Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saluran pencernaan adalah tabung berliku-liku yang panjang yang
menerima hara dari lingkungannya, merombaknya, dan menyerap sari yang perlu.
Saluran pencernaan memberi jalan terbaik bagi kuman pathogen untuk memasuki
tubuh bersama air dan makanan. Saat lahir usus adalah steril namun organisme
segera masuk bersama makanan misal pada waktu menyusui Streptococcus asam
laktat dan Lactobacilli dalam jumlah besar seiring dengan pola makan menjadi
pola makan dewasa maka flora normal usus juga ikut berubah.Bakteri usus
mempunyai peran penting, diantaranya adalah :

Sintesis vitamin K
Konversi pigmen-pigmen empedu dan asam-asam empedu
Penyerapan zat-zat makanan dan hasil pemecahannya
Perlawanan terhadap mikroorganisme patogen.
Infeksi saluran pencernaan merupakan penyakit yang menyerang sistem

pencernaan manusia. Penyakit ini tentunya terasa sangat mengganggu karena


tidak jarang menimbulkan rasa sakit dan menghambat aktivitas. Penyakit ini
termasuk sering menyerang walaupun memang tergolong bisa disembuhkan.
Secara umum, infeksi bisa terjadi karena adanya bakteri di dalam saluran
pencernaan akibat makanan atau minuman yang tidak bersih serta pola makan
yang tidak teratur. Selain itu, infeksi bisa terjadi sebagai indicator awal bahwa ada
organ pencernaan yang tidak bekerja secara maksimal.
Beberapa anggota Enterobacteriaceae selalu dipandang sebagai pathogen
sedangkan yang lain secara rutin dijumpai sebagai flora normal, saluran usus atau
saprofit yang hidup pada bahan tumbuhan yang membusuk. Akan tetapi semuanya
mempunyai potensi untuk menimbulkan penyakit dalam keadaan yang cocok dan
harus dianggap sebagai organisme oportunis.
Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri gram negatip berbentuk
batang yang habitat alaminya berada pada sistim usus manusia dan binatang.
Keluarga Enterobacteriaceae meliputi banyak jenis ( Escherichia, Shigella,
1

Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia Proteus, Providencia, Edwarsiella,


Hafnia, dan lainnya )Beberapa organisme, misalnya Escherichia coli merupakan
flora normal dan menyebabkan penyakit, sedangkan yang lain seperti Salmonella
dan Shigella merupakan pathogen bagi manusia dan beberapa sebagai saprofit
pada tanah dan air. Enterobacteriaceae merupakan fakultatif anaerob atau aerob
kompleks dan menghasilkan berbagai toksi yang mematikan. Enterobacteriaceae
bakteri gram negatip berbentuk batang yang dapat disebut juga coliform.
Salah satu infeksi pencernaan yang paling sering didengar adalah diare. Diare
disebabkan karena usus besar kemasukan sejenis bakteri. Bakteri tersebut
menyebabkan kerja usus besar menjadi tidak maksimal yakni tidak bisa menyerap
air dengan baik. Akibatnya, penderita diare akan sering buang air besar yang encer
atau mengandung banyak air. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan diare
adalah Escherichia coli.
Berdasarkan latar belakang di atas pada kesempatan kali ini kami
membuat makalah yang berjudul Escherichia coli Penyebab Infeksi Saluran
Cerna pada Manusia
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka terdapat beberapa
permasalahan diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Bagaimana karakteristik dari E. coli?


Bagaimana patogenesis dari E. coli?
Bagaimana diagnosis dan cara mengidentifikasi E. coli?
Bagaimana cara pencegahan penyakit infeksi saluran cerna yang disebabkan
oleh E. coli?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Bakteriologi III teori.
2. Untuk mengetahui karakteristik E.coli
3. Untuk mengetahui patogenitas E.coli

4. Untuk mengetahui cara identifikasi E.coli


5. Untuk mengetahui pencegahan penyakit diare yang disebabkan E.coli
6. Saling bertukar informasi.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah mengetahui tentang Escherichia
coli Penyebab Infeksi Saluran Cerna pada Manusia meliputi karakteristik,
patogenitas, cara identifikasi serta cara pencegahan terjadinya penyakit tersebut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik E. coli


Escherichia coli merupakan bakteri yang anaerob fakultatif dan merupakan
anggota golongan coliform yang termostabil. Escherichia coli juga dianggap
sebagai kuman yang tidak patogen di dalam saluran pencernaan dan baru patogen
apabila berada di luar saluran pencernaan. (Jawest, Ernest. 1984)
Escherichia coli mempunyai bentuk batang pendek, gram negatif, tidak
berspora, ukuran 0,4-0,7 mikron, sebagian besar gerak positif dengan flagel
peritrich, mempunyai kapsul, serta fakultatif anaerob. E. coli merupakan flora
normal saluran pencernaan dan merupakan salah satu kuman yang menghasilkan
indol positif dan tergolong kuman yang cepat meragi laktosa.
Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E. coli tipe
O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia
yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin.
Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S
rRNA, sehingga menghentikan sintesis protein. Sumber bakteri ini contohnya
adalah daging yang belum masak, seperti daging hamburger yang belum matang.
Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang
mengandung nukleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis
kapsul. Flagela dan pili E. coli menjulur dari permukaan sel (Tizard 2004). Tiga
struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe
golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagela. Dinding sel E. coli berupa
lipopolisakarida yang bersifat pirogen dan menghasilkan endotoksin serta
diklasifikasikan sebagai antigen O.
Kapsul E. coli berupa polisakarida yang dapat melindungi membran luar dari
fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K. Flagela E.
coli terdiri dari protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H.
Bakteri E. coli dapat membentuk koloni pada saluran pencernaan manusia
maupun hewan dalam beberapa jam setelah kelahiran. Faktor predisposisi
pembentukan koloni ini adalah mikroflora dalam tubuh masih sedikit, rendahnya
kekebalan tubuh, faktor stres, pakan, dan infeksi agen patogen lain. Kebanyakan

E. coli memiliki virulensi yang rendah dan bersifat oportunis (Songer & Post
2005). Ditjenak (1982) melaporkan bahwa E. coli keluar dari tubuh bersama tinja
dalam jumlah besar serta mampu bertahan sampai beberapa minggu.
E. coli tidak tahan terhadap keadaan kering atau desinfektan biasa. Bakteri ini
akan mati pada suhu 60oC selama 30 menit.
Klasifikasi
Klasifikasi E. coli menurut Songer dan Post (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
2.2 Patogenitas E. coli
Berdasarkan perbedaan serotipe dan virulensi, strain E. coli patogen yang
menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan dibedakan menjadi enam
golongan, yaitu enterotoksigenik (ETEC), enteroinvasif (EIEC), enteropatogenik
(EPEC),

enterohemorhagik

(EHEC),

enteroagregatif

(EAEC),

dan

nekrotoksigenik (NTEC) (Sommer et al. 1994).


Golongan ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik pada mamalia,
seperti anak sapi, anak babi, dan anak domba. Gejala klinis yang terjadi antara
lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan kematian (Hanif et al. 2003). Faktor
virulensi yang digunakan untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan
antigen pili (fimbriae). Enterotoksin ETEC berupa toksin labil panas (heat-labile
toxins/ LT) dan toksin stabil panas (heat-stabile toxins/ ST). ETEC dapat
menghasilkan satu atau dua enterotoksin tergantung pada plasmid (massa DNA
ekstra kromosom). Makhluk hidup yang terinfeksi bakteri mengandung kedua
plasmid biasanya mengalami diare yang lebih berat dan lebih lama. Enterotoksin
akan diabsorbsi oleh sel epitel yeyunum dan ileum serta dapat merusak motilitas
usus sehingga memfasilitasi keberadaan ETEC di dalam lumen usus (Salyers &
Whitt 1994).
ETEC yang mempunyai antigen perlekatan K99 merupakan penyebab utama
diare neonatal dan kematian anak sapi (Supar et al. 1998). ETEC K99 8 dapat
terdeteksi pada hari kedua sampai hari kelima dari ulas rektal anak sapi yang

menderita diare dan tidak ditemukan lagi pada anak sapi yang diare setelah lebih
dari lima hari (Supar 1986). Adapun faktor yang mempengaruhi infeksi ETEC
pada inang, yaitu umur, pH lambung, dan kehadiran antibodi spesifik terhadap
permukaan antigen ETEC (Supar 2001).Mekanisme infeksi ETEC di dalam tubuh,
yaitu ETEC menempel pada sel enterosit melalui pili (fimbriae). ETEC kemudian
berproliferasi dan berkolonisasi pada mukosa usus sehingga terjadi peningkatan
jumlah ETEC di dalam saluran pencernaan dan muncul lesio. Diare terjadi karena
dinding usus mengalami kerusakan dan menghalangi reabsorbsi cairan (Biowey &
Weaver 2003). ETEC memproduksi enterotoksin heat labile toxin (LT) atau heat
stable toxin (ST) (Sommer et al. 1994). Menurut Ganong (2002), toksin akan
berikatan dengan reseptor dan masuk ke dalam sel. Toksin stabil bekerja
mengaktivasi guanilat siklase sehingga menyebabkan akumulasi cairan dan
elektrolit di dalam lumen usus serta memblokade absorbsi. Toksin labil akan
mengikat ribose adenosin difosfat (ADP) sehingga menghambat kegiatan GTPase
(pemecah protein G). Akibatnya, protein G ini meningkat dan merangsang adenilil
siklase sel epitel yang berkepanjangan sehingga menyebabkan peningkatan
jumlah adenil monofosfat (AMP). Peningkatan AMP akan menyebabkan
peningkatan sekresi sel-sel kelenjar di dalam usus, yaitu merangsang seksresi Cl (hipersekresi) dengan membuka saluran klorida pada sel kripta dan menghambat
absorbsi Na+ dari lumen ke dalam sel epitel usus. Peningkatan kadar elektrolit dan
air di dalam lumen usus menyebabkan diare.
Diare merupakan gejala gangguan pencernaan yang ditandai dengan
pengeluaran feses dalam jumlah melebihi normal, konsistensi cair, dan frekuensi
pengeluaran yang melebihi normal. Feses dikeluarkan oleh penderita tanpa
kesulitan karena terjadi peningkatan peristaltik usus (Ganong 2002). Frekuensi
diare pada anak sapi berhubungan dengan keadaan imunodefisiensi neonatus.
Imunodefisiensi pada anak sapi disebabkan oleh kegagalan transfer kekebalan
pasif pada neonatus akibat tidak diberi kolostrum atau diberi susu berkualitas 9
rendah, belum optimalnya kemampuan absorbsi dari epitel usus, populasi terlalu
padat, sanitasi buruk, stres akibat perubahan pakan, higiene pakan, panas, dan
perubahan lingkungan (Khan & Khan 1996), serta kurangnya respon imun dan

mikroflora intestinal. Anak sapi yang diare terus-menerus akan memperlihatkan


gejala klinis berupa lemas, lesu, tidak mau menyusu, daerah di sekitar perineal
kotor oleh feses, mukosa mulut kering, pucat, kebiruan, turgor kulit jelek, dan
dapat menimbulkan kematian (Setiawan et al. 1983).
Cairan yang diseksresikan oleh kelenjar mukosa usus mengandung banyak
NaHCO3 sehingga ion Na+ dan HCO3- akan ditarik dari darah, akibatnya derajat
asam (pH) darah menurun dan terjadi asidosis. Asidosis yang ditimbulkan oleh
keadaan ini akan menyebabkan kolapsnya sistem peredaran darah yang segera
diikuti shock dan kematian (Subronto 1985).
2.3 Diagnosis dan cara mengidentifikasi E. coli
Diagnosa laboratorium
Cara Pengambilan Sampel
Dengan menggunakan swab steril kemudian di swab kedalam kloaka
ayam. Hasil swab dimasukkan ke dalam tabung yang berisi Nutrient
Broth (NB) dengan meninggalkan swabnya lalu dihomogenkan. Sampel

yang telah diambil dimasukkan ke dalam termos yang berisi es.


Kemudian dilakukan pewarnaan sederhana.
Lalu diinkubasikan ke dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18-24

jam.
Metode / Uji/ Test yang dilakukan
Pewarnaan Sederhana
Objek glass dibersihkan dengan kapas yang diberi alkohol.
Teteskan NaCl diatas objek glass tersebut. Kemudian dengan
menggunakan ose yang steril diambil suspensi biakan dari Nutrient
Broth, lalu dihomogenkan dan difiksasi sampai kering.
Lalu diwarnai dengan Methylen Blue selama 1-2 menit.
Kemudian dicuci dengan menggunakan air kran yang mengalir.
Objek glass dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
Amati di bawah mikroskop.
Penanaman Pada Media Nutrient Agar (NA)
Dengan menggunakan ose yang steril diambil suspensi kuman dari

biakan Nutrient Broth.


Kemudian digoreskan

pada

media

Nutrient

menggunakan metode T.
Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.
Amati morfologi koloni yang terbentuk.
Pewarnaan Gram
7

Agar

dengan

Objek glass dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%.


Teteskan NaCl di atas objek glass tersebut.
Dengan menggunakan ose steril diambil biakan kuman yang tumbuh
pada media Nutrient Agar, dihomogenkan dengan NaCl lalu

dikeringkan dengan cara difiksasi di atas bunsen.


Setelah kering, genangi dengan larutan Kristal Violet selama 3-5

menit dan dicuci dengan air kran.


Lalu genangi dengan larutan Lugol selama 1 menit dan dicuci dengan

menggunakan air kran.


Lunturkan dengan alkohol 96 % selama 10 detik dan langsung dicuci

dengan air kran.


Genangi dengan larutan Safranin selama 1 menit dan dicuci dengan air

kran.
Dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan kemudian amati

dengan mikroskop.
Penanaman Pada Mc Conkey Agar
Ambil koloni tunggal terpisah dari biakan NA dengan menggunakan
ose steril, lalu tanamkan di media Mc Conkey dengan metode cawan

gores.
Kemudian masukkan ke dalam inkubator untuk diinkubasikan pada

suhu 37C selama 24 jam.


Semua prosedur di atas lakukan di dekat nyala api bunsen.
Penanaman Pada Media Eosin Methylen Blue (EMB) Agar
Ambil koloni tunggal terpisah dari biakan Mc Conkey dengan
menggunakan ose steril, kemudian tanam pada media Eosin Methylen

Blue Agar dengan metode cawan gores.


Kemudian dimasukkan ke dalam inkubator untuk diinkubasikan pada

suhu 37C selama 24 jam.


Semua prosedur di atas lakukan di dekat nyala api bunsen.
Uji Biokimia
S.I.M (Sulfid Indol Motility)
Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.
Ambil biakan dari NA miring, kemudian tanam pada media SIM

TSIA

dengan cara menusuk ose tegak lurus sampai ke dasar tabung.


Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.

Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.


8

Ambil biakan dari NA miring, lalu tanam pada media Simmons Citrat
dengan cara menusuk ose sampai ke dasar tabung. Kemudian digores

secara zig zag pada permukaannya.


Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.
Simmons Citrat Agar
Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.
Ambil biakan dari NA miring, lalu tanam pada media Simmons Citrat

dengan cara digores secara zig zag pada permukaannya.


Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.

Indol

Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.


Ambil sebagian koloni lalu diinokulasikan pada media indol.
Pada media indol dikocok dan tambahkan 1-2 ml reagen Kovacs.
MR VP (Methyl Red Voges Proskauer)
Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.
Ambil biakan dari NA miring, kemudian tanam pada media MR VP
dengan cara menusuk ose sampai ke dalam permukaan tabung. Lalu

homogenkan.
Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.
Setelah 24 jam, lanjutkan dengan uji MR VP, dengan cara

membaginya menjadi 2 bagian.


Uji MR (Methyl Red)
Tambah reagen Methyl Red sebanyak 5 tetes. Reaksi positif
menunjukkan warna merah, jika hasil negatif dilanjutkan dengan
menginkubasikan pada suhu 370 selama 24 jam.
Uji VP (Voges Proskauer)
Tambahkan 12 tetes larutan napthol dan digoyang-goyangkan, lalu
ditambah 4 tetes KOH 40%, hasil positif menunjukkan warna merah
dalam 2 4 jam.
Gula gula (Glukosa, Sukrosa, Laktosa dan Mannitol)
Sterilkan ose dengan menggunakan bunsen dan dinginkan sesaat.
Ambil biakan dari NA miring, kemudian tanam pada media Glukosa,
Sukrosa,

Laktosa

dan

Mannitol

dengan

dipermukaan tabung. Lalu homogenkan.


Inkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.
Uji Sensitifitas Terhadap Antibiotik
Sediakan Mueller Hinton Agar (MHA).

cara

menusuk

ose

Swab yang steril dicelupkan ke dalam biakan bakteri pada Nutrient


Broth, kemudian diswab ke seluruh permukaan media MHA dengan

merata.
Selanjutnya letakkan 5 jenis cakram disk antibiotik (Kloramfenikol,

Oxytetracyclin, Clindamycin, Gentamycin, dan Streptomycin).


Kemudian diinkubasikan pada suhu 370 C selama 24 jam.

2.4 Pencegahan penyakit infeksi saluran cerna yang disebabkan oleh E. coli
Salah satu infeksi pencernaan yang paling sering didengar adalah diare. Diare
disebabkan karena usus besar kemasukan bakteri E. coli. Bakteri tersebut
menyebabkan kerja usus besar menjadi tidak maksimal yakni tidak bisa menyerap
air dengan baik. Akibatnya, penderita diare akan sering buang air besar yang encer
atau mengandung banyak air.
Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting
disease). Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam
jiwa. Dua pembunuh terbesar anak-anak balita (bawah lima tahun) adalah diare
dan radang paru-paru.
Penyakit diare dapat ditularkan melalui:

Pemakaian botol susu yang tidak bersih

Menggunakan sumber air yang tercemar

Buang air besar disembarang tempat

Pencemaran makanan oleh serangga (lalat, kecoa, dll) atau oleh tangan yang
kotor.
Faktor kebersihan ternyata ikut andil dalam menyebabkan anak diare. Mulai

dari kebersihan alat makan anak sampai kebersihan setelah buang air kecil/buang
air besar. Semua yang dapat mengenai tangan anak atau langsung masuk ke dalam
mulut anak harus diawasi.
Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare yaitu mencuci tangan
dengan sabun. Kebiasaan sederhana mencuci tangan dengan sabun, jika
diterapkan secara luas, akan menyelamatkan lebih dari satu juta orang di seluruh
dunia, khususnya balita.

10

Tak kalah penting adalah pemberian ASI minimal 6 bulan. Sebab, di dalam
ASI terdapat antirotavirus yaitu imunoglobulin. Maka dari itu, anak-anak yang
minum ASI eksklusif jarang menderita diare. Selain ASI, imunisasi campak
ternyata bisa mencegah diare, tambah dr. Luszy Arijanty, Sp.A.
Penyebab

utama

diare

pada

orang

dewasa

adalah

bakteri

yang

mengkontaminasi makan dan minuman, sehingga mencegah diare pada orang


dewasa adalah dengan memperhatikan kebersihan makanan dan minuman. Jadi
pilihlah makanan yang tetap dalam keadaan baik, saran dr. Ari Fahrial Syam,
SP.PD, KGEH, MMB.
Suntikan Vaksin Rotavirus
Di Indonesia kematian anak mencapai 240.000 orang per tahun. Kematian
anak karena diare 50.400 orang. Dari jumlah itu 10.088 anak di antaranya akibat
rotavirus. Di Jakarta dan Surabaya sekitar 21-42 persen balita meninggal akibat
diare dari rotavirus.
Rotavirus ditemukan pertama kali oleh Ruth Bishop (Australia) tahun 1973.
Di Indonesia rotavirus ditemukan pada 1976. Rotavirus kemungkinan masuk ke
tubuh manusia bukan hanya lewat oral tapi juga melalui saluran pernafasan.
Untuk mencegah diare akibat infeksi rotavirus, bisa diberikan vaksin
rotavirus per-oral (melalui mulut). Sayangnya di Indonesia, vaksin rotavirus ini
belum ada. Namun karena rotavirus generasi awal itu strainnya sama dengan yang
di dunia, G1, G2, G3, dan G4, maka vaksin yang sudah ada di negara lain bisa
digunakan.
Tahun 2005, strain rotavirus di Indonesia berubah menjadi G9. Jenis ini
jarang meski sempat ditemukan di India. Saat ini Amerika, hampir di semua
negara Eropa, Cina, India, Bangladesh dan Filipina, sudah menggunakan vaksin
rotavirus. Bahkan di Filipina dan Amerika vaksinasi rotavirus termasuk
diwajibkan.
Sementara itu di Indonesia, vaksinasi rotavirus belum ada. Rotavirus
diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu. Harganya memang masih mahal Rp
300 ribu-500 ribu satu kali vaksin. Jika digunakan massal, bisa lebih murah

11

sebagaimana hepatitis B. Saat ini vaksin rotavirus buatan Merck dan GSK sudah
masuk proses izin di BPOM.
Apabila disetujui Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan), selanjutnya
menyiapkan delapan rumah sakit (enam rumah sakit pendidikan, RSUD Kodya
Yogyakarta dan RSUD Purworejo) untuk post marketing surveillens vaksin
rotavirus. Vaksin diharap bisa mengurangi diare akibat rotavirus.
.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

12

3.1 Kesimpulan
Escherichia coli mempunyai bentuk batang pendek, gram negatif, tidak
berspora, ukuran 0,4-0,7 mikron, sebagian besar gerak positif dengan
flagel peritrich, mempunyai kapsul, serta fakultatif anaerob. E. coli
merupakan flora normal saluran pencernaan dan merupakan salah satu
kuman yang menghasilkan indol positif dan tergolong kuman yang cepat
meragi laktosa. Kebanyakan E. coli tidak berbahaya, tetapi beberapa
seperti E. coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan
yang serius pada manusia.
Berdasarkan perbedaan serotipe dan virulensi, strain E. coli patogen yang
menyebabkan penyakit pada saluran pencernaan dibedakan menjadi enam
golongan,

yaitu

enterotoksigenik

(ETEC),

enteroinvasif

(EIEC),

enteropatogenik (EPEC), enterohemorhagik (EHEC), enteroagregatif


(EAEC), dan nekrotoksigenik (NTEC) (Sommer et al. 1994).
Identifikasi E. coli dilakukan dengan cara diagnosa laboratorium yang
terdiri dari pewarnaan sederhana, penanaman pada media AN, pewarnaan
gram, penanaman pada MC Agar, EMB agar, uji biokimia, dan uji
sensitivitas terhadap antibiotik.
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah diare diantaranya
mencuci tangan dengan sabun, pemberian ASI minimal 6 bulan pada bayi,
memperhatikan kebersihan makanan dan minuman, dan dengan suntikan
vaksin Rotavirus.
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

13

Anonim.

2013.
Tinjauan
Pustaka.
[Online].
Tersedia
:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27232/B10fwa_B
AB%20II.%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=8. [Maret 2013]

Anonim.

2012.
Bakteri
E.
coli.
[Online].
Tersedia
:
http://nhysadrewbieber.blogspot.com/2012/04/bakteri-ecoli.html. [Maret
2013]

Anonim.

2013.
Escherichia
coli.
[Online].
Tersedia
http://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli. [Maret 2013]

Novia, Sani. 2012. Coliform Enterobacter and MPN. [Online]. Tersedia :


http://saninovia.blogspot.com/2012/09/coliformenterobacter-andmpn.html. [Maret 2013]

14

Anda mungkin juga menyukai