Anda di halaman 1dari 16

GANGGUAN KESEHATAN DI TEMPAT KERJA

Undang-undang No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 tentang Kesehatan


Kerja menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.
Perlindungan utamanya ditujukan pada Penyakit Akibat Kerja/Akibat Hubungan Kerja
dan Kecelakaan Akibat Kerja.1
Perkembangan industri mengubah pola penyakit yang ada di masyarakat
khususnya bagi pekerja. Pekerja menghabiskan sepertiga waktunya tiap hari di tempat
kerja dimana lingkungan kerja berbeda dengan lingkungan sehari-hari. Pajanan dan
proses kerja menyebabkan gangguan kesehatan.2
Data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 didapatkan setiap hari
6000 orang meninggal karena pekerjaan, 1 orang tiap 15 detik dan 2,2 juta per tahun
akibat penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Jumlah pria yang
meninggal dua kali lebih banyak daripada wanita. Indonesia menduduki peringkat ke-26
dari 27 negara. Data di Indonesia jumlah pekerja berdasarkan Biro Pusat Statistik tahun
2000 adalah 95 juta orang, 50% bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, 7080% angkatan kerja bergerak di sektor informal. Pekerja di sektor itu umumnya bekerja
dalam lingkungan kerja yang kurang baik, manajemen kurang terorganisasi, perlindungan
kerja tidak optimal, dan tingkat kesejahteraan yang kurang. Populasi pekerja terus
meningkat. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2004, jumlah tenaga kerja di
Indonesia kini lebih dari 142 juta jiwa.1
Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah perusahaan besar yang belum
menerapkan K3 sebesar 14.726 buah (98%), yang sudah menerapkan sebesar 317 buah

(2%). Jumlah kasus kecelakaan ringan 45.234 kasus (87%), cacat sebagian 5.400 kasus
(10%), cacat total 317 kasus (1%) dan kematian 1.049 kasus (2%).2
Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang
berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan
pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya
pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan
lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan
efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap
kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena
selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan
masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran
kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di
lingkungan PSTKG. Melalui usaha kesehatan pencegahan di lingkungan
kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit akibat dampak
pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk PSTKG
terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan PSTKG maupun
masyarakat luas.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun
psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan
lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan,
penyakit

ataupun

perubahan

dari

kesehatan

seseorang.

Pada

hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat dan


problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif.
Tiga komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila
bekerja yaitu:
1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
2. Beban kerja: fisik maupun mental.
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara
lain:bising, panas, debu, parasit, dan lain-lain.
Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu
kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian
dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktifitas kerja. Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan
sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera.
Kapasitas kerja,beban kerja, dan lingkungan kerja merupakan
tiga

komponen

utama

dalam

system

kesehatan

kerja.

Dimana

hubungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen tersebut akan


menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja
yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat
beban kerja terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita gangguan atau
3

penyakit

akibat

kerja.

Kondisi

lingkungan

kerja

yaitu

keadaan

lingkungan tempat kerja pada saat bekerja, misalnya panas,debu,zat


kimia dan lain-lain, dapat merupakan bebam tambahan trhadap
pekerja. Beban beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri atau
bersama sama menjadi gangguan atau penyakit akibat kerja.
Perhatian yang baik pada kesehatan kerja dan perlindungan
risiko bahaya di tempat kerja menjadikan pekerja dapat lebih nyaman
dalam bekerja. Dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 dinyatakan
bahwa kesehatan kerja diselenggarakan agar setiap pekerja dapat
bekerja

secara

sehat

tanpa

membahayakan

diri

masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas

sendiri

dan

kerja

yang

optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja


1. Definisi dan Istilah
Gangguan kesehatan di tempat kerja dapat diartikan sebagai penyakit akibat kerja
ataupun penyakit akibat hubungan kerja. Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit
yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1, peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi nomor PER.01/MEN/1981) tentang kewajiban melapor penyakit
akibat kerja.

Definisi yang digunakan dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja

No.KEPTS.333/MEN/1989 tentang Pelaporan Penyakit Akibat Kerja merujuk pada


ketentuan Permen Nakertrans No.PER.01/MEN/1981.3
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan
oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Pasal 1, Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993
tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja (Keppres No.22 Tahun 1993).3
Terdapat 3 istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau

lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian
yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi
landasannya.3
2. Kondisi yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja
Kondisi yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja antara lain: 3
a. Peraturan perundang-undangan mengenai penyakit akibat kerja telah cukup
banyak. Ketentuan tersebut terdapat dalam undang-undang yang mengatur
keselamatan kerja dan undang-undang yang mengatur jaminan sosial tenaga
kerja beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Substansi yang diatur
mencakup hal-hal mendasar seperti pengertian penyakit akibat kerja, cara
diagnosis serta penggolongan penyakit dan ketentuan-ketentuan yang
dengan tegas wajib dilaksanakan yaitu kewajiban melapor penyakit akibat
kerja, jaminan sosial terhadap penyakit dimaksud, sanksi-sanksi, dan lainlain. Masalah yang dihadapi adalah kepatuhan melaksanakan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Upaya sosialisasi telah sering dilakukan, berbagai upaya penyuluhan dan
pendidikan telah dilakukan. Upaya ini masih terbatas dan hasilnya tidak
serta merta menjadikan perusahaan, pengusaha dan pekerja sepenuhnya
patuh kepada ketentuan yang berlaku. Program sosialisasi bukan aktivitas
sesaat melainkan harus terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Masih
banyak institusi yang bisa berpartisipasi dalam program sosialisasi serta
demikian pula aneka media masih terbuka luas guna dimanfaatkan. Dari
semua potensi dapat dipilih cara yang lebih efektif agar diraih hasil upaya
yang sebaik-baiknya.
c. Data mengenai penyakit akibat kerja yang bersumber kepada aktivitas
pengawasan dan juga pelaksanaan jaminan sosial terhadap penyakit akibat

kerja sebagai suatu aspek dari jaminan kecelakaan kerja relatif sangat
minim. Pertahun tercatat sekitar 100.000 kecelakaan kerja, angka
kecelakaan ini pada umumnya terus meningkat, korban meninggal sebagai
akibat kecelakaan kerja pertahunnya berkisar antara 1500 sampai 2000
orang. Data penyakit kerja relatif sangat minim yaitu kurang dari 1% dari
jumlah kasus kasus kecelakaan kerja. Hal ini berbeda dengan temuan
penelitian yang menunjukkan angka sakit dan keparahan yang jauh berbeda
dengan data statistik operasional.
d. Profesi kedokteran kerja adalah dengan kompetensi khusus terhadap
penyakit akibat kerja, yaitu okupasi. Kedokteran okupasi memiliki kolegium
yang mempunyai mengatur kedokteran okupasi.
e. Penyakit akibat kerja masih sangat jarang dilaporkan karena keengganan
pihak perusahaan atau pengurus perusahaan untuk melaporkannya.
Perusahaan juga kuatir akan konsekuensi hukum yang mungkin dihadapi
apabila yang bersangkutan melaporkan penyakit akibat kerja yang dialami
oleh tenaga kerja atau pekerja di perusahaan tersebut.
f. Perlunya koordinasi antara otoritas pengawasan yang menjalankan
penegakan hukum (law enforcement) dan institusi atau organisasi yang
melakukan fungsi-fungsi pelayanan, penyuluhan, pelatihan, pendidikan dan
penelitian sehubungan dengan penyakit akibat kerja.
Agar pencegahan terhadap penyakit akibat kerja dan semua ketentuan yang
berlaku bagi penyakit akibat kerja dapat diselenggarakan dengan baik serta
penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja dapat terlaksana dengan baik pula,
perlu terwujud kesepahaman dan pemahaman secara benar mengenai pengertian penyakit

akibat kerja, metoda diagnosis penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau
lingkungan kerja, jenis penyakit akibat kerja, deteksi dini terhadap penyakit dimaksud,
pencegahan serta penatalaksanaannya. Selain itu sangat penting peranan koordinasi yang
sebaik-baiknya diantara unsur pengawasan dan penelitian yang bersangkutan. Di atas
segalanya pendekatan inovatif dari semua pihak terkait dituntut untuk meningkatkan
perannya dalam upaya promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif medis terhadap
penyakit akibat kerja serta juga dalam upaya sehubungan dengan pelaksanaan jaminan
kecelakaan kerja yang penyakit akibat kerja termasuk dalam cakupannya.3
Upaya sosialisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit akibat
kerja kepada semua pihak yang bersangkutan dan juga menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan tentang penyakit aibat kerja terutama bagi dokter pemeriksa atau dokter yang
merawat tenaga kerja yang terkena penyakit akibat kerja, dokter penasehat dan pegawai
pengawas ketenagakerjaan merupakan syarat mutlak guna mencapai sukses penanganan
penyakit akibat kerja. Juga sangat penting masuknya penyakit akibat kerja dalam
pendidikan dokter dan berkembangnya profesi kedokteranyang secara khusus berfokus
kepada efek pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap kesehatan. Peran penelitian atau
survei lapangan merupakan pintu masuk bagi diketahuinya problema penyakit akibat
kerja yang sebenar-benarnya, temuan yang dihasilkan oleh penelitian/survei perlu
dimanfaatkan seefektif mungkin bagi penatalaksnaan penyakit akibat kerja.3
3. Faktor Penyebab
Faktor Penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja
antara lain faktor manusia (pekerja), jenis pekerjaan yang dilakukan dan proses kerja
(bahan baku, peralatan kerja dan lingkungan tempat kerja).1
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan: 4
a. Golongan fisik

Contohnya: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat


tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
b. Golongan kimiawi
Bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam
lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan dan kabut.
c. Golongan biologis
Bakteri, virus atau jamur
d. Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja
e. Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
4. Penggolongan Penyakit Akibat Kerja
Penggolongan Penyakit Akibat Kerja menurut Keputusan Presiden Nomor 22
tahun 1993 diatur menurut jenis Penyakit Akibat Kerja. Secara teoritis penggolongan
Penyakit Akibat Kerja dapat pula dibuat atas dasar faktor penyebab yaitu faktor fisik,
biologis, fisiologis/ergonomis dan mental psikologis.1
Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja:1,3
1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut
(silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan siliko tuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh
debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronchopulmoner) yang disebabkan oleh
debu kapas, vlas, hennep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang
yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alvolitis allergika yang disebabkan faktor dari luar sebagai akibat penghirupan
6.
7.
8.
9.

debu organik.
Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.

10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi mengion.
26. Penyakit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi atau biologis.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, inyak
mineral, antrasena atau persenyawaan produk atau residu dari zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
5. Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah


yang dapat digunakan sebagai pedoman: 4
a. Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinis ditegakkan baru dapat
dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan
atau tidak.
b. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk
ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan
teliti, yang mencakup:
- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
-

secara kronologis
Lama menekuni pekerjaan tersebut
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala

serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan

(Material Safety Data Sheet/MSDS), label, dan sebagainya.


c. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut.
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut
di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus

10

mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita


(konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).
d. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu,
maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti
lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat
menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat.
Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan atau lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
f. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit.
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab-penyakit. Apakah
penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab
penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan
untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.

11

Gambar 1. Penggunaan Alat Pelindung Diri untuk mencegah kecelakaan kerja


dan penyakit akibat kerja
Menurut Interntional

Labour

Organization (ILO)

Organization (WHO),

Kesehatan

kerja

dan World

merupakan

Health

promosi

dan

pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial pekerja pada


jabatan apapun dengan sebaik-baiknya (Harrington & Gill, 2005).
Upaya kesehatan kerja ini ditujukan untuk melindungi pekerja agar
hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja
dilakukan pada pekerja baik di sektor formal maupun informal.

12

Dalam

penyeleksian

pemilihan

calon

pegawai

pada

suatu

perusahaan / instansi, diperlukan adanya pemeriksaan kesehatan baik


secara

fisik

kesehatan

maupun
ini

mental

digunakan

yang

sebagai

nantinya
bahan

hasil

pemeriksaan

pertimbangan

dalam

pengambilan keputusan.
Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola
tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja. Pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Tidak
pengelola

atau

pengusaha

saja

yang

berperan

dalam

penyelenggaraan kesehatan kerja ini namun juga pekerjanya. Pekerja


wajib menciptakan dan menjagaa kesehatan tempat kerja yang sehat
dan menaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (UU No 36 Tahun
2009).
Menurut International Labor Organization ( ILO) salah satu upaya
dalam menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat
kerja adalah dengan penerapan peraturan perundangan antara lain
melalui :
a. Adanya ketentuan dan syarat-ayarat K3 yang selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi ( up to
date )
b. Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan dan
kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku sejak tahap
13

c. Pengawasan

dan

pemantauan

pelaksanaan

K3

melalui

pemeriksaan-pemeriksaan langsung di tempat kerja.


ILO dan WHO (1995) menyatakan kesehatan kerja bertujuan
untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental
dan

sosial

yang

setinggi-tingginya

bagi

pekerja

disemua

jenis

pekerjaan, pencegahan terhadap gangguankesehatan pekerja yang


disebabkan oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam
pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan dan
penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja
yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.
Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan

kepada

manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau jabatannya.


Selanjutnya dinyatakan bahwa fokus utama kesehatan kerja , yaitu:
1) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan pekerja dan kapasitas
kerja
2) Perbaikan lingkungan

kerja

dan pekerjaan yang mendukung

keselamatan dan kesehatan


3) Pengembangan organisasi kerja dan budaya
mendukung

kesehatan

dan

keselamatan

di

kerja kearah yang


tempat

kerja

juga

meningkatkan suasana sosial yang positif dan operasi yang lancar


serta meningkatkan produktivitas perusahaan.
Dalam Permenaker No.3 tahun 1982 disebutkan tugas pokok
kesehatan kerja antara lain:
1. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap
tenaga kerja
2. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
3. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitasi

14

4. Pembinaan danpengawasan perlengkapan kesehatan kerja


5. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan
tempat kerja ,
pemilihan alat

pelindung

diri

yang

diperlukan

penyelenggaraan makanan ditempat kerja


6. Memberikan laporan berkala tentang

dan

gizi

serta

pelayanan kesehatan

kerja kepada pengurus


7. Memberikan saran dan masukan kepada manajemen dan fungsi
terkait terhadap permasalahan yang berhubungan dengan aspek
kesehatan kerja.
6. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja
ditempuh tiga langkah utama ( World Health Organization (WHO), 1997) yakni :5
a. Pengenalan lingkungan kerja
Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan dengan cara melihat dan
mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan langkah dasar yang
pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
b. Evaluasi lingkungan kerja
Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya potensi-potensi bahaya
yang mungkin timbul, sehingga bisa untuk menentukan prioritas dalam
mengatasi permasalahan.
c. Pengendalian lingkungan kerja
Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan pemajanan terhadap agen berbahaya di lingkungan kerja
.Kedua tahapan sebelumnya, pengenalan dan evaluasi, tidak dapat menjamin
sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan
teknologi pengendalian yang memadai untuk mencegah efek kesehatan yang
merugikan di kalangan para pekerja.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Markkanen PK. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Manila:
International Labour Organization, 2004.
2. Handayani. Occupational Health and Safety. Pekanbaru: Universitas Riau, 2008.
3. Suma,mur. Penyakit Akibat Kerja, Kondisi Saat Ini dan Penggolongannya serta
Sistem Pelaporannya.
4. Sulistoma A. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan.MajCermin
KedoktIndoNo.136,2002.
5. Aremania
HF.
Mengenal

Penyakit

Akibat

Kerja.

http://

hanscoy.blogspot.com/2009_04_01_archive.html. [Diakses tanggal 24 Juni 2009].


6. Aryawan Wichaksana. Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan
Pencegahannya.MajCerminKedoktIndoNo.136,2002.

16

Anda mungkin juga menyukai