Anda di halaman 1dari 8

BAB V

PEMBAHASAN
Aspirasi benda asing merupakan kegawatdaruratan pediatric dan merupakan peringkat
enam yang menyebabkan kematian mendadak pada anak-anak. Di Amerika lebih dari 300
kematian terjadi setiap tahunnya akibat aspirasi benda asing. Puncaknya terjadi pada usia
preschool terutama pada usia dua tahun. Aspirasi pada anak kecil kebanyakan terjadi pada
saat makan, menangis, ataupun bermain. Gejala yang ditimbulkan tergantung pada benda
asing yang teraspirasi baik dari segi bentuk, ukuran, maupun kenaturalan dari benda asing.
Benda asing yang tergolong dalam benda organik yang disebabkan proses peradangan pada
traktus respiratorius memungkin terdeteksi lebih lama dibandingkan dengan benda asing
inorganik (Sahin, 2013).
Gejala yang timbul akibat aspirasi benda asing bersifat non spesifik dan dapat berupa
batuk, mengik, dyspnea, demam, dan pneumonia. Beberapa penelitian telah menemukan
peranan penting dari evaluasi aspirasi benda asing melalui pemeriksaan radiologi. Ada 3
pemeriksaan radiologi yang seringkali digunakan untuk pemeriksaan aspirasi benda asing
yaitu dengan foto polos radiography, airway fluroskopy, dan computed tomograph (CT).

1. Foto polos radiography


Foto polos radiography menjadi pilihan pertama (first line) pada kasus aspirasi benda
asing. Harga yang relatif murah dan jangkauan luas menjadi alasan utama mengapa
pemeriksaan ini menjadi pilihan utama. Radiography sangat sensitif terutama
memperlihatkan benda asing yang bersifat radioopak. Meskipun penelitian Hong SJ pada
tahun 2008 menemukan bahwa 90% dari benda asing yang bersifat non-radioopak dan
memperlihatkan tanda secara tidak langsung seperti atelektasis, air trapping, dan konsulidasi
tidak selalu terlihat dalam pemeriksaan foto polos radiogrpahy. Bahkanpenelitian Asefaa dkk
tahun 2007 menemukan bahwa lebih dari 80% anak-anak dengan kasus aspirasi benda asing
di laringotracheal, dan 30-50% pada brochial, dilaporkan hasil foto polos thoraks normal atau
tidak ditemukan adanya kelainan.
Teknik untuk dilakukannya pemeriksaan foto polos radiography pada anak-anak
terbagi menjadi dua, yaitu anak-anak yang tergolong kooperatif dan belum dianggap
kooperatif.

(Lee, 2012)
Air trapping merupakan salah satu tanda yang ditemukan pada foto polos yang
dicurigai adanya aspirasi benda asing. Namun, gambaran ini dapat menyerupai decubitus atau
matinya suatu jaringan sehingga menyebabkan positif palsu. Dalam studi terakhir yang
dilakukan oleh Brown JC dkk dengan judul The utility of adding expiratory or decubitus
chest radiograps to the radiographs evaluation of suspected pediatric airway foreign bodies
pada tahun 2013 menemukan bahwa dari 328 anak dengan suspek aspirasi benda asing
ditemukan adanya positif murni yang cukup tinggi melalui pemeriksaan foto polos
radiography, meskipun akurasi dan manfaat secara klinik dari expiratory radiography ini
belum begitu jelas. Dalam studi ini pun juga menemukan bahwa decubitus radiography dapat
meningkatkan angka postif palsu dan mengurangi clinical benefit pemeriksaan ini (Brown,
2013).

2. Airway Fluoroskopi
Fluroskopi merupakan teknik pemeriksaan radiologi yang tradisional. Fluoroscopy
adalah pesawat radiologi yang memperlihatkan gambaran struktur tubuh melalui pemanfaatan
paparan sinar-x secara real time. Paparan sinar-x secara terus-menerus pada bagian tubuh dan
diteruskan pada monitor agar dapat terlihat bagian dan gerakan organ secara terperinci.
Pemeriksaan ini seringkali digunakan pada setelah tidak ditemukan air trapping pada
pemeriksaan foto polos radiography dengan pasien anak-anak yang tidak kooperatif namun
memiliki manifestasi klinis yang kuat kearah aspirasi benda asing. Namun pemeriksaan ini
memiliki banyak keterbatasan seiring dengan kemajuan teknologi digunakannya ct scan
sehingga pemeriksaan ini banyak kali tinggalkan. Namun pemeriksaan ini dapat menjadi
bahan pertimbangan jika tidak tersedianya ct scan.

3. Computed Tomography
Penggunaan CT scan dalam menginvestigasi kelainan pada traktur repiratorius anakanak terjadi peningkatan. Namun, meskipun CT scan cepat dan dan mudah untuk dilakukan,
resiko paparan radiasi dari CT harus menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukannya
pemeriksaan ini. Penampakan langsung dari benda asing maupun secara tidak langsung
seperti atelektasis maupun kolaps paru dapat mudah ditemukan pada pemeriksaan ini. Ct scan
juga memiliki tingkat hasil yang tinggi dalam menemukan kepatologisan gangguan pada
traktus respiratorius (misalnya seperti branching anomalis, kompresi ekstrinsik, lesi
intraluminal seperti tumor maupun anomali vaskular yang memiliki penampakan benda
asing). Bahkan dengan perkembangan Multi Detetcor CT (MDCT) membuat pemeriksaan ini
semakin memiliki clinical benefit yang tinggi. Lee dkk pada tahun 2011 menemukan bahwa
teknik dengan radiasi yang rendah pada pemeriksaan ini masih memungkinkan dan cukup
adekuat untuk pencitraan saluran udara besar karena kontras yang melekat diantara saluran
udara yang berisi udara dan jaringan lunak yang berdekatan. Penelitian ini juga menemukan
bahwa pencitraan dynamic pada MDCT dapat memperlihatkan kelInan secara nyata tanpa
membutuhkan sedaSI ataupun anestesia. Bahkan pemeriksaan dengan teknis 4D dapat
memperlihatkan pencitraan secara lebih particular pada penyakit berat, bayi yang tidak stabil
maupun anak-anak dengan respiratory distress namun tidak toleransi terhadap intubasi,
sedasi, ataupun anestesia untuk dilakukannya pemeriksaan saluran udara besar pada
pencintraan CT (Lee, 2011) .
Prinsip parameter CT dalam pencitraan thoraks pada anak-anak adalah sebagai berikut
:

CT scan mampu dapat mencitrakan benda asing yang memiliki densitas yang relatif
rendah maupun bersifat non-radioopak. Namun, benda asing yang berasal plastik dan LEGO
mungkin tidak dapat di deteksi dengan baik pada CT scan. Bahkan, pada ct scan dapat
menjadi positif palsu pada sumbatan mukus pada saluran pernapasan yang memiliki
gambaran yang nyaris sama dengan benda asing.
Studi yang dilakukan oleh Haliloglu pada tahun 2003 menemukan bahwa CT virtual
bronchoscopy dibandingkan dengan konvensional bronchoskopi mampu lebih baik
menemukan keberadaan dan lokasi dari benda asing. Sehingga penangangan terhadap benda
asing dapat dilakukan lebih cepat dibandaingkan dengan bronkoskopi kovensional maupun
foto plos radiography. Penelitian ini menggunakan komposisi frakmen kacang, plastik dan
beberapa sayur-sayuran sebagai benda asing (Holiglu, 2011).
Dalam mendeteksi benda asing pada tracheiobroncial dapat terbagi menjadi 2 yaitu
radiooprak maupun non radiopoak. Secara garis besar, pencintraan dalam aspirasi benda
asing terbagi menjadi 2 yaitu : 1) Primer (ditemukan langsung aspirasi benda asing), 2)
Sekunder (sekuele dari aspirasi benda asing).
1. Benda Asing bersifat Radioopak
Aspirasi benda asing terbanyak pada anak-anak terjadi Benda asing yang bersifat nonradioopak. Benda asing radioopak lebih sulit didiagnosis. Kaca amuapun tulang binatang
termasuk dalam radioopak kecuali pada tulang ikan, plastik dan bahan dari kayu berdifat non
radioopak (Hunter, 2003). Semua jenis metalik kecuali alumunium termasuk radioopak.
Penelitian Karakoe dkk pada tahun 2002 menemukan bahwa 70% dari aspirasi benda asing
pada saluran besar udara berada pada proximal saluran pernapasan (misalnya seperti trakea
dan bronchus), dan bronkus kanan lebih sering terjadi aspirasi benda asing dibandingkan
dengan sistem bronku kiri dikarena bronkus kanan lebih luas, pendek, dan lebih vertikal
(Karokea, 2002).
Penelitian Sahin dkk pada tahun 2013 menemukan bahwa komplikasi aspirasi benda
asing pada pencitraan akan ditemukan adanya air trapping, atelektasis, pneumothoraxm
subcutaneus emphysema, dan pneumonia. Unilateral, bilateral, ataupun segmental air tapping
sering kali diikuti dengan temuan pneumonia, atelektasis, dan pergeseran mediastinal. Late
komplikasi dapat berupa empysema, bronchiectasis, maupun abses. Bronchiectasis slalu
dapat ditemukan pada pasien yang didiagnosis telah mengalami aspirasi setelah 30 hari
(Sahin, 2013., Karokea, 2002).

2. Benda Asing bersifat Nonradioopak


Benda asing non-radioopak pada tracheobronchial dapat bersifat organik maupun nonorganik. Penelitian Karakoe dkk tahun 2002 menemukan bahwa penyebab benda asing yang
bersifat organik dapat mengakibatkan reaksi jaringan dan cenderung terjadinya komplikasi
seperti Atelektasis dan air trapping. Kelembapan dari benda asing yang terus menerus
membuat terjadinya obstruksi dan menyebabkan terjadinya komplikasi (Karakoe, 2002).
Benda asing yang bersifat orgnik dapat berupa kacang dan biji-bijian, tulang, daging,
maupun buah seperti apel maupun wortel. Benda asing anorganic dapat berupa LEGO, balon,
plastik, ataupun tutup pulpen (Foltran, 2013). Aspirasi benda asing yang terbanyak yang
telah dilaporkan berupa benda organik berupa kacang. Batuk, mengik, dan dypnea adalah 3
dari simtom terbanyak akibat aspirasi benda asing.
Penelitian Karakoe dkk tahun 2002 menemukan bahwa insiden air trapping,
atelektasis, dan pneumonia telah banyak dilaporkan mengalami peningkatan dari 41%-64%, *
%-33%, 10%-24%, dan kejadin aspirasi terbanyak pada benda asing nonradioopak. Meskipun
7%-30% pasien ditemukan radiography normal, tidak dapat menyingkirkan adanya aspirasi
benda asing. Faktanya, hal itu dapat terjadi dikarena terlambatnya diagnosis bila melalui foto
polos. Meskipun adanya data lebih dari 90% aspirasi benda asing tracheobronchial
disebabkan oleh benda asing yang bersifat non-radioopak, radiography thorax merupakan
pilihan pertama untuk mendeteksi adaya aspirasi benda asing di thorakobronkial (Karakoe,
2002).

3. Penemuan Gambaran Radiologi Indirect pada Aspirasi benda asing


Pada pemeriksaan radiologik tidak ditemukan secara langsung benda asing didalam
tracheobronchial, ada beberapa gambaran radiologis indirect yang mampu menggambarkan
adanya benda asing didalam tubuh. Management penangangan pada anak-anak yang
mengalami aspirasi benda asingpun dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika ditemukan
beberapa gambaran radiologis sebagai berikut :
a) Hyperinflasi
Hyperinflasi yang terjadi baik unilateral, bilateral, maupun segmental merupakan
gambaran yang paling khas pada tanda yang tidak langsung pada aspirasi benda asing.
Unilateral lebih banyak terjadi daripada bilateral. Namun, bilateral hyperinflasi slalu
disebabkan oleh benda asing pada tracheal.
b) Atelektasis dan pneumonia
Berdasarkan penelitian yang ditemukan oleh Tokar dkk pada tahun 2004 bahwa
atelektasis banyak ditemukan hingga 25% pada kasus aspirasi benda asing dan juga
pneumonia hingga 9%-26% pada kasus yang hingga menyebabkan perseinten obstruction
(Tokar, 2004). Atelektasis dan pneumonia sering kali ditemukan pada kasus benda asing
yang terlambat terdeteksinya. Benda asing yang bersifat organik dapat menyebabkan

komplet obstruksi sehingga meningkatkan progresifitas inflamasi dan migrasi benda asing
menuju saluran pernapasan bagian bawah (Tokar, 2002).
c) Bronchiectasis
Bronchiectasis adalah gangguan irrebilitas dilasi dari bronkus sebagai akibat dari
keonik inflamasi dan infeksi pada bronkus (Boren, 2008). Sebuah studi yang dilakukan
oleh Karakoe pada 2002 menemukan bahwa 174 pasien dengan aspirasi benda asing,
ditemukan adanya bronchiesctasis pada 25% pasien dengan delay in diagnosis yang lebih
dari 30 hari (Karakoe, 2002).
d) Hyperinflasi atau obstruksi emphysema dengan atelektasis pada Same
Hemithorax dan Aeration didalam area atelektasis.
Hyperinflasi dan atelektasis sering kali terjadi secara bersamaan pada salah satu bagi
dada (hemithorax) dan ditemukan hingga 18%. Aeration pada daerah atelektasis
ditemukan hingga 6% pada 133 kasus anak-anak dengan aspirasi benda asing (Giardi,
2004).
e) Air leaks
Pneumothorax merupakan komplikasi yang karang pada aspirasi benda asing. Pada
sebuah studi menemukan dari 749 anak-anak dengan aspirasi benda asing, pneumothorax
dapat ditemukan hingga 1,99% kasus (Li, 2009). Spontanius pneumothorax dan
pneumomediastinum dapat terjadi 1-3 hari setelah benda asing terinhalasi.

Gambaran menyerupai aspirasi benda asing pada tracheobronchial dapat ditemukan


juga pada mucus plug yang dapat menyebabkan partial maupun komplit obstruksi jalan
napas. Dalam sebuah data di ditemukan 27 anak-anak dengan suspek aspirasi benda asing,
mucu plug memiliki hubungan dengan atelektasis, atelektasis dan pneumonia, atau
pneumonia saja (Hong, 2013). Hal serupa juga dapat ditemukan pda infeksi saluran
pernapasan besar. Infeksi yang sering kali memnyebabkan gambaran menyerupai aspirasi
benda asing adalah tuberculosis dan fibrosis mediastinitis yang disebabkan histoplasmosis
(Lee, 2011). Dapat pula gambaran neoplasma disaluran pernapasan besar, tracheobronchial
stenosis, dan Tracheobronchomalacia sebuah kelainan kongenital anomali pada sentral
saluran pernapasan (Lee, 2009).
Durasi dan kealamiaan benda asing memuliki efek terhadap lambatnya kompliasi.
Persisntesn respiratoru sistem yang terjadi akibat aspirasi benda asing membutuh terapi anti
inflmasi seperti steroids dan brokodilatator. Bronchiectasis dapat diteripi dengan pemberian
antibiotik, bronchodilatator, dan physiotherapi. Lobentomy dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan simtom persisten dan kerusakn persisten seperti bronchiectasis. Hampir 75%
kasus aspirasi benda asing pada anak-anak mengalami perbaikan sempurna setelah beberapa
minggu diberikan terapi baik secara operatif maupun non operatif.

BAB V
KESIMPULAN
Aspirasi benda asing menjadi salah satu penyebab morbiditi dan mortaliti pada anakanak. Benda asing yang bersifat radioopak lebih mudah didiagnosis bila dibandingkan dengan
yang bersifat non-radioopak. pencitraan benda asing yang bersifat non-radioopak seringkali
tidak spesifik dan tidak memberikan pencitraan yang jelas. Thoraks radiography menjadi
pilihan pertama dalam menginvestigasi benda sing yang terjadi pada thoracobronkial.
Ketika foto polos thoraks tidak memberikan gambaran abnormalitas, bronchoscopy dalam
menjadi pilihan sebagai alat untuk mendiagnostik sekaligus terapi, meskipun pemeriksaan ini
memiliki resiko particular pada pasien anak-anak. CT scan memiliki tingkat sensitivitas yang
tinggi dalam mendeteksi benda asing serta komplikasi baik disaluran pernapasan maupun di
parenchymas sebagai komplikasi dari aspirasi benda asing. Namun, disisi lain CT memiliki
resiko radiasi pada anak-anak. Meskipun begitu, CT scan menjadi pilihan untuk
mendiagnosis terutama dalam membedakan pencitraan lain yang menyerupai benda asing.

DAFTAR PUSTAKA
Sahin A, Meteroglu F, Eren S, et al: Inhalation of foreign bodies in children: Experience of 22
years. J Trauma Acute Care Surg 74(2): 658-663, 2013.
Karakoc F, Karadag B, AkbenliogluC, et al: Foreign body aspiration: What is the outcome?
Pediatr Pulmonol 34(1):30-36, 2002.
Hong SJ, GooHW, Roh JL: Utility of spiral and cine CT scans in pediatric patients suspected
of aspirating radiolucent foreign bodies. Otolaryngol Head Neck Surg 138(5):576580, 2008.
Assefa D, Amin N, Stringel G, et al: Use of decubitus radiographs in the diagnosis of foreign
body aspiration in young children. Pediatr Emerg Care 23(3):154-157, 2007.
Lee EY, Restrepo R, Dillman JR, et al: Imaging evaluation of pediatric trachea and bronchi:
Systematic review and updates. Semin Roentgenol 47(2):182-196, 2012.
Brown JC, Chapman T, Klein EJ, et al: The utility of adding expiratory or decubitus chest
radiographs to the radiographic evaluation of suspected pediatric airway foreign
bodies. Ann Emerg Med 61(1):19-26, 2013.
Lee EY, Greenberg SB, Boiselle PM: Multidetector computed tomography of pediatric large
airway diseases: State-of-the-art. Radiol Clin North Am 49(5):869-893, 2011.
Hunter TB, TaljanovicMS: Foreign bodies. Radiographics 23(3):731-757, 2003.
Tokar B, Ozkan R, Ilhan H: Tracheobronchial foreign bodies in children: Importance of
accurate history and plain chest radiography in delayed presentation. Clin Radiol
59(7):609-615, 2004.
Li Y,WuW, Yang X, et al: Treatment of 38 cases of foreign body aspiration in children
causing life-threatening complications. Int J Pediatr Otorhi- nolaryngol 73(12):16241629, 2009.
Lee EY, Boiselle PM: Tracheobronchomalacia in infants and children: Multidetector CT
evaluation. Radiology 252(1):7-22, 2009.

Anda mungkin juga menyukai