Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan

Pembangunan

Kesehatan

adalah

tercapainya

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat


mewujudkan

derajat

kesehatan

masyarakat

yang

optimal,

sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan


Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas
dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain

itu

dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial


ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah.

Masyarakat mulai cenderung

menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan


lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin
meningkatnya

tuntutan

masyarakat

akan

mutu

pelayanan

Rumah Sakit maka fungsi pelayanan RS Dr. M. Soewandhie


Surabaya

secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar

menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan


kepada pasien, keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya dapat seperti yang diharapkan maka
1

perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS


Dr.

M.

Soewandhie

Surabaya.

Buku

panduan

tersebut

merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan


RS Dr. M. Soewandhie Surabaya, yang disusun sebagai acuan
bagi

pengelola

RS

Dr.

M.

Soewandhie

Surabaya

dalam

melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.


Dalam buku panduan ini diuraikan tentang prinsip upaya
peningkatan

mutu,

langkah-langkah

dilengkapi dengan indikator mutu.

pelaksanaannya

dan

BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
Upaya

peningkatan

mutu

pelayanan

kesehatan

sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820 1910)


Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan
pada

aspek-aspek

pelayanan.

Salah

keperawatan
satu

pada

ajarannya

peningkatan

yang

terkenal

mutu
sampai

sekarang adalah hospital should do the patient no harm,


Rumah Sakit

jangan sampai merugikan atau mencelakakan

pasien.
Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan
medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam
tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain
kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena
seringnya

terjadi

penyulit.

Mereka

berkesimpulan

bahwa

penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat


di

Rumah

Sakit.

Untuk

itu

perlu

ada

penilaian

dan

penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan


pembedahan.

Ini

adalah

upaya

pertama

yang

berusaha

mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan


keluarnya.

Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American


College

of

Surgeons

(ACS)

menyusun

suatu

Hospital

Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya


pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu
pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan
mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk
ikut serta.

Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka

spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang.


Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat
mencakup disiplin lain secara umum.
Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American
College

of

bekerjasama

Physicians,
membentuk

American
suatu

Hospital
Joint

Association

Commision

on

Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk


menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit .
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan
syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahankelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu
Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggitingginya sesuai dengan sumber daya yang ada.

Untuk

memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965


standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa
tahun sekali diadakan revisi.

Atas

keberhasilan

JCAH

dalam

meningkatkan

mutu

pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi


dalam mengundangkan Medicare Act. Undang-undang ini
mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang
ditentukan oleh JCAH.

Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak

diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi


kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di
Amerika sangat menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya
9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh
pasien.
Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu
agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga
mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan
dengan baik.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards
(ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun
sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3
Negara bagian.

Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima

kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan


mutu

pelayanan

sehingga

sekarang

mencakup semua negara bagian.

kegiatan

ACHS

telah

Pelaksanaan peningkatan

mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di


Amerika.

Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu


pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan
hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi
kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan
secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor
Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil
inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan
pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan
sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada

tahun

1982

kantor

regional

tersebut

telah

menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan


penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang
metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983
di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh
WHO

telah

mengadakan

pertemuan

untuk

mempelajari

peningkatan mutu khusus untuk Eropa.


Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai
upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan
Mei

1989

terdapat

kesan

bahwa

secara

nasional

upaya

peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada


perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program
peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional
6

adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari


Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan
mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri
Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan
terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam
rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah
Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa
kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari
tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut
pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masingmasing kelas Rumah Sakit.

Disamping standar, Departemen

Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka


meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak

tahun

mengembangkan
mengevaluasi

1984

berbagai

penampilan

Departemen
indikator

Kesehatan

untuk

(performance)

mengukur
Rumah

telah
dan
Sakit

pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam


rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun
ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk
tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan
ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga
7

kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta

setara.

Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi


pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan.
Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal
dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI).
dengan konsep

Berbeda

QA tradisional dimana dalam monitor dan

evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada


CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui
penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang.
Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh
karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit
telah mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan
Rumah Sakitnya.

Pada tahun 1981 RS Gatot Subroto telah

melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas


derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada
tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi
Husada di Surabaya membuat

penilaian mutu atas dasar

penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit


Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi
nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.
Rumah

Sakit

Cipto

Mangunkusumo

penggunaan obat secara rasional.

menggunakan

upaya

Rumah Sakit Islam Jakarta

pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan


8

Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa


Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus
Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan
telah

mengadakan

Pelatihan

Peningkatan

Mutu

Pelayanan

Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di


atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan
mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya
sering ada perbedaan.

BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RS DR. M. SOEWANDHIE SURABAYA
Agar upaya peningkatan mutu di RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar
upaya penigkatan mutu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RS DR. M. SOEWANDHIE SURABAYA
1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada
beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan
apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau
jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan
(commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan
pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya

untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang


10

sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan


dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia
di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya secara wajar, efisien
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan RS
Dr. M. Soewandhie Surabaya dan masyarakat konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu :
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
d. Karyawan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
e. Masyarakat
f.

Pemerintah

g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut
pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu
mutu adalah multi dimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi

11

c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Input, Proses, Output dan Outcome
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur
dengan menggunakan 3 variabel, yaitu :
1). Input, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk
melakukan

pelayanan

kesehatan,

seperti

tenaga,

dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi,


organisasi,

informasi,

dan

lain-lain.

Pelayanan

kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input


yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu
pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan
penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2). Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah
merupakan
pelayanan

interaksi
dengan

profesional

konsumen

antara

pemberi

(pasien/masyarakat).

Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang


penting.
3). Output, ialah jumlah pelayanan yang dilakukan oleh
unit kerja/rumah sakit.
4). Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan

yang

terjadi

12

pada

konsumen

(pasien/masyarakat),

termasuk

kepuasan

dari

konsumen tersebut.
RS Dr. M. Soewandhie Surabaya adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat
modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di RS Dr.
M. Soewandhie Surabaya

menyangkut berbagai fungsi

pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis


disiplin. Agar RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
melaksanakan

fungsi

yang

demikian

kompleks,

mampu
harus

memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di


bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk
menjaga dan meningkatkan mutu, RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin
peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya

diawali dengan penilaian akreditasi

RS Dr. M. Soewandhie Surabaya

yang mengukur dan

memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada


kegiatan

ini

RS

Dr.

M.

Soewandhie

Surabaya

harus

menetapkan standar input, proses, output, dan outcome,


serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah
ditetapkan. RS Dr. M. Soewandhie Surabaya dipacu untuk
dapat

menilai

diri

(self

assesment)

dan

memberikan

pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.


13

Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada


latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RS Dr.
M. Soewandhie Surabaya yang menilai dan memecahkan
masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur
hasil kinerja RS Dr. M. Soewandhie Surabaya tidak dapat
diketahui

apakah

input

dan

proses

yang

baik

telah

menghasilkan output yang baik pula. Indikator RS Dr. M.


Soewandhie Surabaya disusun dengan tujuan untuk dapat
mengukur kinerja mutu RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
secara nyata.
B.

UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS DR. M.


SOEWANDHIE

SURABAYA

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat


diartikan

keseluruhan

upaya

dan

kegiatan

secara

komprehensif dan integratif memantau dan menilai mutu


pelayanan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya, memecahkan
masalah-masalah yang ada dan mencari jalan keluarnya,
sehingga mutu pelayanan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
akan menjadi lebih baik.
Di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya upaya peningkatan
mutu

pelayanan

adalah

kegiatan

yang

bertujuan

memberikan asuhan atau pelayanan sebaik-baiknya kepada


pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan RS Dr. M.
14

Soewandhie Surabaya

akan sangat berarti dan efektif

bilamana upaya peningkatan mutu menjadi tujuan seharihari dari setiap unsur di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
termasuk pimpinan, pelaksana pelayanan langsung dan staf
penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang
melibatkan

mutu

penggunaan

sumber

asuhan
daya

atau
secara

pelayanan

dengan

tepat

efisien.

dan

Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi


tidak berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya
lebih banyak atau mutu rendah biayanya lebih sedikit.
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan
tujuan dari upaya peningkatan mutu pelayanan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya
1. Definisi Upaya

Peningkatan Mutu Pelayanan RS Dr. M.

Soewandhie Surabaya
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif
dan integratif yang menyangkut input, proses dan output
secara objektif, sistematik dan berlanjut memantau dan
menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien, dan
memecahkan masalah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan yang diberikan di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
berdaya guna dan berhasil guna.

15

2.

Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan RS Dr. M.

Soewandhie Surabaya
Umum : Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya
peningkatan mutu pelayanan RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya secara efektif dan efisien agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal.
Khusus: Tercapainya peningkatan mutu pelayanan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya melalui :
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar
profesi

dan

standar

pelayanan

yang

dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu


sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan
penelitian

teknologi

dan

tepat

pengembangan

guna,

hasil

pelayanan

kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu RS Dr. M. Soewandhie Surabaya meliputi
indikator klinik, indikator yang berorientasi pada waktu dan
indikator

ratio

yang

berdasarkan

pada

efektifitas

(effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan


kelayakan (appropriateness).
4. Strategi

16

Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan RS Dr. M.


Soewandhie Surabaya maka disusunlah strategi sebagai
berikut :
1) Setiap petugas harus memahami dan menghayati
konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya sehingga dapat menerapkan
langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masingmasing unit kerjanya.
2) Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi
sumber daya manusia di RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya , serta upaya meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
3) Menciptakan budaya mutu di RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya, termasuk di dalamnya menyusun program
mutu

RS

Dr.

M.

Soewandhie

Surabaya

dengan

pendekatan PDCA cycle.


5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses
siklus (daur) yang berkesinambungan.

Langkah pertama

dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi


masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses
siklus (daur), karena akan menentukan kegiatan-kegiatan

17

selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini. Masalah


akan timbul apabila :
Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada
terdapat penyimpangan
Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah
maka bisa dilakukan tindakan perbaikan.

Namun agar

pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan


perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang
tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan
masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih
tetap

merupakan

masalah

sehingga

proses

siklus

akan

berulang mulai tahap pertama.


C. PENGENDALIAN KUALITAS PELAYANAN
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan
yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran
perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang
diproduksi.

Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya

adalah pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk


menciptakan

kepuasan

pelanggan

18

(quality

of

customers

satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian


di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya.
Pengertian

pengendalian

kualitas

pelayanan

mengacu pada siklus pengendalian (control cycle)

di

atas

dengan

memutar siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A) = Relaksasi


(rencanakan laksanakan periksa aksi).
dikenal

sebagai

siklus

Shewart,

Pola P-D-C-A ini

karena

pertama

kali

dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang


lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-DC-A lebih sering disebuit siklus Deming. Hal ini karena Deming
adalah

orang

yang

mempopulerkan

penggunaannya

dan

memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut,


P-D-C-A

adalah

alat

yang

bermanfaat

untuk

melakukan

perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa


berhenti.
Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap
manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement)
secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke
keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian
organisasi, seperti tampak pada gambar 1.
Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah
yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta
penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada
fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
19

subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat


serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan
sebagai

patokan

perbaikan

selanjutnya

perusahaan

harus

menetapkan standar pelayanan.

Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA

Identifikasi

masalah

dapat

dilakukan

dengan

menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang


ikan

(fish-bone).

Diagram

tulang

ikan

adalah

alat

untuk

menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara


rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah
20

sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan,


mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab
terjadinya

masalah

dan

menganalisa

masalah

tersebut

(Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada


gambar 2.

Gambar 2. Diagram Tulang Ikan


Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan:
1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelh kanan
(kepala tulang ikan)
2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada
sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material,
lingkungan

21

3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab


masalah pada setiap komponen struktur dan proses
tersebut.
Hubungan

pengendalian

kualitas

pelayanan

dengan

peningkatan perbaikan berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship


between

Control

diperlihatkan

and

dalam

Improvement
gambar

2.

under

P-D-C-A

Pengendalian

Cycle)
kualitas

berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem


informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat
dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam
gambar 3.

Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A Cycle

22

Gambar 4. Siklus PDCA


Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran Plan
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada
kebijakan yang ditetapkan.

Penetapan sasaran tersebut

ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi.

Penetapan

sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis


informasi.
Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka,
harus

pula diungkapkan

dengan

maksud

tertentu

dan

disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat


23

karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan


dan tujuan, semakin rinci informasi.
b. Langkah 2.

Menentukan metode untuk mencapai tujuan

Plan
Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu
akan berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk
mencapainya.

Metode yang ditetapkan harus rasional,

berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan


karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam
menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti
dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan
dimengerti oleh semua karyawan.
c. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk
standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait,
dilakukan

program

pelatihan

para

karyawan

untuk

memahami standar kerja dan program yang ditetapkan.


d. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi
yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat
mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena
24

itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat


dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul
dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.

e. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan Check


Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan
dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu
telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan
mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat
diabaikan.

Hal yang harus disampaikan kepada karyawan

adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat


dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang
bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode
(standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas
baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui
penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari
pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari
penyebabnya.
f. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan
untuk menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah
25

ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus


ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak
terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor
penyebab

yang

telah

mengakibatkan

penyimpangan

merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian


kualitas pelayanan.
Konsep

PDCA

dengan

keenam

langkah

tersebut

merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas


pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan
dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian
dan

semua

pengendalian

proses.
kualitas

Partisipasi

semua

pelayanan

karyawan

diperlukan

dalam

kesungguhan

(sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang


semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara
berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan
hanya sasaran yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak
seseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas
pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang
secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas
pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam
pengendalian

kualitas

pelayanan

26

dimaksudkan

adalah

pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil


setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu
pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika
terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari
proses.

Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin

adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok


karyawan

dengan

manajemen,

sebagai

tanggung

jawab

bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok,


sebagai mata rantai dari suatu proses.

27

BAB IV
PRINSIP DASAR UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah
pemilihan aspek yang akan ditingkatkan dengan menetapkan
indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk mengukur
mutu pelayanan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
Indikator :
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan
suatu indikasi.

Indikator merupakan suatu variabel yang

digunakan untuk bisa melihat perubahan.

Indikator yang baik

adalah yang sensitif tapi juga spesifik.


Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :

Tingkat kinerja atau keadaan yang dapat diterima oleh


seseorang yang berwenang dalam situasi tersebut, atau
oleh

mereka

yang

bertanggung

jawab

untuk

mempertahankan tingkat kinerja atau kondisi tersebut.

28

Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau


prestasi yang sangat baik.

Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas,


berat, nilai atau mutu.

Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka


harus memperhatikan prinsip dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan

Keprofesian

Efisiensi

Keamanan pasien

Kepuasan pasien

Sarana dan lingkungan fisik

2. Indikator yang dipilih


a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada
input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan
kelompok daripada untuk perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan dengan Rumah
Sakit lain, baik di dalam maupun luar negeri.
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek
yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
29

3. Kriteria yang digunakan


Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung
untuk dapat menilai indikator, sehingga dapat sebagai batas
yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan

30

BAB V
FOKUS UTAMA UPAYA PENINGKATAN MUTU
Fokus utama upaya peningkatan mutu RS Dr. M. Soewandhie
Surabaya terintegrasi dengan Panduan Patient Safety RS Dr.
M. Soewandhie Surabaya yang menerapkan Tujuh Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
A. Kepemimpinan dan Perencanaan
Pimpinan RS Dr. M. Soewandhie Surabaya dalam berperan aktif
dalam kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.

Pimpinan bertanggung jawab atas mutu pelayanan RS Dr.

M. Soewandhie Surabaya.
Pimpinan bertanggung jawab atas keselamatan pasien RS

Dr. M. Soewandhie Surabaya.


Telah dibentuk panitia mutu dan keselamatan pasien
untuk menjadi penggerak dalam hal mutu dan

keselamatan pasien.
Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi
prioritas agenda dalam rapat jajaran direksi maupun
rapat-rapat manajemen rumah sakit. Hal ini dituangkan

dalam SK Penetapan Forum Rapat : 042/SK/DIR/VI/2012.


Pimpinan melalui panitia mutu dan keselamatan pasien
membuat perencanaan dan pelaksanaan program
kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
Tugas dan program kerja panitia mutu dan keselamatan
31

pasien secara lengkap dijabarkan dalam Pedoman

Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien.


Pimpinan mendukung peningkatan kompetensi sumber
daya manusia di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya melalui

pelatihan yang disesuaikan.


Pimpinan memonitor kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien melalui laporan dari panitia

peningkatan mutu dan keselamatan pasien.


Pimpinan RS, dalam hal ini Direktur, melaporkan kegiatan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien setiap 3 bulan
(dalam rapat evaluasi triwulan) dan setiap akhir tahun
(dalam laporan tahunan).

B. Manajemen Proses Klinik


Salah satu fokus kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
adalah untuk mengurangi risiko dalam proses asuhan klinis.

Ditetapkan standar asuhan klinis melalui panduan praktik

klinik dan atau clinical pathway.


Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya.

32

Panduan praktik klinik dan atau clinical pathway tersebut


di review setiap tahun dan dilakukan perbaikan apabila

perlu.
Melakukan audit medik minimal 1 x 1 tahun untuk melihat
kepatuhan dan adanya perbaikan.

C. Pengukuran, Evaluasi serta Peningkatan Mutu dan


Keselamatan Pasien.
RS Dr. M. Soewandhie Surabaya telah menetapkan
indikator yang harus dipenuhi oleh semua unit. Indikator
tersebut terdiri dari Indikator Manajerial, Indikator Mutu
Pelayanan dan Indikator Patient Safety (Insiden yang harus
dicatat). Indikator patient safety terdapat dalam Panduan
Patient Safety RS Dr. M. Soewandhie Surabaya
(indikator terlampir).
Pengumpulan data dan evaluasi Indikator Mutu dan
Keselamatan Pasien:
Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan
pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang
sudah ditetapkan sesuai dengan
kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit
(alur pelaporan terlampir).

33

Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan


indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah

ditetapkan.
Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan
tersebut kepada Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien

setiap bulan
Unit yang terkait:
o Bagian Pengadaan
o Bagian HRD
o Bagian Customer Service
o Bagian Keuangan
o Instalasi Rekam Medis
o Instalasi Farmasi
o Instalasi Laboratorium
o Instalasi Radiologi
o Instalasi Rehabilitasi Medik
o Instalasi Gizi
o Unit Pelayanan Darah
o IPSRS
o Instalasi Rawat Jalan
o Instalasi Rawat Inap
o Instalasi Kamar Operasi
o Instalasi UGD
o Instalasi ICU
o Panitia PPI
o Panitia Ponek
o Panitia K3
o Pelayanan TB
Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie
Surabaya secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan

34

evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan

pasien yang dipergunakan di Dr. M. Soewandhie Surabaya


Ditetapkan minimal 5 (dari seluruh indikator) indikator
utama yang sensitif untuk dianalisa lebih jauh sesuai
dengan keadaan rumah sakit. Indikator utama ini direview
setiap tahun dan diganti apabila perlu. Pemilihan ini
didasarkan pada konsensus antara pimpinan dengan

panitia mutu dan keselamatan pasien.


Kriteria pemilihan indikator utama adalah:
o Proses utama yang kritikal
o Proses risiko tinggi
o Proses yang cenderung bermasalah

Validasi dan analisa Data Indikator Mutu dan


Keselamatan Pasien :

Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie


Surabaya melakukan pencatatan kegiatan yang telah
dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur

Rumah Sakit secara berkala.


Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien RS Dr. M.
Soewandhie Surabaya melakukan analisa terhadap
kegiatan pemenuhan indikator, dengan cara
membandingkan secara internal, yaitu dengan bulan

sebelumnya dan dengan standar yang telah ditetapkan.


Dilakukan validasi data oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien apabila terdapat:
35

o
o

Indikator atau proses yang baru diberlakukan


Kecenderungan peningkatan atau penurunan angka

pemenuhan indikator
Terdapat variasi dari pencatatan pemenuhan

o
o

indikator
Data yang dianggap meragukan
Secara berkala (3 bulan sekali) dilakukan terhadap
semua data indikator dan dilaporakan dalam

laporan triwulan panita PMKP.


Secara berkala (1 bulan sekali) pada indikator

utama.
Validasi data dilakukan dengan menelusuri ke lapangan
untuk melihat bagaimana data dikumpulkan dan dicatat.
Apabila diperlukan dilakukan pengumpulan data kembali
oleh individu yang berbeda.

Meningkatkan dan Mempertahankan Mutu dan


Keselamatan Pasien: Manajemen Risiko
Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien dilakukan
dengan menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko di semua unit/bagian RS Dr.
M. Soewandhie Surabaya. Analisis risiko merupakan proses
untuk mengenali bahaya (hazard) yang mungkin terjadi dan
bagaimana potensi kegawatan dari bahaya tersebut.
Langkah-langkah manajemen risiko:
1) Identifikasi Risiko
2) Menetapkan prioritas risiko
36

3) Analisis risiko
4) Pengelolaan risiko
5) Evaluasi
Langkah manajemen risiko seperti yang digambarkan
dibawah ini:

Alat-alat manajemen risiko yang digunakan di RS Dr. M.


Soewandhie Surabaya antara lain:
1. Non statistical tools: untuk mengembangkan ide,
mengelompokkan, memprioritaskan dan memberikan arah
dalam pengambilan keputusan. Alat-alat tersebut meliputi
Fish bone, Bagan alir, RCA, FMEA
37

2. Statistical tools seperti Diagram parato, lembar periksa


(check sheet)
A. Root Causes Analysis (RCA)
Langkah-langkah melakukan RCA:
1. Investigasi kejadian
2. Rekonstruksi kejadian
3. Analisis sebab :mengidentifikasi penyebab masalah
4. Menyusun rencana tindakan
5. Melaporkan proses analisis dan temuan
B. Bagan alir/diagram alur/flow chart:
Digunakan untuk menggambarkan urutan langkah dari suatu
proses spesifik yang dipakai untuk mengidentifikasi masalah,
menganalisis masalah serta menentukan ideal path dalam
perencanaan perbaikan.
Simbol-simbol yang digunakan pada Bagan Alir ditunjukan pada
gambar dibawah ini:

38

Awal/ akhir
proses

Penghubu
ng

Kegiatan
Keput
usan

C. FMEA (Failure Mode and Cause Analysis)


Suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada
suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap model
kesalahan/kegagalan dan mencari solusi dengan melakukan
perubahan disain/prosedur.
Delapan tahap FMEA (JCAHO, 2005)
1. Memilih proses yang berisiko tinggi dan membentuk tim
2. Membuat diagram proses atau alur proses dengan flow
chart yang rinci
3. Untuk setiap kemungkinan kegagalan (failure mode),
identifikasi efek yang mungkin terjadi ke pasien (the
effect)
39

4. Menetapkan kemungkinan tingkat keparahan dari efek


5.
6.
7.
8.

tersebut ke pasien (RPN)


Melakukan root cause analysis dari failure mode
Desain ulang proses
Analisa dan ujicobakan proses yang baru
Terapkan dan awasi proses yang sudah didesain ulang
tadi

Catatan: Risk Priority Numbers (RPN)

Severity (Keparahan) : 1. (Minor), 2 (Moderate), 3 (Minor


Injury), 4 (Mayor Injury), 5 ( Terminal injury/death)

O = Occurence (Keseringan) : 1 (Hampir tidak pernah


terjadi), 2 (jarang), 3 (kadang-kadang), 4 (sering), 5 (sangat
sering dan pasti)

D= Detectable (Terdeteksi) : 1 (selalu terdeteksi), 2


(sangat mungkin terdeteksi), 3 (Mungkin terdeteksi), 4
(Kemungkinan kecil terdeteksi),5 (Tidak mungkin terdeteksi)

Pelaksanaan :
RS memastikan bahwa seluruh staf yang terkait mampu
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa masalah tersebut terjadi untuk kemudian menyusun
rencana tindak lanjutnya.

Analisis akar masalah (RCA) dilakukan untuk melakukan


identifikasi apabila ditemukan permasalahan dalam

40

pemenuhan indikator mutu dan manajerial serta


pengelolaan insiden.

Proses mengurangi risiko dilakukan paling sedikit satu


kali dalam setahun dan dibuat dokumentasinya, dengan
menggunakan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).
Proses yang dipilih adalah proses dengan risiko tinggi.

41

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
1. Seluruh jajaran manajemen Dr. M. Soewandhie Surabaya
secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program
keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh Panitia Mutu dan
Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie Surabaya.
2. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie
Surabaya secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan
pasien yang dipergunakan di Dr. M. Soewandhie Surabaya.
3. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie
Surabaya melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan
membuat tindak lanjutnya.
4. Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien Dr. M. Soewandhie
Surabaya melakukan analisa pemenuhan indikator setiap tiga
bulan dan membuat tindak lanjutnya (laporan triwulan).
5. Alur pelaporan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan
pasien:

42

BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. KARS (2011). Standar Akreditasi Rumah Sakit : Jakarta
2. Koentjoro,

T.

(2007).

Regulasi

kesehatan

di

Indonesia.Penerbit Andi Yogyakarta:Yogyakarta


3. UGM. (2009) Bahan Kuliah Blok 2: The Service, Magister
Manajemen Rumah Sakit. MMR UGM: Yogyakarta

43

Anda mungkin juga menyukai