(2%). Jumlah kasus kecelakaan ringan 45.234 kasus (87%), cacat sebagian 5.400 kasus
(10%), cacat total 317 kasus (1%) dan kematian 1.049 kasus (2%).2
Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang
berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan
pekerja (dalam hal ini Dosen, Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya
pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya masalah kesehatan lingkungan
lain, bersifat akut atau khronis (sementara atau berkelanjutan) dan
efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek terhadap
kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.
Kesehatan masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena
selain dapat menimbulkan gangguan tingkat produktifitas, kesehatan
masyarakat kerja tersebut dapat timbul akibat pekerjaanya. Sasaran
kesehatan kerja khususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja di
lingkungan PSTKG. Melalui usaha kesehatan pencegahan di lingkungan
kerja masing-masing dapat dicegah adanya penyakit akibat dampak
pencemaran lingkungan maupun akibat aktivitas dan produk PSTKG
terhadap masyarakat konsumen baik di lingkungan PSTKG maupun
masyarakat luas.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubunganya
dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun
psikis yang meliputi, antara lain: metode bekerja, kondisi kerja dan
lingkungan kerja yang mungkin dapat menyebabkan kecelakaan,
penyakit
ataupun
perubahan
dari
kesehatan
seseorang.
Pada
komponen
utama
dalam
system
kesehatan
kerja.
Dimana
penyakit
akibat
kerja.
Kondisi
lingkungan
kerja
yaitu
keadaan
secara
sehat
tanpa
membahayakan
diri
sendiri
dan
kerja
yang
lingkungan kerja dan penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian
yang sama dan masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi
landasannya.3
2. Kondisi yang Berhubungan dengan Penyakit Akibat Kerja
Kondisi yang berhubungan dengan penyakit akibat kerja antara lain: 3
a. Peraturan perundang-undangan mengenai penyakit akibat kerja telah cukup
banyak. Ketentuan tersebut terdapat dalam undang-undang yang mengatur
keselamatan kerja dan undang-undang yang mengatur jaminan sosial tenaga
kerja beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Substansi yang diatur
mencakup hal-hal mendasar seperti pengertian penyakit akibat kerja, cara
diagnosis serta penggolongan penyakit dan ketentuan-ketentuan yang
dengan tegas wajib dilaksanakan yaitu kewajiban melapor penyakit akibat
kerja, jaminan sosial terhadap penyakit dimaksud, sanksi-sanksi, dan lainlain. Masalah yang dihadapi adalah kepatuhan melaksanakan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Upaya sosialisasi telah sering dilakukan, berbagai upaya penyuluhan dan
pendidikan telah dilakukan. Upaya ini masih terbatas dan hasilnya tidak
serta merta menjadikan perusahaan, pengusaha dan pekerja sepenuhnya
patuh kepada ketentuan yang berlaku. Program sosialisasi bukan aktivitas
sesaat melainkan harus terus dilaksanakan secara berkelanjutan. Masih
banyak institusi yang bisa berpartisipasi dalam program sosialisasi serta
demikian pula aneka media masih terbuka luas guna dimanfaatkan. Dari
semua potensi dapat dipilih cara yang lebih efektif agar diraih hasil upaya
yang sebaik-baiknya.
c. Data mengenai penyakit akibat kerja yang bersumber kepada aktivitas
pengawasan dan juga pelaksanaan jaminan sosial terhadap penyakit akibat
kerja sebagai suatu aspek dari jaminan kecelakaan kerja relatif sangat
minim. Pertahun tercatat sekitar 100.000 kecelakaan kerja, angka
kecelakaan ini pada umumnya terus meningkat, korban meninggal sebagai
akibat kecelakaan kerja pertahunnya berkisar antara 1500 sampai 2000
orang. Data penyakit kerja relatif sangat minim yaitu kurang dari 1% dari
jumlah kasus kasus kecelakaan kerja. Hal ini berbeda dengan temuan
penelitian yang menunjukkan angka sakit dan keparahan yang jauh berbeda
dengan data statistik operasional.
d. Profesi kedokteran kerja adalah dengan kompetensi khusus terhadap
penyakit akibat kerja, yaitu okupasi. Kedokteran okupasi memiliki kolegium
yang mempunyai mengatur kedokteran okupasi.
e. Penyakit akibat kerja masih sangat jarang dilaporkan karena keengganan
pihak perusahaan atau pengurus perusahaan untuk melaporkannya.
Perusahaan juga kuatir akan konsekuensi hukum yang mungkin dihadapi
apabila yang bersangkutan melaporkan penyakit akibat kerja yang dialami
oleh tenaga kerja atau pekerja di perusahaan tersebut.
f. Perlunya koordinasi antara otoritas pengawasan yang menjalankan
penegakan hukum (law enforcement) dan institusi atau organisasi yang
melakukan fungsi-fungsi pelayanan, penyuluhan, pelatihan, pendidikan dan
penelitian sehubungan dengan penyakit akibat kerja.
Agar pencegahan terhadap penyakit akibat kerja dan semua ketentuan yang
berlaku bagi penyakit akibat kerja dapat diselenggarakan dengan baik serta
penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan penyakit yang
disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja dapat terlaksana dengan baik pula,
perlu terwujud kesepahaman dan pemahaman secara benar mengenai pengertian penyakit
akibat kerja, metoda diagnosis penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau
lingkungan kerja, jenis penyakit akibat kerja, deteksi dini terhadap penyakit dimaksud,
pencegahan serta penatalaksanaannya. Selain itu sangat penting peranan koordinasi yang
sebaik-baiknya diantara unsur pengawasan dan penelitian yang bersangkutan. Di atas
segalanya pendekatan inovatif dari semua pihak terkait dituntut untuk meningkatkan
perannya dalam upaya promotif, preventif, kuratif,dan rehabilitatif medis terhadap
penyakit akibat kerja serta juga dalam upaya sehubungan dengan pelaksanaan jaminan
kecelakaan kerja yang penyakit akibat kerja termasuk dalam cakupannya.3
Upaya sosialisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit akibat
kerja kepada semua pihak yang bersangkutan dan juga menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan tentang penyakit aibat kerja terutama bagi dokter pemeriksa atau dokter yang
merawat tenaga kerja yang terkena penyakit akibat kerja, dokter penasehat dan pegawai
pengawas ketenagakerjaan merupakan syarat mutlak guna mencapai sukses penanganan
penyakit akibat kerja. Juga sangat penting masuknya penyakit akibat kerja dalam
pendidikan dokter dan berkembangnya profesi kedokteranyang secara khusus berfokus
kepada efek pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap kesehatan. Peran penelitian atau
survei lapangan merupakan pintu masuk bagi diketahuinya problema penyakit akibat
kerja yang sebenar-benarnya, temuan yang dihasilkan oleh penelitian/survei perlu
dimanfaatkan seefektif mungkin bagi penatalaksnaan penyakit akibat kerja.3
3. Faktor Penyebab
Faktor Penyebab terjadinya Penyakit Akibat Kerja dan Kecelakaan Akibat Kerja
antara lain faktor manusia (pekerja), jenis pekerjaan yang dilakukan dan proses kerja
(bahan baku, peralatan kerja dan lingkungan tempat kerja).1
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan: 4
a. Golongan fisik
debu organik.
Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun.
Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi mengion.
26. Penyakit yang disebabkan oleh penyebab-penyebab fisik, kimiawi atau biologis.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, inyak
mineral, antrasena atau persenyawaan produk atau residu dari zat tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau
kelembaban udara tinggi.
31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
5. Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
secara kronologis
Lama menekuni pekerjaan tersebut
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
10
11
Labour
Organization (ILO)
Organization (WHO),
Kesehatan
kerja
dan World
merupakan
Health
promosi
dan
12
Dalam
penyeleksian
pemilihan
calon
pegawai
pada
suatu
fisik
kesehatan
maupun
ini
mental
digunakan
yang
sebagai
nantinya
bahan
hasil
pemeriksaan
pertimbangan
dalam
pengambilan keputusan.
Dalam hal penyelenggaraan upaya kesehatan kerja ini pengelola
tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi
tenaga kerja. Pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja serta wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. Tidak
pengelola
atau
pengusaha
saja
yang
berperan
dalam
c. Pengawasan
dan
pemantauan
pelaksanaan
K3
melalui
sosial
yang
setinggi-tingginya
bagi
pekerja
disemua
jenis
kepada
kerja
kesehatan
dan
keselamatan
di
kerja
juga
14
pelindung
diri
yang
diperlukan
dan
gizi
serta
pelayanan kesehatan
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Markkanen PK. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia. Manila:
International Labour Organization, 2004.
2. Handayani. Occupational Health and Safety. Pekanbaru: Universitas Riau, 2008.
3. Suma,mur. Penyakit Akibat Kerja, Kondisi Saat Ini dan Penggolongannya serta
Sistem Pelaporannya.
4. Sulistoma A. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan.MajCermin
KedoktIndoNo.136,2002.
5. Aremania
HF.
Mengenal
Penyakit
Akibat
Kerja.
http://
16