1306381414
Tugas Hukum Organisasi Perusahaan
Distributor dalam dunia perdagangan sebenarnya mempunyai pernaan yang hampir sama
dengan lembaga keagenan yaitu sebagai perantara untuk memudahkan penyampaian barang
dari produsen ke konsumen. Namun, demikian pada kurun waktu sebelum tahun 1990
distributor cenderung kurang disperhatikan perkembangannya dair segi hukum. Hal ini
berbeda dengan lembaga keagenan yang oleh pemerintah melalui departemen perdagangan
dan keindustrian dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk lembaga pengakuan agen
tunggal dimaan disyaratkan bagi perusahaan asing yang akan memasarkan barang-barang
produksinya di indonesia harus menunjuk satu perusahaan nasional yang akan menjadi agen
tunggalnya sekaligus sebagai pemegang merek dari barang-barang tersebut.
4 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam teori dan praktek buku ke-4, bandung: PT
Citra aditya bakti, 1997, hal. 156
5 Ibid, hal 155
langsung dari prinsipal kepada agen untuk melakukan hal tertentu biasanya mengenai
biaya tambahan untuk menyelenggarakan printah-perintah yang tegas tersebut.
Kekuasaan yang nyata atau pura-pura
Seorang agen boleh meminta kekuasaan karena tekanan kebutuhan yang mendesak.
Empat syarat harus dipenuhi yaitu:
a. Agen harus sudah menguasai barang milik prinsipal
b. Keadaan darurat sesungguhnya sudah terjadi yang mengancam barang
tersebut. Hal ini dapat terjadi misalnya apabila barang itu daoat binasa atau
tidak bertahan lama.
c. Harus tidak mungkin bagi agen meminta petunjuk-petunjuk dari pemilik pada
wkatunya.
d. Agen harus bertindak dengan itikad baik dalam usaha sesungguhnya untuk
melindungi barang tersebut.
Hal-hal yang biasanya terdapat dalam perjanjian jenis lainnya, misalnya tentang
jangka waktu perjanjian pemutusan perjanjian, force mejeur, penyelesaian
penyelisihan, hukum yang berlaku, perubahan perjanjian, pemakaian dua bahasa, dan
sebagainya.
Pada umumnya kontrak yang dilakukan oleh prinsipal dengan distributornya lazimnya
berisikan ketentuan oleh pihak yang lebih kuat kedudukannya atau kedudukan
ekonominya lebih kuat dalam eprjanjian tersebut. Dalam perjanjian demikian, lazim
pembuat perjanjian atau pihak ekonomi yang kuat lebih banyak menentukan
kewajiba-kewajiban pada pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian yang
lazimnya merupakan pihak ekonomi lemah (distributor). Klausula yang ebrsifat
demikian dinamakan klausula eksonerasi atau exemption.
Isi perjanjian keagenan biasanya mengenai 6:
Subyek hukumnya
Terdiri dari pihak prinsipal yang memberikan kuasa pada agen untuk melakukan
perbuatan-perbuatan hukum dan pihak agen yang bertugas melaksanakan kewajiba
yang terdapat dalam perjanjian.
Hak dan kewajiban para pihak
Misalnya kewajiban dari agen untuk melakukan sesuatu dengan yang sesuai
perjanjian dan hak agen untuk menerima pembayaran atas jasa yang diberikan.
Pilihan hukum dan pilihan forum penyelsaian sengketa
Pihak yang ebrsengketa memasukan klausul mengenai pilihan hukum dan pilihan
forum penyelesaian sengketa untuk mengantisipasi sengketa yang mungkin timbul
diantara para pihak.
Hal-hal lainnya
Misalnya tentang jangka waktu perjanjian, pemutusan perjanjian, force menjeur,
perubahan atau penambahan perjanjian dan sebagainya.
Tanda tangan para pihak
Dia akhir perjanjian para pihak membubuhkan tanda tangan sebagai tanda
kesepakatan bagi pernjajian yang dibuat.
6 ibid
Perjanjian yang dibuat oleh dan antara prinsipal dengan distributornya kerapkali
menggunakan format perjanjian baku yang dibuat secara kolektif dalam bentuk formulir.
Akan tetapi di sisi lain masih memberikan suatu kelonggaran-kelonggaran yang oleh
karenanya kebakuan tersebut dipandang masih relevan dan logis untuk pihak distributor
tunduk dan mengikatkan dirinya terhadap seluruh klausul yang ada di dalamnya. Latar
belakang dibuatnya suatu perjanjian baku adalah mempermudah perusahaan prinsipal dalam
menjalankan usahanya yang dalam lingkup usahanya perushaan prinsipal telah
memeprsiapkan jaringan distribusi produknya tidak secara ekslusif dipegang oleh satu
distributor dan hanya pada 1 negara melainkan lebih dari itu.
Perjanjian keagenan dan distributor tidak diatur secara tegas dalam KUHPerdata dan KUHD
tetapi terdapat pengaturan umumnya mengenai prinsip kebebasan berkontrak pasal 1338
KUHPerdata. Karena para pihak yang terlibat menginginkan hubungan mereka diatur dalam
suatu perjanjian atau kontrak maka ketentuan hukum kontrak berlaku bagi masalah perjanjian
keagenan. Di dalam KUHD kegenan diatur secara umum dalam pengaturan tentang makelar
(pasal 62-pasal73) dan tentang komisioner (pasal 76-pasal85a). Hal ini juga berlaku tentang
distributor yang terdapat pada pasal 1319 KUHPerdata. Distributor dikategorikan dalam
ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian tidak bernama.
7 Munir Fuady, hukum bisnis dalam teori dan praktek buku ke-4, bandung : PT
citra aditya bakti, 1997 hal 289-290.
Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang distributor belum ada
jadi ketentuan yang berlaku dikeluarkan departemen teknis seperti surat keputusan menteri
eprdagangan no 77/kp/III/78 yang menentukan lamanya perjanjian harus dilakukan.
Keputusan menteri eprindustrian dan eprdagangan no 23/MPP/KEP/1/1998 sebgaaimana
kemudian diubah dengan keputusan menteri no 159/MPP/KEP/4/1998 tentang lembagalembaga perdagangan.
Terdapat peraturna menteri perdagangan no. 11/M-Dag/Per/3/2006 tentang ketentuan dan tata
cara penerbitan surat tanda pendaftaran agen atau distributor barang atau jasa mengenai :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
Ketentuan umum
Pendaftaran dan kewenangan
Penunjukan agen, agen tunggal, ditributor dan distributor tunggal
Tata cara dan persyarata pendaftaran
Masa berlaku, penggantian dan warna surat tanda pendaftaran
Pelaporan
Hak dan kewajiban
Perjanjian
Pengakhiran perjanjian
Penyelesaian perselisihan
Sanksi
Ketentuan lain
Ketentuan peralihan
Ketentuan penutup
Sumber :
Blacks law dictionary with pronounciations, sixth edition (st.paul : west publishing
co., 1990)
Mariam darus badrulzaman, aneka hukum bisnis, Bandung : Alumni 1994
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam teori dan praktek buku ke-4, bandung: PT Citra
aditya bakti, 1997
Susilo, P. Prinsip-prinsip praktis perlindungan distributor. Jakarta, 2002.