengan resistant starches (zat tepung resisten) (Mahan
and Stump, 2003).
Tidak seperti karbohidrat, jenis lignin merupakan polimer phenylprophil
alcohol dan asam. Disamping itu, lignin adalah sebuah substansi kayu yang
berasal dari batang dan bibit buah, sayuran serta sereal (Mahan and Stump, 2003).
Biasanya serat ini muncul dalam jumlah yang kecil dalam makanan
(misalnya, kurang dari 1% dari zat tepung roti & 3% pada cornflake/sereal
jagung), tergantung dari tingkat dan sifat dasar dari metode proses makanan, kadar
serat ini bisa meningkat sebanyak 20% dari total starch dalam makanan.
Komponen-komponen serat makanan dapat dikategorikan pada dasar sifat-sifat
fisik dan peran fisiologis, yaitu soluble fiber dan insoluble fiber (Mahan and
Stump, 2003).
2.1.2.Kategori Serat
2.1.2.1.Soluble Fiber
Soluble fiber meliput i pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses.
Pectin terutama ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, seperti apel, jeruk
dan wortel. Bentuk lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan
polong. Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan
kemampuan mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel, serta
berperan sebagai substrat untuk fermentasi oleh bakteri yang berada di usus besar
(Mahan and Stump, 2003).
2.1.2.2.Insoluble Fiber
Insoluble fiber terutama terdiri dari cellulose dan hemicelluloses. Serat
jenis tersebut memberikan struktur pada sel tumbuhan dan ditemukan pada semua
jenis material tumbuhan. Sumber utama serat ini berada dalam padi, sereal dan
biji-bijian. Lignin adalah sebuah material noncarbohydrate juga termasuk dalam
determinan serat, yaitu merupakan komponen utama yang ada di pohon dan
memberikan struktur pada bagian batang tumbuhan. Serat ini memiliki bagian
yang sangat kecil sekali dalam konsumsi makanan keseharian (1g/hari) dan paling
sering ditemukan di kulit buah yang dapat dimakan dan biji-bijian. Serat tidak
larut kurang mampu menahan air. Serat ini penting untuk memperbesar massa
feses (bulky stools). Serat tidak larut umumnya sukar atau lambat difermentasi
(Mahan and Stump, 2003).
Hemicellulose
Lignin
Tepung Terigu
Kulit Padi
Sayuran matang
Kulit Padi
Biji Padi
Tepung
Sayur-sayuran
dimakan,seperti
strawberi
Soluble/Larut
Gums
Pectin
Gandum
Apel
Polong
Jeruk
Strawberi
glukosa,
asam
amino
dan
obat-obatan
seperti
digoxin
dan
lebih tinggi, buah-buahan dan sayuran memiliki serat yang lebih sedikit
dibandingkan dengan makanan dari biji-bijian kering dan sereal per gram bahan
yang tercerna. Efek proses memasak terhadap serat makanan masih belum jelas.
Reaksi pencoklatan yang terjadi selama memasak makanan yang dapat
menyebabkan peningkatan kandungan serat yang nyata dari makanan, karena
produk pencoklatan ini dianalisis sebagai lignin. Sereal gandum memberikan 6-13
gram serat per porsi dan merupakan sumber serat yang paling terkonsentrasi
(Mahan and Stump, 2003).
Semakin dalam/gelap warna buah-buahan dan sayuran maka semakin
tinggi aktivitas antioksidannya. Sayuran yang kaya akan phytochemical memiliki
aktivitas antikanker dan patogen, tetapi harus dimasak secara ringan terlebih
dahulu karena mengandung senyawa yang beracun bila dimakan mentah (Dunne,
2002).
Tabel 2.2
makanan.
Tabel 2.2.Kandungan Serat Makanan dalam Porsi Biasa
Makanan
<1g
1-1.9 g
2-2.9 g
3-3.9 g
4-4.9 g
5-5.9 g
>6 g
Roti
Bagel
Roti
Muffin
Tidak ada
---
---
---
(1 potong)
Putih
Gandum
Honey bran
Kulit padi
Corn
Padi-
bran
padian
Gandum
Perancis
Sereal
(1 ons)
Biskuit
Bubur
beras
gandum
Cornflake
Nutri-
Bran
flakes
Grain
Roti
gandum
Raisin
bran
Pasta
Tidak ada
Macaroni
---
Spageti
---
100% Bran
---
---
gandum
(1mangkuk)
Spageti
Nasi
Putih
Merah
---
---
---
---
---
---
---
---
Kacang-
Buncis
---
Kacang
(1/2 mangkuk)
Legumes
kacangan
(1/2 mangkuk)
merah
Kacang
polong
Kacang
goreng/
panggang
Sayuran
Ketimun
Asparagus Brokoli
(1/2 mangkuk)
Daun
Kacang
selada
panjang
(1
Kol
mangkuk)
Kembang
kol
Kentang
tanpa kulit
Tauge
Kacang
---
---
---
---
---
---
polong
Wortel
Jagung
Kentang
dengan
kulit
Bayam
Seledri
Buah-buahan
Anggur
Aprikot
(20 buah)
Peach
Semangka Nenas
(1
(1/2
mangkuk)
mangkuk)
Apel
Apel
tanpa
dengan kulit
kulit
Pir dengan
Pisang
kulit
Jeruk
Buah
frambus
Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering
Nama Bahan Makanan
Total Gram
Gram Larut
Bekatul
31.6
5.24
Bekatul jagung
85.19
1.16
Beras
2.80
0.92
Crackers graham
2.47
1.22
Macaroni
3.37
1.81
Roti putih
3.22
1.58
Roti cokelat
9.26
2.03
terigu
3.96
1.70
Kacang merah
20.9
5.26
Kacang mete
7.91
Kacang polong
33.91
8.13
Kacang putih
18.16
5.29
Kacang tanah
9.3
Kucai
8.02
Lentil
15.72
1.69
Kacang-Kacangan
Sayuran
Asparagus
32.23
5.8
Bayam
28.75
6.56
Bit merah
24.27
7.5
Brokoli
30.4
13.63
Kubis kecil
26.94
10.86
2.77
Jagung muda
9.43
1.24
Kembang kol
26.7
8.92
Kentang
9.48
4.91
Tabel 2.3.Kandungan Serat pada Bahan Makanan 100 gram Bahan Kering
(lanjutan)
Nama Bahan Makanan
Total Gram
Gram Larut
Mentimun
1.24
Kol
33.48
9.94
Labu
19.79
7.39
Daun selada
21.02
4.7
Lobak
1.64
Sawi
23.24
8.68
Terong
2.55
Tomat
13.13
2.13
wortel
23.76
11.32
Apel
12.73
4.48
Durian
4.41
Jambu biji
5.18
Jeruk
11.45
6.47
Mangga
2.04
Nanas
9.54
Nangka
2.78
Pepaya
2.5
Pisang
7.35
2.14
Rambutan
1.46
Buah-Buahan
diet/konsumsi
serat
digunakan
ketika
diperlukannya
Takaran
Menu
Penyajian
38g serat
Kandungan
Karbohidrat
(g)
Kandungan
Kandungan
Takaran
Serat (g)
Penyajian
Karbohidrat
(g)
Kandungan
Serat (g)
Sarapan
Jus
jeruk
(dengan
sari jeruk)
Gandum
2% susu
cup/
cangkir
cup/
mangkuk
cup/
cangkir
28
0.5
17
---
13
---
---
cup/
cangkir
cup/
mangkuk
cup/
cangkir
28
0.5
17
---
13
---
---
Roti
gandum
1 potong
1 potong
panggang
Margarin
1
teh
sendok
1 sendok
teh
Kopi
---
2 ons
---
---
2 potong
26
---
2 ons
---
---
2 potong
26
Makan
Siang
Daging
Roti
gandum
Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat
(lanjutan)
25g serat
Takaran
Menu
Penyajian
Mayones
sendok
teh
Daun
selada
mangkuk
1/3
Buncis
Buah
(dengan
cup/
cup/
mangkuk
38g serat
Kandungan
Karbohidrat
(g)
Kandungan
Kandungan
Takaran
Serat (g)
Penyajian
2 sendok
---
---
0.2
15
12
---
teh
cup/
mangkuk
1
cup/
mangkuk
Karbohidrat
(g)
Kandungan
Serat (g)
---
---
0.2
45
12
25
pir
1/2
kulit)
1% susu
cup/ 6
cup/ 6
---
cangkir
cangkir
Snack
(makanan
kecil)
Wortel
(dalam
3 ons
---
---
3 ons
---
---
1/2
15
1.5
30
---
---
---
---
12
---
12
---
16
1.8
32
3.7
bentuk
batang)
Makan
malam
Ayam
panggang
(tanpa
kulit)
Kentang
bakar
(besar.tanp
a kulit)
Margarin
1% susu
1 sendok
teh
1
cup/
cangkir
sendok teh
1
cup/
cangkir
Apel
(dengan
1/2
kulit)
Buncis
hijau yang
masak
cup/
mangkuk
10
cup/
mangkuk
10
Tabel 2.4.Contoh Menu yang Mengandung 1600 kcal dan 25 g Serat,dan 2000 kcal dan 38 g Serat
(lanjutan)
25g serat
Menu
Takaran
Penyajian
38g serat
Kandungan
Kandungan
Kandungan
Takaran
Serat (g)
Penyajian
39
1.2
226 g
25 g
Karbohidrat
(g)
Karbohidrat
(g)
Kandungan
Serat (g)
Snack
(makanan
kecil)
Kismis
Total
39
1.2
300 g
38 g
mengikat, sehingga meningkatkan asupan zat asam (asam lemak, asam empedu
dan lainnya) ke flora usus (Birch and Parker, 2000).
Ketika zat yang diserap ke permukaan partikel serat, zat ini memberikan
sebuah rongga di mana suatu potensi substrat untuk degradasi bakteri pada
konsentrasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bakteri lebih cenderung tumbuh pada
permukaan partikel padat, dan permukaan substrat yang memiliki konsentrasi
relatif tinggi dan konsentrasi enzim yang relatif tinggi. Hal ini adalah kondisi yang
mencirikan katalisis. Singkatnya, serat meningkatkan asupan nutrisi lain dan
menyediakan matriks yang mempromosikan pemanfaatannya (Birch and Parker,
2000).
dan
pectin
direkomendasikan
sebagai
bagian
terbesar
dalam
pembentukan feses dan memperlancar feses karena efek bulk forming laxative
(Mahan and Stump, 2003).
2.1.8.3. Diabetes
Serat larut air, terutama pektin dan gum, menimbulkan efek hipoglikemik
dengan menunda pengosongan lambung, memperpendek waktu transit usus, dan
mengurangi penyerapan glukosa. Mereka juga dapat memperlambat hidrolisis pati
(Mahan and Stump, 2003).
2.2. Defekasi
2.2.1.Definisi Defekasi
Defekasi adalah proses pengeluaran kotoran atau pengeluaran tinja dari
rektum. Defekasi normalnya muncul 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu. Kurang
dari 3 kali seminggu diindikasikan konstipasi dan lebih dari 3 kali sehari
diindikasikan diare (Tresca, 2009). Kolon dalam keadaan normal menyerap
sebagian garam dan H2O. Natrium adalah zat yang paling aktif diserap dan Clmengikuti secara pasif penurunan gradien listrik serta H2O mengikuti secara
osmotis. Bakteri di kolon mensintesis sebagian vitamin yang dapat diserap oleh
kolon, tetapi dalam keadaan normal jumlahnya tidak bermakna, kecuali pada
kasus vitamin K (Sherwood, 2001).
Melalui penyerapan garam dan H2O terbentuk massa feses yang padat.
Dari 500 ml bahan yang masuk ke kolon setiap harinya, kolon dalam keadaan
normal menyerap sekitar 350 ml, meninggalkan 150 g feses untuk dikeluarkan
dari tubuh setiap hari. Bahan feses terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat
yang terdiri dari selulosa, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. Produkproduk sisa utama yang diekskresikan di feses adalah bilirubin. Konstituen feses
lainnya adalah residu makanan yang tidak diserap dan bakteri-bakteri yang pada
dasarnya tidak pernah menjadi bagian dari tubuh (Sherwood, 2001).
2.2.2.Proses Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Sebagian hal ini
akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang lemah sekitar 20
cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan rektum. Disini terdapat
juga sebuah sudut tajam yang menambah resistensi terhadap pengisian rektum
(Guyton and Hall, 2007).
Bila pergerakan massa mendorong feses masuk ke dalam rektum, segera
timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi
sfingter anus (Guyton and Hall, 2007).
Pendorongan massa feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh
konstriksi tonik dari (1) sfingter ani internus,penebalan otot polos sirkular
sepanjang beberapa sentimeter yang terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2)
sfingter ani eksternus, yang terdiri dari otot lurik volunter yang mengelilingi
sfingter internus dan meluas ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh
serabut-serabut saraf dalam nervus pudensus, yang merupakan bagian dari sistem
saraf somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar
atau setidaknya bawah sadar, sfingter eksternal biasanya terus-menerus
mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang menghambat
konstriksi (Guyton and Hall, 2007).
Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi. Satu dari refleksrefleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai oleh sistem saraf enterik
setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Bila
feses memasuki rektum, distensi dinding rektum menimbulkan sinyal-sinyal
aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan
gelombang peristaltik di dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong
feses ke arah anus. Sewaktu gelombang peristaltik mendekati anus, sfingter ani
internus direlaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus. Jika
sfingter ani eksternus juga dalam keadaan sadar dan berelaksasi secara volunter
pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi (Guyton and Hall, 2007).
2.2.3.Komposisi Feses
Untuk komposisi feses, normalnya feses terdiri atas tiga perempat air dan
seperempat bahan-bahan padat yang tersusun atas 30 persen bakteri mati, 10
sampai 20 persen lemak, 10 sampai 20 persen bahan inorganik, 2 sampai 3 persen
2.3. Konstipasi
2.3.1.Definisi Konstipasi
Konstipasi adalah frekuensi yang tidak teratur atau susah dalam
pengeluaran buang air besar/kotoran. Satu penilaian objektif mendefinisikan
konstipasi/sembelit sebagai suatu keadaan di mana: (1)Buang air besar kurang
dari tiga kali dalam seminggu, sedangkan orang tersebut telah mengkonsumsi
serat cukup tinggi, (2) Lebih dari tiga hari tanpa ada buang air besar, atau (3)
Buang air besar setiap hari tetapi kurang dari 35 gram (Mahan and Stump, 2003).
2.3.2.Etiologi Konstipasi
Penyebab paling umum dari konstipasi adalah kebiasaan yang jelek,
seperti kurangnya respons berulang terhadap dorongan untuk buang air besar,
kurangnya serat dalam diet, kurang asupan cairan, dan kehilangan nada dalam
otot-otot usus. Terlalu sering menggunakan obat pencahar, ketegangan saraf,
gugup, faktor perilaku dan kepribadian merupakan penyebab paling sering
(Mahan and Stump, 2003).
Kontipasi kronis juga mungkin akibat dari berbagai gangguan metabolik
seperti diuraikan dalam tabel 2.5.
Abnormalitas
metabolik
dan
endokrin,seperti
hipotiroid,uremia,dan
hiperkalsemia
Kurang beraktifitas/olahraga
Hamil
Celiac sprue
Cystic fibrosis
Kegagalan
proses
perlintasan
sampai
struktur
anorektal
(outlet
obstruction)
Irritable bowel syndrome
Fisura anal atau Hemoroid
Penyalahgunaan laxative/obat pencahar.
Sumber: Food,Nutrition and Diet Therapy (W.B.Saunders, 2003)
2.3.3.Patofisiologi Konstipasi
Ketika serat cukup dikonsumsi, kotoran/feses akan menjadi besar dan
lunak karena serat-serat tumbuhan dapat menarik air, kemudian akan
menstimulasi otot dan pencernaan dan akhirnya tekanan yang digunakan untuk
pengeluaran feses menjadi berkurang (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan
keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang
berlebihan dalam usus besar. Tekanan tinggi ini dapat memaksa bagian dari
dinding usus besar (kolon) keluar dari sekitar otot, membentuk kantong kecil yang
disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang
berlebihan saat defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50%
dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya,
menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini
memiliki gejala ketegangan atau kejarangan defekasi (Basson, 2010).
Hemoroid adalah dilatasi varises pleksus vena submukosa anus dan
perianus. Dilatasi ini sering terjadi setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan
peningkatan tekanan vena di dalam pleksus hemoroidalis (Kumar, Cotran, and
Robbin, 2007). Faktor resiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang
air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah, peningkatan tekanan
intraabdomen karena tumor, kehamilan, usia tua, konstipasi kronik, diare kronik
atau akut berlebihan, hubungan seks perianal, kurang minum air, kurang makanan
berserat, kurang olahraga dan imobilisasi (Simadibrata, 2006).
oleh tumor atau penumpukan kotoran di dalam kolon, selain itu perut yang besar
juga dapat diindikasikan adanya suatu hernia. Pemeriksaan lainnya yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan pelvik (lebih sering pada wanita) dan pemeriksaan
anorektal (Basson, 2010).
2.3.5.Penatalaksanaan Konstipasi
Konstipasi dapat diatasi dengan mengembangkan kebiasaan keteraturan
melalui program pelatihan dan usus dengan membentuk kebiasaan kesehatan yang
baik seperti makan dengan teratur, diet yang memadai, menyediakan serat yang
cukup, waktu yang cukup untuk eliminasi, istirahat, relaksasi,cukup asupan
cairan, dan olahraga (Mahan and Stump, 2003).
Sebuah bagian penting dari pengobatan untuk pasien dengan konstipasi
adalah penyediaan diet normal yang tinggi serat, baik larut dan tidak larut. Diet
rendah serat menyebabkan waktu transit yang lama melalui usus, memungkinkan
penyerapan air yang berlebihan dan pembentukan kotoran mengeras. Efek utama
serat makanan pada fungsi usus telah dikaitkan dengan kapasitas menahan air,
yang dapat mengakibatkan peningkatan dalam jumlah besar feses dan
menyebabkan efek peregangan pada usus besar, merangsang dorongan untuk
defekasi. Bagaimanapun, hal ini terjadi sebagai efek stimulasi yang berasal dari
asam lemak volatil rantai pendek yang dihasilkan dari serat oleh aksi bakteri di
usus besar. Konsumsi serat setidaknya 25 gram setiap harinya,yang dapat
diperoleh dari sayuran, buah-buahan dan gandum. Gandum efektif dalam proses
pembentukan feses dan mencegah konstipasi. Konsumsi gandum ini harus lebih
ditingkatkan, yaitu dari 1 sendok teh/hari menjadi 4-6 sendok makan/hari, diiringi
dengan masukan air yang juga lebih ditingkatkan (Mahan and Stump, 2003).
2.4. Pengetahuan
2.4.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
(comprehension)
secara
benar
tentang
diartikan
objek
sebagai
yang
suatu
diketahui,
kemampuan
dan
dapat
membedakan,
memisahkan,
mengelompokkan,
dan
sebagainya
(Notoatmodjo, 2007).
Sintesis (syntesis) menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada (Notoatmodjo, 2007).
Evaluasi (Evaluation) ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakiteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).