Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS INDUSTRI TELEKOMUNIKASI:

Masukan bagi Pengelola BUMN


Biro Riset LMFEUI
Industri telekomunikasi mengalami perkembangan yang pesat belakangan
ini. Sebagai lahan bisnis, industri ini menarik minta para pelaku bisnis, sehingga
persaingan bisnis telekomunikasi pun semakin ketat. Dalam kondisi ini para pelaku
bisnis tentu harus menerapkan strategi yang tepat. Berikut disampaikan hasil riset
yang dilakukan Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(LM FEUI) tentang perkembangan industri telekomunikasi yang kiranya bermanfaat
bagi para pelaku bisnis, khususnya BUMN.
Perkembangan Bisnis Telekomunikasi Dunia
Jumlah pengguna layanan ponsel, menurut laporan The International
Telecommunication Union di akhir 2009, mencapai 4.6 milyar akun. Jumlah ini 3.3
milyar lebih banyak dibandingkan fixed line. Sebuah hasil studi terhadap terhadap
2000 sampel1, mengungkapkan bahwa penggunaan ponsel lebih banyak untuk
hubungan pribadi dan keluarga yaitu 61%, sementara untuk keperluan pekerjaan
hanya 21%. Diakui, peningkatan penggunaan ponsel menambah tekanan di tempat
kerja. Walaupun demikian, penggunaan ponsel menghasilkan fleksibilitas waktu
kerja. Karena, ponsel lebih merupakan alat bantu pribadi dibandingkan alat bantu
kerja. Dengan demikian, segmen pelanggan perorangan fixed line bukanlah lagi
masa depan bagi penyedia jasa telekomunikasi. Seluler atau wireless adalah yang
perlu diutamakan.
Peningkatan jumlah pelanggan seluler sampai sekarang merupakan hasil
kontribusi mekanisme prabayar2. Hanya saja pelanggan prabayar umumnya
memiliki pendapatan rendah dan cenderung tidak loyal terhadap operator tertentu,
karena selalu mencari penawaran termurah yang ada di pasar. Untuk menarik
1

Michael Bittman, Judith E. Brown & Judy Wajcman, The Mobile Phone, Perpetual Contact and Time
Pressure, Work, Employment & Society, vol.23, no.4, December 2009
Andre Levisse, Nimal Manuel & Martin Sjolund, Getting More from Prepaid Mobile Services, McKinsey
Quarterly, February 2008

pelanggan dengan daya beli rendah, kartu perdana dijual murah (bisa di bawah Rp.
10.000) dan demikian pula satuan isi ulang pulsa (bisa dengan Rp. 5.000).
Cara ini mendatangkan pertumbuhan jumlah pelanggan yang tinggi, namun
di banyak negara hal ini tidak serta merta dikuti pertumbuhan pendapatan yang
tinggi pula. Di Philipina, misalnya, pada 2006 jumlah pelanggan seluler tumbuh 22%
namun pendapatan operator hanya naik 3%. Kebiasaan pelanggan untuk bergantiganti kartu SIM (atau menggunakan lebih dari 1 kartu SIM di saat bersamaan)
membuat ARPU menurun.
Sementara di Rusia (yang termasuk dalam 4 negara berkembang utama
bersama Brasil, India dan China), pertumbuhan sektor telekomunikasi seluler juga
sudah melambat (dari 3,1% GDP di 2007 menjadi 2,9% GDP di 2008). Nilai pasar
seluler di Rusia pada 2008 mencapai sekitar $ 23 Milyar di mana $19,5 Milyar
adalah bisnis komunikasi suara, $ 2,6 Milyar untuk layanan nilai tambah dan $ 935
juta untuk bisnis koneksi data melalui internet. Penetrasi ponsel di Rusia sudah
mencapai 129.4% di akhir 2008, setara dengan banyak negara maju di dunia.
Sementara di wilayah satelit Rusia (CIS) seperti Ukraina mencapai 121%,
Belarusia mencapai 86% dan Armenia sudah mencapai 80%. Walaupun untuk
wilayah Asia Tengah masih menawarkan tingkat pertumbuhan tinggi karena
penetrasi yang masih rendah seperti Uzbekistan yang baru 44% dan Turkmenistan
yang hanya 19%.
Peluncuran layanan 3G diharapkan dapat meningkatkan nilai pendapatan
melalui bisnis koneksi data. Di Rusia, bisnis ini sedang bertumbuh pesat dengan
volume data sudah mencapai 1,636 Tb di 2008 (naik 3,5 kali dibandingkan 2007).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa di Rusia operator kini fokus pada usaha
mempertahankan pelanggan, meningkatkan ARPU dan merebut pelanggan dari
operator lain.
Sementara penetrasi seluler di Singapura per 31 Desember 2009 mencapai
137,4%, sedikit meningkat dari tahun lalu yang sebesar 131%. Dengan jumlah total
pelanggan sebanyak 6.851.900, 50,3%-nya adalah pelanggan pasca bayar dan
sisanya 49,7% adalah prabayar.
Berbagai kampanye pemasaran khususnya untuk pelanggan prabayar
dalam bentuk berbagai paket murah juga menekan pertumbuhan pendapatan. Di
2

beberapa negara Asia bahkan jauh lebih murah (sampai 23%) untuk membeli kartu
perdana baru dibandingkan isi ulang pulsa. Beberapa pasar juga relatif sudah
mengalami kejenuhan. Brasil misalnya, pertumbuhan pengguna baru seluler
melambat dari 31% sepanjang 2001 2005 menjadi 18% di 2006. Pola serupa juga
terjadi di China, Malaysia dan Philipina.

Perkembangan Telekomunikasi Asia


Pada beberapa tahun yang lalu, bisnis komunikasi fixed line, mobile, hiburan
elektronik dan TI merupakan segmen bisnis terpisah yang dijalankan sendiri-sendiri
oleh berbagai perusahaan yang fokus pada satu diantara bidang bisnis tersebut.
Saat ini, integration dan convergence telah menjadi kata kunci dari setiap strategi
operator telekomunikasi di Asia Pasifik. Semua operator di wilayah tersebut telah
mengembangkan diri dan telah mampu menawarkan layanan di semua segmen
bisnis tersebut3.
Operator seperti Axiata dari Malaysia dan SingTel dari Singapura kini aktif
beroperasi di banyak negara. Walaupun komunikasi wireless (voice service) masih
menjadi fokus utama mereka, namun berbagai layanan seperti komunikasi fixed
line, broadband, mobile entertainment, enterprise solutions dan aplikasi ecommerce sudah mulai dikembangkan dengan pesat. Potensi pasar wireless untuk
Asia Pasifik menurut perkiraan biro konsultasi Ovum dari Inggris dapat mencapai $
311 Milyar nilai pendapatan tahunan di 2015 (naik dari level $ 251 Milyar di 2009).
Bisnis TV Kabel juga dinilai menarik. Biro riset ABI Research dari Amerika Serikat
memprediksi pendapatan TV Kabel di Asia Pasifik dapat mencapai $ 8 milyar di
2014, yang berarti pertumbuhan tahunan sebesar 45,5% dari level 2009.
Inisiatif aliansi, merger ataupun akuisisi akan meningkat untuk mengejar
tingkat pertumbuhan tinggi terutama di pasar-pasar yang relatif masih berkembang.
Banyak pemain besar dunia ataupun Asia yang aktif memasuki pasar-pasar baru.
3

Cariers Widen Nets: Diversify Their Services, Digital Life: Communicasia 2010, The Wall Street Journal
Asia, 15 June 2010, p.13-14

Axiata misalnya, beroperasi di Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Pakistan,


Singapura, Sri Lanka, Thailand, Iraq dan India, dan mereka mulai mengembangkan
layanan 3G di beberapa pasar. Sehingga, operator yang semula hanya fokus pada
bisnis sambungan suara (voice services) di satu negara kini mengembangkan diri
secara geografis ke negara lain. Operator juga memperluas portofolio produk
layanan mereka. Layanan seperti mobile TV atau video yang sudah lama
berkembang di Korea Selatan dan Jepang kini mulai diminati di Australia, India dan
Singapura. Bentuk layanannya pun bervariasi seperti video on demand, scheduled
programming hingga layanan interaktif.
Layanan baru lain yang berpotensi besar adalah mobile banking dan mobile
wallet. Operator seperti Telenor dari Norwegia saat memasuki pasar Pakistan dan
Bangladesh mulai membangun layanan semacam ini mengingat di negara-negara
tersebut kepemilikan ponsel jauh lebih banyak daripada kepemilikan akun rekening
bank.
Kedepan, layanan mobile finance akan menggabungkan fitur m-banking dan
m-commerce di mana ponsel dapat digunakan alat transaksi keuangan (m-wallet),
jual-beli software secara download, transfer uang (seperti layanan Smart Padala
dan G-Cash di Philipina) hingga pembayaran otomatis untuk transaksi angkutan
umum. Contoh layanan m-wallet yang paling sukses di Asia adalah Osaifu-Ketai
dari NTT DoCoMo yang sudah digunakan lebih dari 37,4 juta pelanggan (66% total
pelanggan NTT DoCoMo). Perusahaan business intelligence dari Swedia, Berg
Insight, memperkirakan pengguna layanan mobile finance akan mencapai 894 juta
di 2015 (dari total 55 juta di 2009) dengan Asia Pasifik berkontribusi 50% dari jumlah
tersebut.
Perkembangan teknologi 4G akan memfasilitasi perkembangan layanan
seperti high-definition video, akses internet super cepat, aplikasi penunjuk lokasi,
user generated content, 3D multiplayer gaming, cloud computing dan smart home
monitoring. Akibatnya kapasitas jaringan harus ditingkatkan dan dengan masih
buruknya jangkauan dan kualitas infrastruktur fixed line yang ada, maka
pengembangan telekomunikasi di Asia ke depan akan cenderung langsung
mengarah kepada mobile broadband.

Pasar telekomunikasi India pada beberapa tahun terakhir menunjukkan tingkat


pertumbuhan yang sangat pesat. Jasa seluler bertumbuh hampir 13% setiap
triwulan, yang berarti tambahan jumlah pelanggan baru rata-rata 10 juta setiap
bulan. Diperkirakan pada 2012 jumlah pelanggan seluler India dapat mencapai 700
juta. Hal tersebut dipicu oleh tarif murah, ponsel murah dan mekanisme prabayar.
Hal ini membuat ARPU di India termasuk yang terendah di dunia (sekitar $ 61-62).
Di India, GSM mendominasi dengan 75% jumlah pelanggan dibanding CDMA.
Namun dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan industri telekomunikasi India
terkonsentrasi di wilayah metropolitan dan kota besar kelas A sementara penetrasi
ke kota kelas B atau C masih relatif rendah (15 25%). Padahal 70% penduduk
India (demikian pula 64% belanja nasional dan 56% GDP) terkonsentrasi di
pedesaan. Secara keseluruhan tingkat penetrasi layanan telekomunikasi di India
masih sekitar 39%.
Kompetisi di negara yang bertumbuh pesat seperti India kini sangatlah ketat
mengingat ada 14 pemain di pasar dan ditambah lagi kembalinya konglomerat
besar Reliance Industries Ltd dengan mengakuisisi Infotel Broadband Services Pvt
Ltd senilai $ 1 Milyar dan memenangkan lisensi spektrum radio dengan cakupan
nasional yang mereka rencanakan untuk layanan 4G4. Reputasi Reliance Industries
sangatlah tinggi mengingat merekalah yang mendirikan Reliance Communications
Ltd yang kemudian dipisahkan dari grup konglomerasi tersebut seiring perselisihan
keluarga Ambani sebagai pemilik 5 tahun yang lalu. Perkembangan Reliance
Communication sebagai salah satu pemain besar ditopang dengan strategi tarif
murah dan bombardir pemasaran.
Di beberapa negara Asia, kepemilikan ponsel sudah mendekati saturasi. Di
Hong Kong sudah terdapat 177 ponsel per 100 orang populasi, sementara di
Singapura sudah mencapai 138 per 100 orang populasi. Ke depan, operator di
negara seperti itu harus menemukan sumber pendapatan baru. Salah satu cara
yang ditempuh ialah dengan mempopulerkan berbagai devices dan gadget baru di
luar ponsel yang juga menggunakan konektivitas jaringan wireless untuk
mengaktifkan fungsi utama. Alat-alat seperti e-readers, tablet (seperti iPad),
personal media player dan alat navigasi akan banyak menyumbang pendapatan di
4

Reliance Industries 4G Bet, The Wall Street Journal Asia, 14 June 2010, p.18

masa depan. Vendor di Asia juga sudah menyadari hal ini, Huawei misalnya sudah
mempromosikan berbagai solusi dan alat untuk memungkinkan operator melayani
banyak

devices

yang

berbeda

dalam

jaringan

mereka.

Huawei

juga

memperkenalkan pocket Wi-Fi router dan smartphones untuk mendongkrak bisnis.


Layanan mobile internet di 2009 juga sudah menyumbang 25% pertumbuhan
pendapatan industri telekomunikasi di Malaysia. Penetrasi ponsel di Malaysia
sendiri sudah mencapai 106%. Dengan tingkat penetrasi broadband yang baru
mencapai 30% di 2009, pemerintah Malaysia berambisi meningkatkannya menjadi
50% di akhir 2010. Salah satu upaya ialah dengan mendorong implementasi 4G
yang lisensinya dimenangkan beberapa pemain seperti YTL Communications Sdn
Bhd, anak perusahaan YTL Corporation Bhd Group, yang bergerak di bidang
telekomunikasi dengan fokus pengembangan layanan berbasis WiMAX. Mereka
sudah menjalin kerja sama dengan Samsung dan sudah berkomitmen untuk
investasi sebanyak 1 Juta Unit GCT Semikonduktor Single-Chip WiMAX. Selain
YTL Communications terdapat pula Amax yang fokus pada koneksi untuk konten
hiburan seperti video on demand, video game dan konten lainnya, serta P1 yang
sudah berpengalaman mengelola jaringan WiFi di Kuala Lumpur sejak 2008. P1
sudah membentuk aliansi strategis untuk pengembangan WiMAX bersama AlcatelLucent, Intel Corp, Oracle Corp, EMC Corp, Fiberail, dan ZTE. Teknologi WiMAX
yang dikembangkan diharapkan dapat memberi akses koneksi internet broadband
secara wireless dengan jangkauan hingga 30 mil (50 km) dari base station. P1
berencana menawarkan produk modem yang mengintegrasikan WiMAX, WiFi dan
fungsi komunikasi suara dalam satu perangkat.
Sementara di bisnis seluler, Malaysia terus memunculkan operator baru yang
bergerak di ceruk pasar tertentu seperti XOX, operator dengan cakupan nasional
dan layanan mulai dari GSM, GPRS, 3G hingga 3,5G yang diposisikan untuk
melayani pasar masyarakat etnis China, kemudian Baraka Telecom yang
memposisikan diri sebagai perusahaan telekomunikasi syariah, U Mobile Sdn Bhd
yang fokus pada layanan multimedia seperti TV mobile menggunakan teknologi
Digital Video Broadcast - Handheld (DVB-H), REDtone International Berhad yang
fokus sebagai penyedia layanan broadband dan multimedia seperti internet
kecepatan tinggi, solusi data dan VoIP. Selain di Malaysia, dan Singapura REDtone
6

juga beroperasi di China. Mereka baru mengakuisisi bisnis internet protocol


television ("IPTV").
Kreativitas ditunjukkan oleh Tune Talk Sdn. Bhd yang merupakan operator
afiliasi Celcom Axiata yang fokus melayani segmen pasar yang hanya butuh
layanan dasar suara dan SMS dengan harga super murah dan fasilitas roaming
terbatas mencakup Singapura, Indonesia, Thailand, Kamboja, Myanmar dan
Philipina. Serta Merchantrade Asia Sdn Bhd yang fokus pada layanan mobile
money, komunikasi dan kebutuhan pengiriman uang para pekerja migran di
Malaysia dengan jangkauan layanan pengiriman uang sampai Bangladesh, Nepal,
Indonesia, Filipina, Vietnam, India dan Sri Lanka.
Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Telekomunikasi
Perkembangan

industri

telekomunikasi,

khususnya

kebutuhan

akan

telekomunikasi memiliki kaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Pemetaan antara


PDB per kapita dengan pelanggan telepon (per 100 penduduk), seperti tergambar
pada Gambar 1, menunjukkan pola tertentu. Negara-negara maju dan berkembang
secara spesifik dapat dilihat pada kuadran kanan-atas dan kuadran kiri-bawah.
Dapat disimpulkan, kenaikan pendapatan per kapita memiliki korelasi kuat dengan
peningkatan jumlah pelanggan telepon. Perlu dilakukan uji kausalitas apakah PDB
per kapita merupakan variabel independen atau dependen atas jumlah pelanggan
telepon.
Namun, dapat dilihat bahwa korelasi yang kuat tersebut tidak mampu
menerangkan pola pada saat pendapatan per kapita telah mencapai tingkat
tertentu, seperti pola untuk Amerika Serikat dan Jepang. Pada kedua negara
tersebut peningkatan pendapatan per kapita mengakibatkan penurunan pelanggan
telepon.

Gambar 1.
Kaitan antara PDB per Kapita dan Pelanggan Telepon
(26,159)

UK

(29,152)

Germany

Singapore

(12,000,120)

Korea

(36,120)

(22,132)

(13,130)

US
Japan
(31,117)

Malaysia

(4,76)

Thailand
China
(0.5,18.29) Viet NamIndonesia

GDP/cap
H

(2.33,55)
(1,49)

(0.9, 18)
India

(0.5,8.44)

Per 100 Inhabitant


Sumber: Referensi, diolah LM-FEUI
Gambar 2 memperlihatkan pemetaan antara PDB per kapita dengan
pengguna internet (per 100 penduduk). Kuadran kiri bawah menunjukkan pola
pada negara-negara berkembang yang hampir tidak berbeda dengan pemetaan
antara PDB per kapita dengan pelanggan telepon. Namun, pada kuadran kananatas yaitu pada negara-negara maju, tidak memiliki pola yang jelas. Besarnya
proporsi penduduk lanjut usia mungkin dapat menjelaskan bahwa tingginya
pendapatan per kapita tidak selalu berarti meningkatnya pengguna internet.

Gambar 2.
Kaitan antara PDB per Kapita dan Pengguna Internet
H
(13,65)

Korea

(26,63)
UK

(12,000,50)

(36,62)

Japan (31,58)
(22,56)

Singapore

US

Germany (29,50)

Malaysia

(2.33,7)
China

(0.5,7) Viet Nam


Indonesia

Thailand

GDP/cap
H

(4,40)
(1,11)

(0.9, 6.5)

India
(0.5,3)

Per 100 Inhabitant


Sumber: Referensi, diolah LM-FEUI
Selanjutnya dapat dilihat pemetaan antara PDB per kapita dengan
pelanggan telepon seluler, seperti dapat terlihat pada Gambar 3.

Terlihat

adanya suatu pola meningkat yang kemudian menurun. Dapat disimpulkan


bahwa kenaikan pendapatan per kapita memiliki korelasi kuat dengan
peningkatan jumlah pelanggan seluler, namun setelah mencapai tingkat
pendapatan per kapita tertentu, pelanggan seluler mengalami penurunan.
Kembali dapat diduga bahwa pada negara maju terdapat karakteristik demografi
yang mempengaruhi pola pelanggan seluler.
Berdasarkan kajian pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3, dapat
disimpulkan adanya pola yang menggambarkan korelasi cukup kuat antara
peningkatan pendapatan per kapita dengan penggunaan jasa telekomunikasi.
Namun, pola tersebut mengalami anomali

pada saat mencapai tingkat

pendapatan tertentu, seperti yang dialami negara-negara maju.

Gambar 3.
Kaitan antara PDB per Kapita dan Pelanggan Seluler
(26,103)

H
UK
Singapore

(12,55)

(22,89)

(29,86)
Germany

Korea
(13,76)

(36,61)

Japan
(31,72)

US

GDP/cap

Malaysia
L

Thailand
China
Indonesia

(0.5,6)

Viet Nam
India

(4,58)

(1,44)
(2.33,26)

(0.9, 13)
(0.5,4)
L

Per 100 Inhabitant

Sumber: Referensi, diolah LM-FEUI


Perkembangan Teknologi dan Pengaruhnya
Hanya dalam beberapa tahun yang lalu internet mengalami lompatan dari
dial-up ke koneksi broadband berkecepatan tinggi. Saat ini transformasi kembali
terjadi dari koneksi wired-base menjadi wireless. Pemicu perubahan ini adalah
sangat cepatnya perkembangan ekosistem wireless yang mengkombinasikan
kecepatan dan volume data yang tinggi dari jaringan teknologi wireless terakhir (3GHSPA dan yang akan datang LTE) bersama dengan smartphone yang memiliki fitur
layar lebih besar (hingga layar sentuh) dan kemampuan prosesor yang lebih tinggi.
Lantas apakah wireless akan menggantikan akses wired-base?
Sebenarnya operator telekomunikasi sudah menghadapi dilema serupa 20
tahun yang lalu saat teknologi ponsel baru berkembang. Fakta membuktikan bahwa
di banyak negara, perlu waktu yang lebih panjang bagi kejatuhan telekomunikasi

10

fixed line dan bahkan hingga saat ini baru pelanggan usia muda yang benar-benar
sudah beralih sepenuhnya dari wired-base ke komunikasi wireless.
Diperkirakan mayoritas pengguna internet akan bertahan menggunakan
koneksi broadband5. Karena hingga saat ini, 90% pengguna mobile internet ratarata hanya menghabiskan kurang dari 2 Gb per bulan. Sementara pengguna
broadband melalui PC menghabiskan10 kali lipatnya (untuk keperluan download
lagu, tukar menukar foto di Facebook atau menonton video online di You Tube).
Namun kemunculan gadget tablet seperti iPad dapat memicu meledaknya
popularitas mobile internet, selama kecepatan dan kapasitas jaringan wireless
mendukung dan harga aksesnya murah.
Menurut data dari Broadband Forum (BBF), pasar Asia menunjukkan
pertumbuhan sambungan broadband wireline tertinggi di dunia pada 2009, naik
19% dari tahun sebelumnya dan kini mencapai 183 juta koneksi (39% total
koneksi global). Broadband sudah menjadi mekanisme delivery utama untuk
berbagai layanan seperti akses internet berkecepatan tinggi, internet protocol
TV, real time gaming, multimedia telemedicine, super grid energy management,
teleworking dan high-definition telepresence6.
Beberapa pemerintah negara Asia juga aktif menelurkan inisiatif seperti
China yang melalui China Telecom membelanjakan $ 878 juta untuk
memperluas jangkauan jaringan fiber optic ke 3 juta rumah tangga di Shanghai
pada 2012, Malaysia dengan proyek broadband kecepatan tinggi senilai $ 3.4
milyar dan Singapura dengan proyek jaringan broadband next generation
dengan target cakupan 95% rumah dan gedung di 2012.
Apakah teknologi wireless akan mengalahkan kinerja wired-base? Secara
teori hal ini mungkin terjadi dalam jangka panjang, namun spectrum wireless
relatif terbatas dan teknologi kompresi

data belum banyak berkembang.

Lagipula teknologi wireless terakhir pada kenyataannya paling cepat hanya


mampu mencapai 2 Mbps sementara kecepatan jaringan broadband rata-rata
mencapai 5 10 Mbps. Hanya dengan sedikit upgrade jaringan fiber optic

5
6

Jacques Bughin, What Shape Will The Wireless Web Take?, McKinsey Quarterly, October 2009
Broadband is Blossoming Throughout the Region, Digital Life: Communicasia 2010, The Wall Street
Journal Asia, 15 June 2010, p.15

11

terbaru, maka kecepatan broadband dapat mencapai 100 Mbps secara


konsisten. Dari sisi kapasitas dan kecepatan, jaringan wired-base relatif masih
unggul dibandingkan wireless bahkan untuk beberapa tahun ke depan.
Harus diakui bahwa kesenjangan antara bagaimana orang menggunakan
internet secara wired-base dengan wireless masih sangat jauh. Memang,
semakin canggih smartphone membuat banyak orang mulai aktif mengakses
situs jejaring sosial dan video sharing melalui ponsel. Dengan perkembangan
software yang dapat meningkatkan kemananan transaksi wireless juga
berpotensi memicu perkembangan mobile banking ataupun mobile commerce.
Apalagi jika gadget tablet berlayar lebar seperti iPad menjadi populer.
Melihat kondisi terakhir, Apple melalui kepopuleran iPhone (dan yang akan
segera sama populernya iPad) adalah yang paling diunggulkan posisinya untuk
menjadi platform standar mobile computing. Kini App Store milik Apple sudah
menyediakan puluhan ribu software aplikasi dan telah diunduh lebih dari 1 milyar
kali. Sekilas hal ini melegitimasi keunggulan aplikasi dengan basis Mac OS dari
Apple paling layak dijagokan sebagai standar. Namun platform open source seperti
Android dari Google ternyata juga cukup berhasil melakukan penetrasi pasar dan
semakin populer dari waktu ke waktu. Diperkirakan mobile application akan
mengalami perpecahan dalam 2 kelompok besar yaitu premium seperti Apple dan
Microsoft dan kelompok yang terbesar adalah aplikasi gratis berbasis open source.
Kalau ini terjadi, maka sistem yang mampu mengendalikan web lebih baik yang
akan diuntungkan, dalam hal ini ialah Android.
Masalah lain yang patut dicermati adalah bahwa sebenarnya 25% dari
koneksi internet wireless dilakukan melalui jaringan Wi-Fi gratis di tempat-tempat
publik. Berbagai smartphone dan laptop (termasuk netbook) saat ini menjadikan
Wi-Fi receivers sebagai nilai jual utama. Ini masih akan menjadi tantangan bagi
operator yang menyediakan koneksi wireless seluler. Perkembangan terakhir
dari meningkatnya permintaan akses atas situs video, jejaring sosial dan
penunjuk lokasi melalui ponsel telah memakan kapasitas dari jaringan seluler
yang ada. Sehingga strategi harga cenderung mengarah ke micro segmentation
dengan tariff dibuat berjenjang secara progresif berdasarkan volume pemakaian.
*************************
12

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Ilmiah
    Makalah Ilmiah
    Dokumen1 halaman
    Makalah Ilmiah
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Materi Ajar
    Materi Ajar
    Dokumen1 halaman
    Materi Ajar
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Test
    Test
    Dokumen34 halaman
    Test
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen14 halaman
    Bab Iv
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Pertemuan 12
    Pertemuan 12
    Dokumen25 halaman
    Pertemuan 12
    Aiguille Devoir
    Belum ada peringkat
  • Surat
    Surat
    Dokumen2 halaman
    Surat
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah
    Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan Belum Pernah Menikah
    Susila Satwika
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat