Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN SEMINAR JURNAL

Hepatoma

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Nazillatul Khoiriyah., S.Kep


Lutfi Pradipta Hadi., S.Kep
Saik Arzanul Sahfana , S.Kep
Ana Nisaul Wakhidiyah, S.Kep
Hajar Dewi Fumaya P., S.Kep

NIM 1531610
NIM 153161019
NIM 153161017
NIM 153161002
NIM 1531610

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKes WIDYA CIPTA HUSADA KEPANJEN KABUPATEN MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan tumor
ganas primer pada hati yang berasal dari sel -sel hepatosit. Dalam dasawarsa terakhir
terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut karsinoma hepatoseluler, antara
lain perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurangkurangnya perbaikan pada kualitas hidup (Hussodo, 2009).
Di Indonesia HCC ditemukan tersering pada median umur 50 dan 60 tahun
dengan predominasi pada laki -laki. Rasio antara kasus laki -laki dan perempuan
berkisar antara 2-6 : 1. HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker serta menempati
peringkat kelima pada l aki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker
tersering di dunia (Hussodo, 2009).
Tingkat kematian HCC juga sangat tinggi menempati urutan kedua setelah
kanker pankreas. Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta
di Afrika Tengah sedangkan terendah di Eropa Utara, Amerika Tengah, Australia dan
Selandia Baru. Sekitar 80% dari kasus di dunia berada di Negara berkembang seperti
Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah
dengan prevalens i tinggi hepatitis virus. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari
tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat
hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia
hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian
100/100.000 populasi (Singgih B, 2006).
Ada beberapa faktor berperan yang sebagai penyebab karsinoma hepatoseluler
yaitu antara lain meliputi Alflatoksin, Infeksi virus hepatitis B, Infeksi virus hepatitis C,
Sirosis Hati dan Alkohol. Sedangkan faktor resiko lain yang berperan menimbulkan
HCC adalah penyakit hati autoimun, penyakit hati metabolik, zat zat senyawa kimia
(Singgih B, 2006).
Hepatitis virus kronik merupakan faktor risiko timbulnya tumor hepatoma. Virus
penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C . Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus
ini lebih cenderung menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi
virus ini pertama kalinya. Virus hepatitis B atau C merupakan penyebab 88 % pasien
terinfeksi hepatoma. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepa
toma. Karsinoma hepatoseluler seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma

tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik.
Karsinoma hepatoseluler jarang ditemukan pada usia muda, kecuali diwilayah yang
endemik infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal.
Umumnya di wilayah dengan kekerapan karsinoma hepatoseluler tinggi, umur pasian
karsinoma hepatoseluler berkisar 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien
karsinoma hepatoseluler di wilayah dengan angka kekerapan karsinoma hepatoseluler
rendah (Hussodo, 2009).
1.2 Tujuan Seminar Jurnal
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari analisa jurnal ini untuk mengetahui tatalaksana hepatoma di IGD
RSUD Kanjuruhan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui cara penanganan hiperglikemia di IGD RSUD Kanjuruhan.
b. Mengetahui cara penanganan hiperglikemiaberdasarkan analisis jurnal.
c. Membandingkan penatalaksanaan kegawat daruratan Hiperglikemia di IGD
RSUD Kanjuruhan dan berdasarkan analisis jurnal.
1.3 Manfaat Jurnal
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil dari analisa jurnal ini diharapkan dapat menjadi referensi atau
masukan bagi perkembangan ilmu keperawatan terutama untuk keperawatan Gawat
Darurat dalam mengatasi masalah hiperglikemia.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil dari analisa jurnal ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi:
a. Pasien
Dapat menambah wawasan bagi pasien dengan rencana pengobatan dalam
mengatasi atau mengurangi dampak infeksi.
b. Rumah Sakit
Dapat menjadi pedoman atau bacaan dalam menangani pasien dengan kasus
hiperglikemia.
c. Institusi
Dapat dijadikan referensi di institusi dalam mengatasi masalah penyakit
hiperglikemia.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1

Pengertian
Kanker adalah proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh
mutasi genetik dari DNA seluler. Pengertian hepatoma (karsinoma hepatoseluler)

adalah kanker yang berasal dari sel-sel hati. Karsinoma hepatoseluler (KHS)
merupakan salah satu tumor yang menimbulkan stenosis (Hussodo, 2009).
Karsinoma hepatoseluler

(hepatocellular

carcinoma

atau

HCC)

merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel-sel hepatosit. Dalam
dasawarsa terakhir

terjadi

perkembangan

yang cukup

berarti

menyangkut

karsinoma hepatoseluler, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang


memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup (Hussodo,
2009).
Penentuan Stadium Tumor Nodus Metastasis (TNM) untuk
hepatoma (Hussodo, 2009) :
N
O
1.
2.

3.

4.
5.

TINGKATAN

KETERANGAN

Stadium I
Stadium II

Tumor 1, Nodus 0, Metastais 0


Tumor 2, Nodus 0, Metastais 0
Tumor 1, Nodus 1, Metastais 0
Tumor 2, Nodus 1, Metastais 0

Stadium III

Tumor 3, Nodus 0, Metastais 0


Tumor 3, Nodus 1, Metastais 0
Tumor 4, Setiap Nodus, Metastais 0
Setiap Tumor , Setiap Nodus, Metastais 1

Stadium IV A
Stadium IV B

Keterangan :
1. T1 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang tanpa invasi
vaskuler
2. T2 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar 2 cm atau kurang dengan invasi
vaskuler , atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran
terbesar tidak lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler, atau tumor soliter dengan
ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi vaskuler.
3. T3 : tumor soliter yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm tanpa invasi
vaskuler atau tumor multiple yang terbatas pada satu lobus dengan ukuran
terbesar tidak lebih dari 2 cm dan dengan invasi vaskuler atau tumor multiple yang
terbatas

pada

satu

lobus

dan

tidak

ada

satupun

yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 2 cm, dengan atau tanpa
invasi vaskuler.

4. T4 : Tumor meliputi pada lebih dari satu lobus paru atau tumor tumor yang
meliputi cabang utama vena porta atau vena hepatika.
5. Nodus Limfatikus
N0 : Tidak terdapat metastasis pada nodus limfatikus.
N2 : Metastasis terjadi pada nodus limfatikus regional.
6. Metastasis Jauh
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
2.2

Etiologi
Ada beberapa faktor berperan yang sebagai penyebab karsinoma hepatoseluler
yaitu antara lain meliputi Alflatoksin, Infeksi virus hepatitis B, Infeksi virus hepatitis C,
Sirosis Hati dan Alkohol. Sedangkan faktor resiko lain yang berperan
menimbulkan HCC adalah penyakit hati autoimun, penyakit hati metabolik, zat -zat
senyawa kimia (Singgih B, 2006). Hepatitis virus kronik merupakan faktor risiko
timbulnya tumor hepatoma. Virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C .
Virus hepatitis B atau C merupakan penyebab

88

pasien

terinfeksi

hepatoma. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma.
Karsinoma hepatoseluler seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma
tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik.
Timbulnya Karsinoma Hepatoseluler (KHS) menurut Smeltzer (2008)
disebabkan oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Infeksi kronik virus Hepatitis B (HBV).


Infeksi kronis virus Hepatitis C (HCV).
Kontak dengan racun kimia tertentu (mis: Vinil, klorida, arsen).
Defisiensi 1 - antitripsin, hemokromasitis dan tirosinemia.
Pemberian jangka panjang Steroid adrenogenik.
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti

kuat, baik secara epidermiologis kunis maupun eksperimental, sebagian besar wilayah
yang hiperdermik, HBV menunjukkan angka kekerapan dalam hati pada sekitar
separuh dari seluruh kasus kanker stadium lanjut. Tumor maligna pada akhirnya
cenderung mencapai hati melalui system protal atau saluran limfatik, atau melalui
perluasan langsung dari tumor abdominal.
2.3

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2008) adalah:
1. Gejala gangguan nutrisi: penurunan berat badan.

2. Kehilangan kekuatan.
3. Anoreksia dan anemia.
4. Nyeri abdomen disertai dengan pembesaran hati yang cepat serta
permukaan yang teraba iregular pada palpasi.
5. Ikterus hanya terjadi jika saluran empedu yang besar tersumbat oleh tekanan
nodul maligna dalam hilus hati.
6. Asites timbul setelah nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila
jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal.
7. Sering terdapat peningkatan kadar fosfatose alkali dan alfa lipoprotein (AFP)
serum.
2.4

Patofisiologi
Perjalanan penyakit cepat, bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien
meninggal dalam 3 sampai 6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan
hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya
terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik ini sering
menimbulkan sirosis, yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma
hepatoseluler.
Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar,
pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada selsel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan
mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang
membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati), sehingga
menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di
ulu hati. Sumbatan intra hepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal
sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal.
Timbulnya
metabolisme
peningkatan
Gangguan

asites

protein
cairan

karena

sehingga
atau

metabolisme

penurunan
terjadi

penimbunan
protein

yang

sintesa

penurunan
cairan

albumin
tekanan

didalam

mengakibatkan

pada

proses

osmotik

dan

rongga peritoneum.
penurunan

sintesa

fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehingga


dapat menimbulkan perdarahan.

Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu intra
hepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati. Akibatnya
billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi
(akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli,

empedu

belum

mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami


konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan
karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin, oleh karena
nodul tersebut menyumbat vena porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga
peritoneal.
Peningkatan kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garamgaram empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
(Smeltzer, 2008). Gangguan

metabolisme

karbohidrat,

lemak

dan protein

menyebabkan penurunan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam


hepar berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang
akibatnya timbul keletihan. Kerusakan

sel

hepar

juga

dapat

mengakibatkan

penurunan fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada
zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat
mengakibatkan

keletihan,

defisiensi

vitamin

mengakibatkan

gangguan

penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi


vitamin

mengakibatkan

demineralisasi

tulang

dan

defisiensi vitamin E

berpengaruh pada integritas kulit. (Smeltzer, 2008; Sjamsuhidajat, 2010; Carpenito,


2006).

2.5

Pathway

2.6

Komplikasi
Komplikasi Hepatoma paling sering adalah perdarahan varises esofagus, koma
hepatik, koma hipoglikemi, ruptur tumor, infeksi sekunder, metastase ke organ lain.
(Sjamsuhidajat, 2000).
Sedangkan menurut Suratun (2010) komplikasi dari kanker hati adalah:

2.7

a.
b.
c.
d.
e.

Perdarahan berhubungan dengan perubahan pada faktor pembekuan .


Fistulabiliaris.
Infeksi pada luka operasi.
Masalah pulmonal.
Anoreksia dan diare merupakan efek yang merugikan dari pemakaian agens

f.

kemoterapi yang spesifik 5-FU dan FUDR.


Ikterik dan asites jika penyakit sudah pada tahap lanjut.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suratun (2010) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
penderita hepatoma yaitu:
a. Pemeriksaan radiologi yang meliputi sinar X dan dada serta Ultrasonografi dapat
menunjukkan adanya massa.
b. Scan CT dengan zat kontras dapat membantu dokter dalam menentukan apakah
ada lesi-lesi benigna atau maligna.
c. Angiografi dapat memperlihatkan pembuluh darah yang terkena sebelum
pembedahan.
d. Biopsi dengan jarum tidak direkomendasikan jika reseksi pembedahan masih
mungkin untuk dilakukan karena hal ini diperkirakan bahwa tumor tersebut
kemungkinan akan mengalir ke rongga abdomen. Jika Biopsi dengan jarum
dilakukan, perdarahan merupakan komplikasi yang sangat mungkin terjadi
berhubungan dengan resiko peningkatan perdarahan dengan penurunan fungsi
hepar.
e. Pemeriksaan laboratorium meliputi beberapa pemeriksaan yaitu:
1) Alfa-fetoprotein (AFP) meningkat pada klien dengan karsinoma hepatoseluler
dan biasanya tidak ada peningkatan pada klien dengan kolagiokarsinoma atau
kanker hepar metastatik.

2) Antigen karsinoembrionik (CEA) dapat meningkat pada klien karsinoma


gastrointestinal dan adenokarsinoma lain yang metastase ke hepar terutama
kanker kolorektal dan karsinoma hepatoseluler.
3) Tes fungsi hati liver (LTF) yang meliputi transminase bukan untuk
mendiagnosa

kanker

tetapi

peningkatannya

kemungkinan

dapat

menindikasikan terjadinya masalah hepar.

2.8

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

terhadap

pasien

Hepatoma

terdiri

dari

pembedahan,

kemoterapi, terapi radiasi. (Suratun, 2010).


a. Pembedahan
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk pasien
kanker hati. sayangnya hanya 25% pasien yang memenuhi kriteria untuk reseksi
hati. Reseksi hepatik melibatkan subkostal bilateral maupun insisi torakoabdominal.
Setelah insisi, terdapat empat teknik reseksi yang diketahui yaitu lobektomi kanan
dan kiri, trisegmenteknomi dan segmentektomi lateral, segmen-segmen lateral
meliputi

pengangkatan

bagian

luar

lobus

kiri.

Trisegmentektomi

adalah

pengangkatan lobus kanan dan bagian dalam lobus kiri.


b. Kemoterapi
Kemoterapi regional meliputi penginfusan agens yang sangat dimetabolisasi
oleh hati melalui arteri hepatik. ini sangat meningkatkan dosis obat yang diberikan
ke tumor, tetapi meminimalisir efek samping sisterik. Kemoterapi intra arterial
dapat diberikan melalui kateter sementara yang dipasang ke dalam arteri aksila dan
femoralis. Agens yang digunakan paling sering untuk kemoterapi intraarterial
adalah flukoridin (FUDR) dan 5-FU. Obat lain yang digunakan meliputi sisplatin,
doksorubisin, mitomisin-C, dan diklorometotrekstat.
c. Terapi Radiasi
Meskipun kanker hati diyakini sebagai tumor radiosensitif, pengguna terapi
radiasi dibatasi oleh intoleransi relatif parenkim normal. Semua hati yang akan

mentoleransi 3000 cGy. Pada dosis ini insidensi hepatitis radiasi adalah 5% sampai
10%. Pengobatan atau remisi jangka panjang kanker hati memerlukan dosis lebih
tinggi secara signifikan.
Menurut Ester (2009) ada beberapa penatalaksanaan yang menggunakan
pendekatan keperawatan yaitu:
a. Dalam persiapan untuk pembedahan, status nutrisi, cairan, fisik umum dikaji
dan upaya dilakukan untuk menjamin kondisi fisik seoptimal mungkin.
b. Berikan penjelasan agar pasien menyiapkan diri secara psikologis terhadap
pembedahan, pemeriksaan diagnostik yang panjang dan melelahkan
mungkin dilakukan, perlu dilakukan persiapan usus dengan menggunakan
katartik, irigasi kolon dan antibiotik usus untuk meminimalkan kemungkinan
akumulasi amonium dan mengantisipasi kemungkinan insisi usus.
c. Pada pascaoperasi terdapat masalah potensial yang berhubungan dengan
keterlibatan kardiopulmonal, kapiler vaskuler, dan disfungsi pernafasan dan
hati, abnormalitas metabolik memerlukan perhatian cermat. Infus konstan
dengan glukosa 10% diperlukan dalam 48 jam pertama untuk mencegah
cetusan penurunan gula darah, yang diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis. Sintesis protein dan metabolisme lemak juga berubah,
sehingga memerlukan penginfusan albumin.
d. Pasien memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta perawatan
selama 2 atau 3 hari pertama. Ambulasi dini dianjurkan.
Adapun pencegahan terhadap penyakit klien agar tidak mengalami Hepatoma
yaitu:
a.
b.
c.
2.9

Pencegahan untuk penyakit Hepatitis B dan C.


Hindari Mengkonsumsi alkohol.
Hindari makanan yang mengandung aflatoksin.

Tinjauan Penelitan Terdahulu

No

Judul Penelitian dan


tahun

Populasi
dan Sampel

Metode

Hasil

1.

Penatalaksanaan non
bedah dari karsinoma
hati
(2011)
http://www.univmed.
org/wpcontent/uploads/2011
/02/Gontar.pdf

Management of
Hepatocellular
Carcinoma: Updated
Review
(2013)

Combination
Therapy of Sorafenib
and Transarterial
Chemoembolization

28

Deskriptif

Deskriptif

Experiment

Upaya pengobatan non-bedah


efektif sebagai pengendalian
sementara terhadap penyebaran
penyakit
pada
penderita
penderita karsinoma hepato
seluler yang kecil tetapi tidak
dapat dilakukan reseksi. Juga
pada penderita karsinoma yang
sudah lanjut. Pada penderita
tumor yang besar yang tidak
dapat direseksi, teknik-teknik
yang
dapat menyebabkan
nekrosis tumor secara lengkap
melalui
kombinasi
kemoembolisasi
dan
PEI
mungkin dapat memberikan
survival penyakit yang lebih
panjang.
Modalitas yang berbeda dari
manajemen termasuk reseksi
(pembedahan
atau
transplantasi), ablasi lokal,
chemoembolization,
radioembolization dan terapi
bertarget molekuler dengan
berbagai obat yang diteliti yang
berkembang setelah disetujui
FDA sorafenib. Downstaging
dan bridging dua strategi
penting
untuk
mengelola
pasien HCC yang akan
menjalani transplantasi hati
untuk
meningkatkan
kelangsungan hidup pasca
operasi mereka. Akhirnya,
kelangsungan
hidup
dan
prognosis tergantung pada
beberapa faktor prognostik
yang baik pasien terkait atau
tumor terkait.
Kombinasi sorafenib dan DEBTACE digunakan pada pasien
HCC stadium lanjut ditoleransi
dengan baik oleh pasien.

in Management of
Hepatoma
(2013)

Keracunan bisa teratasi dengan


menyesuaikan dosis sorafenib,
yang
menunjukkan
baik
respon. Efektivitas DEB-TACE
dalam
kombinasi
dengan
sorafenib
terbukti
tingkat
keberhasilan
tinggi
berdasarkan Kriteria RECIST
dari EASL. Penelitian lebih
lanjut tentang yang tepat
pemberian dosis sorafenib
masih diperlukan. Ini studi
yang
direkomendasikan
memulai pengobatan dengan
sorafenib dosis rendah, yang
kemudian meningkat secara
bertahap
sementara
pemantauan
tanda-tanda
toksisitas.

BAB III
TINJAUAN KASUS

16

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Kasus

4.2 Implikasi Keperawatan


1.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Carpernito, Lynda Juall, 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta.
2. Soeparman, Sarwono Maspadji 1990. Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
3. Doenges, Marilynn E., (2005). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC : Jakarta
4. Sylvia. (2005). Patofisiologi Proses Penyakit. Vol.3 . EGC : Jakarta
5. Smeltzer, Suzanne C., (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing Vol.2. EGC :
Jakarta
6. USU instutional repository (2011). pembahasan mengenai hematoma from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40475/4/Chapter%20II.pdf
7. USU instutional repository (2011). latarbelakang mengenai hematoma from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40475/5/Chapter%20I.pdf
8. Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem.
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media. Muslihah

26

Anda mungkin juga menyukai