Disusun oleh :
KELOMPOK 8
Ari Nofendi
1009055041
1109065007
Dwi Wijayanti
1109065019
Asih Adliya
1109065031
1109065055
2013BAB I
PENDAHULUAN
Seiring kemajuan bidang industri dan transportasi,konsumsi bahan bakar
minyak bumi semakin meningkat. akibatnya, persediaan di dunia semakin
menipis. perkiraan tentang penurunan produk minyak bumi pada masa yang akan
datang dan ketergantungan yang besar terhadap sumber energi minyak bumi,
mendorong penelitian dan pengembangan suber energi alternatif dari bahan-bahan
alam yang jumlahnya melimpah dan bersifat terbarukan (renewable natural
resources).
Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang mempunyai
beberapa keunggulan diantaranya
(biodegradable), tidak beracun, bebas dari logam berat seperti sulfur dan senyawa
aromatik serta mempunyai titik nyala yang lebih tinggi daripada petroleum diesel
sehingga lebih aman jika disimpan dan digunakan. Biodiesel yang berasal dari
minyak nabati dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan
sumber daya yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari
berbagai hasil produk pertanian dan perkebunan (Kreatif Energi Indonesia, 2006).
Di Amerika Serikat dan Eropa, biodiesel dapat berasal dari lemak minyak nabati.
Tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber minyak nabati untuk dijadikan
bioenergi diantaranya tanaman alpukat dalam hal ini biji Alpukat (Persea
gratissima).
Pemilihan biji alpukat sebagai salah satu sumber minyak nabati karena
kandungan minyaknya relatif tinggi dibandingkan tanaman lain yaitu sekitar 2638
liter/ha dalam 2217 kg/ha. Sedangkan tanaman seperti jarak adalah 1590 kg/ha :
1892 liter/ha dan bunga matahari 800 kg/ha : 925 liter/ha. Selain itu bahan bakar
ini lebih ekonomis dan ramah lingkungan karena kadar belerang dalam minyak
tersebut kurang dari 15 ppm, sehingga pembakaran berlangsung sempurna dengan
dampak emisi CO, CO2 serta polusi udara yang rendah (Sofia, 2006).
Terdapat beberapa penelitian yang mendukung penggunaan minyak biji
alpukat sebagai bahan baku biodiesel. Diantaranya adalah The National Biodiesel
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk
mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio-oil). Proses pembuatan
biodiesel adalah proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan methanol
dan katalis pada suhu 70oC. Biodiesel memiliki keuntungan antara lain tidak
diperlukan modifikasi mesin, memiliki cetane number tinggi, ramah lingkungan,
memiliki daya pelumas yang tinggi, aman dan tidak beracun.
Menggunakan biodiesel sebagai pengganti diesel standar tidak hanya akan
membantu lingkungan, tetapi juga akan membantu meningkatkan kemandirian
energi dan keamanan energi negara. Kelemahan dari penggunaan biodiesel lebih
karena biodiesel sebagian besar masih diproduksi dari tanaman pangan yang
dalam skenario terburuk menyebabkan peningkatan harga pangan dan bahkan
meningkatkan kelaparan di dunia. Inilah alasan utama mengapa para ilmuwan
melihat berbagai bahan baku biodiesel potensial lainnya, contohnya adalah biji
alpukat.
Teknologi pembuatan biodiesel dari aneka minyak nabati praktis sama dan
relatif sederhana, karena hanya meilibatkan: (i) reaksi berbantuan katalis basa
antara minyak nabati dengan alkohol berlebih; dan (ii) pemisahan produk samping
gliserin serta sisa kelebihan alkohol dari biodiesel produk. Tahap-tahap produksi
ini tidak membutuhkan tingkat pengendalian operasi yang relatif ketat, sehingga
cukup mudah dikembangkan serta dikuasa/diterapkan oleh tenaga- tenaga dalarn
negeri. Kondisi operasinya pun tak berat (temperatur <150C, tekanan atmosferik,
pH dan tingkat korosivitas bahan sangat moderat), sehingga barang-barang modal
utama pabrik biodiesel akan dapat dibuat oleh bengkel- bengkel peralatan di
dalam negeri.
B. Minyak Nabati dari Biji Alpukat
Minyak biji alpukat adalah minyak nabati yang diperoleh dari biji buah
alpukat (Persea gratissima) Menurut Widioko (2009), disamping daging buahnya
biji alpukat juga memiliki potensi karena kandungan proteinnya tinggi bahkan
sebesar 11,85%. Komposisi asam lemak minyak biji alpukat selengkapnya dapat
terlihat pada tabel
C. Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah katalis yang tidak dapat bercampur secara
homogen dengan pereaksinya karena wujudnya berbeda. Satu contoh sederhana
untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di
mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam
substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya
produk baru. Ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya
terlepas. Pada penelitian dalam jurnal ini katalis heterogen yang digunakan adalah
katalis CaO (Kalsium Oksida). Katalis ini berbentuk padat, sehingga mudah
dipisahkan dan dapat diperoleh kembali (recovery) melalui dekantasi dan filtrasi
menggunakan alat yang sederhana.
D. Proses Degumming
Degumming merupakan suatu proses yang bertujuan untuk menghilangkan
fosfatida, wax, dan pengotor lainnya dengan cara penambahan air, larutan garam,
atau larutan asam, pada penelitian dijurnal ini menggunakan H3PO4 0,8 %.
Degumming mengkonversi fosfatida menjadi gum terhidrasi yang tidak larut
dalam minyak dan selanjutnya akan dipisahkan dengan cara filtrasi atau
sentrifugasi.
E. Proses Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi metil ester, melalui reaksi dengan
alkohol yang telah dicampur katalis terlebih dahulu, dan menghasilkan produk
samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi
kandidat sumber/pemasok gugus alkil serta paling umum digunakan adalah
metanol, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi
disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik
dengan metil ester asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME).
Proses perubahan trigliserida menjadi metil ester akan melalui 3 tingkatan
dimana trigliserida berubah menjadi digliserida kemudian monogliserida dan
akhirnya menjadi metil ester. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi
kesetimbangan. Ketika reaktan produk mencapai titik kesetimbangan, reaksi akan
berhenti. Ini dikarenakan minyak tidak akan mengalami perubahan lagi. Untuk
mendorong reaksi agar kesetimbangan bergerak condong kearah produk dapat
dilakukan dengan cara:
a. Menambahkan metanol ke dalam reaksi.
b. Memisahkan gliserol.
c. Menurunkan temperatur reaksi agar tidak melebihi titik didih alkohol yang
dipakai (transesterifikasi merupakan reaksi endoterm).
F. Pemisahan Dekantasi
Metode dekantasi digunakan untuk memisahkan campuran yang
penyusunnya berupa cairan dan padatan. Dekantasi dilakukan dengan menuang
cairan ke wadah lain secara hati-hati supaya padatan terpisah dari cairan. Untuk
memudahkan dapat digunakan batang pengaduk saat menuang cairan. Prinsip
dekantasi adalah perbedaan wujud zat dalam campuran, yaitu antara zat padat dan
zat cair sehingga dengan menggunakan teknik dekantasi, cairan dapat terpisah dari
campurannya
G. Pemisahan Sentrifugasi
Teknik sentrifugasi, yaitu metode yang digunakan dalam untuk
mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada
partikel-partikelnya.Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek
diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam
tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran
tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal tersebut tidak terjadi
karena adanya gaya yang berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder
atau tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang
menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tanbung dan terakumulasi
membentuk endapan.
BAB III
BAHAN DAN METODE
A. Bahan
- Biji Alpukat
- N- heksana
- H3PO4
- CaO
- Metanol
- Na2SO4
B. Metode
Gambar 3.1 Skema pembuatan biodiesel dengan menggunakan minyak biji alpukat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi biji alpukat dilakukan menggunakan sokhlet dengan suhu operasi
65C. yang bertujuan untuk memisahkan minyak dari pelarutnya dilakukan
evaporasi secara vakum pada suhu 40C. Perolehan minyak biji alpukat (% bobot)
hasil evaporasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 dan 2 dapat dilihat bahwa perolehan minyak biji alpukat hasil
pemurnian 103,20 g dengan persen penurunannya sebesar 2,84 %. Penurunan
tersebut menunjukkan bahwa sebelum proses pemurnian, minyak masih
mengandung pengotor. Minyak hasil pemurnian secara visual menjadi lebih
bening yang merupakan salah satu syarat minyak dapat diolah menjadi biodiesel.
Sifat fisika dan kimia minyak biji alpukat yang telah dimurnikan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa karakteristik minyak biji alpukat pada
penelitian Rachimoellah (2009) hampir sama dengan penelitian yang sedang
dilakukan. Perbedaannya terdapat pada viskositas kinematik (suhu ruang), angka
asam dan angka penyabunan. Hal ini disebabkan pengaruh umur dan waktu
penyimpanan biji alpukat yang berbeda. Pada penelitian ini biji alpukat yang telah
kering disimpan selama 9 hari. Waktu penyimpanan ini akan menyebabkan
reaksi enzimatis, sehingga akan meningkatkan viskositas yang cukup tinggi).
Tahap berikutnya adalah penelitian utama, yaitu pembuatan metil ester
(biodiesel) dari minyak biji alpukat melalui transesterifikasi yang dilakukan pada
suhu 60C selama 1 jam. Dalam percobaan ini kalsium metoksida direaksikan
dengan minyak biji alpukat murni. Kalsium metoksida dibuat dengan cara
mereaksikan antara metanol dengan kalsium oksida (CaO). Jumlah CaO yang
digunakan adalah 2% dan 6%/b-minyak, sedangkan perbandingan mol antara
minyak dengan metanol yang digunakan adalah 1:6. Perolehan biodiesel dapat
dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa minyak yang direaksikan dengan metanol
pada jumlah yang sama, diperoleh yield biodiesel tertinggi 0,2953 gram
biodiesel/gram minyak menggunakan katalis CaO 6%/b-minyak. Yield yang
dihasilkan cukup rendah, hal ini dapat disebabkan adanya kandungan air yang
cukup tinggi pada minyak biji alpukat. Dalam penelitian ini sebelum
transesterifikasi, tidak dilakukan pengukuran kandungan air pada minyak. Pada
transesterifikasi terjadi reaksi antara gugus karbonil pada molekul trigliserida
(minyak) dengan gugus metoksida. Dengan adanya kandungan air pada proses
tersebut, maka pembentukan metoksida tidak akan sempurna. Ketidaksempurnaan
pembentukan metoksida dapat ditunjukkan saat recovery metanol yang cukup
tinggi, hal ini menunjukkan metanol yang tidak bereaksi dengan CaO cukup besar.
Dalam literatur disebutkan bahwa kandungan air yang kurang dari 2,8%/b-minyak
akan meningkatkan aktivitas katalitik dari CaO. Sebaliknya bila lebih akan
mendeaktivasi CaO (Refaat,2011). Kelebihan penggunaan katalis heterogen
dibandingkan dengan katalis homogennya ialah bahwa pemisahan katalis
heterogen lebih mudah dan dapat digunakan kembali. Dalam penelitian ini hal
tersebut di atas sudah tercapai dengan terbentuknya tiga fasa yaitu lapisan atas
adalah biodiesel, tengah gliserol dan bawah CaO. Dengan demikian CaO dapat
digunakan kembali (recovery CaO). Hasil analisis sifat fisika dan kimia biodiesel
menggunakan variasi konsentrasi katalis CaO (%-b) dapat dilihat pada Tabel 5.
Bila dilihat dari nilai angka asam dan %FFA, CaO 6% b-minyak memiliki
nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan CaO 2% b-minyak. Sehingga pada
penggunaan CaO 6% b-minyak menghasilkan biodiesel yang memiliki
karakteristik mendekati SNI. Penentuan sifat fisika dan kimia biodiesel yang
tertulis pada Tabel 5 tidak seluruhnya dilakukan sesuai dengan penentuan yang
tertera pada Syarat Mutu Biodiesel. Dalam penelitian ini yang diuji hanya sifat
fisika dan kimia biodiesel yang mewakili (representatif) penggunaannya di mesin
yaitu viskositas, massa jenis, pH, kadar air, %FFA, dan angka asam. Karakteristik
biodiesel hasil penelitian dapat dilihat berdasarkan sifat kimia dan fisika yang
tercantum pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa penggunaan jenis katalis yang berbeda
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat fisika dan kimia dari
biodiesel yang dihasilkan. Sedangkan adanya perbedaan nilai heating value dan
viskositas disebabkan oleh jumlah ikatan rangkap yang terdapat pada senyawa
metil ester. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap maka heating value dan
viskositasnya akan menurun. Dengan nilai viskositas yang lebih rendah maka
selanjutnya akan memudahkan pemompaan pada penggunaan di mesin). Kedua
perbedaan tersebut ditunjukkan pada kandungan metil ester terbesar dari hasil
penelitian ini yaitu metil linoleat (C19:2), sedangkan pada penelitian
Rachimoellah adalah metil oleat (C19:1).
Massa jenis biodiesel yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,863
g/cm3dan sudah memenuhi syarat mutu biodiesel. Nilai massa jenis menunjukkan
kemurnian dari biodiesel yang dihasilkan dan dapat dilihat dari hasil analisis GCMS yang menunjukkan kandungan metil ester sebesar 48,02% (Tabel 8).
Viskositas dari biodiesel yang dihasilkan sebesar 2,405 cSt dan sudah memenuhi
syarat mutu biodiesel yang berkisar antara 2,3-6,0 cSt. Perolehan nilai viskositas
tersebut akan memudahkan pemompaan pemasukan bahan bakar dari tangki ke
ruang bahan bakar mesin, menyebabkan atomisasi lebih mudah terjadi, dan
pembakaran sempurna. Viskositas berhubungan erat dengan komposisi asam
lemak. Nilainya akan meningkat dengan bertambahnya panjang rantai asam lemak
dan gugus alkohol dalam biodiesel Heating value untuk biodiesel yang dihasilkan
adalah 34,6749 J/kg, mendekati syarat mutu biodiesel sebesar 37,100 J/kg. Jika
dibandingkan dengan solar yang memiliki heating value 43,294 J/kg. Biodiesel
yang diperoleh dari minyak biji alpukat memiliki nilai yang lebih kecil. Hal ini
disebabkan biodiesel masih mengandung metanol dan sejumlah ester asam lemak
tak jenuh. Menurut Mittelbach (2004) panas pembakaran akan berkurang dengan
meningkatnya derajat ketidakjenuhan ester-ester asam lemak dengan panjang
rantai yang sama.
Angka asam maupun %FFA merupakan indikator suatu minyak yang masih
mengandung asam lemak bebas. %FFA biodiesel dari hasil perhitungan sebesar
1,03%. Hal ini berkaitan erat dengan nilai angka asamnya yaitu sebesar 2,04
mgKOH/g. Bila dibandingkan dengan standar mutu biodiesel, angka asam
maksimal 0,8 mgKOH/g (Forum Biodiesel Indonesia, 2006) maka biodiesel yang
dihasilkan belum memenuhi syarat mutu biodiesel. Terdapat beberapa faktor yang
dapat menyebabkan tingginya angka asam diantaranya jenis bahan baku, tingkat
pemurnian minyak, pengaruh jenis katalis dan terjadinya hidrolisis pada ikatan
ester ketika minyak disimpan dalam waktu yang cukup lama. Angka asam atau
asam lemak bebas yang terlalu tinggi menunjukkan minyak bersifat korosif dan
dapat menimbulkan jelaga atau kerak di injektor mesin diesel (Dwi & Rizky,
2011). Hasil analisis komposisi kimia biodiesel dengan katalis CaO 6%-b minyak
menggunakan GC-MS dapat ditunjukkan pada Gambar 2 dan Tabel 8.
Gamba
r 2 Kromatogram Biodiesel Menggunakan GC-MS
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa biodiesel mengandung metil ester sebesar
48,02%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua minyak biji alpukat dapat
dikonversi menjadi metil ester. Penyebab rendahnya jumlah metil ester masih
adanya kandungan air dalam minyak saat transesterifikasi, sehingga pembentukan
senyawa metoksida belum sempurna. Bila ditinjau dari komposisi asam lemak
jenuh dan tak jenuhnya, biodiesel hasil penelitian mengandung 38,87% asam
lemak tak jenuh dan 9,15% asam lemak jenuh. Hal ini sesuai dengan literatur
yang menyatakan bahwa minyak nabati yang dapat diolah menjadi biodiesel harus
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi karena dapat mencegah
terbentuknya padatan yang akan menghambat kinerja mesin. Berdasarkan hasil
analisis fisika dan kimia (Tabel 6) menunjukkan bahwa minyak biji alpukat layak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, namun belum mencapai
perolehan yang optimum.
BAB 4
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimianya kondisi optimum
transesterifikasi adalah pada suhu 60C dengan rasio molar antara minyak dengan
metanol 1:6 selama 1 jam dengan katalis CaO 6%/b-minyak. Sifat fisika dan
kimia biodiesel yang diperoleh memiliki pH 7, massa jenis (40C) 0,863 g/cm3,
viskositas kinematik (40C) 2,405 cSt, heating value 34,674 J/kg, %FFA 1,03%,
angka asam 2,04 mg KOH/g, kandungan metil ester 48,02%, dan angka yang
tidak tersabunkan 21,99% dengan yield 0,2953 g biodiesel/g minyak. Berdasarkan
perolehan di atas maka biodiesel yang dihasilkan dari kondisi optimumnya
mendekati Syarat Mutu Biodiesel Indonesia.
Penggunaan
transesterifikasi
tidak
katalis
heterogen
memberikan
kalsium
pengaruh
oksida
yang
(CaO)
signifikan
dalam
terhadap
LAMPIRAN
JURNAL