Tempo - Co - Investigasi
Tempo - Co - Investigasi
CO - INVESTIGASI
1 of 2
http://investigasi.tempo.co/toyota/
Home
Prahara Pajak...
Lika Liku...
Bungkam...
Tunggakan Perkara...
Mobil Toyota impor diturunkan dari Kapal Trans Future 3 di Tanjung Priok Car Terminal, di kawasan Pelabuhan Indonesia II, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis, 30 Januari 2014. [TEMPO/Denny Sugiharto]
20/06/2015 19:36
TEMPO.CO - INVESTIGASI
2 of 2
http://investigasi.tempo.co/toyota/
jadi karena itu, sengketa pajak dan tuduhan transfer pricing yang sedang membelit Toyota tak terlampau mengkhawatirkan petinggi raja otomotif asal Jepang itu. Permintaan wawancara Tempo untuk meminta konfirmasi tidak direspon sampai berita ini diturunkan. Akhirnya wawancara dengan Presiden Direktur TMMIN
Bisa
Masahiro Nonami dan Wakil Presiden Direktur TMMIN --sekaligus Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor-- Johnny Darmawan, dilakukan di sela-sela acara mereka di Karawang, Maret lalu.
Direktorat Jenderal Pajak menuding Toyota melakukan penghindaran pajak lewat transfer pricing. Apa komentar Anda? Masahiro: Sebaiknya tanyakan kepada Pak Johnny. Kami akan mengikuti aturan pemerintah, dan keputusan pengadilan (Pajak). Jadi tak masalah. Kami masih menunggu putusan pengadilan.
Johnny: Sudahlah, jangan dibahas soal ini. Jangan terprovokasi.
Maksud Anda? Johnny: Masalah ini kan harusnya sudah diputus sejak lama, tapi menggantung terus. Kami diam karena tidak mau terprovokasi. Biar ada putusan (pengadilan--) dahulu. Kami juga menunggu karena persoalan ini sudah cukup lama. Nanti kalau kami bicara, yang di sana (Direktorat Jenderal Pajak) membalas.
Tapi benarkah Toyota melakukan penghindaran pajak lewat transfer pricing? Johnny: Saya tidak mau bicara soal itu. Ini kan sudah di ranah Pengadilan Pajak. Mereka independen kok.
***
Direktur Jenderal Pajak, Ahmad Fuad Rahmany, "Kita Ketiban Sial"
MESKI sudah lima tahun diproses di Pengadilan Pajak, sengketa pajak transfer pricing antara Direktorat Jenderal Pajak dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia sampai kini belum juga diputus. Ini membuat Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany gregetan. Meski begitu, dia tak bisa berbuat banyak karena otoritas
pengadilan pajak memang berada di luar kewenangannya.
Kepada Tempo yang menemuinya awal Februari lalu, Fuad bicara dengan berhati-hati soal sejumlah kasus transfer pricing di Indonesia. Dia menolak berkomentar secara spesifik mengenai sengketa pajak pemerintah dengan Toyota.
Bagaimana perkembangan terakhir kasus transfer pricing PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia? Saya tidak bisa berkomentar soal kasus yang melibatkan satu wajib pajak secara spesifik. Saya hanya bisa memastikan bahwa kami serius menangani semua kasus transfer pricing. Banyak yang sudah kami bawa ke
pengadilan pajak.
Tapi sidang kasus transfer pricing di pengadilan malah makan waktu amat panjang? Ha-ha-ha... Jangan tanya saya. Saya enggak ngerti bagaimana tingkat kemampuan hakim di Pengadilan Pajak. Yang jelas, kami menangani itu serius.
Apa kesulitan terbesar Direktorat Jenderal Pajak? Kami kesulitan mencari pembanding untuk menentukan wajar tidaknya nilai suatu transaksi. Di India dan Thailand, data perusahaan lokal bisa dibuka oleh otoritas pajak. Di sini, kami terbentur aturan kerahasiaan perusahaan.
Karena itulah, kami memperpanjang tenggat untuk pemeriksaan kasus transfer pricing sampai dua tahun. Ada kalanya wajib pajak menyerah dan mengikuti aturan perhitungan pajak yang kami buat. Tapi kadang mereka dispute ke Pengadilan Pajak. Kalau sudah ke sana, ya, tergantung hakimnya.
Ada indikasi banyak perusahaan multinasional memilih mengalihkan keuntungannya ke Singapura, agar tak bayar pajak di Indonesia? Pajak di Singapura memang lebih rendah ketimbang Indonesia. Kita ketiban sial karena menerapkan pajak 25 persen, sementara di sana hanya 17 persen. Karena itulah, sejumlah
industri di sini punya kantor pusat di Singapura termasuk Toyota. Sehingga seolah-olah wajar jika perhitungan pajaknya juga di sana. (*)
20/06/2015 19:36